Regan memandang Reina dengan penuh penyesalan. Ia tidak mau jika ada pertengkaran di antara mereka. Meski CEO tampan itu tahu bahwa semua ini memang salahnya. Reina tersenyum lembut melihat kesungguhan pada kedua mata suaminya. Hati wanita itu sedikit lega mendengar kata-kata Regan. “Reina hanya menginginkan kejujuran dan perhatian Pak Regan. Itu sudah lebih dari cukup.” Regan mengangguk mengerti. “Baiklah, Sayang. Sekali lagi, maafkan aku ya?” Reina tersenyum kembali. Kemudian ia menyentuh pipi suaminya dengan lembut. “Ngomong-ngomong Reina sebenarnya datang ke sini atas perintah Mama. Mama sudah mau ditinggalkan sendiri di rumah. Mama sudah kuat dan mandiri sekarang.” “Itu kabar yang baik, Sayang. Berarti kita bisa merencanakan sesuatu yang spesial.” Regan merangkul pundak Reina dengan penuh semangat. “Sesuatu yang spesial?” ulang Reina sambil menatap suaminya dengan penuh harap. “Bagaimana kalau hari ini kita makan malam di sebuah restoran? Untuk quality time kita. Dan hitu
Kedua mata Reina melotot tajam. Tetapi akhirnya ia hanya bisa pasrah dan menganggukkan kepalanya. Sementara di ruangannya, Amel berjalan mondar-mandir tak tenang. Ia penasaran apa yang sedang dilakukan Regan dan Reina di dalam ruangan CEO. Setelah beberapa saat Amel memutuskan untuk diam-diam membuka pintu ruangan CEO dan mengintip ke dalam. Pemandangan yang ia lihat membuat hatinya berdesir. Ruangan itu sudah sangat berantakan. Pakaian berserakan di lantai dan ia bisa mendengar suara desahan dan lenguhan dari dalam ruangan pribadi Regan. Amel berjalan perlahan, mengikuti jejak pakaian Reina yang berserakan di lantai. Setiap langkah kakinya semakin menambah perasaan cemburu dan sakit hati di hatinya. Saat dia mendekati ruangan pribadi Regan, suara desahan semakin jelas terdengar. Amel merasa dadanya sesak. Melihat betapa intimnya hubungan Regan dan Reina. Amel merasakan kebencian yang membara di hatinya. “Lihat saja, Reina. Apa yang akan aku lakukan kepada Regan nanti,” gumamny
Suara itu sangat familiar. Membuat Reina mengangkat wajahnya. Di depan matanya berdiri Leon yang terlihat mengkhawatirkan dirinya. “Leon...?” Reina hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Leon segera melepas jaketnya dan menaruhnya di bahu Reina. Mencoba melindungi wanita itu dari hujan. Meski kenyataannya Reina sudah terlanjur basah. “Kenapa kamu di sini sendirian dan basah kuyup seperti ini? Kamu bisa sakit, Reina.” Reina menggigil. Baik karena dingin maupun perasaan campur aduk di dalam hatinya. “A–aku ... aku hanya butuh waktu sendirian, Leon.” Leon yakin jika terjadi sesuatu di antara Reina dan Regan. Leon menggelengkan kepalanya. Ia merasa prihatin. “Ayo, kita masuk ke mobil. Kamu bisa menghangatkan diri di sana.” Leon membantu Reina berdiri dan membawanya ke dalam mobilnya yang hangat. Setelah mereka masuk, Leon menyalakan pemanas dan memberikan handuk kecil yang dia temukan di mobilnya. “Keringkan dirimu sebentar. Kamu tidak bisa terus seperti ini.” Rein
Regan duduk di meja kerja. Pandangannya terfokus pada layar monitor di depannya. Setelah insiden yang melibatkan Amel, ia merasa harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Regan membuka rekaman CCTV di ruang CEO. Ia berharap menemukan jawaban atas kejadian tadi malam. Namun saat Regan memutar rekaman tadi malam, layar hanya menunjukkan gambar hitam. Waktu di sudut layar terus berjalan, tetapi tidak ada apa-apa yang terekam. Regan memutar ulang rekaman itu beberapa kali, tetapi hasilnya tetap sama. “Sepertinya CCTV ini sengaja dimatikan pada saat itu.” Regan merasa kesal dan frustrasi. Ia sadar bahwa seseorang telah merencanakan ini dengan sangat rapi. “Sial! Aku tidak pernah memikirkan tentang kejadian seperti ini sebelumnya. Amel sangat licik. Pasti dia sengaja menjebakku dan merencanakan hal ini sejak lama.” Regan menghembuskan napas kasar. Tidak ada bukti yang bisa menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan
