Home / Rumah Tangga / Sekeping Hati yang Bertahan / Bab 128: Tekanan yang Kian Menguat

Share

Bab 128: Tekanan yang Kian Menguat

Author: Le Vant
last update Last Updated: 2024-11-13 11:04:32

Keesokan paginya, Wulan bangun dengan perasaan yang bercampur aduk. Mimpi yang ia alami semalam masih membekas, membuatnya merenung lebih dalam tentang apa yang sebenarnya ia inginkan dalam hidup. Namun, sebelum ia bisa menyelesaikan pikirannya, kenyataan hidup sudah kembali memanggilnya.

Saat Wulan turun ke dapur, Bu Ratna sudah duduk di meja makan, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Wulan bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dari cara mertuanya memandangnya pagi ini.

"Kamu tidur nyenyak, Wulan?" tanya Bu Ratna dengan nada yang hampir terdengar sinis.

Wulan mengangguk pelan, meski dalam hatinya ia merasa cemas. "Alhamdulillah, Bu. Apakah ada yang bisa saya bantu pagi ini?"

Bu Ratna tidak langsung menjawab. Ia menghela napas panjang, seakan ingin mengatakan sesuatu yang penting. "Aku ingin kita bicara sedikit, Wulan. Tentang rumah ini... dan tentang kamu."

Jantung Wulan berdegup kencang. "Tentu, Bu. Apa yang ingin Ibu bicarakan?"

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 129: Rencana yang Tersusun Rapi

    Pagi itu, Wulan bangun lebih awal dari biasanya. Matanya terasa sedikit berat karena kurang tidur, namun tekadnya yang kuat untuk memperbaiki situasi mendorongnya untuk segera bangkit. Di dalam pikirannya, ia sudah menyusun rencana bagaimana menghadapi hari ini—baik sebagai istri yang lebih perhatian maupun sebagai pemilik rahasia dari Solus Group.Wulan memutuskan untuk memulai hari dengan melakukan hal-hal kecil yang mungkin akan membuat Dimas merasa lebih diperhatikan. Ia memasak sarapan kesukaan Dimas, dan menyiapkan pakaian kerja yang sudah disetrika dengan rapi. Ketika Dimas bangun, Wulan menyambutnya dengan senyuman hangat dan ciuman di pipi."Selamat pagi, Mas," ucap Wulan dengan suara lembut. "Sarapan sudah siap. Aku masak bubur ayam kesukaanmu."Dimas tampak sedikit terkejut dengan perhatian Wulan pagi itu, tetapi ia menyambutnya dengan senyuman. "Terima kasih, Sayang. Kamu bangun lebih awal hari ini?"Wulan hanya mengangguk. "Iya, aku ing

    Last Updated : 2024-11-14
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 130: Layar yang Terbelah

    Hari itu, Dimas pulang lebih awal dari biasanya. Wulan yang sedang sibuk di dapur, tidak menyadari kehadirannya hingga ia mendengar suara pintu depan yang tertutup perlahan. Ia bergegas keluar dari dapur dan menemukan Dimas sedang melepas sepatunya di ruang tamu.“Kok pulang cepat, Mas?” Wulan menyapa dengan senyum manis.Dimas menatap Wulan dengan lembut. “Hari ini pekerjaan di kantor selesai lebih cepat. Aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak denganmu.”Mendengar ucapan Dimas, hati Wulan menghangat. Ia merasa bersyukur memiliki suami yang begitu peduli, meskipun Dimas tidak tahu apa yang sebenarnya ia alami di rumah ini. Sementara itu, Bu Ratna dan Aisyah, adik iparnya, diam-diam memperhatikan dari kejauhan. Mereka tahu bahwa dengan Dimas di rumah, mereka harus bersikap baik pada Wulan.“Kita habiskan sore ini bersama-sama, ya?” usul Dimas sambil tersenyum.Wulan mengangguk setuju, namun di balik senyumnya,

    Last Updated : 2024-11-14
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 131: Di Balik Senyum Pagi

