Patih masih saja memegang kepalanya. Ayu berusaha menenangkannya, namun Adipati datang dengan marah menghunuskan pedangnya.
“Jika kau menyentuhnya, aku akan segera memenggalnya!” bentak Adipati membuat Intan kali ini menghadangnya.
“Jangan pernah membuatnya terluka lagi, Kak!” teriak Intan semakin menjadi.
“Kakak, apa kau belum puas membuatku sengsara?!” Intan masih saja tidak membuat Adipati melepaskan pedangnya. Ayu hanya diam di hadapan Patih yang masih saja memegang kepalanya dan semakin kesakitan.
“Suamiku, kita akan menuju ke kamar, dan lepaskan dia! Aku akan menyusulmu. Dia hanya adik buatku,” jawab Ayu agak sedikit membuat Adipati merasa reda dengan kemarahan yang menyelimuti hatinya.
“Baiklah, dan aku menunggumu. Aku mau makan siang kita yang sempat tertunda, akan terlaksana hari ini. Aku mau melihat tarianmu,” kata Adipati segera pergi meninggalkan mereka.
Ayu berjalan men
Pedang Adipati dengan tiba-tiba melukai lengan Bapak Ayu hingga berdarah. Ibu Ayu menjerit histeris melihatnya.“Jangan Raja! Hamba mohon, ampuni kami!”“Plak!”Dengan keras Adipati menampar Ibu Ayu hingga tersungkur. Adipati sangat marah dengan Ayu dan dia melampiaskan kepada semua orang terdekatnya tanpa sepengetahuan Ayu termasuk orang tuanya.“Aku tidak akan pernah memaafkan kalian, jika Ayu masih saja menyakiti hatiku!”“Tang!”Adipati semakin berteriak. Dia melemparkan pedang pengawal yang dia gunakan untuk melukai Bapak Ayu. Adipati berjalan keluar dari penjara dan kembali menuju lorong bawah tanah. Dia membuka pintu kamar dan terkejut melihat Ayu tidak berada di sana.“Sudah aku duga dia tidak akan berada di sini,” batin Adipati semakin ingin meluapkan kemarahannya. Dia berjalan dan menemui pengawalnya yang masih menunduk di hadapannya.“Jangan bilang Jen
Jenderal masih saja menatap tajam dengan pedang Iblis yang akan dia hunuskan kearah selir yang berada di sebuah pondok dekat lautan. Dia sengaja bersembunyi di sana untuk menyembunyikan identitasnya dari buruan Jenderal yang tidak menginginkannya dan menganggapnya mati. Namun, perkataan Adipati membuat Jenderal berhari-hari mencarinya hingga meninggalkan istana. Jenderal menelusuri semua desa dan menanyakan kepada semua petani yang akhirnya bisa menemuka tempat tinggal selir dari salah satu petani yang selalu saja mengirimkan beras kepadanya. Jenderal tanpa berpikir panjang menuju ke sana dan sangat mengejutkan selir dan wanita perampok yang menemaninya.“Jenderal, aku tidak akan membiarkannya!” ucap wanita perampok yang menghalangi selir dan dia berdiri di hadapan Jenderal yang sudah siap untuk menghabisi mereka.“Dia adalah anakmu. Jangan lakukan!” Wanita perampok berteriak dengan keras. Dia hanya membawa pedang yang bisa dengan mudah dikalahk
Jenderal berlari dengan kuda hebatnya hingga menuju hutan dan berdiri di hadapan pintu masuk kawanan perampok setelah membuat Selir benar-benar melompat dari bukit. Semua telah siap dengan anak panahnya untuk menyerang Jenderal jika akan menghunuskan pedangnya kepada ketua perampok saat menemuinya. Ketua perampok berjalan dengan tegang hingga dia benar-benar ada di hadapan Jenderal.“Kenapa kau kemari, Jenderal?” tanya ketua perampok dengan dingin. Jantungnya berdebar saat harus menghadapi Jenderal yang sangat kejam. Dia tidak ingin Jenderal menyerangnya walaupun semua anak buahnya sudah siap di setiap sudut hutan dengan anak panah yang akan melesat menuju jantung Jenderal dari tangan mereka.“Apa maumu?” tanya ketua perampok sekali lagi masih dengan tatapan tajam.Perlahan Jenderal mendekatinya. Dia menatap tajam ketua perampok. “Aku menginginkan anakku. Dia pasti berada di sini, dan aku berhak mengambilnya,” ucap Jenderal pe
Ayu tidak menyangka akan melihat Ibu Suri di kamar Adipati. Dia saat itu ingin menemui Adipati dan memperlihatkan dokumen yang sudah direncanakan olehnya dan Gana tentang kejahatan korupsi istana dan Bapak Ayu adalah tersangka utama. Ibu Suri bersama pelayan setianya yang saat itu sangat hafal dengan segala obat bius dan racun yang biasa digunakan untuk membunuh raja ataupun pejabat istana. Dan dia yang membuat racun untuk raja saat itu hingga terbunuh atas perintah Ibu Suri saat raja setelah menikmati selir. Pelayan memberikan bubuk racun di dalam minuman anggur yang dikirimkan ke kamar raja. Dengan seketika raja tewas bersama dengan selir yang saat itu bersamanya.Ibu Suri masuk ke dalam kamar Adipati, sangat terkejut melihat anaknya terlelap tanpa sadar dan melihat bekas anggur di dalam mulutnya. Pelayan sedikit mengambilnya dan mencium segera anggur itu. Pelayan menjelaskan kepada Ibu Suri bahwa Adipati diberikan jenis obat bius ringan yang bisa membuatnya tertidur hingga
