Mobil yang dikendarai Dexter memasuki komplek apartemen Gendis. Dengan cepat lelaki itu melesat menuju unit istrinya. "Dex?" Gendis terkejut setelah membuka pintu dan melihat Dexter berdiri tegak di hadapannya. "Kamu kok ke sini?" "Nggak boleh memangnya?" tanya Dexter balik. "Bukan nggak boleh, tapi kamu kan lagi ada acara." "Acaranya sudah selesai dari tadi. Dan aku kangen sama kamu. Aku nggak bisa menunggu sampai besok," ungkap Dexter jujur. Lelaki itu tidak bisa menahan perasaannya. Lalu ditariknya Gendis ke dalam pelukannya. Perkataan dan sikap Dexter membuat Gendis tak kuasa menahan senyum bahagia. "Masuk yuk," ajak Gendis setelah pelukan mereka terurai. Keduanya masih berdiri di depan pintu. Dexter mengikuti Gendis yang menggandeng tangannya. "Gimana acaranya?" tanya Gendis setelah mereka berdua duduk. "Biasa," jawab Dexter datar sembari membaringkan kepalanya di atas pangkuan Gendis. Itu adalah kebiasaannya. Caranya bermanja-manja dengan istri keduanya. "Masa
Gendis tertegun sepersekian detik lamanya ketika tahu bukan Dexter yang datang, melainkan ... Catherine."Bu Catherine ...," lafal Gendis lirih.Catherine menatap Gendis dengan tajam. Tanpa dipersilakan perempuan itu menerobos masuk. Kedua matanya memindai seisi ruangan dengan nyalang. Seakan sedang memperkirakan apa saja yang pernah terjadi antara Gendis dan Dexter di tempat tersebut.Gendis berdiri kaku di belakang Catherine tanpa mampu mengatakan sepatah kata pun. Semua ini sangat mengejutkan. Tidak ada dalam prediksinya bahwa Catherine akan datang padanya. Dan Gendis juga tidak tahu apa maksud perempuan itu mengunjunginya."Bu Catherine, ada yang bisa saya bantu?" Akhirnya Gendis memberanikan diri untuk bicara.Catherine memutar tubuhnya. Memberi Gendis tatapan yang sangat menusuk."Kenapa kamu melanggar janjimu?""Jan-janji yang mana, Bu?" ucap Gendis terbata-bata."Janji bahwa kamu nggak akan menggoda suami saya!!!" Catherine menghardik dengan keras hingga membuat Gendis berjeng
Jarum jam bergerak menuju angka dua belas siang. Biasanya pada pukul segini Gendis sudah siap memasak dan menata hidangan di meja makan. Ia juga memotret hasil olahan tangannya lalu mengirimkan pada Dexter yang membuat lelaki itu tidak sabar untuk pulang mencicipi masakannya.Tapi hari ini berbeda. Tidak ada hidangan lezat yang tersaji di atas meja makan ataupun foto makanan yang dikirimkannya pada Dexter.Gendis tidak menyediakan apa pun. Rencana memasak iga bakar juga gagal total. Semuanya ambyar.Bel yang ditekan mengejutkan Gendis dari lamunannya. Ia baru saja selesai mengumpulkan seluruh pakaian Dexter dan memasukkannya ke dalam kantong besar.Gendis menarik langkah berat dan tubuh lunglainya ketika bel berikutnya kembali terdengar. Ia sangat yakin itu Dexter yang datang. Dugaan Gendis terbukti benar ketika pintu tersingkap. Suaminya ada di sana. Dexter akan menciumnya seperti kebiasaannya selama ini yang akan mencium Gendis setiap akan pergi dan pulang. Dengan cepat Gendis men
Mata Dexter terpaku pada kantong besar yang diberikan Gendis padanya. Tidak percaya kalau saat ini Gendis sedang mengusirnya. Sama dengan tidak percayanya pada alasan perempuan itu."Oke, aku akan pergi, tapi jawab dulu pertanyaanku.""Silakan, Dex.""Apa Catherine datang ke sini lalu mengancam kamu?"Gendis jelas saja kaget lantaran bidikan Dexter yang tepat sasaran. Dengan cepat perempuan itu mengganti ekspresinya agar Dexter tidak semakin curiga."Bukan. Bu Catherine nggak pernah ke sini. Dia juga nggak mengancam aku.""Lalu kenapa kamu mendadak berubah?" pandang Dexter curiga atas kejanggalan sikap Gendis yang begitu tiba-tiba."Mungkin ini terkesan mendadak, tapi tadi pacarku menelepon dan menanyakan keadaanku. Dia juga menanyakan mengenai hubungan kami. Dia akan melamarku. Aku menjanjikan padanya empat bulan lagi. Setelahnya aku akan pulang."Dexter mematung mendengar ucapan Gendis. Entah ia harus percaya atau tidak karena setahunya Gendis adalah perempuan polos dan tidak perna
