Dinara tidak tau apakah dirinya harus senang dan berterima kasih pada Sandra karena telah membantunya keluar dari rumah atau apakah Dinara harus sedih karena Arka jadi berpikir buruk tentangnya. Setelah berpikir panjang akhirnya Arka memutuskan untuk membawa Dinara ke kantor besok sedang hari ini Arka akan bekerja dari rumah.
Arka membuka laptopnya dan bekerja di ruang keluarga sedang Sandra berkesempatan untuk bermanja ria pada Arka di depan Dinara yang hal itu tentu membuat Dinara iri. Sandra meletakan kakinya di atas paha Arka sedang kepala Sandra berada di ujung sofa. Jika Sandra sedang santai, maka di sofa lain, Dinara harus mengerjakan hukuman dari Arka. Dinara disuruh menulis kalimat, ‘Saya berjanji bahwa saya tidak akan bersikap kasar pada siapapun’ sebanyak 100 baris.“Sayang, kamu beneran pecat temannya Nara itu?” Sandra tiba-tiba membahas masalah Hardiansyah pada Arka di hadapan Dinara yang spontan menoleh ke arahnya.“Kenapa kamu tiba-tibKamu urus dia.” Arka membawa Dinara dengan menggendongnya sedangkan Dimas diminta Arka untuk membawa Hardiansyah ke rumah sakit karena walau bagaimanapun Arka tidak ingin membuat namanya jelek akibat membunuh mantan karyawannya sendiri. Dengan keadaan kacau, Arka menatap wajah Dinara yang masih terlihat berkeringat dan air mata yang membuat jejak di pipi Dinara. Sementara ini, Arka menaruh tubuh Dinara di atas sofa sedang Arka memperbaiki penampilannya. Arka harus keluar dari sana dan membawa Dinara ke tempat yang aman namun Arka harus menunggu Dimas membereskan Hardiansyah lebih dulu. Arka hanya perlu memastikan Dinara tidak bangun sampai mereka sampai di tempat aman itu. “Sayang, kenapa kamu harus melakukan ini? Apa kamu mencintainya? Aku juga bisa melahirkan anak untuk kamu, lepaskan aja dia,” ujar Sandra yang sejak tadi sempat mengintip Arka di kamar mandi lalu Sandra berlari ke ruangan Arka dan menunggu Arka. “Sandra, tolong diamlah untuk saat i
“Sandra, ini bukan saat yang tepat untuk kita honeymoon, oke? Lain kali, kalau masalah ini selesai, aku akan bawa kamu liburan keliling eropa. Tapi untuk sekarang, kamu harus kasih aku waktu untuk menyelesaikan masalah ini.” Tepat saat Arka selesai bicara, suara teriakan Dinara dari dalam kamar terdengar jelas. “Lepaskan aku! Buka ini! Dasar kau psycho sialan!” Semua orang berdiri kaget menoleh ke arah Arka lalu menoleh ke arah pintu kamar Arka yang ada di belakang mereka. “Kalian tunggu di sini, jangan ada yang masuk.” Arka membuka pintu kamarnya yang kini ditempati Dinara dan menutupnya kembali. Sedang kedua orang tua Arka dan Sandra yang penasaran segera berjalan menuju pintu dan menguping. Di dalam kamar Arka. “Mau sampai kapan kamu memberontak? Sampai lelah dan pingsan? Aku juga tetap tidak akan melepaskan kamu sebelum anak itu lahir. Jadi, lebih baik kamu menyerah saja. Aku akan bersikap baik padamu dan aku akan melepaskan si bodoh itu. Bagaimana? Apa sih susahnya untuk hidu