    Pagi di rumah keluarga Dimas selalu diawali dengan rutinitas yang hampir sama setiap hari. Dimas sudah berangkat kerja, dan Wulan menyiapkan sarapan untuk Bu Ratna dan Aisyah. Namun, pagi ini ada sesuatu yang berbeda dalam hati Wulan. Meskipun senyumnya tetap terpancar saat menghidangkan makanan di meja makan, di dalam dirinya, Wulan merasakan kekuatan baru yang mulai tumbuh.Bu Ratna duduk di meja makan, memandang Wulan dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. "Sarapan hari ini terlihat enak," komentar Bu Ratna dengan nada datar.Wulan tersenyum lembut. "Terima kasih, Bu. Saya harap Ibu dan Aisyah menyukainya."Aisyah, yang baru saja bergabung di meja makan, hanya mengangguk kecil tanpa banyak bicara. Sejak dulu, Aisyah selalu mengikuti ibunya dalam hal apapun, termasuk dalam cara mereka memperlakukan Wulan. Namun, Wulan tidak mempermasalahkan hal itu. Ia sudah terbiasa dengan sikap dingin mereka.Saat mereka makan, Wulan tetap sibuk di dapur, memastikan

    Last Updated : 2024-11-15
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 132: Bayangan Kesepian

    Malam hari di rumah keluarga Dimas selalu sunyi. Setelah makan malam selesai dan semua pekerjaan rumah beres, Wulan biasanya akan duduk di ruang tengah, menemani Bu Ratna dan Aisyah yang menonton televisi. Namun, malam ini, suasana terasa lebih dingin dari biasanya. Hanya suara televisi yang mengisi kekosongan, sementara ketiganya duduk terpisah dengan pikiran masing-masing.Wulan, yang biasanya sibuk memastikan segalanya sempurna, kali ini hanya duduk diam. Tatapannya sesekali melirik jam dinding, berharap waktu berjalan lebih cepat. Ia merindukan saat-saat ketika Dimas pulang kerja, meski tahu kehadirannya tidak akan banyak mengubah situasi. Ada perasaan kosong yang mulai menggerogoti hatinya, dan ia sadar bahwa kesepian yang ia rasakan semakin mendalam.Aisyah, yang duduk di ujung sofa, tampak sibuk dengan ponselnya. Sesekali ia tertawa kecil saat membaca sesuatu, tapi tidak ada usaha untuk melibatkan Wulan dalam percakapan. Sementara itu, Bu Ratna tetap fokus pada

    Last Updated : 2024-11-15
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 133: Kabut Ketidakpastian

    Pagi datang dengan dingin yang menusuk tulang. Wulan terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai tidak mampu menghangatkan hatinya yang gundah. Ia menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada rasa takut, namun juga tekad yang mulai tumbuh kuat dalam dirinya.Pikirannya masih tertuju pada janji yang ia buat kepada dirinya sendiri malam sebelumnya. Tekad untuk tidak lagi membiarkan dirinya hanyut dalam ketidakadilan yang ia alami. Wulan tahu bahwa langkah pertama yang harus ia ambil adalah tetap tenang dan tidak terburu-buru. Ia harus memikirkan semua ini dengan kepala dingin.Wulan bangkit dari tempat tidur, melipat selimutnya dengan rapi, lalu menuju kamar mandi. Di depan cermin, ia melihat bayangan wajahnya yang tampak lelah. Matanya sedikit sembab, mungkin karena kurang tidur atau beban pikiran yang terlalu berat. Namun, di balik kelelahan itu, ada sinar baru dalam tatapannya. Sinar keberanian yang

    Last Updated : 2024-11-16
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 134: Langkah Awal dalam Kesunyian

    Hari-hari berlalu tanpa banyak perubahan. Keluarga Dimas masih bersikap dingin pada Wulan, dan Dimas sendiri masih tenggelam dalam kesibukan pekerjaannya, tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi di rumah. Wulan menjalani rutinitasnya dengan tenang, menyiapkan sarapan, membereskan rumah, dan menjalani peran sebagai ibu rumah tangga yang setia.Namun, di dalam hati, Wulan tidak lagi merasa seperti dulu. Ada kekuatan yang mulai tumbuh, kekuatan yang datang dari keputusannya untuk tidak lagi diam. Meskipun belum ada tindakan nyata yang ia ambil, Wulan mulai merencanakan langkah-langkah kecil dalam pikirannya. Ia tahu bahwa semua ini tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru. Setiap langkah harus dipikirkan dengan matang, setiap tindakan harus direncanakan dengan hati-hati.Suatu pagi, setelah Dimas berangkat kerja, Wulan memutuskan untuk mulai menyusun rencana kecilnya. Ia duduk di depan meja rias di kamarnya, mengambil sebuah buku catatan yang sudah lama ia simpan. Buk