Sriasih masih saja tersenyum puas dengan dirinya sendiri akan balas dendam yang sangat ingin dia lakukan kepada Ayu. Dia ingin sekali menjadi ratu dan berkuasa. Namun, karena itu sangat susah dia lakukan, Sriasih hanya akan membuat Ayu jatuh.“Menjadi penguasa sangat sulit. Hal pertama yang akan aku lakukan hanya jharus membuatmu jatuh. Setelah itu, aku akan masuk ke dalam hati Adipati,” batinnya dengan tersenyum percaya diri.Wati yang saat itu akan masuk ke dalam kamar Sriasih untuk menyerahkan kain yang Ayu belikan untuknya, tidak sengaja mendengar apa yang Sriasih katakan. Wati tersenyum mendengarnya. Wati yang hanya menginginkan kekayaan, selalu bermuka dua dengan siapapun asal dia mendapatkan harta dan menguntungkan buatnya. Wati berencana akan mengatakan apa yang dia dengar kepada Ayu agar mendapatkan hadiah.“Berbicara sendiri. Apa kau sudah tidak waras?” tanya Wati membuat Sriasih melotot.“Wati, apa yang kau lakukan
Rose menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia semakin menatap Ayu dengan tajam. “Ratu Ayu, tolonglah, kau mau kemana?” tanyanya dengan resah. Ayu hanya menatapnya dan berkali-kali menarik nafas. Dia juga merasa kebingungan akan tujuannya.“Aku masih memikirkannya Rose. Tidak mungkin aku akan menghilang begitu saja. Itu bisa membuat Adipati menjadi sangat marah, dan ratusan nyawa akan terancam mendapatkan kemarahannya,” jelas Ayu dengan suara tegangnya.“Lalu, bagaimana kita menghindar untuk malam ini?” tanya Rose sekali lagi.“Kita membutuhkan Jenderal. Di mana dia?”“Jenderal mengejar selir untuk membunuhnya,” kata Rose membuat Ayu bergetar dan terkejut.“Tidak mungkin!”“Aku pastikan selir selamat, Ayu,” ucapan Rose sedikit melegakan hati Ayu.“Tapi, aku sangat membutuhkan Jenderal. Dia adalah kunci dari keselamatanku. Carilah dia!” tita
Jenderal dengan sengaja masuk ke dalam kamar Adipati. Ayu hanya menatapnya. Jenderal berjalan mendekatinya. Ayu semakin diam bergetar. Dia sangat resah jika nantinya Adipati akan masuk dengan tiba-tiba dan menjadi masalah besar.“Apa kau tidak takut jika Adipati akan memasuki ruangan ini?” tanya Ayu resah. Namun, Jenderal masih saja berjalan mendekatinya. Dia membelai rambut Ayu yang sangat basah.“Aku sangat merindukanmu,” ucapnya pelan. Ayu masih diam tidak menjawabnya.“Aku akan menolongmu terlepas dari pasukan rahasia itu. Aku yang akan membawamu pergi,” kata Jenderal semakin membuat Ayu menahan hatinya.“Jenderal, aku tidak bisa menerima cintamu. Akan ada saatnya nanti kita akan melakukannya. Namun, bukan untuk saat ini,” jelas Ayu semakin membuat Jenderal tidak hentinya membelai rambutnya hingga menuju pundak Ayu. Kini dia mengangkat wajah cantik Ayu dengan jarinya hingga bisa dengan jelas dia lihat.
Pedang dengan cepat patih keluarkan untuk menghadang pasukan berjubah hitam yang menghadang mereka. Salah satu dari mereka yang akan menyerang Patih, dengan cepat terhalang pedang iblis yang juga datang tiba-tiba.“Kalian salah sasaran,” kata Jenderal menarik salah satu orang pasukan yang akan menyerang Ayu. Jenderal memegang kepalanya dan siap untuk memenggal. Pasukan Jubah Hitam masih diam menatapnya. Jenderal semakin mengeratkan pedang iblis ke lehernya yang sudah hampir terbelah.“Kami berjuang sampai mati. Jika kau memang mau membunuhnya, lakukan!” Kuda hitam gagah milik kepala pasukan berlahan mendekati Jenderal yang masih menawan salah satu anak buahnya.“Kami pasukan mati, dan tidak akan mengorbankan nyawa demi satu nyawa. Bunuhlah jika kau mau,” katanya sekali lagi.“Srek!”Tanpa berpikir lagi, Jenderal memenggal dengan cepat. Semua pasukan Jubah Hitam tanpa ekspresi hanya menatapnya.
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super