Share

193. LAVI #5

last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-25 14:00:10

Keheningan sempat terjadi ketika mata kami bertautan.

“Tidak sekarang.” Lavi menggeleng saat aku masih mengusap pipinya. Dia pasti terpaksa untuk tersenyum, tetapi entah bagaimana senyum itu terkesan jauh lebih murni dari Lavi yang biasanya. “Aku tidak bisa memberi posisi pada orang yang bahkan belum benar-benar bisa mengendalikan ledakan kemampuan.”

“Itu cukup menyinggung,” komentarku. “Tapi Dalton bisa.”

“Kau mengerti Dalton harus tetap di area abu-abu, kan?”

Sebenarnya aku tidak menduga Lavi akan pakai istilah itu—meski aku tahu Lavi akan pakai alasan itu. “Kalau begitu, Elton.”

“Kau yakin? Kita takkan pernah dapat anggota baru sampai kapan pun.”

“Kau bisa buat Elton menangis.”

“Aku takkan beri posisi ini selain padamu. Masalahnya, tidak sekarang.”

“Kau tahu apa yang sebenarnya kupikirkan? Aku—”

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Selubung Memori   194. FOTO #1

    Secara teknis, itu hari paling menghanyutkan seumur hidupku.Kami menghabiskan waktu sampai malam dengan membuat es krim, bersih-bersih Gerha Lavi—ada beberapa bagian yang penuh debu setelah ditinggal cukup lama—mengurus tanaman hias Lavi, sampai berakhir bakar-bakar ikan di halaman belakangnya. Halaman belakang Lavi memang tertutup dinding semak tinggi, tetapi langit-langitnya terbuka, jadi asapnya tidak mengepul ke dalam Gerha. Aromanya benar-benar semakin kuat ketika Lavi membuat saus khas buatannya.Seharian itu kami tidak keluar sedikit pun dari gerhanya—bahkan ikan-ikan berasal dari kulkas Lavi. Dia menyimpan persediaan yang cukup. Hanya satu orang yang identik dengan ikan bakar, jadi ketika asap mengepul dari tempat Lavi, sama artinya memberitahu seluruh penghuni aku di dalam Gerha Lavi.Sebenarnya itu bukan masalah, Lavi juga bilang, “Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Kita pasangan paling bahagia di Padang Anushka!”Aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Selubung Memori   195. FOTO #2

    Gosip tentang Lavi masih belum berakhir.Ketika kami bermain ular tangga—tentu berempat—dan kami melingkar di selasar lantai dua, yang menurut Dalton bisa membuat kita melihat langit, yang bisa kuartikan secara kasar menjadi: bisa membuat kita melihat hewan Nadir yang turun membawa surat undangan ke Rapat Dewan—Elton bercerita tentang Lavi.Intinya, Elton merasa Lavi kehilangan sesuatu selama misi Lembah Palapa. Ya, aku menyebut misi menjaga Lavi sebagai misi Lembah Palapa—dan itu selalu kukatakan setiap pembicaraan yang menyangkut itu. Namun, intinya Elton bilang Lavi tidak lagi seperti Lavi yang selama ini sering misi berdua dengannya.“Memangnya, Lavi biasanya bagaimana?” tanya Fal, polos.“Biasanya tidak mau kasih Fal cokelat,” kataku.“Tapi Lavi selalu kasih cokelat,” protesnya.“Kalau Lavi yang dulu tidak bakal mau,” koreksiku.Lalu Elton bertanya padaku, &l

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-29
  • Selubung Memori   196. FOTO #3

    Keesokan paginya, berita besar itu tersebar begitu cepat, terutama karena pengumuman terpampang nyata di gelanggang. Beberapa orang menggumamkan rasa tidak percaya, terkejut, bahkan sampai Nadir dan Kara dibanjiri begitu banyak pertanyaan sebelum sesi latihan rutin dimulai. Tentu saja semua kapten yang batang hidungnya terlihat juga dibanjiri pertanyaan dari penghuni.Aku tidak tahu siapa yang membuat pengumuman itu—sepertinya Nuel—tetapi lembaran pengumuman kali ini lebih seperti halaman pertama surat kabar kuno. Ada dua foto besar yang menjadi sorotan paling utama.Yang pertama: foto Layla, berjudul: pemindahan ke Lembah Palapa.Yang kedua: foto Haswin, Yasha, Dhiena, Mika, berjudul: kembali ke kursi petinggi, tim tungku dan tim bertahan dirombak total.Dalam tiga hari, Layla akan angkat kaki dari Padang Anushka.Sejujurnya kami sempat berdebat—antara aku dan Layla—terang-terangan di Rapat Dewan. Kubilang, aku tidak percay

