Ayu dengan menunduk siap untuk menerima pedang Iblis yang sudah diarahkan kepadanya. Rose berpegangan tangan dengan Siti menggeleng sambil mengeluarkan deraian air mata. Patih terus mengarahkan tangannya melihat Jenderal yang dengan amarah sudah sangat tinggi akan memisahkan kepala Ayu dari tubuhnya.
Ayunan itu sudah sangat dekat dengan leher Ayu, “Srek!”
“Patih!”
Lengan kanan Patih terlepas dari tubuhnya. Dia segera menghalangi pedang iblis yang sudah hampir mengenai kepala Ayu.
“Tidak!” teriak Ayu kencang.
Ayu mengangkat wajahnya, berlari menghampiri Patih yang terjatuh di tanah merintih kesakitan. Darah segar berwarna merah pekat, keluar deras dari lengan yang terputus itu. Kulit Patih membiru seketika. Dia tersenyum menatap Ayu yang bisa dia selamatkan dari amarah Jenderal. Namun, Patih kemudian pingsan. Ayu semakin kebingungan. Dia meletakkan kepala Patih di pahanya.
“Patih, kenapa kau lakukan i
Intan semakin senang mendengar perkataan Jenderal. Kini dia merasa Panglima Penguasa ada di genggamannya.“Apa kau yakin dengan yang kau katakan?” tanya Intan sekali lagi.Jenderal tanpa berucap menganggukkan kepalanya. Intan semakin tersenyum. “Pelayan, sebaiknya kita menunda menemui Adipati,” kata Intan segera meninggalkan Jenderal yang hanya diam dihadapannya.“Aku sudah melakukan kesalahan. Dan aku sudah terjebak. Adipati tidak boleh mengetahui hubunganku dengan Ayu,” batinnya kemudian menuju kamarnya dengan amarah.“Kau terlihat oleh Putri?” Wati menghadangnya saat Jenderal akan melangkah.“Kau tidak perlu terlibat dalam masalah ini, Wati,” tegasnya menatap tajam Wati yang sekarang tidak takut dengannya.“Aku tidak takut lagi denganmu, Jenderal. Kau sudah akan kalah dengan dirimu sendiri. Kesombonganmu, sudah terkalahkan. Aku memang membenci Ayu. Tapi, aku senang melihatn
"Keluar!"Suara tegas Ayu membuat Patih terkejut. Dia masih diam tidak segera keluar dari kamar Ayu. Patih tidak mau merusak momen romantis malam ini yang mungkin tidak akan dia dapatkan lagi.Patih berjalan mendekati Ayu yang masih memperlihatkan amarahnya. Dia menatapnya lembut. Tangan Patih yang masih utuh, menempel di pipi Ayu. Jari-jemarinya mengusap lembut, membuat Ayu mereda seketika."Maafkan aku! Perampok itu bisa mereda jika kita diam dan menyerahkan diri. Aku sangat tahu bagaimana mereka," kata Patih membuat Ayu sedikit melupakan amarahnya. Ayu mengernyit menatap Patih."Bantu aku, Patih!" pintanya membuat Patih menganggukkan kepalanya dengan senyuman. Patih kembali menuntun Ayu menuju ranjang untuk merebahkan badan. Dia memeluk Ayu hingga terlelap.Suara ayam berkokok bersaut-sahutan menandakan matahari sudah akan muncul menyinari bumi. Rose segera bersiap-siap bersama Siti."Kita akan pergi kemana, Rose?" tanya Siti."Kit
Pedang iblis kembali akan menghunus tepat di leher Ayu. Namun, dia sangat terkejut melihat jembatan yang seharusnya dia gunakan untuk menyeberang, harus terputus.“Ini tidak mungkin!” Ayu mengambil sebuah batu melemparkan tepat di wajah Jenderal dengan tiba-tiba. Namun, Jenderal dengan cepat bisa menangkapnya. Batu itu Jenderal lemparkan kembali menuju Ayu, tapi tidak mengenainya. Jenderal sengaja melakukannya. Bagaimanapun juga, dia juga tidak mau melukai Ayu. Jenderal hanya ingin mencegah Ayu menjadi kembali cantik agar dia tidak perlu melakukan janjinya. Karena, kecantikan Ayu pasti akan membuat Jenderal jatuh cinta."Aku tidak akan membuat dia menagih janjinya," batin Jenderal.Ayu kembali melempar Jenderal dengan semua batu yang dia ambil. Jenderal masih saja menampisnya dengan mudah.“Lemparan itu tidak akan melukaiku, Ayu!” jawab Jenderal membentak.Ayu semakin kesal dan marah. Patih berusaha mencegah Ayu melawan Jend
Wajah cantik Ayu kembali dengan sempurna. Patih tersenyum bahagia melihat Ayu kembali lagi menjadi sebagai wanita tercantik yang pernah dia lihat. Ayu menghampiri Patih dan memegang pipinya."Aku masih belum bisa memberikan hatiku untukmu, Patih. Bagaimanapun juga, cinta itu akan datang dengan berjalannya waktu. Aku akan memberikan semua jika waktu itu telah tiba, Patih. Aku harap kau mengerti," kata Ayu membuat Patih menganggukkan kepalanya dengan perlahan."Kita akan pergi dari sini. Aku harus menyelesaikan sesuatu. Aku harap kau bisa membantuku. Tapi, aku harus menyelamatkan Rose dari tangan Jenderal itu," kata Ayu dengan pandangan kebencian saat mengingat Jenderal menyiksa Rose di hadapannya.Ayu mengambil kembali batu putih yang sempat masuk ke dalam sungai kecil yang kini sudah menjadi sebuah lobang besar tanpa air setetespun dan kering."Kau sangat harum, Ayu. Bunga mawar seakan tumbuh menyelimuti tubuhmu. Kau sangat berbeda dengan sebelumnya. Aku
