Share

Bab 2

Author: nurbangkrak
last update Last Updated: 2021-08-08 04:22:05

"Dia cemburu tandanya dia sayang, aku tidak menyalahkan dia", luah Nayla lagi. Sementara Zaid tersandar di kursi. Dia mendapati dirinya benar-benar hampa. Tapi, api kemarahan antara Zaid dengan Nando tak pernah benar-benar sampai pada klimaksnya. Fakta bahwa segalanya telah usai, meskipun ada beberapa teman yang mengatakan bahwa Zaid dan Nando tidak boleh bertatap muka secara langsung masih tetap membuat Nayla cemas. Ia khawatir jika suatu saat akan ada perkelahian yang disebabkan oleh dirinya. Dua hari setelah itu, Nayla terpeleset karena menuruni bukit. Zaid yang kebetulan sedang mengobrol dengan teman-temannya memapah Nayla bangun, kemudian memijat pegelangan kaki Nayla. Wajah Nayla meringis menahan sakit. Tanpa sadar, Nando lewat disitu dengan sepeda motornya. Dengan tergesa-gesa, ia turun dari motor. Mukanya mulai memerah. Zaid sudah keterlaluan! hajar dia! "Hei, Zaid! sudah berapa kali aku katakan, jangan ganggu Nayla." Zaid terkekeh mendengar ucapan Nando. Dia tak mempedulikan Nando dan masih tetap mengurut kaki Nayla. Sementara Nayla yang memperhatikan mereka mulai merasa serba salah.

"Siapa bilang aku ganggu dia? Aku cuma membantu mengobati kakinya yang terkilir". Zaid menjawab dengan santai. Nando semakin marah. Nayla mencoba menepis tangan Zaid tapi tidak dipedulikan sama sekali oleh Zaid. Beberapa mahasiswa yang kebetulan lewat disitu berhenti dan mulai memperhatikan pertengkaran Zaid dengan Nando. "Dengar ya Zaid, aku tak suka kau mengikuti Nayla pergi" Bentak Nando dengan geram. "Siapa juga yang mengikuti Nayla. Aku pikir, aku dengan Nayla berjodoh. Itu sebabnya kemana aku pergi, Nayla ada disitu. Tapi kamu? Kamu kemana saja?" Zaid mengejek Nando dengan sinis. Nando membulatkan matanya, dagunya menggeretak menahan geram yang kian memuncak. Dia menggigit bibirnya. "Jaga bicaramu Zaid!!" Nando menghampiri, Nayla memekik. Dia ingin menghentikan pertengkaran ini. Namun apa daya, dia tak mampu melakukannya. "Apa? Kau kira aku takut, hah? Kalau berani sini!" Buk! Zaid tersungkur tapi dia bangun lagi. Nampak darah segar menetes dari hidungnya, tapi dia masih bersabar. Dia tidak mau membalas Nando karena dia tahu betul jika itu dia lakukan, maka tak ada bedanya antara dirinya dengan Nando. Dan hal itu tentu akan membuat Nayla tak berpihak kepadanya.

Zaid menyeka darah yang mengalir dengan tengannya. "Oke Nando, jujur aku memang menyukai Nayla. Lebih tepatnya, aku mencintai Nayla. Dan aku tak peduli apapun yang akn kau katakan. Tenang dulu kawan, kau harus terima kenyataan ini." Ejek Zaid. "Tapi aku lebih dulu mengenal dia. Kau jangan bermimpi." Nayla menunduk kaku, tiba-tiba rasa malu menerpa dirinya jika dua pria tersebut berkelahi di muka umum. Kemana harus kusembunyikan muka ini? Nampak salah seorang mahasiswa yang memperhatikan kegaduhan tersebut menyeringai. Ya Tuhan, kalau ada satpam yang dipanggil untuk melerai, matilah mereka. "Sudah sudah, jangan ribut lagi. Apa kalian nggak malu jadi tontonan orang banyak ?" Nayla membentak, Zaid dan Nando saling berpandangan dengan sisa dendam yang masing-masing. "Malulah sedikit, ini tempat umum. Banyak orang berlalu lalang disini." Ujarnya dengan nada yang mulai merendah, mengharap pengertian dari Nando dan Zaid. Sedetik kemudian Zaid mulai mundur dan bergegas memunguti buku-bukunya yang tergeletak di tanah. Sedangkan Nando mendengus kesal dan mulai membantu Nayla bangun. Air mata Nayla hampir saja menetes.

