Dinara memikirkan cara untuk bisa keluar dari tempat ia dikurung saat ini. Dinara juga berusha untuk melepaskan tali yang mengikat tangan dan kakinya. Di sisi kirinya, Dinara melihat jendela yang cukup besar, mungkin jika Dinara bisa melepaskan tali tersebut, Dinara bisa kabur tanpa Dinara sadari seluruh tempat itu dijaga oleh petugas keamanan. Bahkan di depan pintu kamar Arka yang saat ini Dinara tempati juga sudah dijaga oleh petugas. Saatnya makan siang. Ketika Dinara masih berusaha melepaskan tali yang mengikat satu tangannya, pintu kamar terbuka membuat Dinara terkejut waspada dan langsung melepaskan tangannya. “Nona muda, saatnya makan siang. Mau makan sendiri atau saya bantu?” Pelayan suruhan Arka meletakkan nampan berisi sepiring makanan dan juga segelas air putih ke atas kasur namun Dinara tidak perduli. Dinara lebih memilih untuk membuang badan dan memunggungi pelayan tersebut. “Bawa saja atau taruh saja di situ. Nanti saya makan kalau saya mau,” jawab Dinara malas membua
“Nyonya, Bu Sandra, tolonglah biarkan saya pergi. Saya tetap akan melahirkan anak ini dan menyerahkannya pada anda, tapi saya mohon, keluarga saya butuh saya.” Dinara berlutut pada mamanya Arka, Nyonya Dena. “Dinara, jangan membuat masalah. Kamu tau apa akibatnya kalau kamu melawan Arka kan? Jangan mengacaukannya lagi, tolong bersikaplah yang baik. Lahirkan anak itu dan kamu bisa pergi. Kalau kamu terus mencari masalah sama suami saya, jadi kapan saya punya waktu untuk berduaan dengan suami saya? Kapan saya bisa liburan honeymoon sama suami saya? Kamu tunggu saja, kalau saya hamil nanti, saya akan suruh suami saya lepasin kamu.” Sahut Sandra memarahi Dinara yang seketika itu terdiam membeku. Benar juga, semua orang tau kalau Sandra adalah istri sah Arka secara hukum, agama dan media. Sedang Dinara adalah istri rahasia yang dinikahi secara siri oleh Arka karena saat itu Dinara sudah terlanjur hamil. “Dinara, saya akan menjamin keselamatan dan kenyaman
"Nyonya, saya cuman, saya hanya tidak bisa tidur. Jadi saya pikir akan lebih baik jika saya jalan-jalan ke sekitar rumah." Dinara tergagap beralasan. "Tolong jangan kasih tau Pak Arka, saya gak mau diikat lagi Nyonya. Saya mohon, ya?" Dinara berlutut di hadapan Nyonya Dena yang menatapnya tajam. "Kalau hanya jalan-jalan, kenapa kamu berjalan di bawah kegelapan? Kenapa kamu memegang telepon? Siapa yang ingin kamu hubungi? Kamu ingin kabur?" Tegas Nyonya Dena lagi mencerca Dinara yang tampak bingung. "Tidak, Nyonya. Saya tidak akan mungkin berani kabur. Saya hanya ingin bicara pada orang tua saya saja. Saya ingin tau kabar mereka, itu saja. Saya tidak bohong Nyonya. Tolonglah Nyonya, hanya 5 menit saja. Saya hanya akan mengatakan pada mereka kalau saya baik-baik saja." Melihat Dinara memohon sampai seperti ini, Nyonya Dena menjadi tidak tega. Nyonya Dena menghela nafas panjang dan menatap wajah Dinara . "Berdiri, saya kasih kamu waktu 5 menit baik orang tua kamu jawab teleponnya atau
Dinara baru saja keluar dari kamar mandi dan baru saja memakai pakaiannya berupa daster longgar ditemani oleh seorang pelayan. Tiba-tiba saja Arka masuk ke dalam kamarnya yang sudah menjadi kamar Dinara untuk beberapa waktu ke depan tersebut dengan wajah bringas. Melihat Arka masuk, pelayan yang sedang bersama Dinara otomatis keluar dari kamar Dinara . Arka memegang lengan bagian atas Dinara kencang dan menariknya. "Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu katakan tadi benar? Apa aja yang kamu tau? Apa sebenarnya rencanamu? Kenapa kamu melakukan ini sekarang?" "Kenapa anda sangat ingin tau, Pak? Tolong jangan lakukan ini pada saya atau mereka akan sangat dan lebih membenci saya lagi. Mereka akan membunuh saya, jadi tolong jangan temui saya lagi. Bisa kan Pak?" Ekspresi wajah Dinara membingungkan Arka. "Kamu mencoba mempermainkan saya? Hah?!" Bentak Arka tidak sabar membuat tubuh Dinara sedikit terhuyung. "Apa yang anda maksud, Pak? Bagaimana saya bisa dan bagaiman
