Happy Reading*****Tari dan si bungsu menjerit histeris ketika sebuah boneka yang bersimbah darah keluar dari dalam kotak. Kepala boneka hampir putus dengan pisau yang menancap pada perut. Sang pengirim mengibaratkan boneka tersebut adalah Tari.Si gadis tanpa sadar memeluk Andrian erat termasuk Akmal. Sungguh kado yang dikirimkan itu sangat menyeramkan. Mendengar suara teriakan yang menggema, Febi dan Shalwa berlari pada Ayah mereka."Ayah, Tante Tari kenapa?" tanya Febi.Matanya melotot saat melihat boneka itu. "Boneka siapa ini?"Andrian tak lagi peduli dengan pertanyaan putrinya. "Kak, panggilkan satpam!" perintahnya. Dia terlalu takut dengan reaksi sang pujaan dan juga si bungsu."Tenanglah, Tar. Aku pasti akan mencari tahu siapa pengirim kado itu. Berani sekali dia melakukannya." Andrian mengusap punggung gadis itu. Tak ada niat lain kecuali ingin menenangkan sang pujaan.Tergopoh penjaga rumah Andrian menghadap. Lelaki paruh baya itu tidak tahu-menahu dengan hadiah yang diteri
Happy Reading*****Menjelang senja, Andrian masih belum melihat kedatangan Tari biasanya gadis itu sudah datang dan membantu Bibi menyiapkan keperluan serta makanan untuk orang-orang yang bertahlil. Namun, sampai azan magrib berkumandang bayangan gadis itu belum tampak. Andrian mulai resah memikirkannya, dia takut peneror itu melakukan kejahatan seperti yang tertulis pada surat ancaman tadi.Selesai salat Magrib, Andrian pergi ke kamar si sulung. "Sayang, tolong panggilkan Pak satpam!" suruhnya pada Febi. Beruntung gadis kecil yang mulai belajar berjilbab itu sudah selesai salatnya. Dia sedang merapikan mukenah dan pergi ke dapur membantu si bibi. Namun, urung karena mendengar perintah sang orang tuanya. "Iya, Yah."Melihat kedatangan putri majikannya, lelaki paruh baya yang bertugas menjaga keamanan rumah Andrian, mengerutkan kening. Kali ini, entah apa lagi yang akan diperintahkan sang majikan. Setelah kado teror dan drama perdebatan dengan istri kedua sang pemilik rumah, Pak satp
Happy Reading*****Pulang dengan langkah gontai, Andrian masuk ke kamar si bungsu. Si kecil meringkuk, memeluk sang kakak. Lelaki itu mendekati keduanya. Tangannya terulur mengusap kepala buah hatinya satu per satu. "Ke depannya, kalian harus lebih kuat. Ayah janji akan mencari Tante Tari dan membawanya pulang untuk kalian. Jadi, Adik, Mbak dan Kakak harus lebih sabar," lirih Andrian. Tanpa terasa air mata Andrian berlinang. Jika Nina telah berpulang dan meninggalkan Andrian, saat itu masih ada Tari sebagai sandaran hati. Namun, gadis itupun kini pergi entah ke mana.Andrian sudah menghubungi beberapa orang untuk mengecek keberadaan Tari di kosnya. Namun, gadis itu juga tidak pergi ke sana. Harapan lelaki itu adalah rumah orang tua Tari. Namun, dia juga bingung di mana rumah keluarga si gadis.Tari adalah seorang wanita yang jarang terlihat berkumpul dengan seseorang. Selama bekerja menjadi sekretaris, Andrian belum pernah tahu siapa teman-temannya. Menghela napas panjang, lelaki i
Happy Reading*****Sekretaris yang dipekerjakan Andrian untuk menggantikan posisi Tari menatap aneh pada wanita hami di depannya. Lelaki itu memang tidak tahu seluk beluk si bos dahulu. Namun, sang sekretaris bisa menyimpulkan bahwa Andrian adalah seorang player."Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud," ucap sang sekretaris mengalah. Saat akan membuka suara, pintu ruangan Andrian terbuka. Lelaki itu terlihat di ambang pintu. "Kenapa kamu di situ. Masuk," perintah Andrian sedikit menyentak pada Lita. Sang sekretaris baru menyadari perbedaan perilaku si bos pada Tari dan juga perempuan hamil tadi. Jika pada gadis berjilbab itu, mata si bos selalu berbinar. Perkataannya lembut walau Tari sedikit keras saat berkata. Namun, semua bukan urusannya lagi, lelaki berkaca mata itu melanjutkan pekerjaan setelah Lita masuk dan si bos menutup pintu ruangannya.Tatapan Andrian tajam menguliti tubuh perempuan hamil di hadapannya. Sementara yang ditatap malah tersenyum lebar penuh kebahagiaan. Ketika Andr
