Home / Fantasi / Selubung Memori / 242. RAPAT DEWAN PERANG #2

Share

242. RAPAT DEWAN PERANG #2

last update Last Updated: 2023-01-01 15:54:42

Susunan Rapat Dewan kali ini berbeda dari biasanya.

Kursinya dibuat melingkar dengan tambahan kursi cukup banyak. Saat kami tiba, di tempat sudah ada kelima dewan—minus Profesor Merla—tim medis, tim bertahan, tim tungku, dan tim peneliti. Aslan hanya seorang diri. Kuingat lagi, dia memang tidak punya wakil. Kursi tersusun dengan kelima dewan di sisi seberang pintu masuk, lalu berurut ke kanan: tim peneliti, tim bertahan, tim penyerang, lalu kursi-kursi tanpa nama, tim medis, tim tungku, Aslan, kembali lagi ke dewan. Agak beda dari biasanya. Kali ini, dengan susunan kursi seperti ini, tim penyerang yang biasanya di sebelah dewan harus benar-benar berhadapan dengan Jenderal. Namun, susunan seperti ini rasanya juga cukup imbang. Jesse, lanjut Nuel, Haswin, Yasha, Lavi, aku, berlanjut ke kursi tamu, lalu Isha, Tara, Dhiena, Mika, Aslan. Susunan ini tidak terlalu menyulut konflik. Lumayan oke untuk diskusi.

“Ini dia, para tokoh utama,” sambut Jesse, di kursi.

“Tidakkah memalukan harus dije
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Selubung Memori   243. RAPAT DEWAN PERANG #3

    Kuputuskan melaporkan dari hal paling umum: mengapa kami bisa sampai di Pulau Pendiri. Aku dan Reila sudah sempat berbincang soal ini, tentang apa saja yang harus kami umumkan di Rapat Dewan, dan Reila tidak masalah membocorkan semuanya meskipun itu artinya akan membuatnya terlihat seperti orang yang paling bertanggung jawab membuat kami terdampar di Pulau Pendiri. Aku berusaha tidak menonjolkan peran Reila—meski lumayan sulit—dan kurang lebih, itu membuat Jesse langsung menyergah, “Hanya berlayar begitu saja di danau?”Aku bisa menduga Jesse sudah melakukan banyak cara untuk itu.Kara meminta Jesse tidak memotong, dan Nuel juga berusaha sedemikian rupa menenangkan Jesse yang hampir selalu ingin berkomentar di setiap gagasan yang kuucapkan, tetapi puncaknya, adalah ketika aku membongkar poin pertama: kebenaran Reila. Kurang lebih, raut para dewan dipenuhi nuansa bersalah.Aku bisa membagi reaksi para petinggi tim menjadi orang yang terkej

    Last Updated : 2023-01-03
  • Selubung Memori   244. RAPAT DEWAN PERANG #4

    Aku yakin hampir sebagian besar petinggi tim tidak mengerti kondisinya.Meskipun begitu, ketika dewan mulai memeluk Reila seperti memberinya rasa terima kasih, tidak ada satu pun petinggi tim yang protes. Maksudku, itu cukup memakan banyak waktu sampai kurasa bahasan Rapat Dewan terpotong begitu saja. Ceritaku bahkan belum selesai. Aku baru mengumumkan kebenaran Reila.Jadi, Nadir meminta waktu istirahat sebentar—kurang lebih karena kondisi emosional beberapa orang masih belum benar-benar kembali. Jenderal dan Reila memutuskan bicara empat mata di belakang Pendopo, yang sepertinya juga diikuti Kara dan Dokter Gelda. Namun, sebelum mereka melakukan itu, aku yang sehabis dipeluk Profesor Merla, didatangi Reila, dan tanpa peringatan apa pun, dia langsung menampar keras. Semua orang terkejut. Perhatian segera tertarik, tetapi Reila tidak mau bicara lagi, hanya langsung berlalu ke belakang Pendopo.Aku dan Profesor Merla berpandangan.“Jangan-janga