[Permainan baru saja dimulai, Regan. Bersiaplah untuk menghadapi kehancuran.]Regan tidak terpengaruh oleh ancaman melalui pesan itu. Ia tahu masalah dengan pengancam bernama “Shadow Phoenix” belum selesai. Tetapi Regan tidak ingin ambil pusing. Sekarang ia lebih fokus menyelesaikan masalah pribadinya.Regan meletakkan ponselnya dan memandangi wajah Reina yang sudah terlelap. Tubuhnya masih terasa lelah, tetapi ia tahu bahwa ia harus menyelesaikan banyak pekerjaan.“Sudahlah. Lebih baik aku kerjakan esok pagi saja. Malam ini aku harus menjaga istriku. Aku tidak mau Reina mengigau kembali.”Regan pun memilih untuk berbaring di samping istrinya. Lelaki tampan itu mengelus lembut kepala Reina. Hingga lama-lama ia pun memejamkan kedua matanya dan terlelap bersama malam yang begitu dingin.Esok harinya ketika Reina masih tidur, Regan bersiap untuk pergi ke kantor lebih awal tanpa sarapan.Sebelum berangkat, ia meninggalkan pesan di meja samping tempat tidur Reina.[Sayang, aku pergi ke kan
Selama beberapa hari Amel tidak masuk kerja. Ketidakhadirannya membuat suasana kantor semakin tegang. Regan memutuskan untuk menemui Amel di rumahnya saat jam makan siang. Ia juga membawakan beberapa makanan untuk keluarga Danny. Regan mencoba menyelesaikan masalah secara langsung. Ia tahu harus berhati-hati karena situasi bisa dengan mudah berbalik melawannya. Regan tiba di rumah Amel dan mengetuk pintu. Danny yang membukakan pintu, terlihat bingung melihat kedatangan Regan. Apalagi lelaki itu hanya datang seorang diri. Tanpa Reina di sisinya. “Regan, ada apa datang ke sini? Reina mana? Kok nggak diajak?” tanya Danny dengan nada penasaran. “Saya ingin bicara dengan Amel tentang pekerjaannya, Ayah. Apakah Amel belum cerita jika selama ini ikut bekerja di perusahaan Regan?” jawab Regan balik bertanya. Linda muncul di belakang Danny. Menatap Regan dengan penuh rasa curiga. “Kenapa kamu tidak bicara di kantor saja?” Regan mencoba tersenyum meski hatinya penuh kecemasan. “Ini masa
Reina duduk di ruang tamu, matanya sesekali melirik ke arah jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Regan belum juga pulang. Padahal tadi pagi Regan mengatakan bahwa ia hanya akan pergi ke kantor sebentar untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda. Namun jam sudah menunjukkan waktu yang lama berlalu sejak ia pergi.“Apakah dia mau membohongiku lagi?”Perasaan cemas mulai merayapi hati Reina. Ia mencoba menenangkan dirinya. Mengingat bahwa Regan mungkin sedang sangat sibuk dengan urusan kantor. Tetapi keraguan dan rasa kecewa mulai tumbuh. Apakah ada sesuatu yang terjadi lagi? Apakah Regan terlibat dalam masalah lain yang ia tidak tahu?Reina bangkit dari sofa dan berjalan perlahan menuju kamar. Wanita itu ingin tidur dan mengistirahatkan tubuhnya.Namun sebelum ia sempat beristirahat, suara pintu depan terdengar terbuka. Regan masuk dengan wajah kelelahan. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa tanpa menyadari kehadiran Reina yang berdiri di dekat tangga.
Reina hanya mampu tersenyum tipis. Ada keadaan di mana hatinya merasakan perubahan pada sikap Regan. Tetapi di sisi lain Regan masih seperti dulu. Seorang yang pekerja keras. Pekerjaan adalah nomor satu baginya.Reina pun segera menyiapkan sarapan. Ia berjalan menuju dapur dan mendapati Bi Nita sedang sibuk memasak.“Pagi, Bi Nita. Reina bantuin, ya?” ucap Rania ramah.“Eh, Bu Reina. Tidak perlu. Ini sudah mau selesai. Lagipula Ibu Reina baru saja sembuh.”“Em, kalau begitu Reina bantu siapkan di meja makan saja.”Setelah selesai menyiapkan makanan di atas meja, Reina masuk ke dalam kamar. Ia mendapati Regan yang telah selesai mandi. Lelaki itu terlihat lebih segar dengan rambut basah yang meneteskan air di atas bahunya. Tubuhnya yang berotot sedikit mengkilap karena air. Membuat Reina terpana sejenak.Mereka bertukar senyum kecil. Mencoba untuk memulai hari dengan positif.“Pagi, Sayang,” sapa Regan sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.“Pagi,” balas Reina lembut, mendekat ke