Regan dan Reina mengikuti Adrian ke kamar Daniel. Mereka menemukan seorang pria tua yang terbaring di tempat tidur. Ia tampak lemah namun matanya masih bersinar penuh cinta.“Bang Daniel,” panggil Adrian dengan lembut. “Ada yang ingin bertemu denganmu.”Daniel membuka matanya dan menatap Regan dan Reina. Air mata mulai mengalir di wajahnya. “Regan? Reina? Benarkah ini kalian?”Regan mendekat dan menggenggam tangan Daniel. “Ya, Papa. Ini kami. Kami datang untuk menemukanmu.”Daniel menangis bahagia. “Aku sangat merindukan kamu Regan. Maafkan aku telah meninggalkan kamu.”Reina ikut menangis dan memeluk Daniel. “Kami sudah memaafkanmu, Papa. Yang penting sekarang kita bisa bertemu lagi.”Pertemuan itu penuh dengan air mata dan keharuan. Mereka berbicara sepanjang malam, mengisi kekosongan yang telah lama tercipta. Daniel menceritakan semua yang terjadi selama bertahun-tahun.Regan dan Reina mendengarkan dengan penuh perhatian.Namun di tengah kebahagiaan itu, Regan merasa ada sesuatu y
Tiba di kantor, Regan baru mengerti bahwa dirinya mendapatkan kabar dari tim HR tentang Amel. Ternyata Amel telah menyebarkan rumor tidak benar tentang hubungan mereka di kantor yang membuat situasi semakin rumit. Regan tahu bahwa ia harus menyelesaikan masalah ini dengan cepat. CEO tampan itu memutuskan untuk berbicara langsung dengan tim HR dan memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk menghentikan penyebaran rumor tersebut. “Di sini aku ingin memastikan bahwa tidak ada lagi rumor tidak benar yang beredar di kantor. Kita harus menjaga profesionalisme dan integritas perusahaan,” ujar Regan dengan tegas dalam rapat bersama tim HR. “Baik, Pak Regan. Kami akan segera menangani masalah ini dan memastikan tidak ada lagi yang menyebarkan rumor tersebut,” jawab salah satu anggota tim HR. Regan merasa sedikit lega setelah rapat itu, tetapi dia tahu bahwa dampak dari rumor tersebut bisa saja mempengaruhi hubungan antara dia dan Reina. *** Setelah selesai rapat, Regan langsung
Reina mencoba mengumpulkan keberanian. “Pak Regan, aku … aku hamil.” Sejenak dunia seolah berhenti berputar. Regan memandang Reina dengan mata terbelalak, kemudian senyumnya perlahan melebar menjadi tawa bahagia. “Apa? Reina, kamu hamil? Ini … ini sungguh luar biasa! Kabar yang sangat mengejutkan sekaligus membahagiakan.” Suara Regan penuh dengan kegembiraan yang tulus. Reina mengangguk. Air mata kebahagiaan mulai mengalir di pipinya. “Iya, Pak Regan. Reina sudah menanti saat-saat seperti ini. Aku sangat senang, Pak Regan. Reina berharap Bapak juga begitu.” Regan tidak bisa menahan diri. Dia menarik Reina ke dalam pelukannya. Mendekapnya erat dengan rasa syukur yang mendalam. “Aku lebih dari sekedar senang, Reina. Ini adalah berita terbaik yang pernah aku dengar. Kamu dan calon buah hati kita adalah segalanya bagiku.” Mereka berdua duduk sambil berpelukan erat di bawah langit malam yang bertabur bintang. Perasaan cinta dan kebahagiaan mengalir di antara mereka. Membuat