    Last Updated : 2023-01-05
  • Selubung Memori   245. RAPAT DEWAN PERANG #5

    Rapat Dewan ada dalam cekungan waktu yang membeku ketika aku mulai melaporkan apa yang dikatakan Akshaya tentang kemampuanku.Tiba-tiba tempat kami berkumpul sudah tidak bersuara seolah semua orang tersentak sampai mengeras begitu saja. Ada beberapa orang yang sudah mengerti kebenarannya—Profesor Merla, Layla, Reila, Lavi—tetapi mereka tidak membuat keadaan terasa jauh lebih ringan. Mereka hanya bungkam seolah tidak tahu apa lagi yang harus dibicarakan. Lavi bahkan mulai tertarik menatap lantai Pendopo.Jenderal terlihat lebih serius dari biasanya. Kara juga berulang kali menatap Profesor Merla di sebelahnya seolah mencari konfirmasi, dan Profesor Merla selalu hanya mengangguk atau mengedikkan bahu. Kurasakan Dokter Gelda juga tampak mulai kaku seolah kepalanya sedang memutar balik segala hal aneh yang terjadi padaku—sama seperti cara memandang Isha dan Tara padaku saat ini. Sebenarnya yang mengejutkan justru Jesse dan Nuel. Kubayangkan mereka marah,

    Last Updated : 2023-01-07
  • Selubung Memori   246. RAPAT DEWAN PERANG #6

    Sayangnya, Jesse kali ini menghindari pertanyaan. Dia hanya melengos—tidak berniat peduli apa pertanyaanku, hanya meminta Nadir melanjutkan.Jadi, aku mengangkat alis pada Lavi, seperti bilang, “Aku sudah tahu akan jadi seperti ini, jangan meragukan firasatku.”Lavi tidak mau bertautan mata, sepertinya marah.“Aku tidak mau menganggap Forlan kunci daya tempur kita, tapi bukannya itu artinya kita ada di masa yang penuh celah?” tanya Dokter Gelda.“Itu yang kupikirkan,” gumam Kara. “Kemampuan roh berarti banyak untuk garis depan. Pimpinan musuh pasti mengincar Forlan. Itu sebabnya hampir setiap misi, frekuensi pertemuan Forlan dengan musuh selalu lebih banyak dari yang lain. Ada kemungkinan sejak awal musuh sudah tahu keberadaan kemampuan roh dalam diri Forlan. Itu artinya, keadaan sekarang tidak mengubah apa pun.”“Berarti kita harus menarik Forlan dari garis depan?” tanya Nadir.

    Last Updated : 2023-01-09
  • Selubung Memori   247. LADANG BUNGA #1

    Aku sudah membayangkan para penghuni bertanya-tanya bagaimana Rapat Dewan bisa berakhir dengan kondisi mengkhawatirkan—karena semua orang yang hadir kembali dalam waktu berbeda—tetapi semua orang yang terlibat malam itu, entah bagaimana sepakat dalam satu suara, bahkan tanpa pernah berunding—bahwa itu rahasia para dewan. Lebih anehnya lagi, tidak ada petinggi tim yang bertanya-tanya mengapa mereka bisa tiba-tiba tidak sadarkan diri, mengingat hampir semua orang juga ambruk di tempat yang sama.Jadi, semua bermula ketika semua orang diangkut ke klinik—beruntungnya, klinik punya ruangan yang cukup untuk semua orang. Tim medis ambruk. Namun, tetap harus ada yang menjaga. Dokter Gelda tetap membuka mata, tetapi karena aku merasa bertanggung jawab, sepanjang malam aku menemani Dokter Gelda.Bersama Fal.Fal masih terjaga di pondok utama. Sebenarnya bersama Dalton dan Elton, tetapi mereka gagal menahan kantuk. Jadi, saat aku menjemput Fal, dia