"Malu kenapa Nay?"

"Malu lah, dilihatin banyak orang"

"Malu? Kenapa makan pun harus malu, kan ini bukan bulan Ramadhan." Hah..makan? Nayla baru tersadar dari lamunannya. Bayangan Zaid dan Nando hilang entah kemana. Muncul wajah Anita, Rena dan Fifi yang tersenyum manis. Wajah Fifi nampak bulat berseri. 'Jauhnya aku melamun', bisik hati Nayla. "Eh, kapan kamu sampai?" tegur Nayla dengan lembut. Fifi yang mudah tertawa itu pun langsung terpingkal sembari membetulkan kerudung yang ia pakai. Dalam pertemanan empat sekawan tersebut, hanya Fifi yang sudah menikah mendahului ketiga sahabatnya. Dan sekarang tengah mengandung anak pertamanya. "Ya Tuhan, mamah muda satu ini, sejak hamil bawaannya ketawa mulu. Buat jealous saja ih." Rena berseloroh sambil mencolek perut Fifi yang nampak mulai membuncit. Tingkah Rena kembali membuat Fifi tertawa. "Biar nggak jealous lagi, buruan nikah. Jangan tunggu lama-lama, bahaya!" Mereka berempat tertawa serempak. Sesaat Nayla pun terlupa akan masalah yang sedang merundung jiwanya. Dia tersenyum lalu menggelengkan kepala menyaksikan candaan sahabatnya tersebut. Sedetik kemudian Fifi meraih ayam goreng di depan Rena. "Kamu gimana Nay? Sudah ada titik terang?" Tanya Fifi singkat. Nayla mengangkat bahunya. Dia mengeluh dengan malas kemudian menatap Fifi lagi. "Entahlah Fi, aku belum dapat kerja lagi. Masih jadi pengacara. Pengangguran banyak acara." Jawab Nayla mencoba bergurau. Fifi tersandar dan terdiam. Nayla memainkan sedotan dengan jari telunjuknya. Sementara Anita dan Rena hanya terdiam seribu bahasa.

"Nay, sebenarnya ada yang mau bantu kamu.." Fifi bersuara pelan. Nayla mendongak, pandangan mereka bertemu satu sama lain. Dibenaknya terbayang sosok Arif, pemilik perusahaan arsitek yang terkenal di Semarang. Nayla mengatupkan bibir lembutnya. "Kau tahu kan siapa dia?" Fifi bertanya dan dibalas dengan anggukan oleh Nayla. "Kenapa kamu ceritakan masalah ini kepada dia? Aku nggak mau pertolongan dia."

"Awalnya aku juga nggak mau cerita Nay. Tapi waktu aku mau izin pulang awal hari ini, dia terus mendesak aku buat cerita. Dia bersimpati kepadamu Nay. Terima saja bantuan dari Arif, dia ikhlas kok" desak Fifi. Nayla menelan salivanya. "Seikhlas apapun dia, tetap saja suami orang. Aku nggak mau kalau nantinya dituduh yang bukan-bukan."

