“Saya belum tahu identitasnya, Pak. Tapi saya pikir kita perlu menyelidikinya lebih lanjut.” Regan merasa jantungnya berdebar. Apakah ini bagian dari rencana untuk menjebaknya? Atau ada alasan lain mengapa Amel bersama pria itu? “Jeffan, kita perlu lebih hati-hati. Jika Amel benar-benar mencoba menjebakku, kita harus memiliki bukti yang cukup untuk melindungi diri kita sendiri.” Jeffan mengangguk. “Saya mengerti, Pak. Saya akan terus menyelidiki.” Hari itu, Regan merasa terbebani dengan keputusan yang diambilnya tentang Justin. Ia pulang ke rumah dengan perasaan campur aduk. Saat tiba di rumah, Reina sudah menunggunya di ruang tamu. “Sayang, kamu terlihat sangat lelah. Ada masalah di kantor?” tanya Reina setelah menyadari perubahan pada wajah suaminya. Regan mengangguk pelan, berusaha tersenyum. “Ya, ada sedikit masalah. Tapi sekarang sudah selesai. Bagaimana harimu, Sayang?” Reina tersenyum lembut. “Baik-baik saja. Aku hanya khawatir melihatmu seperti ini.” Regan memeluk Reina
Reina mengangguk, melihat suaminya pergi ke kamar mandi. Namun hati kecilnya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah Regan masuk ke dalam kamar mandi, Reina melihat ponsel suaminya yang tergeletak di meja. Ia ragu sejenak tetapi kemudian memutuskan untuk memeriksanya. Reina membuka pesan-pesan di ponsel Regan dan menemukan beberapa pesan dari Amel yang terasa tidak wajar. Meskipun tidak ada yang jelas, pesan-pesan itu cukup untuk membuat Reina merasa cemas. Ketika Regan keluar dari kamar mandi, Reina menatapnya dengan tatapan serius. “Sepertinya kita perlu bicara.” Regan merasa ada yang tidak beres. “Ada apa, Sayang?” Reina menunjukkan ponsel Regan. “Apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Amel?” “Reina, aku bisa jelaskan. Tidak ada apa-apa antara aku dan Amel. Dia hanya sekretaris biasa. Tidak lebih.” Reina menatap suaminya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Lalu kenapa dia mengirim pesan seperti ini?” “Reina, aku benar-benar tidak tahu. Mungkin dia sal
“Reina, ini aku Evan.” Seorang lelaki berucap dengan nada cemas.“Evan, ada apa?” tanya Reina penasaran.“Aku hanya ingin bertanya. Mengapa kamu tidak datang lagi ke latihan? Semua orang merindukanmu.”Reina tidak menyangka jika teman-teman di tempat latihan masih mengingatnya. “Evan, aku sedang banyak masalah. Maaf aku tidak bisa hadir belakangan ini.”“Apa yang terjadi, Reina? Kamu boleh cerita kepadaku. Mungkin aku bisa membantu.” Evan menawarkan diri.Reina merasa lega mendengar nada perhatian dari suara Evan. Ia menghela napas panjang. Lalu mulai menceritakan semua yang terjadi. Tentang masalah demi masalah yang tak kunjung selesai.Evan mendengarkan dengan seksama. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam meski tak terlihat oleh Reina.“Reina, kamu tahu aku selalu ada untukmu. Jika ada yang bisa aku lakukan, jangan ragu untuk menghubungiku,” ucap Evan dengan tegas.“Terima kasih, Evan.”Setelah sambungan telepon terputus, Reina akhirnya bisa kembali dengan niatnya. Ia me
