Ya Tuhan, ujian macam apa yang telah engkau timpakan dalam hidupku, Setelah begitu bahagianya aku bersama anak dan suamiku. Setelah begitu banyak ungkapan syukur dan pengorbanan hingga berada di titik ini tiba-tiba aku dihantam gelombang perselingkuhan.Parahnya yang berhubungan dengan dokter Widi bukan cuman satu tapi lebih dari itu. Entah berapa banyak yang terlibat dan entah berapa banyak yang tidak aku ketahui. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku benar benar tak mengerti, ini di luar nalar dan dugaanku. Sampai kapan ini berakhir dan aku tidak akan terhubung dengan wanita-wanita itu. Bisa saja aku berhenti untuk mencari tahu dan berusaha mengubur semua rasa penasaran itu di lubuk hatiku yang terdalam. Tapi, jika aku tidak tahu mencari tahu, maka aku tidak pernah mengenalnya, orang seperti apa yang telah aku nikahi selama ini. Tring.Notifikasi dari m-banking ku menerima sebuah transferan dari Dinda. Anehnya, notif di ponselku terpampang jelas nama wanita itu.(Alhamdulillah, sejak
Saat dia bilang hanya Mas Widi yang memberi dia kenyamanan aku sungguh kehilangan kata-kata. Mungkin apa yang kurasakan serta cinta yang kuberikan selama ini sama seperti apa yang dia rasakan sekarang untuk suamiku.Bagiku Mas Widi adalah satu-satunya orang yang mengerti perasaanku serta memahami keinginanku. Dia temanku, kekasihku sekaligus pasangan hidupku, dia poros duniaku dan segalanya bagi diri ini. Mengejutkan saat tahu dia punya wanita idaman lain, mengejutkan bahwa ia yang selalu bilang sangat mencintaiku, tiba-tiba mengingkari perkataannya sendiri. Aku sangat terkejut."Kau tinggal di mana, apa pekerjaanmu.""Aku tinggal di apartemen, aku penulis dan pembuat konten digital.""Sepertinya kehidupanmu nyaman dan mapan...""Iya, orang tuaku punya kebun dan warisan, mereka menjaminku. Tapi tetap saja, yang kaya adalah mereka, bukan aku." Wanita itu berusaha bersikap rendah hati meski aku tahu itu tidak ada artinya di depanku."Apa kau ingin memiliki mas widi sebagai suamimu?""
Setelah Dinda pergi aku dan suamiku masih duduk di ruang tamu, kami duduk dalam keadaan saling terdiam, hanya bunyi kendaraan yang lalu lalang di luar sana serta detak jam dinding yang terdengar begitu kencang di telinga.Aku tak tahu harus mulai dari mana untuk menyingkirkan pelacur kecil yang mengejar suamiku dengan segala ambisi dan kegilaannya. Ya, secara tidak langsung aku sedang menghadapi orang gila. Mudah kalau aku berurusan dengan orang waras dan berakal cukup dicaci dan dihujat seseorang yang punya malu pasti akan langsung mundur, tapi jika aku berhadapan dengan orang yang punya gangguan kejiwaan dan kecenderungan untuk jadi psikopat, maka aku kesulitan. Aku khawatir dalam tindakannya yang santai dan tenang Wanita itu sudah merencanakan pembunuhan atasku dan anak-anakku, aku jadi ketakutan."Jenis wanita apa yang sudah kau datangkan dalam kehidupan kita, kenapa kau terlibat dengan orang seperti itu?" tanyaku memecah keheningan.Mas Widi hanya menggeleng lemah sambil mendeca