"Siapa yang mau menuduh kamu Nay. Istrinya juga nggak peduli dengan dia kok. Mereka itu cuma statusnya saja yang suami istri, tapi urusannya masing-masing." ujar Anita dengan bibir yang agak dimajukan. "Darimana kamu tahu Ann ?' tanya Rena penasaran. "Tahu dong, kakak aku kan sahabat baiknya Devi, istri Arif." Pernyataan Anita membuat Nayla kembali terdiam. 'Arif, kau tak pernah jemu untuk mendapatkan cintaku. Tapi...' belum selesai membatin, Fifi kembali bersuara "Nay, Arif mau ketemu kamu sore ini." Nayla terdiam sejenak lalu menjawab, "Ketemu...kapan?" "Sore ini, jam setengah lima di hotel Gumaya. Arif sungguh ingin ketemu kamu Nay, boleh ya? Kasihan dia Nay.." Nayla melenguh pelan lalu mengangguk perlahan.

"Oke, nanti kita bareng saja ya. Nanti aku mau ke Johar, bisa antar kamu dulu. Setuju?" Fifi tertawa mesra, diikuti anggukan Nayla sebagai tanda persetujuan. "Kita pergi sekarang aja yuk!" Ajak Fifi sembari menarik lengan baju Nayla. Sebagai jawaban, Nayla bangkit dari duduknya dengan malas sambil meraih tasnya. "Rena, Anita...Kita pergi dulu ya." Rena dan Anita hanya menjawab dengan anggukan.

Related chapters

  • Sekuntum Rindu   Bab 3

    Fifi mengemudikan mobilnya dengan hati-hati, apalagi dengan kondisinya yang tengah hamil seperti ini. Tak cukup keberanian untuk melajukan mobilnya dengan cepat. Nayla yang di sepanjang perjalanan membiarkan dirinya terdiam, hanya mendengarkan musik dari radio yang diputar didalam mobil itu. Pikirannya menerawang jauh entah kemana. Sesekali Fifi menoleh ke arah Nayla. Dia cukup bersimpati atas kondisi yang dialami sahabat baiknya tersebut. Dia tahu betul kisah hidup Nayla yang telah banyak menanggung penderitaan dan telah banyak berubah sekarang. Tubuhnya kian susut, wajahnya nampak pucat. Hanya senyumnya yang masih tetap sama seperti dahulu. Senyum yang membuat dua jagoan kampus memperebutkannya hingga terjadi baku hantam diantara mereka. Fifi tersenyum ketika mengenang hal itu. 'Ah! Nando dan Zaid sama-sama keras kepala. Tak seorang pun diantara mereka berdua yang sudi mengalah. Pada akhirnya, Nayla juga yang harus menanggung luka. Kasihan dia. Sejak hubungannya dengan Nan

    Last Updated : 2021-08-08
  • Sekuntum Rindu   Bab 4

    "Terus siapa dong, Iqbal? Dia itu ganteng banget lho!" "Buat apa ganteng kalau lebih pendek dari aku." Kali ini Nayla dan Fifi kompak untuk tertawa. Lucu rasanya, ketika mengenang sosok Iqbal. Lelaki yang lebih muda dan lebih pendek dari Nayla namun tetap coba memikat hati Nayla. Sebenarnya dia lelaki yang cukup menarik, dia tampan, kulitnya kuning langsat. Dia juga termasuk mahasiswa yang populer di kampus. Karena dia sosok yang aktif dengan organisasi pecinta alam. Seringkali ia melakukan kegiatan diluar ruangan. Yang paling sering adalah mendaki gunung. Karena alasan tersebutlah dia populer dikalangan mahasiswa yang lain. Hanya saja, dia memiliki tubuh yang pendek yang membuatnya tampak tak begitu menarik dimata Nayla. Pada akhirnya, dia harus menarik diri ketika Nando memberikan sedikit gertakan. "Halah Nay...aku tahu kau mencoba untuk menunggu Nando. Pria tampan idaman kaum hawa. Kenapa kamu masih mau menunggunya sih?" Mobil kembali melaju. "Aku antar sampai depan hotel