Ayu mengikuti wanita itu dengan bergegas. Mereka berjalan memasuki dalam hutan melewati jalan yang sangat gelap dan rahasia. Ayu semakin terkejut dia berjalan mengikuti wanita itu yang semakin memasuki hutan, namun menembus halaman istana tepatnya di kebun.“Apa ini?” tanyanya heran masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ayu segera mengikuti wanita itu masuk ke dalam gudang istana yang selama ini selalu dia lewati. Wanita itu membuka pintu yang sangat mengejutkan Ayu. Sekali lagi dia melihat semua rakyat yang sangat miskin ternyata tinggal di dalam gudang dengan memakan hasil kebun yang tidak terpakai. Mereka semua bersembunyi selama bertahun-tahun di sana.“Kenapa mereka ada di sini?” tanya Ayu.“Di mana lagi kita tinggal. Pelayan yang terpenggal itu membawa kami ke sini. Dia yang membantu kami,” kata wanita itu semakin mengejutkan Ayu.“Dia?”Wanita itu menghentikan langkahnya saat Ayu berta
Adipati semakin terkejut melihat penari menggunakan topeng dengan indahnya meliukkan tubuhnya. Tariannya, seakan menghipnotis semua mata hingga terpana. Adipati mencengkeram jubahnya. Dia melihat sinar menyelimuti tubuh penari itu. Topeng yang selalu dia lihat, memastikannya jika memang itu adalah Ayu.“Tidak mungkin itu dia!” batinnya terus menatap tajam. Penari itu menggerakkan tangannya persis saat Adipati terpana dengan tarian Ayu pertama kalinya. Tarian yang membuatnya jatuh cinta dengan Ayu pertama kali menampilkan tariannya.Nafas Adipati mulai sesak. Jantungnya bergetar kencang. Semua dia tahan hingga akhirnya Adipati berdiri. “Hentikan!” teriaknya tiba-tiba.Semua pejabat istana, dengan pemain musik dan pelayan yang masih menikmati tarian begitu indahnya, diam seketika.Adipati menatap tajam. Dia masih saja bergetar dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Jenderal segera berlari mendekati Adipati. Dirinya juga sangat te
Wati sangat terkejut mendengar permintaan Adipati dengan tiba-tiba. Dia kebingungan bagaimana membawa Ayu yang dia sendiri tidak tahu bersembunyi di mana.“Adipati, hamba membutuhkan waktu. Malam ini, hamba rasa tidak mungkin bisa membawa Selir Ayu menuju ke sana.”“Jika kau tidak bisa membawanya ke sini, aku akan memenggalmu, Wati. Keluar!”Adipati membuat Wati keluar dengan ketakutan. Dia menutup pintu kamar Adipati dengan resah.“Bagaimana aku bisa mendapatkan Ayu?” batinnya mencari cara.Saat itu sebelum Wati membawa beberapa selir menuju aula pertunjukan, dia dihadang oleh beberapa selir level bawah yang mendukung Ayu. Wati sangat terkejut dan marah. Namun, salah satu wanita perampok bisa masuk ke dalam aula selir atas bantuan selir level bawah. Dia berdandan layaknya selir hingga bisa dengan mudah mengelabui pengawal yang berjaga.Semua pintu masuk aula terkunci hingga Wati juga tidak bisa keluar. Se
Adipati segera menanggalkan baju Ayu. Namun, Ayu mendorongnya. “Kau sudah berjanji tidak akan menyentuhku!” Ayu segera mengambil kebayanya dan akan memakainya. Adipati semakin menarik Ayu. Dia menahan Ayu untuk memakai kebayanya.“Krek!”Kebaya Ayu sobek dari tangan Adipati yang menariknya. Ayu akhirnya diam tidak bergerak. Dia hanya pasrah. Bagaimanapun juga, tubuh Adipati sangat kekar dan lebih kuat darinya.“Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa melawannya. Dia sangat kuat,” batin Ayu sudah dalam kekuasaan Adipati. Bibirnya dengan rakus sudah menikmati setiap inci kulitnya. Adipati mengangkat tubuh Ayu dan membawanya.“Buk!”Tubuh Ayu sudah terlentang di atas ranjang megah berbahan emas dengan kain sutra lembut sebagai alas. Adipati sudah menjelajahi semua hingga rintihan bercampur keringat miliknya semakin menjadi. Ayu berusaha menahan hasratnya yang tidak jelas kemana. Namun, dia membayangka
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super