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • Selubung Memori   197. FOTO #4

    Tim patroli bubar, tetapi tidak dengan geng idiot.Kami berempat masuk Balai Dewan yang sudah dipugar ulang, mendapati tim medis plus Fal di meja resepsionis bermain sesuatu, yang sempat membuatku dan Haswin mendorong Dalton ke sana—di sana ada Layla, tetapi Dalton menolak, tentu saja—jadi kami hanya melambaikan tangan karena Fal melambaikan tangan pada kami. Fal tidak marah. Sepertinya Tara sungguhan membuat permen kapas.Kami masuk ruangan tim peneliti, mendapati ruangan itu seperti tak pernah hancur. Lavi di samping Jesse dan Profesor Merla di kursi putar tengah ruangan—memutar-mutar kursinya sampai menyadari kedatangan kami.“Wah, lihat siapa yang datang.”“Loh, sudah selesai mancing?” tanya Lavi.“Geng idiot,” sapa Jesse, melihat kami.Betapa mengerikan karena satu-satunya tim peneliti yang tidak mempunyai cedera serius hanya Jesse. Asva sudah mulai melepas perban di sekujur betisnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-03
  • Selubung Memori   198. FOTO #5

    Hanya dalam waktu kurang dari semenit, kami semua sepakat keluar.Ironisnya, mau kami sadar atau tidak, ketika Fal pergi dari Padang Anushka, kami juga akan berubah untuk kedua kalinya. Terlepas siapa pun pilar yang ada di Padang Anushka—entah itu Isha, Lavi, atau bahkan Jesse—tanpa sadar Fal sudah menjadi salah satu alasan mereka bisa beristirahat. Tertawa bersama Fal menjadi opsi paling bagus menghabiskan waktu, menyegarkan diri, bahkan membangun ulang suasana yang sudah jatuh. Dengan yakin, kepergian Fal dari Padang Anushka pasti akan mengubah suasana yang selalu terkesan damai ini.Dan kupikir bukan hanya dengan kepergian Fal. Kepergian Layla juga akan mempengaruhi segalanya. Barangkali itulah alasan aku, Lavi, dan Profesor Merla menjadi orang terakhir yang keluar ruangan tim peneliti.Aku tahu Profesor Merla akan bertanya padaku. Setelah semua ini, apa yang akan keluar dari benaknya hanya satu: “Kau sudah bicara dengannya, Forlan?”

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • Selubung Memori   199. FOTO #6

    Pesta api unggun diadakan karena tiga hal: pertama, perayaan kemenangan pada pengkhianat—yang menurut Asva sebenarnya merayakan berakhirnya konflik dua kubu. Kedua, perayaan kembalinya pilar tim bertahan dan tim tungku. Ketiga, perpisahan dengan Layla dan Kenzie—meski Kenzie tidak hadir.Kondisi Kenzie hanya bisa diketahui tim medis dan dewan. Bahkan tidak semua Kapten tahu. Hanya Kara satu-satunya yang sedikit memberi gambaran soal kondisi Kenzie karena menurutnya geng idiot berhak tahu sebagai pihak pertama yang menemukan Kenzie. “Tidak buruk, tapi juga tidak baik. Tidak ada medis yang bisa menangani kejiwaan di Padang Anushka. Selama perjalanan pengantaran nanti, Profesor Merla bisa menjamin dia tidak akan terbangun dan tim peneliti sanggup memberi rute terdekat dalam beberapa hari ini.”“Dia tidak bangun atau sengaja agar tidak bisa bangun?” tanya Dalton.Kara tidak menjawab, jadi kami tahu Kenzie sengaja tidak dibangunkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-07
  • Selubung Memori   200. FOTO #7