    Last Updated : 2021-08-08
  • Sekuntum Rindu   Bab 5

    "Nayla, kamu baik-baik saja?" tanya Arif setelah dilihatnya Nayla hanya diam membatu. Nayla menoleh ke Arif dengan lemah. Arif tahu, sinar matanya tak seceria dulu. "Nayla baik-baik saja kok Mas." Nayla mencoba melempar sebuah senyuman, walaupun ia tahu itu hanya senyum palsu. Arif yang mengenakan kemeja berwarna merah hati tersebut menunduk kemudian mearaih tas kulit yang diletakkannya di kursi yang ada disebelahnya. Ketika itu, seorang pramusaji kembali datang mengantarkan minum yang dipesan oleh Nayla. "Mas Arif tahu masalah Nayla dari Fifi, kenapa Nayla gak cerita sih?" Nayla menatap Arif dalam-dalam. Alunan musik tak lagi ia perhatikan. Dia seolah ingin mencari jawaban dalam diri lelaki berkulit kuning langsat tersebut. 'Duh! situasi ini begitu sulit.' desisnya dalam hati. "Kenapa Nayla diam?" "Nayla nggak mau menyusahkan Mas Arif. Itu saja." Hatinya begitu sukar untuk menjelaskan semuanya. 'Kau suami orang, Arif' bisik hatinya. Arif melenguh, "Kamu tidak menyusahkan Mas Arif,

    Last Updated : 2021-08-08
  • Sekuntum Rindu   Bab 6

    Di suatu sore, di sebuah kawasan perumahan mewah di Bukit Kendal Asri suasana nampak tenang dan nyaman. Dari balkon rumah Pak Abdi pemandangan sungguh nampak elok, dimana Gunung Ungaran, Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Gunung Andong terpapar dengan jelas. Nando yang sedang menghadap kopi panas dan kue coklat kesukaannya tengah berbincang dengan Ibu dan Ayahnya. Di sekitar tempatnya duduk terdapat susunan pot yang berisi bunga matahari. Nando tersenyum, 'biarpun aku tak disini selama empat tahun namun bunga ini tetap mekar. Ah! bunga kenangan yang mempesona. Nayla, bunga ini ibarat dirimu, walaupun tidak dalam jangkauan mata namun tetap ada dalam ingatan'. Kopi yang terletak dihadapan pun ia raih lalu perlahan ia hirup sambil melanjutkan gumaman nya dalam hati. 'Nayla, ini semua kesalahanku.' "Nando, kamu setuju atau tidak dengan tawaran Ayah untuk bekerja di perusahaan teman Ayah? Kalau setuju, nanti kita ngobrol bareng beliau," suara ayahnya memecah keheningan. Nando hany

    Last Updated : 2021-08-16
  • Sekuntum Rindu   Bab 7

    "Bagaimana dengan Tari, apa kamu sudah berteman dengan dia? Gimana orangya, baikkah?" Tanya Ibu Nando dengan nada menyelidik. Nando terpaku. Ya, Tari memang gadis yang baik, juga cantik. Tapi entahlah, Nando pun bingung untuk mendeskripsikan pandangannya. Tari adalah juniornya ketika dia melanjutkan studi di Australia, keluarga Nando berharap supaya Tari bisa menjadi menantu mereka dengan menjodohkan Nando dengan Tari. Hal yang sama juga berlaku untuk Tari, yang juga dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan Nando. Namun Nando merasa seperti ada yang tidak pas antara dia dengan Tari. Nando merasa bahwa Tari bukan untuknya. Seingatnya, hanya dua kali ia mengajak Tari keluar untuk makan bersama. Pertama, ketika hari ulang tahun Tari. Dan yang kedua saat gadis itu lulus SMA. Setelah itu, keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Hanya, kadang-kadang ketika Tari menghadapi masalah Nando akan membantu. Nando sendiri hanya menganggap dirinya sebagai Kakak untuk Tari. Tidak pernah ada ni