Hari Minggu tiba dengan suasana yang lebih cerah. Matahari bersinar terang di langit memberikan harapan baru bagi Regan yang telah menghabiskan hari-hari sebelumnya dalam kecemasan dan penyesalan. Hari ini ia berniat untuk membuktikan kepada Reina bahwa ia benar-benar menyesali kesalahannya dan siap melakukan apa pun untuk memperbaiki hubungan mereka. Pagi itu setelah memeriksa beberapa laporan di kantor, Regan pulang dengan membawa sebuket bunga mawar merah dan sebuah kotak kecil berisi perhiasan untuk Reina. Dengan hati-hati ia mengetuk pintu kamar Reina yang masih tertutup rapat. “Reina, bolehkah aku masuk?” tanyanya dengan suara lembut. Setelah beberapa saat pintu terbuka dan Reina muncul. Wajahnya tampak tenang meski masih ada jejak kelelahan. “Apa yang ingin kamu bicarakan?” balas Reina balik bertanya. Suaranya terdengar dingin dan ketus. Regan mengambil napas dalam-dalam. Lalu ia menyerahkan buket bunga yang dibawanya kepada Reina. “Ini untukmu. Aku ingin mem
Jeffan melihat Amira dan tersenyum canggung. “Amira, ada yang ingin aku beritahukan padamu.” Amira menatap Jeffan dan Angel bergantian. Merasa ada sesuatu yang tidak beres. “Apa yang terjadi, Jeffan?” Jeffan menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. “Angel hamil anakku. Aku akan menikahinya. Ini satu-satunya cara aku bertanggung kepada Angel.” Mendengar itu wajah Amira bertambah pucat. Tangan yang memegang testpack gemetar hebat dan benda itu terjatuh ke lantai. Tepat di depan Jeffan dan Angel. Testpack itu menunjukkan dua garis. Tanda positif kehamilan. Jeffan menatap testpack itu dengan mata membelalak. “Amira, apa ... apa itu milikmu?” Amira berusaha mengambil testpack itu dengan cepat. Tetapi tangannya masih gemetaran. “Jeffan, aku bisa menjelaskan ...” Jeffan mendekat. Memegang tangan Amira dengan lembut. “Amira, ada apa? Kenapa kamu tidak memberitahuku?” Amira menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk berbicara. “Aku juga hamil, Jeffan. Aku b
Hari itu Regan mengajak Reina makan malam di tempat spesial. Di sebuah restoran mewah yang berada di tepi pantai. Mereka berangkat menjelang senja saat matahari mulai tenggelam di cakrawala. Memberikan pemandangan yang indah dan romantis. Setibanya di restoran mereka disambut dengan hangat oleh pelayan yang membawa mereka ke meja yang telah dipesan oleh Regan. Meja itu berada di balkon. Memberikan pemandangan langsung ke laut yang berkilauan di bawah cahaya rembulan. Mereka duduk berhadapan dengan lilin kecil di tengah meja yang menambah suasana romantis. Regan memegang tangan Reina dengan lembut. “Aku benar-benar berterima kasih karena kamu mau memberiku kesempatan ini, Reina. Aku akan membuktikan semuanya.” Reina tersenyum tipis. Matanya masih penuh dengan keraguan namun juga harapan. “Reina hanya ingin kita bisa kembali seperti dulu. Aku ingin merasakan kebahagiaan itu lagi.” Makan malam berlangsung dengan suasana yang hangat dan penuh kehangatan. Mereka berbicara tentan
Pagi harinya, Reina bangun dengan perasaan yang masih kacau. Regan sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Melihat suaminya yang sibuk, Reina memutuskan untuk menunda lagi kabar tentang kehamilannya. “Reina, aku berangkat ke kantor dulu. Kamu jaga diri baik-baik di rumah, ya?” ucap Regan sambil mencium kening istrinya. Reina tersenyum, meskipun hatinya masih terasa berat. “Hati-hati di jalan, Sayang.” *** Siang itu saat Reina sedang duduk merenung di ruang tamu, ponselnya berbunyi. Ternyata sebuah pesan dari klinik tempat ia biasa memeriksakan dirinya. “Selamat siang, Ibu Reina. Hasil tes kehamilan Anda menunjukkan bahwa Anda positif hamil. Kami sarankan Ibu Reina segera membuat janji untuk pemeriksaan lebih lanjut.” Reina membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk. Ia merasa bahagia sekaligus cemas. Ini adalah saat yang tepat untuk memberitahu Regan. Ia tidak bisa menunda lagi. Namun saat Reina hendak menghubungi Regan, pintu rumah terbuka dan Olivia masuk dengan wajah c
