Hingga selesai membersihkan seluruh tubuhnya dari tanah, Riko kemudian dibangunkan, dalam posisi setengah terduduk. Gavin berkata pada Diana. "Kita harus bawa dia ke rumah sakit sekarang.""Gimana bisa ke rumah sakit, sedangkan kita dalam posisi dibawa jurang kayak gini. Enggak mungkin ada orang disini." ucap Diana. "Tapi kita enggak bisa diem aja begini. Kasihan Riko. Dan bahkan kita sendiri aja memerlukan penanganan dokter." ucap Gavin. "Intinya kita harus bawa dia nurunin tebing ini." "Lo yakin? Ngeri ah gue." "Mau gak mau." "Terserah lo lah." "Ayo bantu gue. Ya kali gue bawa sendirian." ucap Gavin mereka berdua pun saling membantunya saat itu juga. "Lo bisa ikut kita kan Rik?" tanya Gavin, Riko menahan sakitnya, antara sadar dan tidak. Matanya juga tak bisa melihat sepenuhnya. Riko dipapah oleh Diana maupun Gavin sedangkan Ghea sigap membawa tasnya. Mereka coba untuk menuruni tanah merah dan tebing itu perlahan-lahan dan cari jalan yang bisa mereka pijaki dengan baik, mereka
Ghea merasa sangat kelelahan, kakinya yang sempat cedera semenjak kemarin, kini kembali sakit. "Tapi Vin, mau sampai kapan kita terus lari kayak gini? Kaki aku enggak kuat." "Kenapa malah lo nanyain gue si Ge? Gue juga bingung. Mau sampe kapan tuh macan ngejar kita." Gavin balik tanya masih terus berlari. "Vin, udah turunin gue sekarang." ucap Riko. "Gila sih lo, enggak lah!" Tiba-tiba saja Ghea langsung terjatuh, kakinya merasa sangat sakit dan kesusahan untuk berjalan. "Duh, lo ngapain sih Ge pake ngedeprok disana. Ayo cepetan bangun. Jangan aneh-aneh deh lo, tahu sendiri kan gue lagi ngegendong Riko." ucap Gavin."Kaki aku sakit banget Vin, aku gak kuat." ucap Ghea meringis. "Duh, gimana sih, ya jangan di waktu kayak gini dong. Duh tangan gue cuma dua Ge, plis lah jangan gitu. Ayo coba lo bangun, usahain bangun coba." ucap Gavin. Ghea coba berkali-kali, tapi kakinya tetap tidak kuat. Ia menangis. "Gak bisa, gak kuat." "Ya masa gue harus gendong kalian berdua... Tangan gu
"Ya licik, dengan menggunakan nenekmu, dia mencoba mendekati kamu lagi dan terus nantinya membuat dia bergantung terus sama kamu." Rian heran. "Kenapa dia jadi berpikir buruk seperti itu sama mbak Shanum? Perasaan Delia enggak pernah begini dulu?" batin Rian. "Yaudah mulai sekarang aku akan pakai cara yang sama. Aku deketin kamu melalui nenek kamu." ucap Delia semakin membuat Rian keheranan. Kok dia jadi begini sih?"Tunggu, buat apa sih kamu melakukan hal kayak gini?" tanya Rian. "Buat apa katamu? Aku cuma enggak mau mbak Shanum ngerebut kamu dari aku. Aku terangin sekali lagi Yan, mbak Shanum itu enggak baik, dia yang menyebabkan kamu hilang ingatan.""Yang membuat saya hilang ingatan? Kok bisa?" "Mbak Shanum ada urusan sama preman pasar menyangkut mantan suaminya yang menyebabkan preman pasar itu dipenjara, terus teman preman itu enggak terima dan menjadikan mbak Shanum incaran, eh malah kamu yang kena. Udah deh enggak usah cari-cari masalah lagi.""Loh, kan yang salah preman i