*Aku hendak menjemput anak-anak pulang sekolah tapi rasanya tungkai ini terasa lemas hanya untuk berdiri saja, sejak pagi aku sama sekali tidak makan apapun bahkan minum. Tenggorokanku rasanya ditumbuhi duri-duri yang tajam karena sensasi haus yang begitu menekan, tapi minum air pun rasanya seperti minum adukan aspal, sakit, sesak, dan ah, aku lelah mengeja rasa yang ada di dada.Aku belum memberitahu ibu atau Ayah kandungku tentang apa yang terjadi pada keluargaku, Aku tidak ingin melibatkan mereka karena mereka pasti akan murka dan menghukum suamiku. Bagi ayah, orang yang menyakiti putrinya tidak akan diberi ampun, jadi sekalinya mereka tahu kalau mas Widi telah menghianatiku, pasti mereka ingin aku dan mas widi berpisah, tidak ada toleransi untuk itu."Assalamualaikum ibu." Aku menelpon ibu mertua untuk meminta bantuannya, sensasi pusing dan syok di kepalaku membuat diri ini demam dan lemas."Ada apa anakku?""Ibu bolehkah saya minta tolong agar ibu bisa menjemput anak-anak? s
"Pulang jam berapa?" tanyaku saat aku menelpon lelaki itu.Aku merangkum segala kekuatan dan ketabahan di dalam hatiku untuk bersandiwara baik-baik saja demi orang tuaku.Lelaki yang ku tanya di seberang sana terdengar mendesah lega karena akhirnya aku mau mengajaknya bicara."Aku senang kau menelpon, aku akan pulang begitu tugasku usai, pasien masih banyak, aku harus berkeliling," balasnya."Orang tuaku mengundang makan malam, kita harus ke sana.""Oh, tentu, aku akan pulang sebelum magrib," jawabnya."Baiklah."Begitu aku mematikan ponsel, aku tak kuasa menahan bibirku yang gemetar ingin menangis. Pertahananku bobol, aku lelah, pusing, tak bersemangat dan rasanya semuanya sudah berakhir. Bagaimana aku bisa berdiri dan memasang senyum paling indah sementara hatiku remuk redam dan akalku sedang tidak fokus. Diriku resah dan bingung, entah harus mengambil tindakan apa aku juga bingung. Aku lelah terus begini.Ditahan sekuat tenaga, kesedihan terus menggelantung di benakku, rasa dikhi
Sepanjang jalan di atas mobil anak-anak terus bercerita tentang keseruan mereka bermain dengan kakek dan sepupunya, mas Widi bercanda dengan anak-anaknya sementara aku hanya diam saja.Sampainya di rumah saat mobil sudah dimasukkan ke garasi aku langsung turun dan membuka pintu kemudian mengarah ke anak-anakku untuk langsung ke kamar mereka lalu mengganti baju dan tidur."Tidurlah sayang ya, karena kalian harus sekolah besok.""Iya Bunda, hari ini seru sekali, terima kasih.""Sama sama anakku." Faris dan Farisa memang terbiasa kami ajarkan untuk selalu berterima kasih atas hal-hal kecil, hingga dengan demikian semua orang akan merasa diapresiasi dan dihargai.Koplo keduanya lalu mengecilkan Mereka kemudian Faris dan Farisa berpencar ke kamar masing-masing.Aku sendiri langsung masuk kamar untuk ganti baju dan istirahat, Mas Widi menyusulku.Saat dia masuk kamar tatapan mata kami bertemu aku memalingkan diri kemudian lanjut ganti baju."Aku benar benar berharap kita membaik dan ...."
