TEMPAT BERSANDAR, BUKAN BERLABUH.-POV AUTHOR-"Selamanya. Apa kau keberatan?" tanya Rio."Ya, tentu saja aku tak ingin hal ini! Kau tak pernah tau bagaimana rasanya menjadi aku, Mas! Hanya menjadi pelabuhan untuk perahu bersandar bukan tempat berlabuh. Apa aku harus memiliki bos lain? Untuk mengisi waktuku yang kadang tanpa mu?" tanya Gendhis sambil tersenyum sinis memandang ke arah Rio."Tak usah mulai ya, Baby! Kau tau sendiri, aku sangat mencintaimu. Cukup aku yang bisa memilikimu. Jangan kau hadirkan orang lain lagi dalam kehidupan kita," ancam Rio terdengar tak suka dengan ucapan Gendis."Mengapa?" tanya Gendis heran sambil mengeryitkan keningnya."Ya, karena aku tak suka! Aku cemburu,"sahut Rio dengan ekspresi tak suka."Bagaimana dengan aku? Apa aku tak punya rasa cemburu saat kau menghabiskan sepanjang waktu dengan anak dan istrimu? Sama Mas, aku juga merasakan cemburu! Mengapa hanya kau saja yang mau di mengerti tanpa mau mengertiku?" Kata Gendis mulai meninggikan nada suara
POHAN SUMANDONOPOV AUTHOR"Maaf?" tanya Gendhis sedikit bingung dengan lelaki di depannya. Seorang pria berwajah oriental."Pohan Sumandono," jawab lelaki itu sambil mengulurkan tangannya meminta untuk berkenalan dan berjabat tangan."Ya Tuhan, maaf kan aku, Ko! Lama sekali tak bertemu, sudah banyak berubah sampai pangkling," ucap Gendhis menyambut uluran tangan Pohan, lelaki di hadapannya.Pohan duduk di hadapan Gendhis, mereka saling bertegur sapa. Pohan dulu merupakan mantan kekasih Gendhis, sewaktu masih berkuliah. Gendis lumayan terkejut bisa bertemu dengan lelaki itu di saat seperti ini. Tak banyak yang berubah wajahnya masih saja awet muda hanya saja potongan rambutnya yang diubah dan memakai kacamata membuat Gendis sedikit pangkling."Kau masih tetap seperti dulu! Oh ya, sudah menikah?" tanya Pohan tiba-tiba.Gendhis menggelengkan kepala. Dia berlaku seperti itu di depan Rio, dia tak sadar jika sedari tadi Rio terus menatapnya tanpa berkedip melihat keakraban dirinya dengan P
LIPSTIK DALAM KRESEK!"Pak... Pak... Maaf belum bayar," teriak pegawai restoran."Sebentar, saya menjemput istri saya!" ucap Rio terus berlari tanpa mengindahkan panggilan pelayan itu."Gendhis... Dengar, maafkan aku. Maaf, mari kita ke dalam... Makan lagi. Maaf Baby," bujuk Rio kepada Gendis di pinggir jalan. Alih-alih bujukan itu berhasil tetapi tetap saja Gendis diam tak bergeming.Gendhis hanya diam, tak menjawab sepatah kata pun semua perkataan Rio. Bahkan dengan sengaja dia memainkan HP di depan Rio tanpa mempedulikan semua ucapannya lagi. Rio sampai memegang tangan Gendis tetapi berkali-kali ditampiknya."Kenapa kau seperti anak kecil begini, Sayang?" tanya Rio.Tak berapa lama mobil yang di pesan Gendhis datang, dia segera masuk dan menutup mobil itu. Rio terpaku, betapa sangat berbeda wanita simpanan nya ini dengan istrinya. Bagaimana mungkin seorang wanita meninggalkan pasangannya sendiri di pinggir jalan, meninggalkan Rio yang sudah berusaha memint
KEBERANIAN UNTUK MEMBERONTAK!-POV AUTHOR-"Punya siapa ini, Dek?" tanya Rio pada istrinya sambil mengambil lipstik dalam kresek itu dan menunjukkannya pada Sifa.Sifa menggelengkan kepala perlahan. Dia tersenyum sinis sambil memandang wajah suaminya. Rio masih menatap lipstik itu heran dengan wajah yang berkerut mencoba mencari lipstik Siapa yang berada dalam kresek ini."Memangnya rapat tadi sama siapa saja, Mas?" tanya Sifa mencoba memancing kejujuran dari suaminya itu. Dia ingin melihat seberapa besar nyali suaminya sendiri untuk mengakui keberadaan hubungan gelap mereka yang terjalin diam-diam."Lah, kenapa kau malah membahas rapat. Aku menanyakan lipstik yang ada di kantong kresek ini!" sanggah Rio mulai menaikkan nada suaranya. Sudahlah tadi dia bertengkar dengan Gendis ditambah istrinya sendiri mencoba memancing emosinya. Dia benar-benar tak tahu lipstik siapa di dalam kresek itu tapi mengapa sang istri menuduh dan malah bertanya dia pergi rapat dengan si