Regan mengangguk dengan penuh keyakinan. “Aku akan berbicara dengan Mama. Aku yakin dia akan mengerti dan mungkin juga justru merasa senang mendapat waktu istirahat sendiri.”Reina pun mengangguk setuju.Setelah makan malam selesai Regan mengantarkan Reina ke kamarnya. Setelah itu Regan menemui sang mama. Ia berbicara dengan Olivia mengenai rencana mereka. “Mama, aku dan Reina berencana untuk pergi berlibur sejenak. Kami pikir ini waktu yang tepat untuk menikmati kebersamaan sebelum calon buah hati kami lahir.”Olivia tersenyum senang. “Itu ide yang bagus, Regan. Kalian berdua memang membutuhkan waktu untuk bersantai. Jangan khawatirkan mama. Mama di sini akan baik-baik saja ditemani Bi Nita.”Regan merasa lega mendengar persetujuan Olivia. “Terima kasih, Mama. Reina pasti akan senang mendengar hal ini. Kami akan memastikan semuanya diatur dengan baik sebelum berangkat.”Regan segera kembali ke kamar. Ia ikut berbaring di samping istrinya. Sebelum lelaki itu tertidur, ia mengecup ke
Reina tersenyum. “Reina merasa baik, Mama. Terima kasih sudah selalu ada untukku.” Olivia memegang tangan Reina dengan lembut. “Kamu tahu, Mama sangat senang melihatmu bahagia. Kamu dan Regan akan menjadi orang tua yang luar biasa.” “Terima kasih, Mama. Aku juga merasa sangat beruntung memiliki keluarga yang selalu mendukungku.” Ketika malam tiba, Regan pulang lebih awal seperti biasanya. Ia disambut oleh Reina dan Olivia dengan senyum hangat. “Selamat datang di rumah Sayang,” ucap Reina sambil mencium pipi Regan. “Terima kasih, Reina. Bagaimana harimu?” tanya Regan seraya mengelus lembut perut istrinya. “Hari ini baik. Aku berlatih yoga dan berjalan-jalan di taman. Mama selalu memastikan aku baik-baik saja.” Reina tersenyum. “Kalau begitu sebaiknya sekarang kita beristirahat,” ajak Regan ke kamar. Keesokan harinya Regan dan Reina pergi ke klinik bersama-sama. Dokter menyambut mereka dengan senyum ramah dan mulai melakukan pemeriksaan. “Semua tampak baik-baik saja. Bay
Dalam beberapa hari Regan telah mengatur segala sesuatunya untuk perjalanannya dengan Reina. Dia memilih sebuah vila di tepi pantai yang tenang dan indah, jauh dari hiruk-pikuk kota. Tempat itu sempurna untuk mereka berdua melepas penat dan menikmati momen-momen kebersamaan. Saat pagi keberangkatan tiba, Reina dan Regan berkemas dengan penuh semangat. “Aku tidak sabar untuk melihat tempat itu,” ucap Reina sambil memeriksa kembali barang-barang yang mereka bawa. “Aku yakin kamu akan menyukainya. Tempatnya sangat indah dan damai,” balas Regan sambil memasukkan koper ke dalam mobil. Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada Olivia, mereka pun berangkat. Perjalanan penuh dengan canda tawa dan obrolan ringan. Reina merasa lebih dekat dengan Regan dari sebelumnya. Mereka berhenti beberapa kali untuk menikmati pemandangan sepanjang jalan. Membuat perjalanan mereka semakin menyenangkan. Setibanya di vila, mereka disambut oleh angin sepoi-sepoi dan suara deburan ombak yang menenan
“Amel? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Regan dengan nada terkejut. Amel berdiri perlahan, wajahnya terlihat tegang. “Aku harus bicara dengan kalian berdua. Ini penting.” Reina dan Regan saling berpandangan, kebahagiaan mereka seketika berubah menjadi kekhawatiran. Mereka berjalan masuk ke ruang tamu, perasaan cemas mulai merayap di hati mereka. “Ada apa, Kak Amel?” tanya Reina dengan suara lembut namun waspada. Amel menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. “Aku hamil, Reina. Dan anak ini adalah anak Regan.” Kata-kata itu menghantam mereka seperti petir di siang bolong. Reina merasakan dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Matanya terbuka lebar, napasnya terasa sesak. “Kak Amel ... hamil?” Suara Reina bergetar. Sulit mempercayai apa yang baru saja ia dengar. “Tidak. Ini semua tidak benar, Reina.” Regan angkat bicara. Ia mencoba untuk menenangkan istrinya. “Aku tidak tahu apa yang terjadi malam itu. Aku tidak ingat apa-apa. Tetapi aku yakin jika aku tidak pernah melakuk