    Last Updated : 2021-08-16
  • Sekuntum Rindu   Prolog

    Berhenti kerja?? Gila!! Kemana lagi mau cari kerja di kota Semarang ini? Persaingan bukannya mudah. Tapi, aku kan ada ijazah. Keadaan ku juga tak begitu mendesak, Nayla bermonolog pada dirinya sendiri. Memang cuma aku saja yang punya ijazah, yang lain nggak punya, gitu? Dia menjatuhkan diri ke kursi, pikirannya sungguh kacau. Aduh! Rasanya ingin ia keluarkan semua beban yang memenuhi kepalanya. Dia tersandar di kursi, matanya tertancap pada layar komputer yang kaku didepannya. Diusapnya layar yang telah menemani dirinya sejak dua tahun lalu. Kemudian dia membuang pandangannya ke arah rekan-rekan kerjanya yang lain. Mereka juga sama seperti dirinya, murung dan nampak frustasi. Ya, siapapun pasti akan risau jika dalam keadaan seperti ini, Tahun baru tinggal menghitung hari dan kabar yang datang justru pemberhentian kerja dengan terpaksa. Gaji Nayla bulan ini pun sudah lewat bagai angin di bulan Agustus, sepoi namun cukup untuk membuatmu masuk angin. Sehingga, mau tak

    Last Updated : 2021-08-08
  • Sekuntum Rindu   PAUSE

    Nayla melangkah dengan hampa. Didalam tubuhnya seakan tertinggal satu rongga kosong yang tak terjamah. Kadang kala bila ia rasakan dapat membuatnya tumbang lalu merebah. Baju gamis hijau yang ia kenakan dibuai angin sore itu. Ketika dia menyusuri jalan di tepi sungai yang berdekatan dengan sebuah Masjid. Dia kemudian memandang ke arah yang berlawanan, sebuah toko atau lebih tepatnya gerai makanan yang sesak oleh pelanggan. Seketika itu ia sadar kalau perutnya belum terjamah oleh apapun sejak malam tadi. Dia kehilangan selera makannya. Dia meneruskan langkahnya sambil memeluk erat tas punggungnya. Beberapa ekor merpati nampak turun memungut sisa makanan kecil yang berurai di jalanan. Ketika melewati mereka, Nayla tersenyum pahit. Ia sudah menghubungi beberapa kantor penerbit dan media lokal untuk mencoba peruntungannya mencari pekerjaan, namun semuanya terasa percuma. "Maaf, kami sedang tidak membuka lowongan pekerjaan". Jawaban seragam yang ia dapat dari beberapa perusahaan.

    Last Updated : 2021-08-08
  • Sekuntum Rindu   Bab 1

    Banyak orang berlalu lalang dibawah sana, beragam gelagat bisa dilihat dan diperhatikan. Kebanyakan, remaja yang tengah asyik nongkrong. Dahulu, itu adalah bahan yang menjadi bahan tulisannya. Tapi sekarang? Dia menghela nafas, cukup dalam. 'Aku nggak boleh kalah, tidak untuk saat ini. Aku harus menang dalam perjuangan kali ini', batinnya lirih. Lalu disesapnya es tebu dihadapannya. "Makanlah Nay, kau ini makhluk hidup. Buat dirimu berharga". Luah Rena sambil memasukkan ayam goreng ke dalam mulutnya yang dihiasi lipstik berwarna merah jambu. Sejak dulu, Luna's cafe menjadi tempat favorit mereka sejak masih kuliah. Selain harga makanan yang ditawarkan relatif terjangkau, suasana disana sungguh mampu membuatnya lupa dengan segala keletihan hidup yang ia alami. "Kau dan Anita makan saja dulu, aku...aku tak lapar", ujar Nayla berdalih. Dia lebih suka melihat para remaja yang sedang berlalu lalang. 'Ah! mereka tak punya masalah seperti aku', dia tersenyum pahit. 'Masa sih, manusia ng