Sudah kubilang selingkuh Itu merepotkan. Kalau sekali terlibat, sulit untuk terlepas, ada saja drama atau sesuatu yang membuat apa yang kau sembunyikan terungkap. Selingkuh itu penyakit, aib dan kebiasaan yang sulit disembuhkan.*Esok hari.Kuhampiri suamiku yang sedang sarapan bersama anak-anak di meja makan, kubawakan secangkir teh lalu meletakkan benda itu di hadapannya."Semalam wanita itu terus menghubungiku, dia bilang dia akan menunggumu."Lelaki yang sedang makan itu langsung terdiam, dia nampak kesulitan meneguk makanannya saat aku membahas tentang Dinda."Maukah kau pergi bersamaku agar aku bisa bicara dengannya dan memberinya pengertian kalau selama ini aku tidak pernah mencintainya. Aku hanya terbawa perasaan sesaat dan bersalah dengan semua yang terjadi," ucap suamiku.Aku tertawa begitu mendengar betapa entengnya dia. Rupanya sifat lelaki umumnya seperti itu ya... mereka berani berselingkuh tapi ketika sudah diambang bahaya mereka memilih di zona aman. Malah tak jarang
"Oh ya? Apakah kau benar-benar kaya? Kalau aku minta 30 miliar, apa kau punya?" Aku menantangnya sambil berkacak pinggang. "Tentu, tapi aku juga punya syarat." Dia sama sekali tidak terkejut saat aku menantangnya dengan uang sebanyak. Dia tetap tenang dan santai."Apa syaratnya?""Kau jangan bercerai dengan mas Widi," balasnya dengan santai."Apa, kenapa tidak, bukannya itu bagus untukmu?""Kau bermaksud menyusahkanku kan' dengan minta uang sebanyak itu? padahal, aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku malah ingin kau jadi kakakku sehingga aku punya teman bicara dan tempat mengadu. Tapi karena kau sudah lontarkan berapa banyak standar harga suamimu, maka, aku akan memenuhinya." Wanita itu tertawa sementara aku makin geram."Lalu, kenapa tidak temukan saja lelaki yang baik untuk dirimu? aku yakin banyak pengusaha serta keluarga baik-baik yang mau menerima kau jadi menantu.""Masalahnya... cintaku hanya untuk Mas widi. Jika kau persulit diriku untuk menikahi suamimu, maka aku pun akan mem
Kudengar pembicaraan saat berkunjung terakhir kali ke kantor polisi, berdasarkan pasal 354 dan 353 KUHP tentang penganiayaan berat dan penganiayaan berencana, maka Dinda terancam dituntut dengan hukuman empat tahun penjara dan denda. Usut punya usut, wanita itu sejak awal memang sudah merencanakan untuk mencelakakan orang lain, ditambah dengan keterangan saksi dan laporan pria yang ditangkap kemarin, bahwa dia memang dibayar oleh Dinda agar menusuk diriku dan mencelakakan diri ini.*Jangan tanya seberapa besar keluarganya berusaha untuk menyelamatkan wanita itu dari tuntutan penjara. Berulang kali staff dari keluarganya mencoba menemuiku dan meyakinkan diri ini untuk tidak memberikan kesaksian, aku juga diiming-imingi uang dan rumah baru juga pekerjaan yang layak tapi aku menolaknya.Pada akhirnya lelaki yang sudah lelah membujuk diriku itu kemudian berkata,"Mengingat betapa baiknya hubungan Anda di masa lalu dengan Nyonya Dinda. Saya rasa Anda harus mulai bermurah hati kepadanya.
Saat polisi menggiring Dinda keluar dari rumah sakit banyak orang-orang yang memperhatikan peristiwa itu. Mereka berkerumun dan membicarakan peristiwa yang bagaikan drama itu. Berulang kali Dinda mencoba melepaskan diri dan menjerit serta berteriak. Dia bilang dia tidak bisa ditangkap karena keluarganya akan segera melindunginya tapi itu tidak urung membuat polisi terus membawa wanita itu ke atas mobil patroli dan meluncur pergi. Kuhela napas pelan setelah keadaan mulai mereda, orang-orang kembali ke ruangan dan posisi mereka, pun Syifa yang sudah dibaringkan di tempat tidur dan ditenangkan oleh suaminya."Maafkan aku, andai aku tidak datang kemari untuk menjenguk Syifa mungkin Dinda juga tidak akan datang dan melakukan itu.""Jangan salahkan dirimu," ujar Syifa.Usai menyelimuti Syifa Adrian mendekatiku Dia memberi isyarat agar kami berdua bicara ke suatu tempat. "Ayo kita bicara fisiknya sambil mengarahkanku dan membukakan pintu untukku. Kami berjalan perlahan ke arah balkon da