Reina dan Regan segera menuju kamar Olivia. Mereka menemukannya sedang duduk di tempat tidur dan terlihat merenung. “Mama, kami perlu bicara,” ucap Regan dengan nada serius.Olivia menatap mereka dengan mata penuh rasa ingin tahu. “Ada apa, anak-anak?”Regan menunjukkan surat itu kepada Mama Olivia. “Mama, apakah Mama tahu tentang ini? Tentang Daniel Wijaya?”Olivia membaca surat itu dengan tenang. Ia lalu menghela napas panjang. “Ya, Mama tahu. Daniel Wijaya adalah cinta pertama Mama. Dia adalah orang yang sangat baik, tetapi takdir membawa kami ke arah yang berbeda. Setelah Mama menikah dengan Justin, Mama memutuskan untuk melindungi kalian dengan merahasiakan ini.”Regan duduk di samping Olivia. Lelaki itu merasakan campuran emosi. “Kenapa Mama tidak pernah menceritakan hal ini sebelumnya?”“Mama ingin melindungi keluarga kita. Justin telah menjadi ayah yang baik bagimu, Regan. Dan Mama tidak ingin mengacaukan semuanya. Mama pikir ini adalah keputusan terbaik.”Reina mencoba men
Hari pernikahan Xavier dan Karin telah tiba. Udara pagi terasa segar dan cerah, seakan menyambut kebahagiaan yang akan segera berlangsung. Keluarga dan sahabat berkumpul di sebuah taman indah yang telah dihias dengan bunga-bunga warna-warni dan lampu-lampu gemerlapan. Suasana penuh dengan tawa dan senyum. Regan dan Reina tiba lebih awal bersama bayi kembar mereka, Alana dan Bianca, yang tertidur pulas di kereta dorong. Mereka disambut oleh Olivia dan Danny yang sudah tak sabar menantikan momen bahagia itu. “Aku tak percaya Xavier akhirnya menemukan kebahagiaan bersama Karin,” ucap Reina dengan mata berkaca-kaca. “Dia memang pantas mendapatkannya,” jawab Regan sambil tersenyum, merangkul Reina yang terlihat anggun dalam gaun biru muda. “Kita semua pantas bahagia.” Tak lama kemudian, para tamu mulai berdatangan. Leon, mantan pacar Reina dan Karin juga hadir dengan pasangan barunya. Mereka tampak sangat bahagia, saling berpegangan tangan dan tertawa bersama. Leon menghampiri Reg
Tanpa disangka, suatu hari Regan menemukan fakta baru yang mengejutkan. Saat itu, dia sedang bekerja di ruangannya. Berkas-berkas tersebar di atas meja ketika ponselnya berdering. Panggilan itu berasal dari salah satu anak buah kepercayaannya. “Ada apa, Roni?” tanya Regan sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. “Ada perkembangan baru, Pak Regan. Kami berhasil melacak beberapa transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan Shadow Phoenix. Dan yang mengejutkan, ada keterlibatan Alex Ricardo di dalamnya,” lapor Roni. Regan terdiam sejenak, mencerna informasi tersebut. “Apa kamu yakin? Alex Ricardo? Bukankah dia masih berada di dalam penjara?” “Betul, Pak. Tapi tampaknya dia masih mengendalikan beberapa hal dari dalam penjara. Kami menemukan bukti bahwa beberapa anak buahnya masih menjalankan perintahnya dan menggunakan nama Shadow Phoenix untuk menyamarkan identitas asli mereka,” jelas Roni. Regan merasakan darahnya mendidih. “Teruskan penyelidikannya, Roni. Dan pastikan ki
