Secara teknis, itu hari paling menghanyutkan seumur hidupku.
Kami menghabiskan waktu sampai malam dengan membuat es krim, bersih-bersih Gerha Lavi—ada beberapa bagian yang penuh debu setelah ditinggal cukup lama—mengurus tanaman hias Lavi, sampai berakhir bakar-bakar ikan di halaman belakangnya. Halaman belakang Lavi memang tertutup dinding semak tinggi, tetapi langit-langitnya terbuka, jadi asapnya tidak mengepul ke dalam Gerha. Aromanya benar-benar semakin kuat ketika Lavi membuat saus khas buatannya.
Seharian itu kami tidak keluar sedikit pun dari gerhanya—bahkan ikan-ikan berasal dari kulkas Lavi. Dia menyimpan persediaan yang cukup. Hanya satu orang yang identik dengan ikan bakar, jadi ketika asap mengepul dari tempat Lavi, sama artinya memberitahu seluruh penghuni aku di dalam Gerha Lavi.
Sebenarnya itu bukan masalah, Lavi juga bilang, “Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Kita pasangan paling bahagia di Padang Anushka!”
Aku
Gosip tentang Lavi masih belum berakhir.Ketika kami bermain ular tangga—tentu berempat—dan kami melingkar di selasar lantai dua, yang menurut Dalton bisa membuat kita melihat langit, yang bisa kuartikan secara kasar menjadi: bisa membuat kita melihat hewan Nadir yang turun membawa surat undangan ke Rapat Dewan—Elton bercerita tentang Lavi.Intinya, Elton merasa Lavi kehilangan sesuatu selama misi Lembah Palapa. Ya, aku menyebut misi menjaga Lavi sebagai misi Lembah Palapa—dan itu selalu kukatakan setiap pembicaraan yang menyangkut itu. Namun, intinya Elton bilang Lavi tidak lagi seperti Lavi yang selama ini sering misi berdua dengannya.“Memangnya, Lavi biasanya bagaimana?” tanya Fal, polos.“Biasanya tidak mau kasih Fal cokelat,” kataku.“Tapi Lavi selalu kasih cokelat,” protesnya.“Kalau Lavi yang dulu tidak bakal mau,” koreksiku.Lalu Elton bertanya padaku, &l
Keesokan paginya, berita besar itu tersebar begitu cepat, terutama karena pengumuman terpampang nyata di gelanggang. Beberapa orang menggumamkan rasa tidak percaya, terkejut, bahkan sampai Nadir dan Kara dibanjiri begitu banyak pertanyaan sebelum sesi latihan rutin dimulai. Tentu saja semua kapten yang batang hidungnya terlihat juga dibanjiri pertanyaan dari penghuni.Aku tidak tahu siapa yang membuat pengumuman itu—sepertinya Nuel—tetapi lembaran pengumuman kali ini lebih seperti halaman pertama surat kabar kuno. Ada dua foto besar yang menjadi sorotan paling utama.Yang pertama: foto Layla, berjudul: pemindahan ke Lembah Palapa.Yang kedua: foto Haswin, Yasha, Dhiena, Mika, berjudul: kembali ke kursi petinggi, tim tungku dan tim bertahan dirombak total.Dalam tiga hari, Layla akan angkat kaki dari Padang Anushka.Sejujurnya kami sempat berdebat—antara aku dan Layla—terang-terangan di Rapat Dewan. Kubilang, aku tidak percay
Tim patroli bubar, tetapi tidak dengan geng idiot.Kami berempat masuk Balai Dewan yang sudah dipugar ulang, mendapati tim medis plus Fal di meja resepsionis bermain sesuatu, yang sempat membuatku dan Haswin mendorong Dalton ke sana—di sana ada Layla, tetapi Dalton menolak, tentu saja—jadi kami hanya melambaikan tangan karena Fal melambaikan tangan pada kami. Fal tidak marah. Sepertinya Tara sungguhan membuat permen kapas.Kami masuk ruangan tim peneliti, mendapati ruangan itu seperti tak pernah hancur. Lavi di samping Jesse dan Profesor Merla di kursi putar tengah ruangan—memutar-mutar kursinya sampai menyadari kedatangan kami.“Wah, lihat siapa yang datang.”“Loh, sudah selesai mancing?” tanya Lavi.“Geng idiot,” sapa Jesse, melihat kami.Betapa mengerikan karena satu-satunya tim peneliti yang tidak mempunyai cedera serius hanya Jesse. Asva sudah mulai melepas perban di sekujur betisnya
Hanya dalam waktu kurang dari semenit, kami semua sepakat keluar.Ironisnya, mau kami sadar atau tidak, ketika Fal pergi dari Padang Anushka, kami juga akan berubah untuk kedua kalinya. Terlepas siapa pun pilar yang ada di Padang Anushka—entah itu Isha, Lavi, atau bahkan Jesse—tanpa sadar Fal sudah menjadi salah satu alasan mereka bisa beristirahat. Tertawa bersama Fal menjadi opsi paling bagus menghabiskan waktu, menyegarkan diri, bahkan membangun ulang suasana yang sudah jatuh. Dengan yakin, kepergian Fal dari Padang Anushka pasti akan mengubah suasana yang selalu terkesan damai ini.Dan kupikir bukan hanya dengan kepergian Fal. Kepergian Layla juga akan mempengaruhi segalanya. Barangkali itulah alasan aku, Lavi, dan Profesor Merla menjadi orang terakhir yang keluar ruangan tim peneliti.Aku tahu Profesor Merla akan bertanya padaku. Setelah semua ini, apa yang akan keluar dari benaknya hanya satu: “Kau sudah bicara dengannya, Forlan?”
