Ayu tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Patih berada di tengah semua pengawal Adipati. Kepalanya berada di tengah semua pedang para pengawal Adipati. Gerakan sedikit saja yang akan Patih lakukan, bisa membuat kepalanya terlepas dari tubuhnya seketika. Ayu masih menatapnya tegang. Dia perlahan melangkah.
“Suamiku, hukumlah aku! Dia hanya mau menyelamatkanku. Aku sangat kesakitan di dalam. Aku berteriak, dan mungkin dia mendengarnya hingga masuk ke dalam. Percayalah kepadaku. Dia suami adikmu. Aku tidak menganggapnya sebagai seseorang yang ada di hatiku. Kau tahu siapa yang harus kau waspadai, dan itu bukan dia,” jelas Ayu membuat Adipati menatapnya. Ayu semakin terkejut melihat Adipati mengangkat perintah rahasia yang akan kembali dia serahkan kepada pasukan Jubah Hitam untuk sebuah nama yang akan dihabisi mereka.
Pengawal setia Adipati sekaligus sebagai pengantarnya. Masih menunduk di hadapan Adipati menunggu surat yang akan dia berikan kepada pasukan
Ibu Suri menatap kaku wajah Ayu yang tersenyum kearahnya. Dia tidak percaya akan mendapati kenyataan jika memang penerus kerajaan Adipati benar-benar adalah anak dari Ayu yang sangat dibencinya. Hatinya sangat tertusuk menerimanya. Permaisuri yang sekarang tidak berhak di sana lagi juga merasa sangat kecewa. Sesuai peraturan istana jika sang Ratu hamil, Adipati tidak berhak menerima tamu undangan kedatangan wanita lain karena kelahiran penerus raja akan dijaga.“Tenanglah, aku tidak akan mengusirmu permaisuri. Kau bisa tetap di sini sesuai keinginanmu. Layani Adipati. Karena aku tidak bisa melayaninya,” kata Ayu membuat permaisuri semakin menatapnya tajam.“Kau pikir aku wanita penghibur? Jangan pernah menghinaku!” bentak permaisuri dengan menunjukkan jarinya kearah Ayu yang masih santai menatapnya.“Lalu, kau apa? Apa maumu? Bukankah kau tiap malam melayani suamiku! Lalu, apa bedamu dengan para selir itu?!” bentakan hebat Ayu
Permaisuri tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Semua selir dengan kebaya terbaik mereka masuk tiba-tiba di atas panggung, ikut menari bersama dengan permaisuri. Adipati yang melihatnya, tersenyum seketika.“Ratu sangat cerdik. Dia tidak akan membiarkan semua mengalahkannya. Apalagi permaisuri bodoh itu,” batinnya sambil melihat pertunjukan menarik di hadapannya sambil memegang dagunya dengan senyuman sinis.Permaisuri masih saja kebingungan dengan semua selir yang mentup dirinya hingga dia tidak terlihat. Ayu dengan mahkotanya yang menjulang tinggi, berjalan sangat anggun. Kebaya merah dengan bertabur berlian membuatnya bersinar. Wajahnya yang semakin sangat cantik saat dia sedang mengandung, membuat semua mata menghentikan gerakannya seketika dan hanya memandangnya.Adipati berdiri dan menatapnya, hingga dia tidak mempedulikan pertunjukan semua selir itu. Permaisuri diam di atas panggung dan hanya memandang Ayu yang memang sangat cantik seperti
Adipati masih berdebat dengan Ayu. “Ikuti aku di kamar sekarang, dan itu perintah!” teriaknya membuat semua selir dan pengawal diam masih menunduk. Ayu hanya diam mengangkat wajahnya berusaha mengatur hatinya yang sebenarnya terusik dengan obsesi Adipati semakin gila.“Rose, asingkan permaisuri di tempat aman. Jangan sampai dia dinikmati semua laki-laki bejat sesuai permintaan suamiku itu,” perintah Ayu yang segera mendapat anggukan kepala dari Rose. Ayu tidak pernah akan menyetujui jika hukuman wanita adalah melayani puluhan pria. Karena itu adalah perbuatan paling bejat yang dia anggap lebih kejam dari hal apapun.“Perintah melayani semua pria. Kau sangat kejam, suamiku. Aku tidak akan membiarkannya,” batinnya.Ayu melangkah cepat, menuju kamar Adipati. Dengan sorotan tajamnya, Adipati duduk di kursinya, memandang Ayu yang masih berdiri tidak mendekatinya.“Aku bisa dengan mudah menyingkirkanmu, Ratu. Ingatlah j