    Last Updated : 2024-11-16
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 135: Pertemuan yang Menghidupkan Kenangan

    Pagi itu, Wulan merasa ada yang berbeda. Di tengah rutinitas yang membelenggu, ia merasakan semacam semangat baru yang timbul dari dalam dirinya. Hari ini adalah hari di mana ia akan bertemu kembali dengan Dina, sahabat lamanya yang sudah lama tidak ia jumpai. Pikiran tentang pertemuan ini mengusir sejenak semua kerisauan yang biasanya menghantuinya.Selesai menyiapkan sarapan untuk Dimas dan memastikan semua pekerjaan rumah tangga tertangani, Wulan mengenakan pakaian yang rapi namun sederhana. Dia tidak ingin terlalu mencolok, tapi tetap ingin terlihat baik. Ia memilih gaun berwarna pastel lembut, dengan rambut yang diikat rapi ke belakang. Di depan cermin, Wulan melihat bayangan dirinya—sosok seorang wanita yang terlihat tenang di luar, namun memiliki badai yang bergemuruh di dalam.Saat Dimas berpamitan untuk berangkat kerja, Wulan menyelipkan senyum kecil. Dimas, seperti biasa, mengecup keningnya lembut sebelum pergi. "Jaga diri baik-baik ya, Sayang," ucap Di

    Last Updated : 2024-11-17
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 136: Ketegangan yang Tak Terhindarkan

    Pagi menjelang dengan sinar matahari yang hangat menyelinap masuk melalui jendela kamar Wulan. Suara kicauan burung terdengar dari kejauhan, seolah berusaha menghibur hati yang masih bergulat dengan kebingungan dan rasa tertekan. Wulan terbangun dengan perasaan sedikit lebih ringan dari malam sebelumnya, namun tetap saja ada kecemasan yang mengganjal di hatinya.Sebelum Dimas bangun, Wulan memutuskan untuk memulai harinya lebih awal. Ia turun ke dapur, menyiapkan sarapan dengan hati-hati, memastikan segala sesuatunya sempurna. Meski rutinitas ini terasa monoton, Wulan merasa bahwa ini adalah salah satu caranya untuk tetap berfungsi di tengah semua tekanan yang ia rasakan. Namun, di balik setiap gerakan tangan yang teliti, ada pemikiran yang terus berputar tentang bagaimana ia akan menghadapi hari ini.Dimas turun dengan langkah yang ringan. Wulan, seperti biasa, menyambutnya dengan senyum hangat dan piring yang penuh dengan makanan favorit suaminya. Dimas duduk di meja

    Last Updated : 2024-11-17

Latest chapter

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 176: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Keesokan harinya, setelah merayakan keberhasilan mereka, Wulan terbangun dengan perasaan segar. Namun, saat menyiapkan sarapan, bayang-bayang masa lalu kembali menghantuinya. Ia teringat pada perlakuan dingin keluarga Dimas, yang tak kunjung hilang dari ingatannya. Bagaimana mereka selalu terlihat baik di depan Dimas, sementara di belakangnya, mereka memperlakukannya dengan sinis.Saat Dimas masuk ke dapur, Wulan berusaha menyembunyikan pikirannya. “Selamat pagi! Apa kamu siap untuk hari ini?” tanya Dimas dengan semangat.“Selamat pagi. Tentu saja, aku sudah menyiapkan rencana kerja untuk minggu ini,” jawab Wulan, berusaha menunjukkan antusiasme.Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk mengunjungi lokasi pelatihan mereka. Wulan merasakan semangat di dalam dirinya. Namun, saat mereka melangkah keluar, matanya tertangkap oleh sosok familiar yang melintas di jalan. Itu adalah Ibu Dimas, berjalan dengan angkuh, seolah tak pernah melihat mere