Dinara memikirkan cara untuk bisa keluar dari tempat ia dikurung saat ini. Dinara juga berusha untuk melepaskan tali yang mengikat tangan dan kakinya. Di sisi kirinya, Dinara melihat jendela yang cukup besar, mungkin jika Dinara bisa melepaskan tali tersebut, Dinara bisa kabur tanpa Dinara sadari seluruh tempat itu dijaga oleh petugas keamanan. Bahkan di depan pintu kamar Arka yang saat ini Dinara tempati juga sudah dijaga oleh petugas. Saatnya makan siang. Ketika Dinara masih berusaha melepaskan tali yang mengikat satu tangannya, pintu kamar terbuka membuat Dinara terkejut waspada dan langsung melepaskan tangannya. “Nona muda, saatnya makan siang. Mau makan sendiri atau saya bantu?” Pelayan suruhan Arka meletakkan nampan berisi sepiring makanan dan juga segelas air putih ke atas kasur namun Dinara tidak perduli. Dinara lebih memilih untuk membuang badan dan memunggungi pelayan tersebut. “Bawa saja atau taruh saja di situ. Nanti saya makan kalau saya mau,” jawab Dinara malas membua
“Nyonya, Bu Sandra, tolonglah biarkan saya pergi. Saya tetap akan melahirkan anak ini dan menyerahkannya pada anda, tapi saya mohon, keluarga saya butuh saya.” Dinara berlutut pada mamanya Arka, Nyonya Dena. “Dinara, jangan membuat masalah. Kamu tau apa akibatnya kalau kamu melawan Arka kan? Jangan mengacaukannya lagi, tolong bersikaplah yang baik. Lahirkan anak itu dan kamu bisa pergi. Kalau kamu terus mencari masalah sama suami saya, jadi kapan saya punya waktu untuk berduaan dengan suami saya? Kapan saya bisa liburan honeymoon sama suami saya? Kamu tunggu saja, kalau saya hamil nanti, saya akan suruh suami saya lepasin kamu.” Sahut Sandra memarahi Dinara yang seketika itu terdiam membeku. Benar juga, semua orang tau kalau Sandra adalah istri sah Arka secara hukum, agama dan media. Sedang Dinara adalah istri rahasia yang dinikahi secara siri oleh Arka karena saat itu Dinara sudah terlanjur hamil. “Dinara, saya akan menjamin keselamatan dan kenyaman
"Nyonya, saya cuman, saya hanya tidak bisa tidur. Jadi saya pikir akan lebih baik jika saya jalan-jalan ke sekitar rumah." Dinara tergagap beralasan. "Tolong jangan kasih tau Pak Arka, saya gak mau diikat lagi Nyonya. Saya mohon, ya?" Dinara berlutut di hadapan Nyonya Dena yang menatapnya tajam. "Kalau hanya jalan-jalan, kenapa kamu berjalan di bawah kegelapan? Kenapa kamu memegang telepon? Siapa yang ingin kamu hubungi? Kamu ingin kabur?" Tegas Nyonya Dena lagi mencerca Dinara yang tampak bingung. "Tidak, Nyonya. Saya tidak akan mungkin berani kabur. Saya hanya ingin bicara pada orang tua saya saja. Saya ingin tau kabar mereka, itu saja. Saya tidak bohong Nyonya. Tolonglah Nyonya, hanya 5 menit saja. Saya hanya akan mengatakan pada mereka kalau saya baik-baik saja." Melihat Dinara memohon sampai seperti ini, Nyonya Dena menjadi tidak tega. Nyonya Dena menghela nafas panjang dan menatap wajah Dinara . "Berdiri, saya kasih kamu waktu 5 menit baik orang tua kamu jawab teleponnya atau
Dinara baru saja keluar dari kamar mandi dan baru saja memakai pakaiannya berupa daster longgar ditemani oleh seorang pelayan. Tiba-tiba saja Arka masuk ke dalam kamarnya yang sudah menjadi kamar Dinara untuk beberapa waktu ke depan tersebut dengan wajah bringas. Melihat Arka masuk, pelayan yang sedang bersama Dinara otomatis keluar dari kamar Dinara . Arka memegang lengan bagian atas Dinara kencang dan menariknya. "Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu katakan tadi benar? Apa aja yang kamu tau? Apa sebenarnya rencanamu? Kenapa kamu melakukan ini sekarang?" "Kenapa anda sangat ingin tau, Pak? Tolong jangan lakukan ini pada saya atau mereka akan sangat dan lebih membenci saya lagi. Mereka akan membunuh saya, jadi tolong jangan temui saya lagi. Bisa kan Pak?" Ekspresi wajah Dinara membingungkan Arka. "Kamu mencoba mempermainkan saya? Hah?!" Bentak Arka tidak sabar membuat tubuh Dinara sedikit terhuyung. "Apa yang anda maksud, Pak? Bagaimana saya bisa dan bagaiman