    Sebenarnya gagasan merayakan kemenangan ini sempat ditentang seorang kandidat baru. Tanpa mengonfirmasi pun, aku tahu dia teman baik kandidat baru yang gugur di pertempuran padang rumput. Dia sungguhan emosi ketika mendengar ada pesta perayaan kemenangan, padahal rekan terdekatnya sudah mengorbankan diri bahkan ketika tidak mau berkorban. Dia bilang itu gagasan yang tidak adil—meski menurut beberapa orang, setidaknya menurut Dalton, “Dia sendiri juga tidak mengerti konsep adil dan tidaknya dalam pertempuran.”Kara meminta kasus anak ini ditangani dirinya sendirian, dan kubilang kalau lebih baik tidak menghiraukannya karena—toh, hanya satu orang dan dia bahkan masih kandidat baru yang belum mengerti sepenuhnya budaya Padang Anushka.Namun, Kara menimpal dengan berkata, “Justru anak-anak yang merasa tidak adil ini yang punya potensi memihak musuh, Nak. Tugas kita melindungi para penghuni—anak ini salah satu yang perlu kita lindungi. Ti

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • Selubung Memori   201. KABUT PUTIH #1

    Malam itu kami berkemah di depan area asrama—meski tidak bisa benar-benar disebut kemah karena yang kami lakukan hanya terbaring begitu saja di depan asrama. Barangkali bisa dibilang jiwa idiot ini sudah tidak tertolong lagi—bahkan tersebar di penghuni cowok. Sudah jelas ada kasur di asrama, tetapi lebih memilih berbaring di atas tanah dengan selimut.Seingatku, terakhir orang yang tidur itu Yasha. Dia sepenuhnya mengantuk setelah kami berbincang bagaimana dia menyukai Ellen—ya, dia curhat—dan aku mendengarnya berkata, “Aku bersyukur.”“Kau mengantuk.”“Ya.” Matanya sudah hampir terpejam. “Kau tidak tidur?”“Belum mengantuk.”Ketika dia mulai berbaring, hanya butuh hitungan detik sampai dia terlelap. Hampir semua cowok juga begitu—menyisakan aku dan asap kecil di atas abu-abu pembakaran. Aromanya masih dipenuhi bahan mentah bakar. Cahaya sudah hilang, hanya be

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-11

Bab terbaru

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

  • Selubung Memori   604. GUA TEBING #1

    Aku, Lavi, dan Leo baru menyantap sisa daging rusa ketika Reila terlelap di bahu Profesor Merla. Aku sudah menduga Reila kelelahan, tetapi tidak ada yang menduga dia sampai tidur. Leo akhirnya bersuara. “Tadi aku terus memastikan dia kelelahan atau tidak, dia bilang oke.”“Dua saudara ini memang suka memaksakan diri,” cetus Lavi.“Aku tidak pernah sampai seperti itu,” belaku.“Aku sudah memberinya empon-empon, seperitnya itu efek sampingnya.”“Aku baru tahu empon-empon punya efek samping,” balasku, lagi.“Untuk beberapa orang, sejujurnya memang punya efek samping,” Profesor Merla ikut membenarkan. “Reila cenderung gampang tidur setelah minum. Meski minuman itu khasiatnya mujarab, belum tentu semua orang cocok. Kalau kau bisa meminumnya tanpa efek samping, itu hal lebih darimu.”“Bagaimana rasanya saat pertama kali kau minum?” tanya Lavi.&l

  • Selubung Memori   603. UJUNG TALI #9

    Lavi memutuskan agar kami turun sebelum benar-benar tiba di air terjun.Sekitar jam enam kami menapak lagi di permukaan. Napas Reila mulai agak berat. Dia berusaha menyembunyikannya, tetapi sulit baginya untuk bersembunyi dariku dan Lavi. Aku ingat satu gagasan dan aku mengatakannya di depan semua orang. “Aku ingat sewaktu latihan di Pulau Pendiri, kau sebenarnya tidak terbiasa dengan terbang di udara dalam waktu lama. Ada batasnya.”“Oya?” sahut Lavi. “Reila, benar?” Kemudian Lavi kesal menatapku. “Dan kau baru ingat sekarang? Kenapa tidak sejak tadi?”“Biasanya dia oke,” kataku. “Aku baru ingat kami tidak pernah selama ini.”“Aku oke,” sela Reila, mengambil napas. “Aku oke. Sejauh ini aku oke.”“Orang yang menyebut oke tiga kali biasanya tidak oke,” kataku.“Aku sudah melatih ini,” protes Reila. “Aku bisa bertahan l

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status