Keadaan Hardiansyah sudah cukup baik. Hardiansyah juga sudah keluar dari rumah sakit dan Hardiansyah memilih untuk pergi ke rumah orang tua Dinara tidak perduli jika Hardiansyah diikuti oleh mata-mata Arka. "Bagaimanapun keadaannya mereka harus tau kondisi Dinara yang sebenarnya. Dinara harus segera menceraikan Arka." Pikir Hardiansyah menatap ke sekeliling jalanan dari dalam taksi. Begitu sampai, Hardiansyah segera memasuki rumah orang tua Dinara dan duduk bergabung bersama dengan mereka yang saat itu terlihat sedang sibuk menelpon seseorang. Hardiansyah terkejut dengan mata terbelalak saat papanya Dinara menyebutkan nama Dinara . "Itu Dinara Om? Serius? Hardi boleh ngomong gak sama Dinara ?" Hardiansyah sangat antusias dan menjadi tak sabaran. Papanya Dinara memberikan ponselnya pada Hardiansyah agar Hardiansyah bisa bicara pada Dinara . "Halo, Nis. Kamu baik-baik aja kan? Kamu dimana Nara? Kamu harus segera bercerai dari Arka, atau nanti dia bisa menyakiti kamu lagi," ujar Hardi
Aaaaaahhhhh! Brukkkk! Semua orang yang berada di sana berteriak histeris melihat insiden tersebut. Dalam hitungan detik, semua orang yang berada di sana mendekati mengelilingi Dinara dan Nyonya Dena yang sudah berlumuran darah. Kedua orang tua Dinara yang baru saja melihat Dinara mengelami kecelakaan seketika itu berteriak histeris lalu pingsan. "Dinara ... Dinara ... Sayang. Bangun nak," ujar Yulia, mamanya Dinara lemas seraya memegang tangan penuh darah Dinara . Tidak ada orang yang berani memegang atau menolong Dinara serta Nyonya Dena. Mereka hanya memotret dan bergosip di sekitar Dinara dan Nyonya Dena yang posisi jatuhnya berpisah namun tidak terlalu jauh. Jika dilihat, diantara Dinara dan Nyonya Dena yang paling parah adalah Dinara karena mobil menabrak tubuh Dinara lebih dulu. Tak lama, mobil ambulance dan polisi datang dan segera bertindak. Petugas medis mengangkat Dinara dan Nyonya Dena masuk ke dalam mobil ambulnace untuk diberi tindakan darurat seraya mereka menuju ru
"Apa?" Tanya Arka yang sebenarnya sudah menduga kalau pada akhirnya dirinya akan kehilangan janin itu. Tapi Arka tidak bisa kehilangan Dinara setelah Dinara menyelamatkan Nyonya Dena. "Dokter, lakukan apapun agar pasien selamat dan cepat pulih. Tidak peduli berapapun biayanya, saya akan tanggung. Dan, janin itu, saya akan menguburkannya. Apa saya bisa membawanya?" Arka melanjutkan ucapannya agar mamanya Dinara tidak salah paham. "Kami mengerti dan kami pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan pasien. Kalau gitu, saya permisi. Sebelum pasien dipindahkan ke ruang ICU, nanti saya akan memeriksa ulang keadaan pasien dan tanda vital pasien. Kita doakan saja pasien bisa bertahan dan kondisinya stabil." "Apa kami sudah boleh jenguk, Dok?" Tanya Yulia kemudian sebelum dokter pergi. "Maafkan saya Bu, pasien belum bisa dijenguk." ### Dinara bingung karena tiba-tiba saja Dinara berada di sebuah taman bunga yang sangat indah dan damai. Namun Dinara hanya berjalan seorang di
Sebelum pria itu menjawab siapa pelaku sebenarnya yang menabrak Dinara dan Nyonya Dena, petugas polisi telah datang lebih dulu untuk memberitahu Dimas bahwa jenguk sudah habis dan Dimas harus segera keluar karena pria tersebut akan melakukan serangkaian pemeriksaan kesehatan lainnya apakah pria tersebut mabuk atau fly akibat narkoba. Terpaksa dengan kesal Dimas segera pergi dari ruang tersebut dengan membawa kekecewaan, tapi sejak awal, Dimas sudah mencurigai Sandra a. Dimas jauh lebih mengenal dan mengetahui sikap Sandra dibanding Arka sendiri yang sudah buta akibat dimabuk cinta. Sebelum insiden satu malam itu, Dimas sudah tau kalau Sandra tidak mencintai Arka, Sandra tergila-gila pada karir modelnya dan rela meninggalkan Arka, namun Sandra juga cukup pintar, Sandra tidak ingin rugi dengan melepaskan Arka begitu saja, oleh sebab itu, sebelum Sandra pergi ke Jerman, Sandra meminta agar Arka melamarnya dan akhirnya mereka bertunangan.Dan setelah karirnya gagal, Sandra kembali ke Ind