Malam itu sangat sepi dan sunyi. Reina duduk di tepi tempat tidur, memandangi Regan yang tertidur lelap. Air mata mengalir di pipinya, menyadari bahwa hatinya sudah terlalu lelah untuk terus berjuang. Setelah hampir seminggu Regan belum mendapatkan bukti yang bisa membersihkan namanya, Reina merasa tidak ada harapan lagi. Dengan perasaan campur aduk, ia mengambil pena dan kertas. Lalu menulis sebuah surat yang menyakitkan namun perlu. --- Pak Regan yang aku cintai, Aku sudah mencoba untuk bertahan, untuk percaya bahwa kita bisa melalui semua ini bersama. Namun hatiku terlalu lelah. Aku tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian dan keraguan. Aku ingin kau bahagia, Pak Regan. Mungkin Kak Amel adalah jalanku untuk memberikanmu kebahagiaan itu. Aku akan pergi dan aku mohon, jangan mencariku. Segeralah ceraikan aku dan menikahlah dengan Kak Amel. Aku harap kamu bisa menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang layak Bapak dapatkan. Selamat tinggal, cintaku. Reina. --- Dengan ta
Hari pernikahan Xavier dan Karin telah tiba. Udara pagi terasa segar dan cerah, seakan menyambut kebahagiaan yang akan segera berlangsung. Keluarga dan sahabat berkumpul di sebuah taman indah yang telah dihias dengan bunga-bunga warna-warni dan lampu-lampu gemerlapan. Suasana penuh dengan tawa dan senyum. Regan dan Reina tiba lebih awal bersama bayi kembar mereka, Alana dan Bianca, yang tertidur pulas di kereta dorong. Mereka disambut oleh Olivia dan Danny yang sudah tak sabar menantikan momen bahagia itu. “Aku tak percaya Xavier akhirnya menemukan kebahagiaan bersama Karin,” ucap Reina dengan mata berkaca-kaca. “Dia memang pantas mendapatkannya,” jawab Regan sambil tersenyum, merangkul Reina yang terlihat anggun dalam gaun biru muda. “Kita semua pantas bahagia.” Tak lama kemudian, para tamu mulai berdatangan. Leon, mantan pacar Reina dan Karin juga hadir dengan pasangan barunya. Mereka tampak sangat bahagia, saling berpegangan tangan dan tertawa bersama. Leon menghampiri Reg
Tanpa disangka, suatu hari Regan menemukan fakta baru yang mengejutkan. Saat itu, dia sedang bekerja di ruangannya. Berkas-berkas tersebar di atas meja ketika ponselnya berdering. Panggilan itu berasal dari salah satu anak buah kepercayaannya. “Ada apa, Roni?” tanya Regan sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. “Ada perkembangan baru, Pak Regan. Kami berhasil melacak beberapa transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan Shadow Phoenix. Dan yang mengejutkan, ada keterlibatan Alex Ricardo di dalamnya,” lapor Roni. Regan terdiam sejenak, mencerna informasi tersebut. “Apa kamu yakin? Alex Ricardo? Bukankah dia masih berada di dalam penjara?” “Betul, Pak. Tapi tampaknya dia masih mengendalikan beberapa hal dari dalam penjara. Kami menemukan bukti bahwa beberapa anak buahnya masih menjalankan perintahnya dan menggunakan nama Shadow Phoenix untuk menyamarkan identitas asli mereka,” jelas Roni. Regan merasakan darahnya mendidih. “Teruskan penyelidikannya, Roni. Dan pastikan ki
