Kira-kira Olivia kasih restu nggak ya?????
“Iya ... kamu sangat cantik, Sayang. Tidak salah Regan memilih kamu menjadi istrinya.” Tangan Olivia terulur mengusap rambut Reina. Regan tersenyum senang. Begitupun Reina yang tak menyangka jika sang mama mertua kini sedang memujinya. “Sayang ... jangan menunduk terus, dong!” peringat Regan merasa gemas. Reina tersenyum malu-malu. Ia melirik ke arah Regan hingga suaminya tersebut baru ingat niat mereka datang ke rumah itu. “Kalau begitu kita makan sama-sama ya, Ma?” ajak Regan kepada Olivia. “Iya, Sayang.” Reina membantu memapah tubuh sang mama sampai ke meja makan. “Mari makan,” ucap Regan bersemangat. Ia membatin di dalam hatinya. ‘Ini seperti masakan Reina. Sangat lezat.’ Olivia terlihat lahap saat makan. Membuat Reina merasa bahagia. “Makanan sangat lezat. Apakah kamu yang memasak, Sayang?” tanya Olivia kepada Reina. Reina merasa heran. Ia pikir Olivia tidak akan menyadari jika dirinya yang telah memasak semua makanan itu. Wanita itu pun menganggukkan kepalanya. “Iya,
Reina menggelengkan kepalanya. “Tidak, Pak. Bapak tidak perlu mengatakannya lagi. Reina juga salah. Reina sudah membuat pekerjaan menjadi terbengkalai.”“Reina ... aku benar-benar minta maaf. Terima kasih, sudah selalu setia di sampingku. Setelah ini aku akan berusaha untuk lebih sabar lagi.”Reina menganggukkan kepalanya. Kemudian ia menunjukkan sesuatu kepada Regan.“Pak Regan, ini semua laporan yang Bapak butuhkan untuk rapat dewan direksi nanti siang. Saya juga sudah mengatur ulang jadwal Bapak agar tidak ada gangguan,” kata Reina kembali ke mode profesional.“Reina ... sebenarnya aku sedang tidak membutuhkan ini sekarang. Aku ingin fokus pada jadwal presentasi investor besok,” balas Regan yang mulai adu argumen lagi dengan sekretarisnya itu.Reina kembali dibuat naik darah. Tetapi ia mencoba tetap tenang. “Pak Regan, tolong dengarkan Reina. Rapat dewan direksi juga sangat penting. Kita perlu memastikan semua laporan lengkap dan siap untuk dibahas.”Regan mendongak dengan tatapan
“Rahasia,” ucap Reina seraya berlari meninggalkan Regan. “Sayang, tunggu. Jangan berlarian seperti anak kecil.” Regan geleng-geleng kepala. Merasa gemas dengan sikap istrinya. Reina duduk di bawah pohon. Menanti kedatangan Regan dengan tidak sabar. “Ayo dong, Pak. Buruan ke sini. Reina sudah haus.” Wanita itu berbicara sambil tangannya menyentuh tenggorokan. Mengisyaratkan bahwa dirinya benar-benar ingin minum yang segar-segar. Regan datang lalu menyentil kening istrinya. “Siapa suruh lari-lari, hem?!” Reina hanya tersenyum cengengesan. Memamerkan giginya yang putih dan rapi. *** Restoran “L'Amour” baru saja dibuka di seberang jalan dari kantor mereka. Restoran itu terkenal dengan menu modern dan suasana yang nyaman. Regan dan Reina memutuskan untuk mencoba tempat baru tersebut. Mereka bergandengan tangan menyeberangi jalan yang ramai menuju pintu restoran dengan perasaan penuh harap. “Selamat siang, selamat datang di restoran L'Amour,” sambut seorang pelayan muda dengan sen
Reina tersenyum bangga melihat keberanian suaminya. Ia langsung menggamit lengan CEO tampan itu. “Pak Regan sangat hebat. Reina jadi pengen seperti Bapak.” “Siapa dulu istrinya.” Regan menjawil dagu Reina. Mereka berdua pun berjalan beriringan untuk kembali ke kantor. Tiba di kantor, keduanya segera menuju lift. Reina mendekati Regan. Memastikan tidak ada luka di bagian tubuhnya. “Aku tidak apa-apa, Sayang. Tidak perlu khawatir seperti ini.” Reina kembali memamerkan senyuman termanisnya. “Pak Regan, ada yang ingin Reina sampaikan.” Wanita itu terlihat malu-malu. “Ada apa istriku, Sayang? Katakan saja. Apa yang kamu inginkan, hem?” “Melihat ibu-ibu tadi tidak bisa melawan, Reina jadi ingin mempelajari ilmu bela diri. Bolehkah Reina ikut kelas bela diri? Tae kwon do misalnya,” ungkap Reina jujur. Regan memperhatikan penampilan istrinya dari atas sampai bawah. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu lelaki itu berucap dengan tenang. “Tentu saja boleh, Sayang. Kamu