Keadaan Hardiansyah sudah cukup baik. Hardiansyah juga sudah keluar dari rumah sakit dan Hardiansyah memilih untuk pergi ke rumah orang tua Dinara tidak perduli jika Hardiansyah diikuti oleh mata-mata Arka. "Bagaimanapun keadaannya mereka harus tau kondisi Dinara yang sebenarnya. Dinara harus segera menceraikan Arka." Pikir Hardiansyah menatap ke sekeliling jalanan dari dalam taksi. Begitu sampai, Hardiansyah segera memasuki rumah orang tua Dinara dan duduk bergabung bersama dengan mereka yang saat itu terlihat sedang sibuk menelpon seseorang. Hardiansyah terkejut dengan mata terbelalak saat papanya Dinara menyebutkan nama Dinara . "Itu Dinara Om? Serius? Hardi boleh ngomong gak sama Dinara ?" Hardiansyah sangat antusias dan menjadi tak sabaran. Papanya Dinara memberikan ponselnya pada Hardiansyah agar Hardiansyah bisa bicara pada Dinara . "Halo, Nis. Kamu baik-baik aja kan? Kamu dimana Nara? Kamu harus segera bercerai dari Arka, atau nanti dia bisa menyakiti kamu lagi," ujar Hardi
Aaaaaahhhhh! Brukkkk! Semua orang yang berada di sana berteriak histeris melihat insiden tersebut. Dalam hitungan detik, semua orang yang berada di sana mendekati mengelilingi Dinara dan Nyonya Dena yang sudah berlumuran darah. Kedua orang tua Dinara yang baru saja melihat Dinara mengelami kecelakaan seketika itu berteriak histeris lalu pingsan. "Dinara ... Dinara ... Sayang. Bangun nak," ujar Yulia, mamanya Dinara lemas seraya memegang tangan penuh darah Dinara . Tidak ada orang yang berani memegang atau menolong Dinara serta Nyonya Dena. Mereka hanya memotret dan bergosip di sekitar Dinara dan Nyonya Dena yang posisi jatuhnya berpisah namun tidak terlalu jauh. Jika dilihat, diantara Dinara dan Nyonya Dena yang paling parah adalah Dinara karena mobil menabrak tubuh Dinara lebih dulu. Tak lama, mobil ambulance dan polisi datang dan segera bertindak. Petugas medis mengangkat Dinara dan Nyonya Dena masuk ke dalam mobil ambulnace untuk diberi tindakan darurat seraya mereka menuju ru
"Dinara? Ya, pasti ini." Raisa tersenyum puas merasa beruntung karena tiba-tiba Dinara mengirimkan pesan pada Hardiansyah. Raisa juga sangat yakin dengan nama Dinara di kontrak ponsel Hardiansyah. Sayangnya Raisa tidak bisa mengambil nomor ponsel Dinara karena Raisa tidak mengetahui password ponsel Hardiansyah.Isi pesan Dinara. "Hai, Har. Apa kabar? Rasanya Uda lama banget ya kita gak ngobrol bareng. Aku ada sedikit problem nih dan aku butuh banget kamu. Kira-kira kapan dan dimana ya kita bisa ketemuan?" Membaca itu, Raisa jadi memiliki ide untuk ikut dengan Hardiansyah saat Hardiansyah pergi nanti. Dengan begitu, Raisa bisa lebih dekat dengan Dinara dan Raisa juga sangat yakin, orang yang bisa membantunya adalah Dinara."Baiklah, aku harus mengenalnya dan dekat dengannya. Dengan begitu, aku akan punya alasan untuk keluar dan mendekatkan diri pada wanita itu." Raisa bermonolog seraya mengembalikan ponsel Hardiansyah.Tak lama, Hardiansyah pulang ke rumah dengan diantar oleh Sandra.