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 175: Langkah Menuju Impian

    Hari-hari setelah presentasi itu menjadi lebih dinamis bagi Wulan dan Dimas. Mereka berdua semakin sering berdiskusi tentang rencana masa depan usaha pelatihan yang mereka jalankan. Wulan merasa optimis, namun di sisi lain, bayang-bayang keraguan dan ketidakpastian masih menghantui pikirannya.Suatu pagi, saat mereka duduk di meja makan, Dimas terlihat lebih bersemangat dari biasanya. “Aku mendapat kabar baik! Salah satu sponsor besar ingin bertemu dengan kita,” katanya dengan senyum lebar.Wulan menatap Dimas dengan rasa ingin tahu. “Sponsor besar? Siapa mereka?”“Perusahaan alat olahraga terkenal. Mereka tertarik untuk mendukung program kita,” Dimas menjelaskan, matanya berbinar. “Ini kesempatan bagus untuk mengembangkan usaha kita lebih jauh.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Meskipun senang dengan berita ini, ketakutan akan penolakan masih ada. “Tapi, apa mereka benar-benar tertarik pad

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 174: Menghadapi Kebenaran

    Hari-hari setelah acara presentasi itu membawa perubahan yang signifikan bagi Wulan. Keluarga Dimas, terutama ibunya, mulai menunjukkan tanda-tanda ketertarikan terhadap program pelatihan yang dijalankannya. Wulan merasa sedikit lega, tetapi di sudut hatinya, dia tahu bahwa ini baru permulaan.Dimas mendukung penuh setiap langkah Wulan. Dia sering pulang lebih awal dari kerja untuk membantu Wulan mempersiapkan sesi pelatihan berikutnya. “Aku ingin memastikan bahwa semua orang di keluarga kita melihat betapa pentingnya ini,” kata Dimas dengan semangat.Suatu malam, setelah makan malam, Wulan dan Dimas duduk di sofa, membahas langkah selanjutnya. “Sayang, bagaimana kalau kita mengadakan sesi khusus untuk keluarga? Aku ingin mereka merasakan langsung dampak dari apa yang kita lakukan,” usul Wulan.Dimas mengangguk, “Itu ide yang bagus! Mungkin kita bisa mengundang mereka ke sesi pelatihan berikutnya dan menunjukkan bagaimana peserta be

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 173: Terjebak dalam Jaringan Harapan

    Keesokan harinya, Wulan merasa bersemangat. Dia sudah merencanakan sesi pelatihan baru yang berfokus pada keterampilan kewirausahaan. Dia ingin peserta merasakan langsung bagaimana memulai usaha mereka sendiri, bahkan dari hal-hal kecil. Saat dia memasuki ruang pelatihan, senyum lebar menghiasi wajahnya.“Selamat pagi, semuanya!” sapanya ceria, dan para peserta membalas dengan antusias. Mereka duduk melingkar, penuh harapan.“Saya ingin kita berbagi ide tentang produk apa yang bisa kita jual. Kalian semua memiliki keahlian masing-masing, dan saya percaya kita bisa menemukan peluang yang tepat!” Wulan melihat semangat di wajah-wajah mereka dan merasa energinya meningkat.Mira, yang sudah mulai menjual kue, mengangkat tangan. “Saya bisa membantu mengajarkan cara membuat kue yang enak dan mudah!” Wulan tersenyum bangga. “Itu ide yang luar biasa, Mira! Siapa lagi yang punya ide?”Satu per satu, peserta mulai ber

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 172: Ujian Pertama

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan program pelatihan yang Wulan jalankan semakin menarik perhatian. Para peserta tidak hanya datang untuk belajar, tetapi juga membawa harapan baru ke dalam hidup mereka. Wulan merasa semakin terhubung dengan mereka, berbagi tawa dan cerita, namun di balik kebahagiaan itu, keraguan dari keluarga Dimas tetap menghantuinya.Suatu pagi, Wulan menerima telepon dari Dimas. “Sayang, aku mau mengajakmu makan siang bersama keluargaku. Mereka ingin berbicara tentang program yang kau jalankan.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia tahu ini adalah kesempatan untuk menunjukkan hasil kerjanya, tetapi bayangan skeptisisme keluarga Dimas membuatnya cemas. “Baiklah, aku akan siap-siap,” jawabnya, berusaha terdengar tenang.Saat tiba di rumah Dimas, Wulan disambut dengan senyuman hangat, tetapi dia merasakan ketegangan di udara. Keluarga Dimas sudah berkumpul di meja makan. Dimas mengisyaratkan Wulan untuk dudu

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 171: Langkah Awal yang Menjanjikan

