Sepanjang hari Ayu berada di ruangan rahasia milik Adipati yang ternyata tidak diketahui siapapun. Dia sudah berjanji tidak akan menemui Jenderal sekalipun, bahkan memperlihatkan sedikit dirinya. Adipati membuka patung di sudut kamarnya dan membukanya. Ayu melotot melihatnya.
“Kenapa, kau terkejut?” tanya Adipati melirik Ayu yang diam tegang melihatnya. Ayu masuk melihat ruangan penuh dengan senjata pedang dan panah yang sangat tajam dan tidak pernah dia lihat sebelumnya.
“Kau sama sekali tidak akan menyangka ada apa dalam istana ini. Dan, akulah penguasanya.” Adipati menunjukkan kursi di sudut ruangan.
“Kau akan di sini dari terbit matahari sampai terbenamnya matahari. Ada jendela yang bisa kau buka dan angin itu akan masuk. Semua makanan bisa kau bawa ke sini. Hanya aku yang bisa membukanya,” kata Adipati mencium Ayu dengan liar. Dia menarik Ayu hingga menuju ke sebuah tembok kayu dan mendorongnya. Kayu itu terbuka, memperli
Jenderal berjalan masuk ke dalam kamarnya dan menuju lorong rahasia. Dia ingin segera melihat kamar Adipati agar bisa melihat Ayu. Dan, tanpa dia tidak duga, Adipati berdiri tegak menatap pintu yang menembus lorong rahasia dengan tersenyum, seakan sangat tahu jika Jenderal pasti akan pergi kesana untuk masuk ke dalam menemui Ayu.“Aku tahu jika kau akan melewati pintu itu saat aku tidak ada, Jenderal. Pengawal, tutup tembok itu dengan semua batu itu dan jangan sampai ada yang terlihat dari sana!”Di dalam lorong rahasia, Jenderal semakin melotot melihatnya. Dia tidak menyangka jika Adipati akan melakukan hal sejauh itu untuk membuatnya tidak melihat Ayu. Semua pengawal melihat beberapa pelayan mencampur pasir dan batu dan membasahinya, lalu menempelkan di tembok. Mereka melakukannya seharian hingga akhirnya tembok itu sangat rapat dan tidak mungkin bisa terbuka lagi.“Aku adalah penguasa, dan aku yang bisa melakukan apapun. Dulu aku sangat bodo
Matahari mulai menampakkan wujudnya kembali. Adipati telah siap untuk melakukan tugasnya menangani rakyat. Dia bersiap dengan beberapa pelayan. Adipati sudah memakai jubah dan mahkotanya. Dia mengarahkan semua pelayan untuk keluar. Adipati mendekati Ayu dan memasukkannya kembali ke dalam ruangan rahasianya.“Sampai kapan kau akan melakukan ini suamiku?” tanya Ayu menatapnya tegang. Adipati mendekatinya dan memegang dagu Ayu dengan senyuman sinisnya.“Sampai aku menghabisi Jenderal kesayanganku itu,” jawab Adipati kembali menikmati bibir Ayu dan menatapnya tajam sejenak. Dia tidak hentinya menikmati bibir Ayu semakin dalam.“Apakah kau selalu melakukan ini sebelum bertugas?” ucap Ayu yang sudah siap menerima milik Adipati.“Aku akan melakukannya, dan itu semua aku bisa lakukan dengan mudah, karena aku adalah penguasa segalanya,” bisik Adipati dan menikmati milik Ayu kembali di dalam ruangan rahasianya.
Di dalam ruangan rahasia milik Adipati, Ayu sangat terkejut dengan kedatangan Jenderal yang sangat tidak disangkanya. Dia hanya berdiri kaku dan tidak berkomentar. Sementara Jenderal berdiri menatapnya tajam. Mereka hanya masih saling menatap dan tidak berkata apapun, apalagi Ayu yang masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat, hingga Jenderal melangkahkan kakinya mendekati Ayu. Perlahan, seperti biasanya dia memegang dagu Ayu dan menatapnya.“Kau ternyata ada di sini. Aku sama sekali tidak menyangkanya. Sepanjang hari aku mencarimu.”Ayu masih diam tidak bisa berkata apapun juga. Dia hanya menatap Jenderal yang sudah berada di hadapannya.Saat itu sebelum Jenderal masuk ke dalam ruangan rahasia Adipati. Dia yang selalu mengikat kudanya di bawah balkon kamar Adipati, melihat Patih menaiki balkon dengan diam-diam. Jenderal menatapnya tajam dan segera berlari menuju pintu kamar Adipati dengan beberapa pengawal setianya yang saat itu juga melihatnya.
