Siapa ya???? Bisa tebak???
Suara itu sangat familiar. Membuat Reina mengangkat wajahnya. Di depan matanya berdiri Leon yang terlihat mengkhawatirkan dirinya. “Leon...?” Reina hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Leon segera melepas jaketnya dan menaruhnya di bahu Reina. Mencoba melindungi wanita itu dari hujan. Meski kenyataannya Reina sudah terlanjur basah. “Kenapa kamu di sini sendirian dan basah kuyup seperti ini? Kamu bisa sakit, Reina.” Reina menggigil. Baik karena dingin maupun perasaan campur aduk di dalam hatinya. “A–aku ... aku hanya butuh waktu sendirian, Leon.” Leon yakin jika terjadi sesuatu di antara Reina dan Regan. Leon menggelengkan kepalanya. Ia merasa prihatin. “Ayo, kita masuk ke mobil. Kamu bisa menghangatkan diri di sana.” Leon membantu Reina berdiri dan membawanya ke dalam mobilnya yang hangat. Setelah mereka masuk, Leon menyalakan pemanas dan memberikan handuk kecil yang dia temukan di mobilnya. “Keringkan dirimu sebentar. Kamu tidak bisa terus seperti ini.” Rein
Regan duduk di meja kerja. Pandangannya terfokus pada layar monitor di depannya. Setelah insiden yang melibatkan Amel, ia merasa harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Regan membuka rekaman CCTV di ruang CEO. Ia berharap menemukan jawaban atas kejadian tadi malam. Namun saat Regan memutar rekaman tadi malam, layar hanya menunjukkan gambar hitam. Waktu di sudut layar terus berjalan, tetapi tidak ada apa-apa yang terekam. Regan memutar ulang rekaman itu beberapa kali, tetapi hasilnya tetap sama. “Sepertinya CCTV ini sengaja dimatikan pada saat itu.” Regan merasa kesal dan frustrasi. Ia sadar bahwa seseorang telah merencanakan ini dengan sangat rapi. “Sial! Aku tidak pernah memikirkan tentang kejadian seperti ini sebelumnya. Amel sangat licik. Pasti dia sengaja menjebakku dan merencanakan hal ini sejak lama.” Regan menghembuskan napas kasar. Tidak ada bukti yang bisa menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan
[Permainan baru saja dimulai, Regan. Bersiaplah untuk menghadapi kehancuran.]Regan tidak terpengaruh oleh ancaman melalui pesan itu. Ia tahu masalah dengan pengancam bernama “Shadow Phoenix” belum selesai. Tetapi Regan tidak ingin ambil pusing. Sekarang ia lebih fokus menyelesaikan masalah pribadinya.Regan meletakkan ponselnya dan memandangi wajah Reina yang sudah terlelap. Tubuhnya masih terasa lelah, tetapi ia tahu bahwa ia harus menyelesaikan banyak pekerjaan.“Sudahlah. Lebih baik aku kerjakan esok pagi saja. Malam ini aku harus menjaga istriku. Aku tidak mau Reina mengigau kembali.”Regan pun memilih untuk berbaring di samping istrinya. Lelaki tampan itu mengelus lembut kepala Reina. Hingga lama-lama ia pun memejamkan kedua matanya dan terlelap bersama malam yang begitu dingin.Esok harinya ketika Reina masih tidur, Regan bersiap untuk pergi ke kantor lebih awal tanpa sarapan.Sebelum berangkat, ia meninggalkan pesan di meja samping tempat tidur Reina.[Sayang, aku pergi ke kan
Selama beberapa hari Amel tidak masuk kerja. Ketidakhadirannya membuat suasana kantor semakin tegang. Regan memutuskan untuk menemui Amel di rumahnya saat jam makan siang. Ia juga membawakan beberapa makanan untuk keluarga Danny. Regan mencoba menyelesaikan masalah secara langsung. Ia tahu harus berhati-hati karena situasi bisa dengan mudah berbalik melawannya. Regan tiba di rumah Amel dan mengetuk pintu. Danny yang membukakan pintu, terlihat bingung melihat kedatangan Regan. Apalagi lelaki itu hanya datang seorang diri. Tanpa Reina di sisinya. “Regan, ada apa datang ke sini? Reina mana? Kok nggak diajak?” tanya Danny dengan nada penasaran. “Saya ingin bicara dengan Amel tentang pekerjaannya, Ayah. Apakah Amel belum cerita jika selama ini ikut bekerja di perusahaan Regan?” jawab Regan balik bertanya. Linda muncul di belakang Danny. Menatap Regan dengan penuh rasa curiga. “Kenapa kamu tidak bicara di kantor saja?” Regan mencoba tersenyum meski hatinya penuh kecemasan. “Ini masa