Rian sedang berada di dalam toilet, tepatnya sedang mencuci wajahnya dengan air wastafel, ia masih memikirkan perkataan Delia tadi. Syukurlah wanita itu sudah pergi sekarang, semakin lama mendengar perkataannya semakin dirinya dibuat bingung. Tidakkah dia memiliki harga diri? Kenapa bisa-bisanya dia menawarkan dirinya begitu saja.... Bahkan jika ditanya tentang perasaan, ia sendiri bingung, karena ia tidak memiliki ingatan apapun tentang orang yang ia sayangi, ia tidak memiliki kenangan apapun yang berkesan terhadap Delia kecuali ia yang duluan menyakiti perasaannya dengan selingkuhannya semasa SMA waktu itu. Lalu Rian menerima kabar kalau Delia diselingkuhi oleh orang yang menyelingkuhinya itu. Bagaimana mungkin dirinya kembali merajut kasih dari orang yang sudah menyelingkuhinya? Ia bahkan menganggapnya hanya sekedar rekan bisnis saja tidak lebih. Dan sikapnya yang sopan kepada semua orang apakah dirinya tanggapi dengan serius? Apakah ia menyalahpahami semua sikap baiknya itu?Ia be
Shanum menggeleng. "Enggak ada." "Saya mengira mbak menganggap kalau saya sangat dekat sama Delia sampai merasa tidak enak sama dia. Soalnya Delia sering muncul disekitar saya. Sebenarnya mbak, saya sama Delia itu enggak ada hubungan apapun." ucap Rian. Shanum mengangguk. "Mbak enggak perlu merasa tidak enak sekalipun saya terlihat dekat dengan Delia, karena kita tidak ada hubungan apa-apa.""Tapi bukannya mas Rian mau ngelamar mbak Delia ya bentar lagi?" tanya Shanum. Rian mengernyit. "Ngelamar apanya?" Shanum segera menunjukkan isi status yang baru saja dibuat oleh Delia di ponsel Shanum. Berisikan. "Menunggu sang pangeran yang akan terbangun dari tidur panjangnya dan melamarku." Rian otomatis menekan rem kakinya secara tiba-tiba. Hingga membuat mobil berhenti mendadak serta membuat Shanum hampir terjeduk kepalanya. "Dia gila huh?!" Shanum menggaruk tengkuknya. Merasa sedikit tidak enak mengatakannya. Mobil dibelakang langsung ramai menyalakan klakson, karena lajunya dibuat berh
"Rian perlu tahu kalau neng Delia selama ini bersikap enggak sopan ke kamu. Dia harus diberi pelajaran." ucap Hasna membuat Shanum berkata. "Loh bu, kok dikasih tahu sih?" tanya Shanum tidak habis pikir. "Udahlah mbak, enggak usah ngelak lagi. Banyak banget yang mbak sembunyiin dari saya. Biar saya nanti bicarain semuanya ke Delia." ucap Rian, membuat Shanum merasa tercecar, terdiam serba salah, ia masih tidak terima dengan hal ini. "Tapi mas, kamu enggak ngerti. Udahlah biarin aja, toh Delia emang bener kok, aku emang salah, aku terlalu bergantung sama kamu sampai membuat kamu hilang ingatan kayak gitu. Kalau aja aku enggak ngelibatin kamu ke dalam urusanku kamu enggak akan terluka kayak gitu." ucap Shanum. "Kenapa sih mbak suka banget nyalahin diri sendiri dan terus menutup diri untuk orang lain menolong mbak? Memangnya enak kayak gitu?" "Ya terus aku harus kayak gimana? Aku kan emang sendirian." ucap Shanum. "Udah deh, setelah ini mbak enggak perlu urusin gimana respon Delia na
Ghea membalas seperti ini. "Ini orang siapa sih yang ngijinin komentar disini?" ujar Ghea membuat mereka semua saling berlomba berkomentar. "Udah deh ngaku aja dasar pelakor." "Terima karmanya kan kemarin." "Udah syukur ditolongin Gavin." "Ngaca dong lo pelakor!" Ghea kemnali membalas. "Semakin tinggi pohon, maka akan semakin besar pula terpaan anginnya.""Sayangnya situ bukan pohon tapi pelakor!" Gavin merasa cukup bangga juga melihat banyak orang membelanya, tapi ia juga cukup khawatir kalau tiba-tiba ayahnya nongol dan ikut mengomentari postingan Ghea itu yang sudah terlanjur ramai pengunjung. Dan ternyata benar dugaan Gavin saat itu, hal yang dirinya takutkan benar-benar terjadi. Ayahnya ikut mengomentari di postingan itu yang berisi. "Jangan dengarkan omongan mereka Ge... Ada om disini.""Pfft gawat... orangnya muncul guys." ucap salah satu akun. "Udahlah gue gak takut!" Banyak orang yang bahkan tidak takut dengan munculnya Jaka disana. Mereka makin menghujat Ghea. "Ciy