Tanpa terasa, usia kehamilan Reina sudah memasuki trimester ketiga. Perutnya semakin membesar, membuatnya sulit menemukan posisi tidur yang nyaman. Setiap malam menjadi tantangan baru bagi Reina. Sementara Regan berusaha sebaik mungkin untuk membuat istrinya merasa nyaman dan bisa tidur nyenyak. Malam itu setelah mencoba berbagai posisi tidur dan tidak menemukan yang pas, Reina merasa frustasi. Ia berguling-guling di tempat tidur sambil menghela napas panjang. Regan yang melihatnya merasa kasihan dan ingin membantu. “Ada yang bisa aku lakukan, Sayang?” tanya Regan lembut. Ia duduk di tepi tempat tidur dan mengelus rambut istrinya. Reina menggeleng lemah. “Aku tidak tahu, Pak Regan. Aku sudah mencoba semua posisi tapi tetap saja tidak nyaman. Perutku terlalu besar.” Regan berpikir sejenak, lalu tersenyum. “Bagaimana kalau kita coba sesuatu yang baru? Tunggu sebentar.” Ia keluar dari kamar dan kembali dengan bantal-bantal tambahan. “Ayo, kita coba dengan bantal-banta
Pagi itu di kantor, suasana di ruang CEO terasa lebih sibuk dari biasanya. Regan tengah tenggelam dalam tumpukan dokumen dan panggilan telepon yang tak henti-hentinya. Di luar ruangan, para karyawan tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sedangkan Reina pergi ke toilet sebentar untuk menyegarkan diri. Saat Reina keluar dari ruangan, pintu lift terbuka dan dua orang masuk ke lantai itu. Claudia dan Xavier melangkah dengan hati-hati menuju kantor CEO. Claudia tampak sedikit gugup, sementara Xavier berusaha tampak tenang meskipun jelas terlihat gelisah. Mereka mengetuk pintu dan menunggu sebentar sebelum mendengar suara Regan dari dalam yang mempersilakan mereka masuk. Ketika pintu terbuka, Claudia dan Xavier masuk dengan hati-hati. Regan yang tadinya duduk di balik mejanya langsung berdiri. Ekspresi wajahnya berubah dari fokus keheranan. “Mama Claudia? Xavier? Apa yang membawa kalian berdua datang ke sini?” tanya Regan dengan nada sedikit terkejut. Claudia mendekat de
Saat kehamilan Reina menginjak usia lima bulan, Regan memutuskan untuk mengajak Reina jalan-jalan di taman kota. Hari itu cerah, dengan langit biru dan angin sepoi-sepoi yang membuat suasana terasa sejuk. Reina tampak sangat bahagia, mengenakan gaun hamil berwarna pastel yang membuat perutnya yang semakin membesar terlihat menawan. Regan tak henti-hentinya tersenyum, menikmati momen kebersamaan mereka. Mereka berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan taman yang indah. Banyak anak-anak bermain di taman bermain, pasangan-pasangan duduk di bangku menikmati suasana, dan para pedagang menjajakan makanan ringan di kios-kios kecil di sepanjang jalan setapak. “Ini hari yang sangat indah, ya?” ungkap Reina sambil menggenggam tangan Regan erat. “Ya, benar-benar indah,” jawab Regan, menatap istrinya dengan penuh cinta. “Aku senang kita bisa meluangkan waktu bersama seperti ini.” Mereka melanjutkan berjalan, berhenti sesekali untuk melihat bunga-bunga yang sedang mekar dan menikmati
Kehamilan Reina telah memasuki usia empat bulan dan perutnya mulai terlihat membesar. Setiap hari Regan semakin takjub melihat perubahan pada tubuh istrinya dan merasa tidak sabar untuk menyambut kehadiran anak mereka. Pagi itu Regan memutuskan untuk membawa Reina ke klinik untuk melakukan USG. “Sayang, hari ini kita akan ke klinik untuk melihat bayi kita,” ucap Regan dengan senyum lebar. Reina tersenyum bahagia, merasa tak sabar untuk melihat perkembangan bayinya. “Aku tidak sabar, Pak Regan. Pasti mereka sudah semakin besar sekarang.” Regan mengangguk. "Aku juga sangat bersemangat. Ayo kita bersiap-siap." Setelah bersiap-siap, mereka berdua berangkat ke klinik dengan penuh semangat. Dalam perjalanan, mereka terus berbicara tentang rencana masa depan dan bagaimana mereka akan merawat anak mereka. Regan menggenggam tangan Reina dengan erat, memberikan rasa tenang dan nyaman. Sesampainya di klinik, mereka disambut oleh dokter dan perawat yang ramah. “Selamat pag
