Beranda / Romansa / Selamat jalan Istriku / Momen haru sebelum Wafat Istri

Share

Momen haru sebelum Wafat Istri

Kembali lagi kerumah sakit adalah tidak ada pilihan lain saat itu, rumah sakit yang berbeda dengan penangan khusus cara usaha aku dan keluarga untuk berusaha semoga bisa lebih baik. Dengan diagnosa berbeda lagi pihak rumah sakit menyatakan kalau Istriku terkena infeksi paru-paru. 

Sudah seminggu lamanya terbaring dirumah sakit dengan berbagai alat infus dan injeksi ada perubahan sedikit dari kesehatannya, Istriku menyatakan sudah lebih baik, tapi menurut aku sama saja tidak ada perubahan. 

Istri meminta pulang saja karena memaksa sudah lebih baik, Dokterpun mengiakan dengan catatan sama wajib kontrol 3 atau satu minggu sekali.

Pulang kerumah dengan keadaan masih lemas dan tidak kuat untuk berjalan, menggunakan pembalut adalah pilihan satu-satunya. Aku lebih extra lagi menjaga Istriku sambil bekerja dari rumah. Rutin mengganti pembalut dan membersihkan seluruh badannya adalah kewajibanku pagi dan sore hari.

Keseharian Istriku hanya bisa diatas tempat tidur, menguatkannya dan selalu memberikannya semangat serta mengajaknya bersenda gurau selalu aku lakukan.

Sangat beruntung anakku tidak rewel dan tetap memberi semangat Ibunya dengan senyum dan ocehannya yang sudah bisa berbicara walaupun belum terdengar jelas.

"Ayah...," Istri memanggil dengan suara perlahan.

"Kenapa Bun, kamu mau makan atau mau minum yang hangat atau mau apa," tanya aku dengan perlahan sambil mengelus rambutnya.

"Yah, kalau nanti Bunda sembuh, Bunda janji ga akan mengulur-ngulur waktu Shalat," ucapannya menggetarkan hatiku kenapa tiba-tiba berbicara seperti itu.

"Ya Bunda, sabar dan terus menyebut nama Allah, oh iya Bunda mau makan apa," aku menenangkannya dan menawarkan makanan.

"Bunda mau kentang Yah, direbus atau digoreng, boleh ga Yah," tanya Istri.

"Boleh Bun, Ayah pesan online dulu Ya, sekalian Ayah beli sekilo ya, untuk kamu ngemil, kentang bagus juga kok," ucapku.

"Ya udah Yah," jawabnya tersenyum dan menatap kosong.

"Sebentar ya Bun, Ayah keluar membuat kopi dan memesan kentang," aku tinggalkan sebentar kedepan halaman rumah," sengaja aku keluar sebentar karena menahan sedih dari tadi ucapannya.

Masih dalam situasi yang sama dan belum ada perubahan, semakin hari menunjukkan hal-hal yang tidak biasa, dari main gadget kini juga sudah malas dan tidak mau.

Kamis malam Jumat ada ucapan dan kelakuan aneh dari Istriku, saat itu aku disebalhnya tidur merebahkan sebentar diri ini menghilangkan lelah. Sambil mendengarkan murotal Ayat Alquran dan aku tertidur.

Tekejut dibangunkan dengan gelagat Istri yang seperti kesurupan, segera aku bangun dan membacakan Ayat AlQuran menenangkannya, akhirnya terdiam dan tidur kembali.

Setelah satu jam kemudian pada pukul 12 malam kurang, Istriku mengalami dada sesak, aku pegang kakinya sangat dingin sekali. Segera aku panggil Ibunya yaitu mertua serta juga saudara-saudaranya, lalu aku meminta tolong panggillkan Ustad dan tetangga untuk membacakan Surat Yasin.

Dengan cepat Ustad dan para tetangga datang dan tanpa disuruh mereka sudah langsung membuka AlQuran dan membacakan Yasin.

Aku yang berada disebalah Istriku membisikkan kalimat

"Lailahaillallah," terus aku ucapkan ditelinga Istriku.

Aku merasakan kakinya yang sangat dingin lalu ada seperti getaran yang beranjak kesetiap sendi-sendi hingga menjalar keatas, dan pada wajah dan mulut bergoyang kekiri dan kekanan, dengan mata masih terbuka melotot. Terdengar sayup suara isak tangis dari dalam rumah dan halaman depan rumah tetangga yang ramai sudah berkumpul.

Dalam hati aku berkata.

"Aku ikhlas dan ridho," ucapku dalam hati melepas kepergian Istriku.

Setelah mulut yang bergoyang kekiri dan kanan lalu mata terbuka lebar melotot dan sampailah pada titik akhir Ruh itu.

"INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROJI'UN."

Suara tangis pecah dari dalam rumah dan luar rumah, segera semua bergerak cepat membereskan dan mempersiapkan. Aku juga dengan segera membersihkan seluruh tubuhnya dan membuka pembalutnya untuk yang terakir kalinya. Tetangga semua juga sangat sibuk walaupun saat itu waktu menunjukkan pukul 1 pagi, tapi mereka tidak ada yang tidur kembali. Bersyukur sekali mempunyai tetangga-tetangga yang sangat peduli.

Selamat jalan Istriku...

Lalu aku memanggil anakku yang saat itu berusia 3 tahun lebih, aku menjelaskannya secara perlahan dan mengajaknya untuk melihat Ibunya untuk yang terakhir kalinya.

"Nak, Ayah harap kamu mengerti, lihat Ibumu saat ini untuk terakhir ya Nak," tanya aku perlahan sambil memeluknya.

"Iya Ayah, Ibu kenapa Ayah," Bobo ya Ayah," jawab anakku dengan bahasa yang belum begitu jelas 

"Iya Nak, Ibu bobo dan besok akan dibawa kerumahnya," aku bingung menjelasknnya.

"Oh Ibu meninggal Yah," Subhanallah Anakku ternyata mengerti.

"Iya Nak, kamu pintar Nak, jangan lupa selalu doakan Ibu dan Ayah ya Nak, sepeti yang Ayah sudah ajarkan," ucapku sambil mengelus rambut anakku.

"Iya Ayah," jawabnya polos tanpa tangisan.

Semua orang yang melihat semakin terharu dan semakin pecah suara tangisan.

"Nak, sini kamu cium Ibu," aku memintanya tapi anakku takut.

"Takut Yah," jawabnya pelan.

"Ya sudah kalau gitu, kamu disini aja duduk ya, liat Ayah merapihkan Ibu," jawabku tidak memaksanya karena anakku sambil memegang botol susu.

Selamat jalan Istriku semoga Husnul Khotimah.

Pelajaran sangat berarti untuk diriku sendiri teringat saat kamu ucapkan, jika sembuh dari sakit Bunda tidak akan mengulur-ulur waktu Shalat, akan Ayah ingat Bunda.

Terima kasih sudah menjadi Istri yang sangat taat dan berbakti, selalu mengerti dan maafkan Ayah yang belum bisa banyak membahagiakan kamu.

Jodoh Maut dan Takdir sudah tertulis dan sudah digariskan, kita sebagai manusia hanya mampu terus berusaha dan memberikan yang terbaik pada Pencipta dan orang-orang tersayang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status