BIAR AKU YANG MELAMARNYA UNTUKMU, MAS!POV AUTHOR"Dek, aku serius. Kau tak melakukan tindakan konyol atau bodoh sama seperti saat kau mengadukan semuanya pada ibuku kan? Aku harap kau tak gegabah. Asal kau tahu saja, akibat aduanmu pada kedua orang tuaku sampai sekarang Ibu tak lagi menganggap aku. Bahkan telp dan wa ku hanya di baca. Tak diangkatnya lagi. Kau mau membuat suami mu malu?" bentak Rio sambil menggebrak keras meja makan membuat Sifa cukup terkejut dengan perbuatan suaminya itu yang mulai berani bertindak kasar.Sifa tersenyum getir. Betapa lucu suaminya, dia sangat takut nama baiknya tercemar. Bahkan sang suami lebih mengidahkan dirinya sendiri daripada perasaan istri dan anak. Hanya elusan di dadanya yang mampu membuat dirinya sendiri sedikit tenang untuk mengontrol emosi berbicara dengan sang suami."Mengapa kau bermain api, jika masih takut terbakar, Mas? Semua perbuatan itu pasti ada resikonya! Kau sendiri yang telah mencoba untuk bermain api itu, j
SIDAK TIBA-TIBA LAGI!POV AUTHOR“Apa yang harus Umi lakukan sekarang, Nak?” ujar Sifa sambil memandang wajah Farhat.Di sisi lain, Rio berdiri. Gara- gara lipstik ini dia harus bertengkar dengan Sifa. Dia juga tak tahu jika Gendis meninggalkan itu di mobil. Biasanya memang Rio memeriksa semua sudut mobilnya namun kali ini dia tidak melakukannya karena terbawa emosi tadi. Dia juga merututi kebodohannya yang menyuruh Sifa sendiri untuk mengambil makanan di mobil.“Argggggghhh!!!” Rio berteriak sambil membanting lipstik itu, pecah menjadi beberapa bagian.“Assalamualaiakum...” teriak seseorang dari luar mengagetkan Rio.Rio kaget, siapa lagi yang datang. Padahal dia tak memiliki janji dengan siapapun, apa jangan- jangan mertuanya datang lagi?“Waalaikumsalam, sebetar” sahut Rio dari dalam rumah. Rio segera mencuci wajahnya sebentar di wastafel. Dia tak ingin terlihat tahu-tahutan karena image-nya di hadapan semua orang adalah pria yang kalem dan sholeh.
SEBUAH PENGAKUANPOV AUTHOR“Assalamualaikum....” kata Sifa sambil membuka pintu kamar. Betapa terkejutnya Sifa melihat penampilan anaknya itu sekarang. Dia tersenyum setengah tertawa.Dia melihat Ibu mertuanya sudah asik memakaikan bedak pada anaknya. Rupanya sang Ibu sudah berhasil membuat Farhat mau mandi bersama. Buktinya sekarang putra semata wayangnya itu telah rapi. Ciri khasnya beda orang desa dengan menaburkan banyak sekali bedak mulai di kening dan wajahnya.“Masyaallah gantengnya Ibu, mandi sama Mbah putri, ya? Makasih ya Bu, sudah di mandikan. Maaf kalau Sifa lama, membereskan semua barang bawaan Ibu. Masyaallah banyak sekali barang yang Ibu bawakan, semua yang ada di rumah, Ibu bawa ke sini ya?” tanya Sifa sambil tersenyum menghampiri mertuanya.“Halah, wong ndak beli saja lo. Lihatlah cucu- ku ini semakin berat saja sekarang. Berapa timbangannya kemarin? Aku tak bertemu berapa minggu kok sudah tinggi sekali ya! Badannya metekel (padat) minum susunya
MERTUA TERBAIK-POV AUTHOR-“Dia adalah...” Sifa menggangtungkan kalimatnya, dia beristigfar. Berkali-kali dia maju mundur untuk mengatakan semuanya dia takut itu hanya ini salah dan jatuhnya akan memfitnah gadis yang tak bersalah."Bagaimana jika semua ucapannya itu tak terbukti benar dan hanya sebuah kebetulan saja? Bukankah akan menjadi fitnah, dan dia yang sudah memfitnah Gendis?" batin Sifa dalam hati.“Nduk, siapa dia? Mengapa kamu malah diam?” tanya Purwati yang semakin penasaran tentang apa yang akan dikatakan menantunya itu.Purwati sangat yakin jika menantunya sebenarnya mengetahui sesuatu namun dia menyembunyikannya. Entah apa motif dan alasannya tentulah sang menantu memiliki tujuan tersendiri yang baik. Ingin sebenarnya Purwati memaksa dan mengatakan lalu mereka berdua mendatangi perempuan itu. Memberikan pelajaran dan pengertian betapa membahayakan kedatangannya untuk rumah tangga putranya. Wanita itu benar-benar kecil karena merebut kasih sayang se