Tanpa terasa, usia kehamilan Reina sudah memasuki trimester ketiga. Perutnya semakin membesar, membuatnya sulit menemukan posisi tidur yang nyaman. Setiap malam menjadi tantangan baru bagi Reina. Sementara Regan berusaha sebaik mungkin untuk membuat istrinya merasa nyaman dan bisa tidur nyenyak. Malam itu setelah mencoba berbagai posisi tidur dan tidak menemukan yang pas, Reina merasa frustasi. Ia berguling-guling di tempat tidur sambil menghela napas panjang. Regan yang melihatnya merasa kasihan dan ingin membantu. “Ada yang bisa aku lakukan, Sayang?” tanya Regan lembut. Ia duduk di tepi tempat tidur dan mengelus rambut istrinya. Reina menggeleng lemah. “Aku tidak tahu, Pak Regan. Aku sudah mencoba semua posisi tapi tetap saja tidak nyaman. Perutku terlalu besar.” Regan berpikir sejenak, lalu tersenyum. “Bagaimana kalau kita coba sesuatu yang baru? Tunggu sebentar.” Ia keluar dari kamar dan kembali dengan bantal-bantal tambahan. “Ayo, kita coba dengan bantal-banta
Pagi itu di kantor, suasana di ruang CEO terasa lebih sibuk dari biasanya. Regan tengah tenggelam dalam tumpukan dokumen dan panggilan telepon yang tak henti-hentinya. Di luar ruangan, para karyawan tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sedangkan Reina pergi ke toilet sebentar untuk menyegarkan diri. Saat Reina keluar dari ruangan, pintu lift terbuka dan dua orang masuk ke lantai itu. Claudia dan Xavier melangkah dengan hati-hati menuju kantor CEO. Claudia tampak sedikit gugup, sementara Xavier berusaha tampak tenang meskipun jelas terlihat gelisah. Mereka mengetuk pintu dan menunggu sebentar sebelum mendengar suara Regan dari dalam yang mempersilakan mereka masuk. Ketika pintu terbuka, Claudia dan Xavier masuk dengan hati-hati. Regan yang tadinya duduk di balik mejanya langsung berdiri. Ekspresi wajahnya berubah dari fokus keheranan. “Mama Claudia? Xavier? Apa yang membawa kalian berdua datang ke sini?” tanya Regan dengan nada sedikit terkejut. Claudia mendekat de
Saat kehamilan Reina menginjak usia lima bulan, Regan memutuskan untuk mengajak Reina jalan-jalan di taman kota. Hari itu cerah, dengan langit biru dan angin sepoi-sepoi yang membuat suasana terasa sejuk. Reina tampak sangat bahagia, mengenakan gaun hamil berwarna pastel yang membuat perutnya yang semakin membesar terlihat menawan. Regan tak henti-hentinya tersenyum, menikmati momen kebersamaan mereka. Mereka berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan taman yang indah. Banyak anak-anak bermain di taman bermain, pasangan-pasangan duduk di bangku menikmati suasana, dan para pedagang menjajakan makanan ringan di kios-kios kecil di sepanjang jalan setapak. “Ini hari yang sangat indah, ya?” ungkap Reina sambil menggenggam tangan Regan erat. “Ya, benar-benar indah,” jawab Regan, menatap istrinya dengan penuh cinta. “Aku senang kita bisa meluangkan waktu bersama seperti ini.” Mereka melanjutkan berjalan, berhenti sesekali untuk melihat bunga-bunga yang sedang mekar dan menikmati
Kehamilan Reina telah memasuki usia empat bulan dan perutnya mulai terlihat membesar. Setiap hari Regan semakin takjub melihat perubahan pada tubuh istrinya dan merasa tidak sabar untuk menyambut kehadiran anak mereka. Pagi itu Regan memutuskan untuk membawa Reina ke klinik untuk melakukan USG. “Sayang, hari ini kita akan ke klinik untuk melihat bayi kita,” ucap Regan dengan senyum lebar. Reina tersenyum bahagia, merasa tak sabar untuk melihat perkembangan bayinya. “Aku tidak sabar, Pak Regan. Pasti mereka sudah semakin besar sekarang.” Regan mengangguk. "Aku juga sangat bersemangat. Ayo kita bersiap-siap." Setelah bersiap-siap, mereka berdua berangkat ke klinik dengan penuh semangat. Dalam perjalanan, mereka terus berbicara tentang rencana masa depan dan bagaimana mereka akan merawat anak mereka. Regan menggenggam tangan Reina dengan erat, memberikan rasa tenang dan nyaman. Sesampainya di klinik, mereka disambut oleh dokter dan perawat yang ramah. “Selamat pag