Dua hari kemudian.Aku sengaja membeli bunga lili dan lavender juga sedikit mawar merah untuk kurangkai di sebuah buket lalu kubawakan untuk Syifa yang keadaannya sudah mulai membaik di rumah sakit.Kutemui wanita yang sudah mulai pulih itu dan sudah bisa duduk serta tersenyum di tempat tidurnya."Apa kabarmu?" tanyaku. Aku menyalaminya dan dia menyambutku dengan senyum hangat, kondisi dirinya yang sedang hamil 6 bulan membuatnya nampak sulit bergerak dan sedikit gemuk."Aku baik. Aku semakin membaik.""Bagaimana dengan lukanya.""Memang nyeri, tapi aku baik baik saja," balasnya."Kau memang kuat.""Alhamdulillah.""Tapi kenapa kau mau melakukan itu untuk melindungiku. Andai kau biarkan saja lelaki itu menyerangku agar kau tidak mengalami hal seperti ini?""Tidak, Mas, aku merasa berguna menyelamatkanmu.""Tapi kau juga punya bayi di dalam perutmu bagaimana kalau bayi itu sampai meninggal gara-gara aku? Aku yakin suamimu tidak akan memaafkanku.""Tidak, Adrian tidak menyalahkanmu, dia
Aku bisa menangkap kemarahan pria itu, pria yang punya perusahaan multinasional dan cukup terkenal itu dia tidak akan melepaskan pelaku penusukan terhadap istrinya juga dalang dibaliknya.Tidak akan butuh waktu lama untuk tahu dan menangkap pelaku penusukan. Cukup memeriksa CCTV Rumah Sakit lalu memeriksa plat motor yang digunakan pelaku untuk melarikan diri dan tak lama kemudian polisi tidak akan kesulitan untuk melacak keberadaan pria tersebut, lalu menangkap dan mengintrogasinya kemudian mengungkap siapa pelaku di balik semua ini.Seperti yang kuduga, 10 menit kemudian Adrian didatangi oleh beberapa orang polisi Dia terlihat berbicara dengan serius dan mengantarkan petugas itu ke ruangan istrinya, polisi melihat keadaan Syifa dari balik kaca ruang perawatan dan terlihat mengerti apa yang diperintahkan oleh Adrian."Kami akan memeriksa kamera pengawas dan kami berjanji akan menemukan pelakunya secepatnya.""Istriku tidak pernah punya musuh bertengkar atau menyakiti orang lain saya
Aku dinaikkan kembali ke kursi roda lalu didorong dan dibawa masuk ke ruang tunggu. Bunda menangis dan pergi melihat mantan menantunya yang kini sedang kalang kabut ditolongi oleh dokter. Adrian juga nampak panik, terlihat berlari ke arah apotek untuk mencari kantung darah dan beberapa alat yang diperlukan. "Dorong ayah masuk ke UGD," ujarku pada anak anak."Dokter bilang nggak boleh masuk," ujar putriku dengan mata sembab."Kita harus liat keadaan Bunda.""Bunda ga sadar, dia dipasangi selang oksigen," ujar anak sulungku. Dengan didorong oleh mereka berdua kami tertatih masuk ke ruang UGD dan melihat betapa kalang kabutnya dokter yang ada di sana. Lantai lantai jadi kotor berserakan dengan kain kasa yang sudah berwarna darah, bahkan dari ranjangnya, Syifa juga mengalirkan dan cairan itu menetes dari brankar, membuat lantai jadi becek dengan warna merah yang membuat kepalaku pusing."Dokter gimana keadaannya?""Kami sedang memberikan pertolongan. Dia mengeluarkan darah yang begitu b