    Last Updated : 2023-01-11
  • Selubung Memori   248. LADANG BUNGA #2

    Dokter Gelda menyarankan untuk memisahkanku dengan Lavi untuk waktu yang tidak ditentukan. Dia langsung membawa Lavi kembali ke Gerhanya, semata-mata agar kondisinya bisa benar-benar pulih. Lavi masih kelihatan syok.Aku tidak punya pembelaan. Pertama, bisa jadi itu bukan mimpi. Itu cuma penglihatan yang ditunjukkan pemilik kemampuan jiwa sebagai bentuk perlawanan yang berniat menghancurkan jiwa Lavi. Kedua, terkadang mimpi tidak benar-benar terjadi. Lavi pernah bermimpi aku terbunuh, tetapi pada akhirnya, dia sendiri yang, secara teknis, membunuhku. Ketiga, setelah jiwa kami terikat pada batu yang tidak stabil, aku tahu nyawa kami memang sudah di ujung tanduk.Gagasan itu membuatku pergi dari klinik, yang mungkin saja akan membuat situasi semakin runyam. Aku yakin yang bermimpi aneh tidak hanya Lavi. Dokter Gelda juga sepakat agar aku tidak terlalu terlibat dalam kegiatan penghuni sampai Rapat Dewan berikutnya—yang rencananya, “Malam ini. Ini hanya perkira

    Last Updated : 2023-01-13
  • Selubung Memori   249. LADANG BUNGA #3

    Di tengah ladang bunga itu, ada semacam pondok sederhana.Setelah Kara menghampiri kami, kami berjalan ke pondok sederhana itu—pondok yang bahkan lebih kecil dari pondok Nenek. Di sana ada semacam beranda kecil, tempat angin semilir membuat bunyi gemerincing pada lonceng angin, dan satu kursi santai, yang tengah diduduki orang paling fenomenal di Padang Anushka. Orang itu duduk, menaikkan kaki ke pagar kayu pondok, bersantai sangat normal, yang Kara sebut sebagai, “Berpikir.” Sebenarnya aku setuju berpikir dengan pose seperti itu dan di depan ladang bunga akan membuat kerja otakku seribu kali lipat lebih cemerlang, tetapi pose itu tidak cocok denganku.Hanya saja, pose itu cocok dengannya.“Jenderal,” sapa Kara. Kami naik ke beranda—sebenarnya aku ragu, tetapi Fal biasa saja, jadi aku ikut naik ke beranda.Saat itu masih awal pagi, dan tadi malam kami baru mengalami hal lumayan mengerikan, itu membuat pertemuan dengan J

    Last Updated : 2023-01-15
  • Selubung Memori   250. HANTU ALAM LIAR #1

    Seharian penuh aku menghabiskan waktu bersama Fal.Lebih tepatnya, seharian penuh aku di ladang bunga. Fal mengajakku main banyak hal di pekarangan bunga, jadi tidak ada alasan pergi dari sana. Sesekali Fal perlu minum, jadi dia kembali ke pondok Jenderal—yang jujur saja agak membuat ngeri—tetapi ternyata Jenderal menerima Fal kelewat baik sampai setiap kami ke sana, Jenderal hanya bilang, “Jangan mengacak-acak,” sebagai tanda bahwa secara khusus, Fal diperbolehkan masuk dan mengambil apa pun yang dia mau. Tentunya aku—sebagai orang yang bersama Fal—juga diizinkan, meski agak takut.Aku memikirkan Jenderal tinggal sendirian di tempat ini—pondok itu berisi banyak kenangan tentang Bibi Nadya: foto-fotonya, barang peninggalannya, atau bahkan nuansa khasnya—tampaknya Jenderal selalu memendam kerinduannya di gubuk kecil ini. Gubuk sederhana, yang tidak terlalu besar, yang bahkan tidak cocok untuk citra Jenderal yang begitu meg

    Last Updated : 2023-01-17

Latest chapter

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status