Pada hari Jum'at sore, Jeffan mengajak Amira untuk tinggal di rumahnya. Awalnya sang istri menolak, tetapi karena dibujuk ibunya maka Amira pun menurut saja. Tidak banyak pakaian yang Amira bawa. Rencananya wanita itu akan sering-sering pulang ke rumah Rosidah jika merasa bosan. Jeffan tak membantah. Ia cukup tahu diri. Ia akan mencoba dengan perlahan agar Amira mau membuka hati untuknya. Keesokan harinya, Jeffan berniat untuk mengajak sang istri jalan-jalan menikmati malam Minggu bersama di luar. Akan tetapi Amira masih saja menolak dengan berbagai alasan. Jeffan hampir frustasi dibuatnya. Ia memilih untuk membaca surat kabar sambil minum kopi. Namun siapa sangka, beberapa detik kemudian Jeffan dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang tak pernah ia sangka sebelumnya. *** Angel berdiri di depan pintu rumah Jeffan dengan hati yang berdebar-debar. Ia menarik napas panjang. Wanita itu mencoba menenangkan dirinya sendiri. Sejak ia terakhir kali bertemu Jeffan waktu itu, perasaa
Hari Minggu telah tiba. Pagi yang sangat cerah namun terasa lebih sibuk dari biasanya bagi Regan. Sebagai seorang CEO, ia jarang sekali harus bekerja di akhir pekan, namun hari ini adalah pengecualian. Ada rapat penting dengan klien internasional yang tidak bisa ditunda. Dan Regan tahu bahwa kehadirannya sangat dibutuhkan.Reina sedang bersiap-siap untuk kelas Taekwondo-nya, mengenakan seragam latihan dengan semangat yang membara. Hari itu adalah hari pertamanya. Regan menepati janjinya untuk mengizinkan Reina mengambil kelas taekwondo.Mereka berdua berada di ruang makan menikmati sarapan ringan sambil berbincang tentang rencana hari itu.“Aku masih merasa tidak enak hati karena harus meninggalkanmu sendiri untuk kelas hari ini,” ucap Regan seraya menyendokkan sereal ke dalam mulutnya.Reina tersenyum lembut. “Tidak apa-apa Pak Regan, Sayang. Aku mengerti. Pekerjaan adalah nomor satu. Lebih penting dari sekedar menemani Reina di tempat latihan. Dan seharusnya Reina yang minta maaf
“Bagaimana kalau kita menonton film saja? Atau mengajak Mama Olivia jalan-jalan di luar. Bagaimana menurutmu, Sayang?” tanya Regan meminta pendapat istrinya.Reina berpikir sejenak. Lalu ia tersenyum kepada Regan.“Reina pikir kita lebih baik mengajak Mama Olivia jalan-jalan, Pak Regan. Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu bersama di luar. Pasti Mama akan senang.”Regan pun mengangguk setuju. “Baiklah, kita bisa pulang sebentar dan menjemput Mama sekarang. Aku juga yakin jika Mama nanti pasti mau.”“Reina harap ini akan membantu Mama merasa lebih baik. Reina ingin membuat Mama selalu tersenyum.”“Terima kasih tas kepedulianmu, Sayang.” Regan mengelus lembut kepala istrinya. Ia tersenyum dan kembali berucap, “Aku ingin Mama segera bisa melupakan papa dan hidup nyaman bersama kita.”Mereka pun segera masuk ke dalam mobil untuk pulang ke rumah.Beberapa menit kemudian setelah mereka sampai di rumah, keduanya langsung mencari keberadaan sang mama.Regan dan Reina melihat Mama Olivia s
Regan masih bisa mendengar ucapan Justin meski lirih. Sepertinya lelaki itu memang sengaja memanas-manasi sang mama. “Mama, ayo kita pergi dan duduk sejenak di sana,” ajak Regan seraya merangkul mamanya. Tiada penolakan dari Olivia. Mereka bertiga pun duduk sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah melihat Olivia merasa tenang, Regan mengajak sang mama dan Reina untuk pergi ke kafe favorit yang dulu pernah menjadi langganan sang mama. Mereka tiba di depan sebuah kafe yang kecil namun terlihat nyaman. Kafe itu dihiasi dengan dekorasi vintage yang menawan dan aroma kopi yang menggoda. Mereka duduk di meja dekat jendela. Memesan kue dan minuman hangat. Pelayan kafe, yang sudah mengenal Olivia begitu terkejut melihat wanita paruh baya itu. Hal itu membuat Regan mendekat. “Mama memang masih hidup. Nanti akan aku ceritakan semuanya.” Pelayan itu mengangguk paham. Ia menyambut Olivia dengan ramah. “Selamat datang kembali, Nyonya Olivia. Apa yang bisa saya tawarkan hari ini?