Reina berdiri di dekat jendela kamar, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Matanya menyapu pemandangan yang indah, tetapi pikirannya jauh dari sana. Di luar, matahari mulai terbenam, menyinari langit dengan warna-warna keemasan, tetapi dalam hati Reina, ada kegelapan yang sulit hilang. Regan, yang baru saja selesai menutup laptopnya setelah bekerja seharian dari rumah mulai memperhatikan istrinya. Ia berjalan mendekat dan dengan lembut meletakkan tangannya di bahu Reina. “Ada apa, Sayang?” tanyanya dengan suara penuh perhatian. Reina tersentak dari lamunannya dan menoleh ke arah Regan. “Aku masih memikirkan Kak Amel,” jawabnya dengan suara lirih. “Aku merasa bersalah dan cemas tentang apa yang terjadi padanya.” “Sayang, kamu sudah melakukan yang terbaik. Kadang-kadang, kita tidak bisa mengendalikan semua yang terjadi di sekitar kita. Apa yang terjadi pada Amel adalah akibat dari pilihannya sendiri.” “Tapi, aku tetap merasa harus melakukan sesuatu,” lanjut Reina dengan nad
Linda dan Amel tampak berjalan menuju mereka. Kehadiran dua orang itu seakan membawa aura negatif. Amel, dengan tatapan jahat, mulai merencanakan sesuatu yang licik terhadap Reina. Linda dan Amel berpura-pura bergabung dengan kebersamaan keluarga Danny, tapi Amel dengan hati-hati mendekati Reina yang sedang berjalan di atas bebatuan. Amel mengatur langkahnya agar Reina terpeleset di atas batu licin. Namun, rencana jahat itu berbalik. Saat Amel mendorong Reina, dirinya sendiri yang kehilangan keseimbangan. Amel terjatuh keras di atas batu tajam. Semua orang terkejut dan bergegas menghampiri. Linda berteriak panik, “Amel! Apa yang terjadi?!” Regan, yang melihat situasi tersebut, segera memanggil bantuan. Amel tampak mengalami pendarahan hebat. Regan memeluk Reina erat-erat, memastikan dia baik-baik saja. “Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanyanya dengan penuh kekhawatiran. Reina mengangguk. “Aku baik-baik saja, Pak Regan. Tapi Kak Amel ... dia tampak sangat parah.” Ambulans segera
Liburan keluarga besar ke pantai adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh anggota keluarga. Reina dan Regan memang telah merencanakan hal itu jauh-jauh hari. Hanya saja baru terealisasi saat ini. Dengan persiapan yang matang, mereka berangkat dari rumah dengan semangat tinggi. Olivia, Bi Nita, Danny, Rafa, Alya, dan Bi Siti bergabung dalam perjalanan tersebut, ikut memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka membawa perbekalan lengkap, termasuk makanan, minuman, mainan pantai, dan berbagai kebutuhan lainnya. Sesampainya di pantai, suasana langsung berubah menjadi ceria. Mereka menata tempat dengan menyiapkan tenda, menggelar tikar, dan menata makanan piknik. Rafa dan Alya segera berlari ke air, bermain dengan ombak dan tertawa riang. Danny dan Bi Siti membantu Olivia dan Bi Nita menyiapkan makanan. Regan dan Reina berkeliling, memastikan semuanya tertata dengan baik. “Ayah, jangan terlalu jauh, ya!” teriak Reina sambil melambai ke arah Danny yang sedang membawa ko