Happy Reading*****Sebelum menginap di balik jeruji besi, Lita sempat menghubungi Anton. Wanita itu meminta bantuan si kekasih gelap untuk datang ke kantor polisi. Sebenarnya, Anton malas terlibat lebih jauh dengan masalah perempuan hamil tersebut. Namun, mengingat Lita tidak memiliki keluarga di kota ini atas nama persahabatan dan hubungan perselingkuhan. Lelaki itupun menyanggupi untuk menjenguk."Kamu buat ulah apa lagi, Lit?" tanya Anton yang mulai frustasi dengan masalah Lita. Belum ada satu bulan pengusiran, dia sudah dimasukkan penjara oleh Andrian."Semua karena kesalahanmu. Mengapa kamu tidak bisa menahan nafsu begituan. Andai Andrian tidak melihat perbuatan kita, aku pasti masih bahagia dengan segala fasilitas yang dia berikan. Tidak menjadi susah seperti sekarang. Ngasih saran tidak berguna sama sekali," gerutu ibu hamil itu mengeluarkan semua unek-unek dalam hati. Lita terlihat begitu frustasi dengan keadaannya sekarang. "Tingkahmu sendiri membuat begini. Tidak perlu men
Happy Reading*****Andrian mulai bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan Febi dan Shalwa. Dari mana dua gadis kecil itu tahu jika Tari pergi meninggalkannya dan anak-anak."Ayah, kenapa bohong," kata Shalwa. Sudah seperti orang dewasa saja tingkahnya. Tangan yang masih menyilang di depan dada dengan mata membulat sempurna. Tak ada senyum, raut mukanya tegang."Ayah mandi dulu dan salat. Setelah itu, baru ayah ceritakan semuanya. Kalian sudah salat belum?" tanya Andrian berusaha mengalihkan pertanyaan dua buah hatinya."Sudah, Yah," jawab si bungsu."Ayah jangan bohong. Harus ceritakan apa yang terjadi. Kami tidak mau kehilangan Tante Tari seperti kami kehilangan Bunda." Febi menyentuh ujung kelopak mata dengan jari telunjuk. Entah mengapa, air matanya mulai turun."Siap. Tunggu Ayah di ruang tengah saja. Setelah itu kita makan terlebih dahulu." Bernapas lega, Andrian masuk ke kamar. Melemparkan tas yang dibawa ke ranjang dengan sembarangan. Duduk di tepi ranjang dengan memejamka
Happy Reading*****"Boleh saya masuk?" tanya Andrian sopan. "Boleh. Mari, Pak." Perempuan sepuh itu membuka pagar. "Mobilnya dimasukkan saja. Daerah sini, tangannya banyak yang usil."Si bos, hanya mengangguk dan sedikit membungkukkan badan. Lalu, dia masuk mobil dan melajukan ke halaman rumah yang terbilang cukup luas. Ketika Aminah, ibunya Tari membukakan pintu. Andrian mengatakan, cukup di teras saja.Lelaki itu teringat dengan nasihat Tari dan Ustaz Muhammad untuk menjaga pandangan dan juga perilaku terhadap lawan jenis."Baiklah, Pak. Silakan duduk," suruh Aminah, "jadi ada apa dengan putri saya?""Begini, Bu. Saya mau menanyakan keberadaan Tari, tapi sepertinya dia nggak ada di rumah ini," ucap Andrian. Dia meneliti kediaman perempuan yang telah melahirkan sang pujaan.Aminah mengerutkan kening. "Bukankah Bapak bosnya, lalu kenapa mencari putri saya ke sini?"Menegakkan tubuh dan mulai serius, Andrian menggeser sedikit posisi duduknya sehingga berhadapan dengan Aminah secara l
Happy Reading*****"Baik, Bu. Kalau Mas ketemu sama Tari tak sampaikan pesannya Ibu. Mas, tutup dulu telponnya, ya." "Ya, sudah. Sampaikan salam ibu sama istrimu. Jangan lupa pesen yang tadi kalau ketemu adikmu." Panggilan pun terputus setelah mereka mengucap dan membalas salam.Aminah meletakkan ponselnya pada meja. Lalu memijit pelipisnya pelan. Bagaimana bisa lelaki yang berstatus suami orang bisa mencintai putrinya. Pantas jika Tari kemudian menghilang. "Haruskah aku menghubungi ayahnya? Ah, lebih baik tidak usah. Lelaki itu pasti tidak akan pernah peduli dengan keadaan dan keberadaan anak-anaknya," kata Aminah berbicara sendirian.Sementara itu, Tari yang baru saja menyelesaikan makan malam mendapat telepon dari saudara laki-lakinya. "Ya, Mas," jawab si gadis."Bosmu sudah datang menemui Ibu. Sebaiknya kamu telpon beliau sebelum Ibu berpikir yang tidak-tidak.""Ya, Mas. Nanti saja telponnya. Aku masih harus membereskan semua baju dan yang lainnya biar cepet bisa istirahat.""Y