Ayu tidak percaya dengan tulisan di secarik kertas yang dia baca. Sebuah kertas dengan tulisan, “Ibu Suri merencanakan sesuatu kepada Ratu. Salah satu selir mendengarnya saat dia mengantar buah-buahan di kamarnya. Pemfitnahan kepada rakyat, jika anak yang dikandung Ratu adalah milik Jenderal.”Ayu mengangkat wajahnya sambil menghembuskan napas. Dia berusaha tenang menghadapi ini. Ayu membalikkan tubuhnya menuju jendela kamar. Dia membuang kertas itu keluar. Ayu kembali duduk dengan sikap tenang seolah-olah tidak melihat apapun.“Dia masih saja merencanakan sesuatu. Tapi ini, sangat berat. Aku bisa dengan mudah terbunuh bersama anakku. Aku harus melakukan sesuatu,” batin Ayu masih duduk tegang.Di luar ruang rahasia, Adipati masih merasa penasaran dengan pengawal yang menemuinya tiba-tiba.“Apa yang terjadi?” tanya Adipati kepada pengawal yang datang dengan menghadapnya.“Patih melakukan rencana untuk melawa
Ayu berjalan dengan langkah cepat mendekati selir yang sudah bergetar. Dia berjanji akan melindungi semua selir dengan nyawanya. Itu adalah janji yang tidak bisa dia lalaikan.“Jangan pernah melakukan apa yang kau katakan!” bentak Ayu mendekati selir yang masih menundukkan kepalanya dengan air mata ketakutan terus menetes membasahi lantai. Dia semakin bergetar dan pucat. Jantungnya sudah terpacu kencang, hingga kakinya seakan tidak bisa menumpu tubuhnya lagi. Selir itu akhirnya tertunduk dengan kedua lututnya yang menempel di lantai. Ayu berusaha menggagalkan rencana gila Adipati.Ayu masih memandang Adipati yang hanya diam menatapnya. “Aku tidak akan membiarkannya!” tegas Ayu sekali lagi dengan sorotan tajamnya.“Aku akan menjadi laki-laki gagal jika dia keluar dari kamar ini dan masih suci. Apakah kau mau bertanggung jawab?” tanya Adipati dengan pandangan sinisnya bercampur senyuman. Dia selalu memastikan jika perintahnya ti
Saat itu, Ayu masih saja berdiri di pagar pembatas balkon kamarnya. Dia berteriak, dan selir membalasnya dengan tegas seolah sudah tidak mempedulikan nyawanya. Adipati masih diam menatap dan tidak mencegah.“Lakukan, dan aku akan mengelak perlakuan itu. Selir itu akan mati sebelum keluar dari kamarku, dan tidak ada saksi sama sekali. Aku akan mengatakan jika kau melakukan bunuh diri akibat rasa cemburumu kepada suamimu yang penguasa dan memiliki banyak selir.”Penjelasan Adipati yang masih membuat Ayu diam dengan tekad melakukan rencananya yang terbesit di dalam otaknya seketika itu juga.“Baiklah, selamat tinggal suamiku. Dan kau akan segera menyusulku, karena Jedneral Iblis Panglima tertinggimu itu tidak akan pernah mengampunimu. Apalagi dia akan mengakui jika ini anaknya!”Ayu dengan cepat akan menaiki pagar pembatas, namun Adipati berlari menariknya dengan cepat. Kini Ayu berada di dalam dekapannya. Dia tidak percaya dengan apa
Ayu seakan berhenti bernapas. Jantungnya serasa sesak seketika. Seseorang yang selama ini sudah sangat berjasa baginya, mendapat ancaman sangat mengerikan. Dia masih berpikir keras. Apa yang harus dia katakana agar Adipati membatalkan perintahnya. Namun, apakah perintah itu sudah berada di tangan pasukan rahasia itu? Pikiran Ayu penuh tanda tanya. Dia terdiam terus menarik napas hingga akhirnya mendekati Adipati yang sudah puas menatapnya tajam.“Kau tidak bisa melakukan itu. Dia adalah wanita yang membantuku saat aku membutuhkannya. Jika kau membunuhnya, kau akan kehilangan harga diri. Dia berjasa buatku dan buatmu. Ingat itu! Jasa seseorang buat raja tidak bisa kau hilangkan!” bentak Ayu membuat Adipati hanya mengernyit.“Apa yang sudah Rose lakukan untukku?” tanya Adipati dengan santai. Namun, Ayu masih serius mengamati jam pasir yang terus berjalan. Dia harus segera membuat Adipati membatalkan sebelum hari berganti atau terlambat.&ld
Semua tabib istana berlari menuju kamar Adipati. Mereka sangat panik dengan berita jika ratu terpeleset dan mengalami kesakitan luar biasa di perutnya. Adipati hanya dia menatapnya tanpa berkomentar apapun.“Sakit!” teriak Ayu keras.Tabib masih memeriksa keadaan Ayu dengan bergetar.“Ayu!” teriak Intan memasuki kamar Adipati. Di seketika terbelalak melihat Ayu berkeringat pucat. Intan tidak menyapa Adipati yang masih saja menatap Ayu kesakitan. Tabib sangat kwalahan dan tidak bisa mengatasi dengan baik.“Juan, aku harus memanggilnya!” teriak Intan segera berlari kembali keluar kamarnya. Namun langkahnya terhenti saat tanpa dia sadar tangan Adipati dengan cepat terarah kepada pengawal yang berjaga di pintu kamarnya ang masih terbuka hingga segera menahannya.“Kenapa?” Intan menatap tajam, kembali mendekati kakaknya yang masih memegang dagunya mengamati semua tabib menangani Ayu. Adipati tidak menjawab
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super