"Temui aku di kantor sekarang juga." Arka menghubungi Sandra dan memintanya segera datang."Oke." Singkat Sandra tersenyum seakan dia menang. Di kantor Arka, tepatnya di dalam ruangan Arka."Bagaimana, Sayang? Aku sudah datang," ujar Sandra mendekat ke arah Arka hendak menggodanya. Namum, bukannya tergoda oleh Sandra, Arka malah terlihat jijik dan menghindari sentuhannya."Duduk di sana." Pinta Arka menunjuk ke arah kursi yang ada di seberang mejanya.Sandra tidak menjawab dan hanya menuruti perintah Arka. Setelah Sandra mendudukkan bokongnya. Barulah obrolan berjalan."Baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Sandra memulai obrolan karena Arka tak kunjung memulai obrolan."Aku ingin kamu lakukan tes ulang, bukan di rumah sakit yang sama." Pinta Arka secara blak-blakan membuat Sandra sedikit terkejut namun Sandra masih tetap memaksa senyum."Ternyata kamu masih belum percaya aku ya. Bagaimana kalau aku menolak?" Sandra memastikan apa yang saat ini muncul di otaknya.Kalau b
Setelah mandi dan berpakaian, Raisa kembali mendudukkan bokongnya ke bibir ranjang dan menggulung rambutnya tanpa menggunakan apapun. Wangi khas yang semerbak dari Raisa tercium dalam oleh Hardiansyah.Aroma tubuh Raisa bercampur dengan aroma segar dari sabun yang Raisa gunakan selalu menjadi favorit Hardiansyah.Hardiansyah membuka matanya dan bergerak mendekati Raisa, memeluknya lalu menarik tubuh Raisa hingga tubuh Raisa ambruk di atasnya."Temani aku sebentar, Sayang. Tetap dalam posisi ini, ya." Pinta Hardiansyah memejamkan matanya lagi dan mengunci posisi Raisa yang ambruk di atasnya."Tapi aku sudah tidur tadi. Aku gak pengen tidur lagi," ujar Raisa merasa tidak nyaman dengan posisinya sebab tangan Hardiansyah terlalu erat memeluknya.Merasakan ketidaknyamanan Raisa, Hardiansyah segera menaruh tubuh Raisa ke sampingnya dan memeluknya erat."Sebentar saja," ujar Hardiansyah sedikit memelas dengan suara seksinya yang Raisa pun tidak mampu menolaknya selain hanya menghela nafas pa
Di apartemen Sandra."Bagaimana cara kamu melakukannya? Dan soal tadi, terimakasih ya, kamu menyelamatkan aku." Hardiansyah duduk santai di atas sofa memperhatikan Sandra yang baru saja selesai mandi dan bergerak ke sana-kemari tanpa busana.Sandra tersenyum licik. "Kamu mau tau bagaimana caranya?" Wanita jahat itu berjalan ke arah Hardiansyah dengan wajah menggoda kemudian duduk di pangkuan Hardiansyah sedang Hardiansyah hanya diam saja."Aku tidur dengan dokter itu. Aku menjadi selingkuhannya hahaha. Bagaimana menurutmu?" Sejenak Hardiansyah panas dan jijik, tapi Hardiansyah juga harus sadar diri dengan keadaan mereka semua dan status mereka."Apa menurutmu dia merasa puas olehmu? Kamu bisa?" Hardiansyah tampak meremehkan Sandra dari raut wajahnya."Tentu saja. Malah aku yang kurang puas. Aku hanya puas denganmu saja, Sayang. Bagaimana kalau kita," goda Sandra mengajak Hardiansyah."Aku lelah. Aku tadi baru main sama Raisa." Hardiansyah membalas balik melihat reaksi Sandra yang sek
Sesampainya di rumah setelah berdiaman di dalam mobil. Dengan wajah murung Raisa masuk ke dalam rumah lalu langsung masuk ke dalam kamar dengan membantingnya.Raisa tidak ingin Hardiansyah masuk ke dalam kamar, oleh sebab itu Raisa mengunci pintu kamar. "Aku harus cari sesuatu yang bisa membantuku mengetahui siapa aku." Pikir Raisa membongkar isi kamarnya sedang Hardiansyah mencoba membuka pintu dengan membujuk Raisa. Tapi Raisa tidak mendengarnya sama sekali."Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau begini terus, semuanya bisa berantakan." Pikir Hardiansyah menjambak rambutnya kesal."Untung aja Sandra datang di saat yang tepat. Setelah mengurus anak ini, aku akan segera menemui Sandra." Hardiansyah harus menyusun rencana ulang. "Baiklah, aku harus buat Raisa tidur dulu, aku akan kurung dia sebentar di rumah, lalu aku akan pergi menemui Sandra." Tidak ingin menggunakan cara kekerasan, Hardiansyah mencari kunci cadangan pintu kamarnya untuk membuka pintu. Hardiansyah punya beberapa, jad