Reina duduk di ruang tamu, matanya sesekali melirik ke arah jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Regan belum juga pulang. Padahal tadi pagi Regan mengatakan bahwa ia hanya akan pergi ke kantor sebentar untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda. Namun jam sudah menunjukkan waktu yang lama berlalu sejak ia pergi.“Apakah dia mau membohongiku lagi?”Perasaan cemas mulai merayapi hati Reina. Ia mencoba menenangkan dirinya. Mengingat bahwa Regan mungkin sedang sangat sibuk dengan urusan kantor. Tetapi keraguan dan rasa kecewa mulai tumbuh. Apakah ada sesuatu yang terjadi lagi? Apakah Regan terlibat dalam masalah lain yang ia tidak tahu?Reina bangkit dari sofa dan berjalan perlahan menuju kamar. Wanita itu ingin tidur dan mengistirahatkan tubuhnya.Namun sebelum ia sempat beristirahat, suara pintu depan terdengar terbuka. Regan masuk dengan wajah kelelahan. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa tanpa menyadari kehadiran Reina yang berdiri di dekat tangga.
Reina hanya mampu tersenyum tipis. Ada keadaan di mana hatinya merasakan perubahan pada sikap Regan. Tetapi di sisi lain Regan masih seperti dulu. Seorang yang pekerja keras. Pekerjaan adalah nomor satu baginya.Reina pun segera menyiapkan sarapan. Ia berjalan menuju dapur dan mendapati Bi Nita sedang sibuk memasak.“Pagi, Bi Nita. Reina bantuin, ya?” ucap Rania ramah.“Eh, Bu Reina. Tidak perlu. Ini sudah mau selesai. Lagipula Ibu Reina baru saja sembuh.”“Em, kalau begitu Reina bantu siapkan di meja makan saja.”Setelah selesai menyiapkan makanan di atas meja, Reina masuk ke dalam kamar. Ia mendapati Regan yang telah selesai mandi. Lelaki itu terlihat lebih segar dengan rambut basah yang meneteskan air di atas bahunya. Tubuhnya yang berotot sedikit mengkilap karena air. Membuat Reina terpana sejenak.Mereka bertukar senyum kecil. Mencoba untuk memulai hari dengan positif.“Pagi, Sayang,” sapa Regan sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.“Pagi,” balas Reina lembut, mendekat ke
Reina merasakan gelombang kenikmatan yang semakin mendekat. Tubuhnya melengkung. Tangannya mencengkeram erat tubuh suaminya. “Pak Regan ... aku ... aku hampir ...” Regan merasakan hal yang sama. Ia mempercepat gerakannya. Membawa mereka berdua ke puncak kenikmatan. Dengan satu gerakan terakhir yang dalam mereka berdua mencapai puncak kenikmatan bersamaan. Erangan mereka bergema di seluruh ruangan. Regan merasakan tubuh Reina yang bergetar di bawahnya dan ia menariknya lebih dekat. Mencium bibirnya dengan lembut. Mereka berdua terbaring kelelahan namun puas. Napas keduanya masih terengah-engah. Regan memeluk Reina dengan erat. Lalu mencium dahinya dengan lembut. “Terima kasih, Reina.” Reina tertawa kecil. “Sarapan sudah siap. Pak Regan membuat Reina harus mandi lagi.” Wanita itu mengerucutkan bibirnya. “Tidak masalah. Kita bisa melakukannya bersama-sama.” Tanpa aba-aba Regan menggendong tubuh istrinya. Membawa sang istri ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh mereka.
