Setelah kepergian ulat bulu satu itu, Regan memeriksa isi bekal makan siangnya. Lelaki itu tersenyum manis lalu mulai mengirim pesan kepada Reina.[Terima kasih makan siangnya, Sayang.]Regan menanti balasan pesan dari Reina sambil menikmati makanan yang ada di depannya. Berkat makan siang itu, moodnya kembali membaik.“Semoga Pak Regan suka dengan makanannya. Maaf tidak bisa datang sendiri. Apakah Kak Amel berbuat macam-macam kepada Bapak, hem?”Balasan pesan dari Reina sukses membuat Regan senyum-senyum. Ia senang jika istrinya cemburu.[Makanannya sangat enak. Kamu sangat mengerti jika aku merindukan masakan kamu. Apalagi orangnya. Amel ke sini meminta uang karena aku belum sempat mengirimkan uang untuknya dan untuk kebutuhan keluarga.]Reina merasa tidak enak hati kepada Regan. Tetapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.“Maafkan Reina ya Pak Regan. Keluarga Reina jadi memanfaatkan Bapak.”[Kenapa harus meminta maaf? Ini semua sudah janjiku. Aku juga sudah mengirimkan uang untukmu.
Regan memeriksa ponselnya yang sejak tadi berdering. Ia mendapatkan laporan dari anak buahnya.“Astaga, aku sampai melupakan tentang hal ini. Sebaiknya aku segera ke sana sekarang.”Regan segera meninggalkan ruangannya. Ia berkendara dengan kecepatan sedang.***Setelah Xavier mengantarkan mamanya pulang ke mansion, ia memilih untuk kembali ke rumah yang lama. Rumah yang rencananya akan ia tinggali bersama istri barunya nanti.Meski Xavier kini sangat membenci Justin, namun ia sadar membutuhkan harta dari lelaki itu.Xavier merasa hampir gila. Ia mulai menjalani kehidupan seperti dulu. Menghabiskan waktunya dengan bermain wanita dan mabuk-mabukan.“Aku benci kamu, Justin keparat! Berani sekali menduakan mamaku!” Xavier berteriak. Membuang botol yang kosong ke dinding kamar.Sementara Justin baru saja berpamitan dengan Kimberly. Ia harus mengambil sesuatu di rumah lamanya.“Jika ada apa-apa, segera hubungi aku.”Setelah berkendara cukup lama, akhirnya Regan sampai di tempat yang dituju
Regan harus pulang ke rumah lagi. Ia mendapat kabar dari Bi Nita jika mamanya berusaha untuk bunuh diri. CEO tampan itu melajukan mobilnya sangat kencang. Ia ingin segera tiba di rumah. Regan berlari menuju kamar setelah sampai di depan rumahnya. “Bi ... apa yang terjadi?” tanya Regan merasa gelisah. Rupanya Dokter Morgan sudah tiba di terlebih dahulu dan memberikan obat penenang untuk Olivia. “Bagaimana bisa terjadi, Bi?” Regan bertanya lagi kepada Bi Nita. “Tadi bibi bermaksud mengupaskan buah buat Nyonya Olivia. Tetapi tiba-tiba Beliau datang dari belakang dan merebut pisaunya. Untung bibi bisa bergerak dengan cepat.” “Syukurlah, Bi. Lain kali lebih berhati-hati lagi ya, Bi.” Dokter Morgan keluar dari kamar. Ia pun ikut merasa khawatir. “Mama kamu sudah tertidur. Pak Regan yang sabar, ya?” Dokter itu terlihat sangat sabar dan peduli terhadap keluarga Regan. Sejak dulu dia memang menjadi dokter kepercayaan. Hanya saja lelaki tampan itu masih betah menjomblo sampai sekarang
“Aku katakan kepadamu, Sayang. Kamu tidak perlu meminta maaf. Justru seharusnya aku yang minta maaf. Aku beberapa kali mengabaikan panggilan darimu.” Regan mengecup singkat bibir sang istri. “Oh, iya. Pokoknya besok gantian aku yang memberikan hadiah kepadamu. Masak iya belanja cuma buat keluarga? Rugi, dong!”“Pak Regan!” Reina mencubit pinggang suaminya. Membuat Regan menjerit karena refleks.“Apakah ada masalah? Sehingga membuat suamiku yang paling ganteng ini mengabaikan pesan-pesan dan panggilan dariku? Hem?” Reina menyatukan hidungnya pada hidung Regan. Membuat lelaki itu tersenyum gemas.“Ada yang ingin aku sampaikan kepadamu, Sayang. Ini tentang Mama.”“Mama? Maksud Bapak?” Reina tidak paham apa maksud ucapan dari suaminya itu.“Sayang ... Mama Olivia masih hidup. Mama kita.” Regan terlihat sedih. Ia mengingat kembali bagaimana mamanya disekap di dalam gudang.“Selama ini Papa menyembunyikan Mama. Dia menyebarkan informasi bahwa Mama sudah meninggal. Itu agar dia bisa menikahi