"Aku seperti mengenal wanita itu. Aku merasa familiar dengannya," jawab Raisa jujur."Baiklah. Sekarang fokus sama kesehatan kamu dulu ya. Dokter dan perawat uda siap. Kamu juga bersiaplah," ujar Hardiansyah memberi arahan pada Raisa.Raisa menurut dan proses pemeriksaan segera berjalan. Hardiansyah diam berdiri memperhatikan Raisa di samping dokter yang memeriksanya menggunakan alat medis yang cukup canggih.Dari layar monitor, terlihat bentuk tengkorak kepala Raisa dan Hardiansyah yang tidak mengerti apapun hanya diam saja melihat dokter membuat catatan di bukunya sambil melihat monitor tersebut.Setelah beberapa saat, pemeriksaan selesai. Hardiansyah dan Raisa diminta menunggu di ruang tunggu sedang dokter membuat rincian dan menganalisa hasil pemeriksaan kepala Raisa."Sayang, aku pasti baik-baik aja kan?" Tanya Raisa pada Hardiansyah yang sejak tadi hanya diam saja memikirkan sesuatu."Aku berharap seperti itu, Sayang." Hardiansyah tersenyum memaksa. Waktu sudah menunjukkan puku
Drtttt... Drtttt ...Hardiansyah menyadari merasakan ponselnya bergetar dari bawah bantalnya, namun karena Hardiansyah sangat mengantuk akhirnya Hardiansyah memilih untuk mengabaikan ponselnya. Pasalnya Hardiansyah baru saja berhasil terlelap setelah mengalami beberapa drama singkat.Sedang di ujung dunia lain, Sandra terlihat sangat kesal karena panggilannya tidak dijawab oleh Hardiansyah."Kenapa dia tidak menjawab telepon ku? Biasanya dia selalu menjawab dengan cepat. Apa dia,-" Sandra mulai menduga-duga."Tidak, ini tidak bisa terjadi. Enak saja dia." Sandra mengomel seraya terus berusaha menghubungi Hardiansyah. Namun baru sekali deringan, panggilan Sandra ditolak. Membuatnya sakit hati dan bertambah kesal hingga Sandra melempar ponselnya ke atas lantai."Sialan!" Makinya tidak senang.Sedang di tempat lain, Hardiansyah merasa terganggu dengan getaran ponselnya yang juga membuat Raisa terbangun. Malas dengan drama mereka, Hardiansyah akhirnya menolak panggilan Sandra dan segera
"Iri denganku? Hah, apa yang bisa dia iri kan dari aku? Aku penyakitan gini, selalu nyusahin orang," jawab Raisa terkekeh mengasihani dirinya sendiri."Huss, Sayang.. Jangan ngomong gitu ah, aku gak suka. Kamu itu gak nyusahin aku kok." Dengan cepat Hardiansyah yang peka dengan perkataan Raisa memeluknya hangat membuat Raisa tersenyum menyeringai."Kalau gitu, aku boleh gak, minta kamu jangan terlalu dekat dengannya dan jangan sering bertemu dengannya? Jujur saja, aku cemburu." Raisa melancarkan rencananya dengan sangat baik."Aku tau, dia temanmu, mungkin kalian juga lebih dulu kenal dari kamu kenal aku. Tapi Sayang, aku kan wanita kamu." Sambungnya lagi sebelum Hardiansyah menjawab.Sedang Hardiansyah entah kenapa menjadi degdegan setelah perlakuan dan ucapan Raisa ini. Hardiansyah diam menatap Raisa seraya menelan ludah kasar. Hardiansyah sadar perasaannya kian berubah karena kehadiran Raisa. Tujuannya bisa goyah. Di sisi lain, Hardiansyah juga tidak bisa berhenti dari perjalanann
Setibanya di rumah sakit. Hardiansyah dengan cepat segera menggendong Raisa masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ruang UGD diikuti oleh para perawat yang siap siaga ketika melihat Hardiansyah."Bapak dan ibu harap tunggu di luar saja ya. Saya akan segera memanggil dokter." Perawatan tersebut meminta agar Hardiansyah dan Sandra keluar dari ruangan ketika Raisa sudah berada di atas ranjang.Hardiansyah dan Sandra menurut. Mereka segera keluar bersama dengan perawat yang akan pergi memanggil dokter tersebut. "Hufttt, menyusahkan saja. Kenapa sih gak dari dulu aja kita lenyap kan dia? Ini juga gara-gara kamu ya." Keluh Sandra pada Hardiansyah.Sedang Hardiansyah yang lelah juga khawatir pada Raisa memilih untuk diam dari pada harus menjawab Sandra yang selalu memarahinya. Apalagi saat ini wanita gila itu sedang mengandung anaknya.Tak lama, dokter datang bersama perawat yang memanggilnya. Hardiansyah hanya bisa berdoa kali ini agar Raisa baik-baik saja.Beberapa waktu kemudian, pintu ru