Regan segera berangkat ke kantor. Ia mencoba untuk mengabaikan pesan ancaman yang masuk ke ponselnya.Tiba di kantor, Regan merasa kecewa karena Amel tetap saja keras kepala. Wanita itu belum datang ke kantor.“Sepertinya Amel benar-benar serius dengan ucapannya.”Terpaksa Regan kembali bekerja seorang diri. “Mungkin jika aku bilang ke mama, ia akan mengizinkan Reina bekerja kembali. Lagi pula Bi Nita sudah ada di rumah. Tapi bagaimana jika Amel merencanakan sesuatu?”Regan menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ia harus memikirkan solusi yang terbaik atas permasalahan ini.Di saat jam menunjukkan pukul sepuluh pagi, pintu ruangan CEO diketuk. Regan yang tengah tenggelam dalam tumpukan dokumen di mejanya segera mengangkat kepala dan mempersilakan tamunya masuk. Pintu terbuka perlahan dan Regan merasa terkejut melihat seseorang yang datang menemuinya. Dia adalah Kimberly. Wanita itu masuk dengan wajah pucat dan mata sembab. “Kimberly, ada apa?” Regan mencoba berbicara dengan tenang.
Hari pernikahan Xavier dan Karin telah tiba. Udara pagi terasa segar dan cerah, seakan menyambut kebahagiaan yang akan segera berlangsung. Keluarga dan sahabat berkumpul di sebuah taman indah yang telah dihias dengan bunga-bunga warna-warni dan lampu-lampu gemerlapan. Suasana penuh dengan tawa dan senyum. Regan dan Reina tiba lebih awal bersama bayi kembar mereka, Alana dan Bianca, yang tertidur pulas di kereta dorong. Mereka disambut oleh Olivia dan Danny yang sudah tak sabar menantikan momen bahagia itu. “Aku tak percaya Xavier akhirnya menemukan kebahagiaan bersama Karin,” ucap Reina dengan mata berkaca-kaca. “Dia memang pantas mendapatkannya,” jawab Regan sambil tersenyum, merangkul Reina yang terlihat anggun dalam gaun biru muda. “Kita semua pantas bahagia.” Tak lama kemudian, para tamu mulai berdatangan. Leon, mantan pacar Reina dan Karin juga hadir dengan pasangan barunya. Mereka tampak sangat bahagia, saling berpegangan tangan dan tertawa bersama. Leon menghampiri Reg
Tanpa disangka, suatu hari Regan menemukan fakta baru yang mengejutkan. Saat itu, dia sedang bekerja di ruangannya. Berkas-berkas tersebar di atas meja ketika ponselnya berdering. Panggilan itu berasal dari salah satu anak buah kepercayaannya. “Ada apa, Roni?” tanya Regan sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. “Ada perkembangan baru, Pak Regan. Kami berhasil melacak beberapa transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan Shadow Phoenix. Dan yang mengejutkan, ada keterlibatan Alex Ricardo di dalamnya,” lapor Roni. Regan terdiam sejenak, mencerna informasi tersebut. “Apa kamu yakin? Alex Ricardo? Bukankah dia masih berada di dalam penjara?” “Betul, Pak. Tapi tampaknya dia masih mengendalikan beberapa hal dari dalam penjara. Kami menemukan bukti bahwa beberapa anak buahnya masih menjalankan perintahnya dan menggunakan nama Shadow Phoenix untuk menyamarkan identitas asli mereka,” jelas Roni. Regan merasakan darahnya mendidih. “Teruskan penyelidikannya, Roni. Dan pastikan ki