"Itu karena mbak Shanum baik, nenek tahu kok bahkan kamu juga tahu kan kalau mbak Shanum itu orangnya baik." ucap nenek Aisyah membuat Rian terdiam. "Terus Delia ngomong kayak gitu ke mbak Shanum bilangnya karena suka sama kamu?" tanya nenek Aisyah, Rian tersentak. "Loh kok nenek tahu?" tanyanya. Nenek Aisyah tersenyum. "Tahu dong, udah keliatan banget dari raut wajah kamu pengen ngomong kayak gitu. Kamu bingung ya antara milih Delia atau mbak Shanum?" tanya nenek Aisyah. Rian langsung tertawa. "Enggak lah nek, masa mbak Shanum sih. Lagian saya sama mbak Shanum enggak ada hubungan apa-apa. Tapi soal mikirin Delia yang ngomongin tentang rasa sukanya itu bener." ucap Rian. "Udah deh intinya sekarang kamu harus yakinin perasaan kamu dulu kamu sebenarnya suka sama siapa dan yakinin juga kalau kamu punya rasa gak sama mbak Shanum." "Tapi nek, itu enggak mungkin. Masa mbak Shanum sih." "Hmpph, tahu banget nenek, selama ini kamu pasti punya perasaan sama mbak Shanum."
Tapi tentunya ia tidak bisa terus mendiamkan dirinya begitu saja, ia mesti menjawabnya."Iya, ibu gue hamil." ucap Gavin. Ghea terlihat sedih saat itu. Ia kemudian berkata. "O-oh selamat ya." "Iya, makasih." ucap Gavin masih melihat bagaimana raut wajah itu terpancar. Ghea sepertinya sedang membandingkan dengan kejadiannya kemarin saat keguguran. Ia sekaligus merasa terpukul dibalik rasa senangnya itu, dan Gavin tahu itu. Ia jadi merasa tidak enak. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, jujur Gavin tidak mau mengutarakan hal ini tapi sayangnya ia tidak bisa melewatkan perkataan Ghea begitu saja. Shanum kini sedang berdiam diri dirumahnya dan sibuk menonton televisi, belakangan setelah menerima kabar dari dokter tentang kehamilannya, ia jadi lebih sering berada didalam rumah. Tidak lagi ke pasar, dan lebih menyerahkan masalah kerjaan kepada dua karyawannya. Rian juga menjelaskan kalau dirinya tidak mengijinkan Shanum pergi kemanapun selagi dirinya sedang hamil muda, karena khawatir y
"Iya ngerti, tapi aku juga ngerti kalau mama kamu melakukan ini semua untuk kamu sendiri." ucap Shanum, membuat Rian sedikit menimbang perkataaannya. Rian diam saja saat itu. Rina entah kenapa jadi berterima kasih atas hal itu. Ia merasa sedikit tertolong atas pembelaan Shanum. Ia jadi merasa tidak enak dan berbalik respek dengannya. Setelahnya Shanum pun diajak pulang bersama Rian kembali. Namun Rina menahan Shanum mengikuti Rian ke dalam mobil, ia berbicara empat mata terlebih dulu dengannya. Memegang tangannya. "Makasih banget atas pembelaan kamu tadi, mama benar-benar menyesal sekarang udah ngelakuin hal kayak gitu ke kamu. Mama benar-benar meminta maaf ya Num, mama khilaf, mama janji enggak bakalan ngelakuin hal kayak gitu lagi, mama janji akan bersikap baik ke kamu setelah ini. Maafin kesalahan mama yang kemarin ya Num." ucap Rina penuh harap. Shanum tersenyum dan mengangguk. "Iya mah, enggak apa-apa." ucap Shanum. "Kamu memang baik Num, mama ngerasa bersalah banget sama kamu