Di dalam ruangan rahasia milik Adipati, Jenderal setelah puas memeluk dan berciuman dengan Ayu, dia keluar begitu saja. Ayu masih sangat kesal dia tidak bisa keluar dari ruangan itu, apalagi Jenderal mengatakan jika dia sangat beruntung Ayu berada di dalam, karena dia bisa dengan mudah menemuinya. Ayu hanya diam mendengar semua perkataan Jenderal. Saat dia kembali sendirian di dalam, Ayu berjalan dan memukul pintu dengan semua barang yang berada di dalam, tidak peduli dengan Adipati yang nantinya akan marah jika melihatnya.“Buka!” teriaknya terus memecahkan semua barang, dan melemparkannya ke semua arah.“Prang!”Hingga, “Kriet!”“Rose?”Ayu sangat terkejut melihat kedatangan Rose. “Ayu, Intan dalam bahaya. Aku masuk ke dalam sini dengan keberanianku. Adipati berjalan ke penjara bawah tanah. Ceritanya panjang, nanti aku akan menceritakannya. Namun, sekarang kita harus mencegahnya.”
Di dalam kamarnya, Adipati masih sangat marah dengan apa yang terjadi. Saat dia akan memenggal Patih, dengan cepat Patih terbangun dan menahan pedang Adipati dengan miliknya.“Aku akan membunuhmu!”“Tang!”“Jangan pernah membunuhku, jika kau masih ingin hidup, Adipati!”“Hah!”“Kau terbangun?”Adipati menatap tajam Patih yang mendorong tubuhnya hingga dengan cepat tergeser kebelakang. Patih masih memegang kepalanya yang terasa berat. Namun, Adipati segera meninggalkan penjara dan menghindari Patih agar tidak menyerangnya.“Pengawal, serang dia!” perintahnya dan dia berlari menuju istana kemudian masuk ke dalam kamarnya.“Brak!”Adipati membuang botol minuman emas hingga berceceran di lantai. Dia masih saja merasa kesal mengingat perkataan Ayu jika sebenarnya Jenderal yang memasuki ruangan rahasia miliknya dan itu adalah kenyataan terpahit
Rose tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ayu barusan. Dia menatapnya tajam. “Apa maksudmu?” tanya Rose.“Aku akan mengakui kepada Jenderal jika ini adalah anaknya. Namun, aku juga akan mengakui kepada Adipati jika ini adalah anaknya. Aku akan membuat mereka saling memiliki anakku hingga kecemburuan mereka membuat mereka akhirnya melakukan apa janji mereka saat itu. Bertarung hingga salah satu dari mereka akan kehilangan nyawa. Dan pastilah Jenderal pemenangnya,” kata Ayu semakin tidak membuat Rose dan Juan mengerti.“Lalu?” tanya Rose semakin menatap dan memegang pundak Ayu.“Jenderal adalah pemenangnya. Tapi, aku akan membiarkan seseorang melesatkan anak panah hingga dia akan tewas seketika. Saat itulah aku akan menjadi penguasa istana ini karena aku mengandung anak Adipati,” jawab Ayu membuat Rose akhirnya mengerti dengan rencananya.“Apakah akan mudah melakukan semua itu?” Juan mendekati
Patih mendapatkan tamparan keras dari Ayu. Dia tidak menyangka jika Patih akan memintanya sesuatu yang sangat tidak dia inginkan.“Kau dulu menjanjikan itu kepadaku. Saat itu kau memintaku agar aku memilikimu. Namun, aku menolaknya karena saat itu waktunya tidak tepat. Sekarang adalah waktu yang tepat, dan aku menginginkannya.”“Aku mengandung Patih. Ini adalah anak Adipati. Jangan pernah memintanya. Aku saat itu melakukan kesalahan, dan kau jangan menagihnya. Aku hanya menganggapmu sebagai pelindungku. Bukan siapapun. Tolonglah, mengerti diriku,” jelas Ayu membuat Patih tidak berbicara dan hanya memandangnya. Dia semakin mengatur hatinya yang merasakan kekecewaan besar. Rasa cinta yang tidak terbalaskan, membuatnya diam kaku hanya memandang Ayu.“Aku akan membuat kedua penguasa itu memiliki hak atas anak ini agar mereka saling membunuh. Tolonglah aku, Patih. Hanya kau yang bisa menolongku.”Patih masih diam berpikir de
Ayu tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Patih berada di tengah semua pengawal Adipati. Kepalanya berada di tengah semua pedang para pengawal Adipati. Gerakan sedikit saja yang akan Patih lakukan, bisa membuat kepalanya terlepas dari tubuhnya seketika. Ayu masih menatapnya tegang. Dia perlahan melangkah.“Suamiku, hukumlah aku! Dia hanya mau menyelamatkanku. Aku sangat kesakitan di dalam. Aku berteriak, dan mungkin dia mendengarnya hingga masuk ke dalam. Percayalah kepadaku. Dia suami adikmu. Aku tidak menganggapnya sebagai seseorang yang ada di hatiku. Kau tahu siapa yang harus kau waspadai, dan itu bukan dia,” jelas Ayu membuat Adipati menatapnya. Ayu semakin terkejut melihat Adipati mengangkat perintah rahasia yang akan kembali dia serahkan kepada pasukan Jubah Hitam untuk sebuah nama yang akan dihabisi mereka.Pengawal setia Adipati sekaligus sebagai pengantarnya. Masih menunduk di hadapan Adipati menunggu surat yang akan dia berikan kepada pasukan
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super