Tanpa terasa, usia kehamilan Reina sudah memasuki trimester ketiga. Perutnya semakin membesar, membuatnya sulit menemukan posisi tidur yang nyaman. Setiap malam menjadi tantangan baru bagi Reina. Sementara Regan berusaha sebaik mungkin untuk membuat istrinya merasa nyaman dan bisa tidur nyenyak. Malam itu setelah mencoba berbagai posisi tidur dan tidak menemukan yang pas, Reina merasa frustasi. Ia berguling-guling di tempat tidur sambil menghela napas panjang. Regan yang melihatnya merasa kasihan dan ingin membantu. “Ada yang bisa aku lakukan, Sayang?” tanya Regan lembut. Ia duduk di tepi tempat tidur dan mengelus rambut istrinya. Reina menggeleng lemah. “Aku tidak tahu, Pak Regan. Aku sudah mencoba semua posisi tapi tetap saja tidak nyaman. Perutku terlalu besar.” Regan berpikir sejenak, lalu tersenyum. “Bagaimana kalau kita coba sesuatu yang baru? Tunggu sebentar.” Ia keluar dari kamar dan kembali dengan bantal-bantal tambahan. “Ayo, kita coba dengan bantal-banta
Pagi itu di kantor, suasana di ruang CEO terasa lebih sibuk dari biasanya. Regan tengah tenggelam dalam tumpukan dokumen dan panggilan telepon yang tak henti-hentinya. Di luar ruangan, para karyawan tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sedangkan Reina pergi ke toilet sebentar untuk menyegarkan diri. Saat Reina keluar dari ruangan, pintu lift terbuka dan dua orang masuk ke lantai itu. Claudia dan Xavier melangkah dengan hati-hati menuju kantor CEO. Claudia tampak sedikit gugup, sementara Xavier berusaha tampak tenang meskipun jelas terlihat gelisah. Mereka mengetuk pintu dan menunggu sebentar sebelum mendengar suara Regan dari dalam yang mempersilakan mereka masuk. Ketika pintu terbuka, Claudia dan Xavier masuk dengan hati-hati. Regan yang tadinya duduk di balik mejanya langsung berdiri. Ekspresi wajahnya berubah dari fokus keheranan. “Mama Claudia? Xavier? Apa yang membawa kalian berdua datang ke sini?” tanya Regan dengan nada sedikit terkejut. Claudia mendekat de
Saat kehamilan Reina menginjak usia lima bulan, Regan memutuskan untuk mengajak Reina jalan-jalan di taman kota. Hari itu cerah, dengan langit biru dan angin sepoi-sepoi yang membuat suasana terasa sejuk. Reina tampak sangat bahagia, mengenakan gaun hamil berwarna pastel yang membuat perutnya yang semakin membesar terlihat menawan. Regan tak henti-hentinya tersenyum, menikmati momen kebersamaan mereka. Mereka berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan taman yang indah. Banyak anak-anak bermain di taman bermain, pasangan-pasangan duduk di bangku menikmati suasana, dan para pedagang menjajakan makanan ringan di kios-kios kecil di sepanjang jalan setapak. “Ini hari yang sangat indah, ya?” ungkap Reina sambil menggenggam tangan Regan erat. “Ya, benar-benar indah,” jawab Regan, menatap istrinya dengan penuh cinta. “Aku senang kita bisa meluangkan waktu bersama seperti ini.” Mereka melanjutkan berjalan, berhenti sesekali untuk melihat bunga-bunga yang sedang mekar dan menikmati
Kehamilan Reina telah memasuki usia empat bulan dan perutnya mulai terlihat membesar. Setiap hari Regan semakin takjub melihat perubahan pada tubuh istrinya dan merasa tidak sabar untuk menyambut kehadiran anak mereka. Pagi itu Regan memutuskan untuk membawa Reina ke klinik untuk melakukan USG. “Sayang, hari ini kita akan ke klinik untuk melihat bayi kita,” ucap Regan dengan senyum lebar. Reina tersenyum bahagia, merasa tak sabar untuk melihat perkembangan bayinya. “Aku tidak sabar, Pak Regan. Pasti mereka sudah semakin besar sekarang.” Regan mengangguk. "Aku juga sangat bersemangat. Ayo kita bersiap-siap." Setelah bersiap-siap, mereka berdua berangkat ke klinik dengan penuh semangat. Dalam perjalanan, mereka terus berbicara tentang rencana masa depan dan bagaimana mereka akan merawat anak mereka. Regan menggenggam tangan Reina dengan erat, memberikan rasa tenang dan nyaman. Sesampainya di klinik, mereka disambut oleh dokter dan perawat yang ramah. “Selamat pag