Shanum seusai dari masjid kembali lagi ke tokonya, dirinya merasa cukup aman disana bersama dengan Reza, lelaki itu tampak gagah berdiri disampingnya bahkan selama berada diperlindungannya ia merasa cukup lega, sekalipun Shanum merasa penasaran siapa sebenarnya orang yang menulis memakai lipstik merah tadi, apakah mungkin dia adalah pria yang selama ini mengincarnya? Shanum merasa sangat ketakutan, ia akhirnya sampai ke tokonya kembali. Namun mendadak ia mendengar ponselnya berbunyi. Ternyata dari Rian. "Saya udah telepon polisi barusan, sekarang lagi dilacak nomornya antara 2 kali 24 jam, nanti bakal dikasih tahu lagi hasilnya." ucap Rian. "Oh yaudah mas semoga aja bisa langsung ada hasilnya. Supaya kita enggak repot lagi nyari. Barusan juga ada yang neror aku lagi mas." ucap Shanum seraya membeberkan penjelasan tentang teror yang terjadi tadi, tak pelak semakin membuat Rian cemas. "Kamu yang sabar ya disana, palingan cuma sampai dua hari aja, nanti bakalan ketahuan hasilnya." ucap
"Orangnya kabur mas?" Shanum mendekati Rian. Tentu Rian mengangguk. "Aku khawatir aja dia bakalan ngelakuin hal lebh dari ini." "Intinya mah yang penting hapenya itu, kita mesti dapetin informasi tentang dirinya secepat mungkin. Keburu dia kabur dari kejaran kita." "Iya, kamu udah telepon lagi tukang sentra hape itu?" "Bentar, saya telepon dulu. Mudah-mudahan aja sudah kelar." ucap Rian penuh harap, dirinya langsung menelepon sentranya dan lantas terhubung. "Hapenya sudah selesai pak, anda bisa kesini ya mengambilnya." ucap tukang hape itu, membuat Rian merasa sangat bersyukur atas hal itu. Ia benar-benar lega begitupun dengan Shanum.Ia pun memutuskan pergi dari sana. "Aku pergi ya. Kamu jaga diri disini." ucap Rian, Shanum meniyakannya seraya berkata. "Hati-hati ya." Shanum mendapatkan telepon dari Gavin, Shanum menerimanya. "Bu, katanya kemarin ibu diteror ya? Sekarang masih ada teror gak?" "Udah kamu enggak perlu khawatirin ibu, kamu jaga diri kamu aja ya disana. Banyakin bel
"Belum, tunggu besok ya. Katanya perlu diperiksa dulu dalamnya, entahlah apa yang harus diperiksa. Mudah-mudahan aja bisa selesai secepatnya. Supaya kita bisa tahu siapa pelakunya." ucap Rian."Iya mas." Esok siangnya Diana sudah berada di tempat kerjanya, ia tak sengaja berpapasan dengan Gavin yang sedang membawa beberapa berkas dan buku yang cukup banyak. Diana segera dekati Gavin dan ambil salah satu bukunya. "Kalo bebannya terlalu berat, lo bisa kasih salah satu beban itu ke teman lo." ucap Diana seakan menyindir Gavin yang saat iut memang sedang kepayahan membawanya. "Sayangnya gue terbiasa melakukan apa-apa sendiri." ucap Gavin. "Hilih terlalu mandiri lo. Hati-hati, nanti kebiasaan sampe tua. Apa-apa sendiri." ucap Diana. "Selama enggak merepotkan orang gak masalah kan?"Mereka sambil jalan saat itu membawa buku dan berkas itu, jalan berdampingan. Gavin tiba-tiba nyeletuk. "Gimana nyokap lo? Jadi cerai?" tanya Gavin menyinggung."Kayaknya masih dalam proses." "Kasian banget
Gavin semakin jengkel dengan sosok Ivan, dia memang benar-benar mesti diberi pelajaran, meski sayangnya ia langsung menahan itu semua karena dirinya tidak benar-benar ingin membuat keributan disana. Riko cukup sebal disana, dirinya segera berkata pada Nara. "Nar, lo tuh nyari ribut mulu bikin gue empet dengernya. Males banget sumpah ngedenger celotehan lo yang gak berguna itu. Cewek-cewek kok nyari ribut, sekalipun lo banyak harta dan ada Ivan di samping lo juga, enggak semestinya lo bersikap kayak gitu ke orang, emang lo sendiri enggak diajarin adab yang baik apa sama orang tua lo?" ucap Riko. "Halah pake segala ajarin gue adab lagi, orang tua gue aja gak pernah ngomongin gituan, adab segala." ucap Nara meremehkan. "Kalian sendiri emang adabnya udah baik hah?" tanya Ivan heran. "Udahlah jangan pada ribut." ucap Gavin yang kemudian angkat bicara. "Ayo dong Vin panggil ibu sama Ghea. Ayo kita tunggu kok. Ibuuuu aku mencintaimu." ucap Nara membuat beberapa dari mereka termasuk Gavi