    Last Updated : 2021-08-08

Latest chapter

  • Sekuntum Rindu   Bab 7

    "Bagaimana dengan Tari, apa kamu sudah berteman dengan dia? Gimana orangya, baikkah?" Tanya Ibu Nando dengan nada menyelidik. Nando terpaku. Ya, Tari memang gadis yang baik, juga cantik. Tapi entahlah, Nando pun bingung untuk mendeskripsikan pandangannya. Tari adalah juniornya ketika dia melanjutkan studi di Australia, keluarga Nando berharap supaya Tari bisa menjadi menantu mereka dengan menjodohkan Nando dengan Tari. Hal yang sama juga berlaku untuk Tari, yang juga dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan Nando. Namun Nando merasa seperti ada yang tidak pas antara dia dengan Tari. Nando merasa bahwa Tari bukan untuknya. Seingatnya, hanya dua kali ia mengajak Tari keluar untuk makan bersama. Pertama, ketika hari ulang tahun Tari. Dan yang kedua saat gadis itu lulus SMA. Setelah itu, keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Hanya, kadang-kadang ketika Tari menghadapi masalah Nando akan membantu. Nando sendiri hanya menganggap dirinya sebagai Kakak untuk Tari. Tidak pernah ada ni

  • Sekuntum Rindu   Bab 6

    Di suatu sore, di sebuah kawasan perumahan mewah di Bukit Kendal Asri suasana nampak tenang dan nyaman. Dari balkon rumah Pak Abdi pemandangan sungguh nampak elok, dimana Gunung Ungaran, Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Gunung Andong terpapar dengan jelas. Nando yang sedang menghadap kopi panas dan kue coklat kesukaannya tengah berbincang dengan Ibu dan Ayahnya. Di sekitar tempatnya duduk terdapat susunan pot yang berisi bunga matahari. Nando tersenyum, 'biarpun aku tak disini selama empat tahun namun bunga ini tetap mekar. Ah! bunga kenangan yang mempesona. Nayla, bunga ini ibarat dirimu, walaupun tidak dalam jangkauan mata namun tetap ada dalam ingatan'. Kopi yang terletak dihadapan pun ia raih lalu perlahan ia hirup sambil melanjutkan gumaman nya dalam hati. 'Nayla, ini semua kesalahanku.' "Nando, kamu setuju atau tidak dengan tawaran Ayah untuk bekerja di perusahaan teman Ayah? Kalau setuju, nanti kita ngobrol bareng beliau," suara ayahnya memecah keheningan. Nando hany

  • Sekuntum Rindu   Bab 5

    "Nayla, kamu baik-baik saja?" tanya Arif setelah dilihatnya Nayla hanya diam membatu. Nayla menoleh ke Arif dengan lemah. Arif tahu, sinar matanya tak seceria dulu. "Nayla baik-baik saja kok Mas." Nayla mencoba melempar sebuah senyuman, walaupun ia tahu itu hanya senyum palsu. Arif yang mengenakan kemeja berwarna merah hati tersebut menunduk kemudian mearaih tas kulit yang diletakkannya di kursi yang ada disebelahnya. Ketika itu, seorang pramusaji kembali datang mengantarkan minum yang dipesan oleh Nayla. "Mas Arif tahu masalah Nayla dari Fifi, kenapa Nayla gak cerita sih?" Nayla menatap Arif dalam-dalam. Alunan musik tak lagi ia perhatikan. Dia seolah ingin mencari jawaban dalam diri lelaki berkulit kuning langsat tersebut. 'Duh! situasi ini begitu sulit.' desisnya dalam hati. "Kenapa Nayla diam?" "Nayla nggak mau menyusahkan Mas Arif. Itu saja." Hatinya begitu sukar untuk menjelaskan semuanya. 'Kau suami orang, Arif' bisik hatinya. Arif melenguh, "Kamu tidak menyusahkan Mas Arif,