    Dengan semangat baru, Wulan mulai mengatur program pelatihan dengan lebih serius. Setiap hari, ia menghabiskan waktu untuk merancang materi pelajaran dan mencari narasumber yang berpengalaman. Dalam benaknya, ia membayangkan para peserta akan merasakan perubahan positif dalam hidup mereka setelah mengikuti pelatihan ini.Pagi itu, Wulan menerima telepon dari seorang pakar pelatihan keterampilan yang bersedia membantu. Ia segera menjadwalkan pertemuan untuk mendiskusikan detail lebih lanjut. Setelah panggilan berakhir, Wulan merasa berenergi. Ini adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya.Ketika bertemu dengan peserta pertama program, suasana terasa hangat. Wulan melihat wajah-wajah penuh harapan. Mereka adalah ibu-ibu dari berbagai latar belakang, masing-masing membawa cerita dan impian. Dalam pertemuan itu, Wulan memperkenalkan diri dan menjelaskan visi program.“Saya percaya bahwa setiap dari kita memiliki potensi yang bisa dikembangkan,&rd

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 170: Pertemuan yang Menentukan

    Hari pertemuan dengan keluarga Dimas tiba. Wulan merasakan campur aduk antara cemas dan bersemangat. Ia mengenakan gaun sederhana namun elegan, berharap penampilannya dapat menunjukkan keseriusannya. Dimas berdiri di sampingnya, wajahnya menunjukkan dukungan dan kekhawatiran yang sama.Mereka tiba di rumah keluarga Dimas yang megah, dikelilingi oleh taman yang indah. Suasana terasa menegangkan. Wulan menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Dimas memegang tangannya erat, memberi dorongan.“Ini adalah kesempatan kita untuk menjelaskan semuanya,” kata Dimas, mengangkat dagu Wulan sedikit agar mereka bisa saling menatap. “Kau tidak sendirian.”Ketika mereka memasuki ruang tamu, Wulan merasakan tatapan tajam dari anggota keluarga Dimas. Ibu mertuanya, Bu Sari, duduk dengan sikap angkuh, sementara kakak Dimas, Rina, memperhatikan dengan skeptis. Wulan berusaha untuk tidak merasa terintimidasi. Ia tahu bahwa ini adalah waktunya un

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 169: Menyusun Rencana

    Hari-hari setelah pertemuan itu terasa penuh tantangan bagi Wulan. Ia kembali ke rutinitas harian sebagai ibu rumah tangga, tetapi pikirannya selalu terbayang pada pertemuan yang baru saja dilalui. Meskipun Dimas terus menunjukkan dukungannya, Wulan merasa beban yang berat di pundaknya. Ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan dan membuktikan nilainya.Dalam hati, Wulan mulai menyusun rencana. Ia ingin membuktikan kepada keluarga Dimas bahwa ia bukan sekadar istri yang diabaikan. Ia ingin menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan dan semangat untuk berkontribusi, baik untuk keluarga maupun komunitas. Namun, ia juga tahu bahwa untuk mencapai tujuan itu, ia harus memanfaatkan keahlian yang selama ini ia sembunyikan — sebagai pemilik Solus Group.Suatu malam, saat Dimas tertidur, Wulan duduk di meja kerjanya dengan laptop di depan. Cahaya lembut dari layar menerangi ruangan, memberikan suasana yang menenangkan. Ia membuka dokumen-dokumen peru

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 168: Rencana yang Bersemi

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan suasana di rumah Wulan semakin hangat. Keterlibatan Dimas dalam proyek sosialnya tidak hanya meningkatkan hubungan mereka, tetapi juga memberikan dampak positif bagi komunitas. Wulan merasa bahagia melihat suaminya kembali ke sosok yang ia kenal — penuh semangat dan antusiasme.Satu sore, setelah menghabiskan waktu di kantor, Dimas kembali dengan berita yang menggetarkan hati. “Aku sudah menghubungi beberapa artis untuk acara amal kita,” ujarnya, wajahnya bersinar penuh semangat.“Benarkah? Siapa saja yang akan tampil?” tanya Wulan, matanya berbinar-binar.Dimas menyebutkan beberapa nama, termasuk penyanyi dan kelompok musik lokal yang terkenal. Wulan merasa bersemangat. “Ini luar biasa! Kita bisa mengundang lebih banyak orang dan meningkatkan kesadaran tentang proyek kita.”Mereka mulai merencanakan semua detail acara, dari pemilihan tempat hingga strategi promosi. Setiap detil

DMCA.com Protection Status