Reina berdiri di dekat jendela kamar, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Matanya menyapu pemandangan yang indah, tetapi pikirannya jauh dari sana. Di luar, matahari mulai terbenam, menyinari langit dengan warna-warna keemasan, tetapi dalam hati Reina, ada kegelapan yang sulit hilang. Regan, yang baru saja selesai menutup laptopnya setelah bekerja seharian dari rumah mulai memperhatikan istrinya. Ia berjalan mendekat dan dengan lembut meletakkan tangannya di bahu Reina. “Ada apa, Sayang?” tanyanya dengan suara penuh perhatian. Reina tersentak dari lamunannya dan menoleh ke arah Regan. “Aku masih memikirkan Kak Amel,” jawabnya dengan suara lirih. “Aku merasa bersalah dan cemas tentang apa yang terjadi padanya.” “Sayang, kamu sudah melakukan yang terbaik. Kadang-kadang, kita tidak bisa mengendalikan semua yang terjadi di sekitar kita. Apa yang terjadi pada Amel adalah akibat dari pilihannya sendiri.” “Tapi, aku tetap merasa harus melakukan sesuatu,” lanjut Reina dengan nad
Linda dan Amel tampak berjalan menuju mereka. Kehadiran dua orang itu seakan membawa aura negatif. Amel, dengan tatapan jahat, mulai merencanakan sesuatu yang licik terhadap Reina. Linda dan Amel berpura-pura bergabung dengan kebersamaan keluarga Danny, tapi Amel dengan hati-hati mendekati Reina yang sedang berjalan di atas bebatuan. Amel mengatur langkahnya agar Reina terpeleset di atas batu licin. Namun, rencana jahat itu berbalik. Saat Amel mendorong Reina, dirinya sendiri yang kehilangan keseimbangan. Amel terjatuh keras di atas batu tajam. Semua orang terkejut dan bergegas menghampiri. Linda berteriak panik, “Amel! Apa yang terjadi?!” Regan, yang melihat situasi tersebut, segera memanggil bantuan. Amel tampak mengalami pendarahan hebat. Regan memeluk Reina erat-erat, memastikan dia baik-baik saja. “Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanyanya dengan penuh kekhawatiran. Reina mengangguk. “Aku baik-baik saja, Pak Regan. Tapi Kak Amel ... dia tampak sangat parah.” Ambulans segera
Liburan keluarga besar ke pantai adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh anggota keluarga. Reina dan Regan memang telah merencanakan hal itu jauh-jauh hari. Hanya saja baru terealisasi saat ini. Dengan persiapan yang matang, mereka berangkat dari rumah dengan semangat tinggi. Olivia, Bi Nita, Danny, Rafa, Alya, dan Bi Siti bergabung dalam perjalanan tersebut, ikut memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka membawa perbekalan lengkap, termasuk makanan, minuman, mainan pantai, dan berbagai kebutuhan lainnya. Sesampainya di pantai, suasana langsung berubah menjadi ceria. Mereka menata tempat dengan menyiapkan tenda, menggelar tikar, dan menata makanan piknik. Rafa dan Alya segera berlari ke air, bermain dengan ombak dan tertawa riang. Danny dan Bi Siti membantu Olivia dan Bi Nita menyiapkan makanan. Regan dan Reina berkeliling, memastikan semuanya tertata dengan baik. “Ayah, jangan terlalu jauh, ya!” teriak Reina sambil melambai ke arah Danny yang sedang membawa ko