“Wah, Pak Regan tenang saja. Nyonya Olivia sudah tidak ngamuk lagi tadi. Setelah makan dan minum obat, Nyonya langsung tidur.” Regan mengajak Reina untuk melihat keadaan mamanya. Benar saja, wanita paruh baya itu tampak tertidur dengan sangat lelap. Reina memandangi lekat-lekat raut wajah Olivia. Ia berharap setelah ini bisa menemukan sosok ibu yang baik hati. “Ternyata wajah Pak Regan sangat mirip dengan Mama.” “Benarkah itu?” Regan mendekatkan wajahnya. “Eh, mau ngapain?” Reina langsung mengulurkan tangannya di depan wajah sang suami. “Sayang ... sekarang sudah saatnya.” Regan menutup pintu kamar sang mama dengan sangat pelan. Dengan gerakan tiba-tiba, lelaki itu langsung mengangkat tubuh sang istri ala bridal style. Hampir saja Reina berteriak. Untung saja masih bisa ia tahan. Tentu wanita itu tidak mau menganggu ketenangan tidur Olivia dengan teriakannya. Regan membaringkan tubuh Reina dengan perlahan. “Sayang .. semoga setelah ini kau segera hamil. Pasti Mama sangat senang
“Iya ... kamu sangat cantik, Sayang. Tidak salah Regan memilih kamu menjadi istrinya.” Tangan Olivia terulur mengusap rambut Reina. Regan tersenyum senang. Begitupun Reina yang tak menyangka jika sang mama mertua kini sedang memujinya. “Sayang ... jangan menunduk terus, dong!” peringat Regan merasa gemas. Reina tersenyum malu-malu. Ia melirik ke arah Regan hingga suaminya tersebut baru ingat niat mereka datang ke rumah itu. “Kalau begitu kita makan sama-sama ya, Ma?” ajak Regan kepada Olivia. “Iya, Sayang.” Reina membantu memapah tubuh sang mama sampai ke meja makan. “Mari makan,” ucap Regan bersemangat. Ia membatin di dalam hatinya. ‘Ini seperti masakan Reina. Sangat lezat.’ Olivia terlihat lahap saat makan. Membuat Reina merasa bahagia. “Makanan sangat lezat. Apakah kamu yang memasak, Sayang?” tanya Olivia kepada Reina. Reina merasa heran. Ia pikir Olivia tidak akan menyadari jika dirinya yang telah memasak semua makanan itu. Wanita itu pun menganggukkan kepalanya. “Iya,
Reina menggelengkan kepalanya. “Tidak, Pak. Bapak tidak perlu mengatakannya lagi. Reina juga salah. Reina sudah membuat pekerjaan menjadi terbengkalai.”“Reina ... aku benar-benar minta maaf. Terima kasih, sudah selalu setia di sampingku. Setelah ini aku akan berusaha untuk lebih sabar lagi.”Reina menganggukkan kepalanya. Kemudian ia menunjukkan sesuatu kepada Regan.“Pak Regan, ini semua laporan yang Bapak butuhkan untuk rapat dewan direksi nanti siang. Saya juga sudah mengatur ulang jadwal Bapak agar tidak ada gangguan,” kata Reina kembali ke mode profesional.“Reina ... sebenarnya aku sedang tidak membutuhkan ini sekarang. Aku ingin fokus pada jadwal presentasi investor besok,” balas Regan yang mulai adu argumen lagi dengan sekretarisnya itu.Reina kembali dibuat naik darah. Tetapi ia mencoba tetap tenang. “Pak Regan, tolong dengarkan Reina. Rapat dewan direksi juga sangat penting. Kita perlu memastikan semua laporan lengkap dan siap untuk dibahas.”Regan mendongak dengan tatapan
“Rahasia,” ucap Reina seraya berlari meninggalkan Regan. “Sayang, tunggu. Jangan berlarian seperti anak kecil.” Regan geleng-geleng kepala. Merasa gemas dengan sikap istrinya. Reina duduk di bawah pohon. Menanti kedatangan Regan dengan tidak sabar. “Ayo dong, Pak. Buruan ke sini. Reina sudah haus.” Wanita itu berbicara sambil tangannya menyentuh tenggorokan. Mengisyaratkan bahwa dirinya benar-benar ingin minum yang segar-segar. Regan datang lalu menyentil kening istrinya. “Siapa suruh lari-lari, hem?!” Reina hanya tersenyum cengengesan. Memamerkan giginya yang putih dan rapi. *** Restoran “L'Amour” baru saja dibuka di seberang jalan dari kantor mereka. Restoran itu terkenal dengan menu modern dan suasana yang nyaman. Regan dan Reina memutuskan untuk mencoba tempat baru tersebut. Mereka bergandengan tangan menyeberangi jalan yang ramai menuju pintu restoran dengan perasaan penuh harap. “Selamat siang, selamat datang di restoran L'Amour,” sambut seorang pelayan muda dengan sen