Gendis memainkan handphonenya sambil membaca ulang percakapan lama dengan Dexter. Kadang senyum tersungging di bibirnya. Di saat yang lain tawanya lepas. Lalu ketika semua pesan itu sudah selesai ia baca, wajahnya mendadak muram.Sepi. Tidak ada Dexter malam ini. Biasanya pada jam segini mereka akan makan malam bersama diselingi canda dan tawa. Gendis baru tahu kalau Dexter bisa melawak. Semua penilaiannya dulu tentang Dexter yang dingin dan pemarah pupus begitu saja. Semakin mengenal lelaki itu Gendis semakin tahu bahwa Dexter adalah sosok lelaki yang baik dan hangat.Ingat kejadian tadi siang, perasaan bersalah semakin melingkupi hati Gendis. Rasanya Gendis ingin cepat melahirkan agar ia bisa pergi dari kehidupan Dexter. Supaya ia bisa terbebas dari amukan Catherine yang semakin membencinya.Gendis baru akan melepaskan handphone dari tangannya ketika benda itu berbunyi.Nama Dexter tertera di layar. Pria itu meneleponnya. Mendadak jantung Gendis bertalu-talu. Ia ingin sekali bicara
Dexter sadar betul atas tindakan yang dilakukannya. Ia sudah memikirkan matang-matang segala risiko dan konsekuensinya. Dengan membawa Gendis ke rumah ia bisa mengawasinya walau tidak dua puluh empat jam. Sedangkan jika memindahkan ke apartemen lain Catherine berkemungkinan masih bisa melacaknya.Dexter masih ingat kelanjutan pertengkarannya dengan Catherine. Perempuan itu mempermasalahkan sikap Dexter yang menurutnya terlalu berlebihan pada Gendis. Namun Dexter menjelaskan bahwa ia bersikap demikian karena perempuan itu sedang mengandung anak mereka berdua. Dan wanita hamil harus mendapat perlakuan yang istimewa demi calon bayi dalam kandungannya. Barulah Catherine mengerti.Gendis duduk dengan tegang di sebelah Dexter. Banyak kekhawatiran menghantui kepalanya. Ia takut Catherine kembali memperlakukannya dengan buruk. Apalagi Dexter jarang di rumah. Jangan sampai Catherine lepas kontrol lalu membunuhnya atau mencekiknya hidup-hidup.Dexter yang sedang menyetir menoleh ke arah Gendi
Sudah hampir satu bulan Gendis berada di rumah Dexter. Sampai sejauh ini Catherine bersikap baik padanya. Entah itu di depan atau pun di belakang Dexter. Gendis bersyukur atas perubahan Catherine tersebut. Yang Gendis tidak tahu adalah bahwa Catherine mengetahui bahwa Dexter memasang CCTV di setiap sudut rumah sehingga tidak memberi celah pada Catherine untuk berbuat jahat.Setiap hari Dexter meninjaunya. Tidak ada yang aneh terjadi di rumah itu. Sikap Catherine juga biasa pada Gendis. Dexter tidak menyesali keputusannya membawa Gendis ke rumahnya.Hari-hari berlalu tanpa terasa. Bulan ini kandungan Gendis sudah berada di bulan ke sembilan. Gendis sudah merasakan sakit-sakit yang dirasakan ibu hamil seperti sakit pinggang, punggung dan perut. Serta pegal di mana-mana.Semakin dekat dengan due date-nya Gendis merasa sedih. Artinya sebentar lagi ia akan berpisah dengan anak yang sembilan bulan ini tumbuh di dalam rahimnya. Tiba-tiba rasa tidak rela itu datang.Gendis yang mengandung den
Selama Gendis tinggal bersama dengannya dan Catherine, otomatis Dexter tidak bisa berhubungan langsung dengan Gendis. Dexter tidak bisa berinteraksi terlalu intim apalagi bermesraan dengannya. Dexter masih menghargai Catherine sebagai istri yang ia nikahi secara resmi baik itu secara agama dan negara. Dexter hanya berhubungan sewajarnya dengan Gendis.Malam ini ketiganya makan malam bersama. Mereka duduk dalam satu meja makan. Sejak Dexter kembali membawa Gendis pulang, satu kali pun perempuan itu tidak pernah diperlakukan bagai pembantu. Jika Gendis dan Dexter makan malam Gendis akan ikut makan bersama keduanya. Jika Dexter dan Catherine pergi ke luar maka Gendis juga akan diajak. Dexter khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada Gendis jika perempuan itu tinggal sendiri. Apalagi kehamilannya sudah sangat tua dan hanya tinggal menunggu hari. Namun kali ini Dexter tidak bisa membawa Gendis. Ia harus meninggalkan kedua istrinya di rumah."Cat, besok sore aku harus berangkat ke London,"