  • Sekuntum Rindu   Bab 4

    "Terus siapa dong, Iqbal? Dia itu ganteng banget lho!" "Buat apa ganteng kalau lebih pendek dari aku." Kali ini Nayla dan Fifi kompak untuk tertawa. Lucu rasanya, ketika mengenang sosok Iqbal. Lelaki yang lebih muda dan lebih pendek dari Nayla namun tetap coba memikat hati Nayla. Sebenarnya dia lelaki yang cukup menarik, dia tampan, kulitnya kuning langsat. Dia juga termasuk mahasiswa yang populer di kampus. Karena dia sosok yang aktif dengan organisasi pecinta alam. Seringkali ia melakukan kegiatan diluar ruangan. Yang paling sering adalah mendaki gunung. Karena alasan tersebutlah dia populer dikalangan mahasiswa yang lain. Hanya saja, dia memiliki tubuh yang pendek yang membuatnya tampak tak begitu menarik dimata Nayla. Pada akhirnya, dia harus menarik diri ketika Nando memberikan sedikit gertakan. "Halah Nay...aku tahu kau mencoba untuk menunggu Nando. Pria tampan idaman kaum hawa. Kenapa kamu masih mau menunggunya sih?" Mobil kembali melaju. "Aku antar sampai depan hotel

  • Sekuntum Rindu   Bab 3

    Fifi mengemudikan mobilnya dengan hati-hati, apalagi dengan kondisinya yang tengah hamil seperti ini. Tak cukup keberanian untuk melajukan mobilnya dengan cepat. Nayla yang di sepanjang perjalanan membiarkan dirinya terdiam, hanya mendengarkan musik dari radio yang diputar didalam mobil itu. Pikirannya menerawang jauh entah kemana. Sesekali Fifi menoleh ke arah Nayla. Dia cukup bersimpati atas kondisi yang dialami sahabat baiknya tersebut. Dia tahu betul kisah hidup Nayla yang telah banyak menanggung penderitaan dan telah banyak berubah sekarang. Tubuhnya kian susut, wajahnya nampak pucat. Hanya senyumnya yang masih tetap sama seperti dahulu. Senyum yang membuat dua jagoan kampus memperebutkannya hingga terjadi baku hantam diantara mereka. Fifi tersenyum ketika mengenang hal itu. 'Ah! Nando dan Zaid sama-sama keras kepala. Tak seorang pun diantara mereka berdua yang sudi mengalah. Pada akhirnya, Nayla juga yang harus menanggung luka. Kasihan dia. Sejak hubungannya dengan Nan

  • Sekuntum Rindu   Bab 2

    "Dia cemburu tandanya dia sayang, aku tidak menyalahkan dia", luah Nayla lagi. Sementara Zaid tersandar di kursi. Dia mendapati dirinya benar-benar hampa. Tapi, api kemarahan antara Zaid dengan Nando tak pernah benar-benar sampai pada klimaksnya. Fakta bahwa segalanya telah usai, meskipun ada beberapa teman yang mengatakan bahwa Zaid dan Nando tidak boleh bertatap muka secara langsung masih tetap membuat Nayla cemas. Ia khawatir jika suatu saat akan ada perkelahian yang disebabkan oleh dirinya. Dua hari setelah itu, Nayla terpeleset karena menuruni bukit. Zaid yang kebetulan sedang mengobrol dengan teman-temannya memapah Nayla bangun, kemudian memijat pegelangan kaki Nayla. Wajah Nayla meringis menahan sakit. Tanpa sadar, Nando lewat disitu dengan sepeda motornya. Dengan tergesa-gesa, ia turun dari motor. Mukanya mulai memerah. Zaid sudah keterlaluan! hajar dia! "Hei, Zaid! sudah berapa kali aku katakan, jangan ganggu Nayla." Zaid terkekeh mendengar ucapan Nando. Dia tak mempedulika