Reina berdiri di dekat jendela kamar, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Matanya menyapu pemandangan yang indah, tetapi pikirannya jauh dari sana. Di luar, matahari mulai terbenam, menyinari langit dengan warna-warna keemasan, tetapi dalam hati Reina, ada kegelapan yang sulit hilang. Regan, yang baru saja selesai menutup laptopnya setelah bekerja seharian dari rumah mulai memperhatikan istrinya. Ia berjalan mendekat dan dengan lembut meletakkan tangannya di bahu Reina. “Ada apa, Sayang?” tanyanya dengan suara penuh perhatian. Reina tersentak dari lamunannya dan menoleh ke arah Regan. “Aku masih memikirkan Kak Amel,” jawabnya dengan suara lirih. “Aku merasa bersalah dan cemas tentang apa yang terjadi padanya.” “Sayang, kamu sudah melakukan yang terbaik. Kadang-kadang, kita tidak bisa mengendalikan semua yang terjadi di sekitar kita. Apa yang terjadi pada Amel adalah akibat dari pilihannya sendiri.” “Tapi, aku tetap merasa harus melakukan sesuatu,” lanjut Reina dengan nad
Linda dan Amel tampak berjalan menuju mereka. Kehadiran dua orang itu seakan membawa aura negatif. Amel, dengan tatapan jahat, mulai merencanakan sesuatu yang licik terhadap Reina. Linda dan Amel berpura-pura bergabung dengan kebersamaan keluarga Danny, tapi Amel dengan hati-hati mendekati Reina yang sedang berjalan di atas bebatuan. Amel mengatur langkahnya agar Reina terpeleset di atas batu licin. Namun, rencana jahat itu berbalik. Saat Amel mendorong Reina, dirinya sendiri yang kehilangan keseimbangan. Amel terjatuh keras di atas batu tajam. Semua orang terkejut dan bergegas menghampiri. Linda berteriak panik, “Amel! Apa yang terjadi?!” Regan, yang melihat situasi tersebut, segera memanggil bantuan. Amel tampak mengalami pendarahan hebat. Regan memeluk Reina erat-erat, memastikan dia baik-baik saja. “Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanyanya dengan penuh kekhawatiran. Reina mengangguk. “Aku baik-baik saja, Pak Regan. Tapi Kak Amel ... dia tampak sangat parah.” Ambulans segera
Liburan keluarga besar ke pantai adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh anggota keluarga. Reina dan Regan memang telah merencanakan hal itu jauh-jauh hari. Hanya saja baru terealisasi saat ini. Dengan persiapan yang matang, mereka berangkat dari rumah dengan semangat tinggi. Olivia, Bi Nita, Danny, Rafa, Alya, dan Bi Siti bergabung dalam perjalanan tersebut, ikut memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka membawa perbekalan lengkap, termasuk makanan, minuman, mainan pantai, dan berbagai kebutuhan lainnya. Sesampainya di pantai, suasana langsung berubah menjadi ceria. Mereka menata tempat dengan menyiapkan tenda, menggelar tikar, dan menata makanan piknik. Rafa dan Alya segera berlari ke air, bermain dengan ombak dan tertawa riang. Danny dan Bi Siti membantu Olivia dan Bi Nita menyiapkan makanan. Regan dan Reina berkeliling, memastikan semuanya tertata dengan baik. “Ayah, jangan terlalu jauh, ya!” teriak Reina sambil melambai ke arah Danny yang sedang membawa ko