"Bu, berangkat dulu.""Apa kau akan sepanjang hari di gym?""Iya.""Baiklah, kalau begitu. Ibu mau menjenguk ayahmu di pusat perawatan lansia.""Iya, apa ibu akan butuh uang?""Ibu masih punya simpanan.""Baiklah kalau begitu Ibu hati-hati juga."Setelah mencium tangan halus dan mengecup kening ibuku tercinta, aku segera mungkin berangkat menggunakan motor menuju ke gym yang berada 20 KM jauh dari rumah.Berkendara sambil menikmati suasana kota dan sejuknya udara pagi, sambil menatap pohon rindang yang ada di sebelah kanan kiri jalan, membuatku sedikit menikmati perjalanan. Telah sedikit saja aku bisa terjebak macet ditambah cuaca mulai panas maka hati akan mudah runyam. Aku mengemudikan motor sambil mendengarkan alunan musik pelan di headset yang ku pasang di telinga.Karena ingin mempersingkat waktu aku mengambil jalan pintas, memotong melewati blok-blok bangunan dan jalan yang sepi. Hingga tiba di sebuah Jalan yang berada di belakang barisan ruko-ruko besar. Aku menyadari sebuah mo
Aku tidak menyangka bahwa penolakanku tempo hari adalah petaka.**Aku merasa bersalah kepada dinda tapi menimbang bahwa sudah begitu jauh masalah yang terjadi karena kami nekat bersama, akhirnya aku memutuskan untuk mengalah dan mengakhiri semua ini.Ya, aku memutuskan untuk batal rujuk dan mengejarnya lagi. Meski tadinya aku melihat cinta untuknya akan memperbaiki hidupku dan memperlancar jaringan bisnis, serta menaikkan pamorku sebagai dokter yang berprestasi, tapi nyatanya semua itu gagal.Aku beruntung karena aku hanya dipenjara selama beberapa bulan, aku berhasil bebas dengan jaminan darinya, Sebenarnya aku merasa sangat berhutang Budi dan bersalah karena merugikan keuangan Dinda, aku ingin menebusnya tapi entah kenapa saat itu aku bodoh sekali. Seharusnya aku tidak menciptakan konflik antara aku dan istri kedua dengan cara terus-menerus menemui mantan istri pertama.Sebenarnya aku tidak akan membuat episode depresi Dinda jadi kumat andai aku tidak terus meluahkan waktu untuk m
Selepas kepergianku dari rumah mantan ibu mertua aku lanjutkan perjalanan menuju pusat kebugaran di mana mas Widi bekerja sebagai pelatih. Dulu dia hanya cleaning service tapi karena bentuk tubuhnya yang atletis dan wajahnya yang lumayan menarik serta keahliannya dalam memakai alat olahraga membuat pemilik gym merekrut dia sebagai pelatih.Kudengar berkat kehadiran mas Widi sebagai pelatih banyak wanita yang kemudian bergabung ke pusat kebugaran untuk mengecilkan tubuh mereka dan mendapatkan bentuk yang ideal. Aku aku percaya mereka bukan hanya ingin langsing tapi juga ingin mendapatkan perhatian mantan suamiku.Tidak, suamiku, seharusnya dia masih suamiku. Ketidakwarasanku membuat aku kehilangan suami dan seharusnya itu tidak terjadi."Halo nyonya, kenapa baru datang sekarang? sudah sebulan anda tidak mengunjungi pusat kebugaran," ucapnya yang sudah kenal padaku dan menyambutku dengan Ramah."Apa anda akan berlatih hari ini?""Tidak, Aku ingin bertemu dengan mas Widi.""Oh baik nyo
Terik matahari di siang ini cukup menyengat, angin yang bertiup terasa membawa panas saat aku tiba di rumah mantan ibu mertua. Kudorong pintu gerbang yang selalu tidak terkunci, kuarahkan pandanganku pada pintu utama yang diberi ornamen dari rotan yang dijalin dan bertuliskan selamat datang, dinding sebelah kiri yang difungsikan sebagai pagar ditumbuhi oleh mawar rambat beraneka warna, terasa begitu kontras dengan warna langit yang biru dan asrinya rumah itu. "Assalamualaikum."Aku mengetuk pintu dan sekitar semenit kemudian seseorang membukakannya. Saat mata kami bertemu wanita itu nampak terkejut, ia berkali-kali memastikan tanggapan matanya sampai aku menyapanya."Apa kabar Ibu?""Kau dinda kan?""Iya, boleh saya masuk.""Oh, ayo," ucapnya ramah. Dipersilahkannya aku duduk di kursi tamu, sementara di atas meja ada vas bunga yang diisi dengan bunga-bunga segar. Dari dulu, ibu mertua katanya sangat pandai merangkai bunga."Bunganya bagus," ucapku canggung, wanita itu tersenyum t