Pesta api unggun diadakan karena tiga hal: pertama, perayaan kemenangan pada pengkhianat—yang menurut Asva sebenarnya merayakan berakhirnya konflik dua kubu. Kedua, perayaan kembalinya pilar tim bertahan dan tim tungku. Ketiga, perpisahan dengan Layla dan Kenzie—meski Kenzie tidak hadir.Kondisi Kenzie hanya bisa diketahui tim medis dan dewan. Bahkan tidak semua Kapten tahu. Hanya Kara satu-satunya yang sedikit memberi gambaran soal kondisi Kenzie karena menurutnya geng idiot berhak tahu sebagai pihak pertama yang menemukan Kenzie. “Tidak buruk, tapi juga tidak baik. Tidak ada medis yang bisa menangani kejiwaan di Padang Anushka. Selama perjalanan pengantaran nanti, Profesor Merla bisa menjamin dia tidak akan terbangun dan tim peneliti sanggup memberi rute terdekat dalam beberapa hari ini.”“Dia tidak bangun atau sengaja agar tidak bisa bangun?” tanya Dalton.Kara tidak menjawab, jadi kami tahu Kenzie sengaja tidak dibangunkan
Sebenarnya gagasan merayakan kemenangan ini sempat ditentang seorang kandidat baru. Tanpa mengonfirmasi pun, aku tahu dia teman baik kandidat baru yang gugur di pertempuran padang rumput. Dia sungguhan emosi ketika mendengar ada pesta perayaan kemenangan, padahal rekan terdekatnya sudah mengorbankan diri bahkan ketika tidak mau berkorban. Dia bilang itu gagasan yang tidak adil—meski menurut beberapa orang, setidaknya menurut Dalton, “Dia sendiri juga tidak mengerti konsep adil dan tidaknya dalam pertempuran.”Kara meminta kasus anak ini ditangani dirinya sendirian, dan kubilang kalau lebih baik tidak menghiraukannya karena—toh, hanya satu orang dan dia bahkan masih kandidat baru yang belum mengerti sepenuhnya budaya Padang Anushka.Namun, Kara menimpal dengan berkata, “Justru anak-anak yang merasa tidak adil ini yang punya potensi memihak musuh, Nak. Tugas kita melindungi para penghuni—anak ini salah satu yang perlu kita lindungi. Ti
Malam itu kami berkemah di depan area asrama—meski tidak bisa benar-benar disebut kemah karena yang kami lakukan hanya terbaring begitu saja di depan asrama. Barangkali bisa dibilang jiwa idiot ini sudah tidak tertolong lagi—bahkan tersebar di penghuni cowok. Sudah jelas ada kasur di asrama, tetapi lebih memilih berbaring di atas tanah dengan selimut.Seingatku, terakhir orang yang tidur itu Yasha. Dia sepenuhnya mengantuk setelah kami berbincang bagaimana dia menyukai Ellen—ya, dia curhat—dan aku mendengarnya berkata, “Aku bersyukur.”“Kau mengantuk.”“Ya.” Matanya sudah hampir terpejam. “Kau tidak tidur?”“Belum mengantuk.”Ketika dia mulai berbaring, hanya butuh hitungan detik sampai dia terlelap. Hampir semua cowok juga begitu—menyisakan aku dan asap kecil di atas abu-abu pembakaran. Aromanya masih dipenuhi bahan mentah bakar. Cahaya sudah hilang, hanya be
Aku baru menggantung pedang perunggu ketika terdengar ketukan tiga kali. Arahnya dari pintu belakang. Satu-satunya yang mengetuk pintu belakang di awal pagi—yang bahkan masih kelihatan sedikit matahari—hanya satu. “Ada waktu?” tanya Reila, ketika aku membuka pintu. “Untuk waktu sepagi ini, iya,” jawabku. “Kau sudah bangun?” “Lebih tepatnya, aku tidak tidur. Boleh aku minta waktumu?” Tentu saja aku mengerutkan kening. Dia tidak pernah sopan sebelumnya—dan bila aku mengingat apa yang dibicarakan Bibi tentang orang yang sudah bangun dan melihatku bicara sendiri pada bunga, baru kupikirkan yang paling masuk akal cuma Reila. Barangkali dia melihatku, berpikir aku sudah gila. “Tentu,” kataku. “Kenapa?” Sayangnya, Reila tidak segera menjawab. Dia hanya berdiri, mengalihkan pandangannya sejenak ke bawah, lalu ke jendela Gerhaku, lalu ke jaring laba-laba kecil, lalu ke engsel pintu, baru akhirnya padaku lagi. “Temani aku menyepi di danau, mau tidak?” “Boleh saja.” Itu membuat Reila te