"Tapi om Rian gimana bu? Udah tahu soal ini?" tanya Gavin cemas. "Iya udah tahu, makanya mau menyewa pengawal buat ibu." ucap Shanum. "Oh gitu, kayak waktu itu ya bu. Yaudah kalo itu yang terbaik. Mudah-mudahan aja setelah itu udah enggak ada lagi yang neror ibu." ucap Gavin. "Iya ibu juga pesen ya sama kamu supaya kamu hati-hati disana, khawatirnya yang neror ibu juga berkemungkinan neror kamu juga.""Enggak kok bu, Gavin aman disini.""Hati-hati aja ya nak." "Iya." Esok paginya Shanum sudah berada di pasarnya, ia bersama seorang pengawal yang berjaga didepan kiosnya. Ia merasa lebih lega sekarang, ia juga lebih leluasa untuk pergi kemanapun, bahkan saat ini ia memutuskan untuk pergi membeli sayuran, ia berkeinginan untuk memasak buat nanti sore, khawatirnya Rian bosan beli diluar terus. Masih didalam pasar, ia membelikannya. Ketika sedang berbelanja, tentu sang penjual sayur yang sudah kenal lama dengan Shanum lantas berbisik padanya. "Itu siapa? Suami baru yang ketiga ya?" ta
"Gak ada." "Perawakanny kayak gimana coba?" tanya Rian."Pakaian serba hitam, dia setinggi kamu mas. Dan kayaknya dia juga seumuran kamu." ucap Shanum. "Hmm siapa ya. Kamu apa mau saya laporkan polisi tentang kasus ini?" tanya Rian."Enggak mas, gak usah." "Yakin gak mau? Ini masalahnya udah menakutkan loh kayak gini, mengancam nyawa." "Iya mas." "Saya laporkan aja ya." ucap Rian. "Yaudah." "Apa perlu saya nyewa bodyguard untuk melindungi kamu?" tanya Rian. "Emang gak ngerepotin kamu mas?" tanya Shanum. "Enggak kok, usahakan dalam waktu ke depan ini kamu jangan keluar rumah dulu ya, khawatirnya orang itu muncul lagi. Atau sampai para bodyguard itu ada." ucap Rian."Iya mas, makasih ya."Beberapa jam sebelumnya.Ghea keheranan melihat Jaka tampak marah seperti itu. Bahkan sampai menaruh hape yang dipegangnya kasar. "Barusan mbak Shanum?" tanyanya. "Ini gara-gara kamu yang terlalu lama berurusan dengan mereka!"Ghea makin mengernyit heran. Kok jadi?"Kalau kamu enggak berur
Shanum kini sedang sendirian di kamarnya mengecek di komputer barang masuk dan keluar. Ibunya sedang pergi ke sawah sekarang. Sepertinya mulai dari siang ini sampai maghrib nanti dirinya akan terus sendirian, namun tiba-tiba saja muncul ketukan pintu. Shanum heran, apakah mungkin itu ibunya? Tahu saja barusan Shanum mengunci seluruh pintunya khawatir ada penyusup masuk, ia masih berpikir kalau yang mengetuk pntu saat ini adalah ibunya, ia lantas membuka kunci pintunya dan buka. Namun tiba-tiba saja tidak ada siapapun disana. Shanum mulai cemas. Kenapa bisa tidak ada orang padahal terdengar sangat nyaring suara orang yang mengetuk. Shanum lihat sekeliling namun tidak dirinya temukan siapapun disana, sepi sekali malahan, Shanum mulai curiga, apakah hanya orang iseng? Atau jangan-jangan.... Orang yang memberikan ancaman teror di whatsapp? Shanum ketakutan, ia sesegera mungkin langsung menutup pintunya dan kunci. Namun tiba-tiba saja muncul suara gebukan pintu yang sangat kencang hingga