  • Sekuntum Rindu   Bab 1

    Banyak orang berlalu lalang dibawah sana, beragam gelagat bisa dilihat dan diperhatikan. Kebanyakan, remaja yang tengah asyik nongkrong. Dahulu, itu adalah bahan yang menjadi bahan tulisannya. Tapi sekarang? Dia menghela nafas, cukup dalam. 'Aku nggak boleh kalah, tidak untuk saat ini. Aku harus menang dalam perjuangan kali ini', batinnya lirih. Lalu disesapnya es tebu dihadapannya. "Makanlah Nay, kau ini makhluk hidup. Buat dirimu berharga". Luah Rena sambil memasukkan ayam goreng ke dalam mulutnya yang dihiasi lipstik berwarna merah jambu. Sejak dulu, Luna's cafe menjadi tempat favorit mereka sejak masih kuliah. Selain harga makanan yang ditawarkan relatif terjangkau, suasana disana sungguh mampu membuatnya lupa dengan segala keletihan hidup yang ia alami. "Kau dan Anita makan saja dulu, aku...aku tak lapar", ujar Nayla berdalih. Dia lebih suka melihat para remaja yang sedang berlalu lalang. 'Ah! mereka tak punya masalah seperti aku', dia tersenyum pahit. 'Masa sih, manusia ng

  • Sekuntum Rindu   PAUSE

    Nayla melangkah dengan hampa. Didalam tubuhnya seakan tertinggal satu rongga kosong yang tak terjamah. Kadang kala bila ia rasakan dapat membuatnya tumbang lalu merebah. Baju gamis hijau yang ia kenakan dibuai angin sore itu. Ketika dia menyusuri jalan di tepi sungai yang berdekatan dengan sebuah Masjid. Dia kemudian memandang ke arah yang berlawanan, sebuah toko atau lebih tepatnya gerai makanan yang sesak oleh pelanggan. Seketika itu ia sadar kalau perutnya belum terjamah oleh apapun sejak malam tadi. Dia kehilangan selera makannya. Dia meneruskan langkahnya sambil memeluk erat tas punggungnya. Beberapa ekor merpati nampak turun memungut sisa makanan kecil yang berurai di jalanan. Ketika melewati mereka, Nayla tersenyum pahit. Ia sudah menghubungi beberapa kantor penerbit dan media lokal untuk mencoba peruntungannya mencari pekerjaan, namun semuanya terasa percuma. "Maaf, kami sedang tidak membuka lowongan pekerjaan". Jawaban seragam yang ia dapat dari beberapa perusahaan.

  • Sekuntum Rindu   Prolog

    Berhenti kerja?? Gila!! Kemana lagi mau cari kerja di kota Semarang ini? Persaingan bukannya mudah. Tapi, aku kan ada ijazah. Keadaan ku juga tak begitu mendesak, Nayla bermonolog pada dirinya sendiri. Memang cuma aku saja yang punya ijazah, yang lain nggak punya, gitu? Dia menjatuhkan diri ke kursi, pikirannya sungguh kacau. Aduh! Rasanya ingin ia keluarkan semua beban yang memenuhi kepalanya. Dia tersandar di kursi, matanya tertancap pada layar komputer yang kaku didepannya. Diusapnya layar yang telah menemani dirinya sejak dua tahun lalu. Kemudian dia membuang pandangannya ke arah rekan-rekan kerjanya yang lain. Mereka juga sama seperti dirinya, murung dan nampak frustasi. Ya, siapapun pasti akan risau jika dalam keadaan seperti ini, Tahun baru tinggal menghitung hari dan kabar yang datang justru pemberhentian kerja dengan terpaksa. Gaji Nayla bulan ini pun sudah lewat bagai angin di bulan Agustus, sepoi namun cukup untuk membuatmu masuk angin. Sehingga, mau tak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status