Sedikit demi sedikit, Anastazja menggoreskan kanvas kosong di hadapannya. Meski begitu, pikirannya menerawang jauh ke tempat tak terbatas, yaitu perkataan Sean mengenai Helio, mengenai black blood, mengenai perang dan kehancuran, mengenai segalanya!
Perasaan dilema berhasil menguasai hampir seluruh pikirannya. Apa yang Sean beritahu untuk dilakukan, sejujurnya Anastazja sedikit malas. Atau mengenai hal-hal yang Sean larang, Anastazja ingin melakukannya. Sudah sejak lama minat Anastazja untuk kembali mempersoalkan Cerberus runtuh sedikit demi sedikit. Kalau ibarat bangunan, mungkin kini hanya tinggal puing sisa. Semua tergerus oleh badai bernama Helio Elysian. Sebuah badai yang manis, tetapi menghancurkan di saat yang sama. Anastazja bahkan lebih mempersiapkan dirinya untuk hancur bersama Helio dari pada harus kembali berurusan dengan Cerberus.Terima kasih untuk segala dukungannya 🥰
"Apa kau pernah melihat Pohon Keabadian? Kudengar Anastazja menceritakannya padamu?" Sejujurnya, Aldephie malas menanggapi pertanyaan Cleon setelah apa yang terjadi sebelumnya di luar. Namun, ia tidak ingin Vahmir melihat ketidaksopanannya pada Cleon. Karena bagaimanapun juga, Cleon lah yang telah menolongnya. "Tidak. Bagiku itu hanya sebuah karangan. Sebuah khayalan bodoh." "Bukankah kau menangis kala aku mengambil buku hijau itu ke rumahmu?" Aldephie mengalihkan pandangannya pada Cleon, lalu mengembuskan napas berat. Malas. Setelah kejadian tadi, pembicaraan Cleon hanya didominasi oleh Anastazja saja. Anastazja ini, Anastazja itu, Anastazja begini, Anastazja begitu. Hei! Seharusnya Aldephie juga termasuk di dalamnya! Bukankah mereka merencanakan ini semua bertiga?
"Mengajarimu? Jangan bodoh, Cleon! Inikah caramu menolakku? Apa yang kau inginkan? Kau ingin menyakitiku, huh?" Aldephie benar-benar tidak bisa menahannya lagi. Ia bahkan membuang rasa malunya dan menangis keras seperti anak kecil yang tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. "Tidak, bukan begitu, Al." "Lalu apa? Jelaskan padaku! Apa yang kau inginkan kali ini?" "Aku ... aku memang mencintai Anastazja ...." Aldephie tidak tahu bagaimana wajahnya saat ini. Namun, dia bisa memastikan perasaan kacaunya tergambar jelas dari mimiknya. Cleon mungkin bisa melihatnya. Atau siapa pun yang berada di sana. "... tapi itu tidak sepenuhnya benar. Aku memang menjaganya, tetapi juga ti
Aldephie duduk di geladak utama sembari memeluk kedua lututnya. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan atau pikirkan. Tiba-tiba, semuanya menjadi kosong melompong. Seolah tujuan utamanya lenyap begitu saja. Sekarang apa yang ia inginkan? Menyusul Agacia dan memulai hidup baru bersama seseorang yang membohongi dirinya? Atau menjemput Anastazja dan membantu seseorang yang menyembunyikan sesuatu darinya? Aldephie menatap ke atas. Langit biru terbentang luas dalam jangkauan pandangan matanya. Kumpulan awan yang terlihat lembut dan menggoda. Juga kehangatan sinar matahari yang membuatnya berwarna cerah. Semilir angin sempat membuat Aldephie mengantuk untuk sesaat. Bagaimanapun juga, ia sudah lelah menangis. Ia berpikir bahwa menatap dunia luar akan membuat sesaknya berkurang. Ia berharap bisa bernapas lega barang satu detik saja. Namun, melihat langit yang tak terbatas justru membuat dirinya semakin merasa kecil.
"Pertanyaan pentingnya saat ini adalah apa kau tahu di mana Anastazja berada?" Aldephie dan Cleon membuka rapat darurat kecil untuk mereka berdua. Untuk menyamakan tujuan mereka. "Aku tidak tahu. Sepanjang aku belajar sihir, aku hanya bisa sihir untuk menumbuhkan pohon. Aku menggunakannya sekali untuk menghibur Anastazja dulu sekali." "Ah, maksudmu musim gugur dadakan itu?" Cleon mengangguk kecil. "Kau sendiri bagaimana, Al? Apa kau memiliki cara agar kita menemukan Anastazja? Kupikir kau sudah mampu merapalkan beberapa mantra." "Yah, kau benar, tapi kau juga tahu aku tidak sekuat An, bukan? Ah, tunggu, pertama, kau masih berhutang padaku cerita bagaimana dia bisa kabur dari sel bawah tanah."
Sudah tiga puluh menit lamanya Cesar duduk melamun. Siku kanannya ia jadikan tumpuan untuk kepalanya. Otot-otot kekarnya yang biasanya terlihat bergairah, kini sedikit lesu. "Tuan Cesar," ucap Shi, ajudan sekaligus sekretaris yang selalu membersamainya sejak dia masih remaja masuk ke dalam ruangannya perlahan. "Hm?" Shi, lelaki paruh baya itu berjalan perlahan mendekati Cesar. Shi hanya berbeda tiga tahun dari Vahmir, tetapi tubuhnya yang tegap, juga wajahnya yang babyface membuatnya terlihat jauh di bawah Vahmir meski Shi dilatih sendiri oleh Vahmir saat ia baru saja melamar dan mendapatkan pekerjaan di kediaman. Jika boleh jujur, Shi lebih suka ditempatkan di sisi Cleon daripada Cesar. Namun, tentu saja dia tidak bisa memilih siapa yang harus ia layani. Seiring berj
"Al! Aku punya ide bagaimana kita mencari Anastazja!" Kedatangan Cleon yang tiba-tiba tentu saja mengejutkan Aldephie yang sedang fokus pada buku sampul hijau beludru. Sudah seharian penuh Aldephie mempelajari mantra-mantra yang dituliskan di dalam buku, tetapi hal itu terlalu sulit baginya. Kecuali satu mantra, yaitu mengembalikan jiwa yang sudah pergi. Aldephie melakukan uji coba pada seekor burung yang tanpa sengaja mati karena menabrak tiang skyship. Kabar gembiranya, dia berhasil mengembalikan jiwa burung tersebut sehingga sang burung kembali hidup dan bisa terbang bebas di langit. Betapa bangganya ia bisa melakukan hal tersebut. Ingin sekali ia memberitahu Cleon, tetapi ia kembali mempelajari buku tersebut. Bagaimanapun juga, segala sesuatu yang terjadi memiliki "bayaran", bukan? Dalam kasus ini, tidak tercan
Cesar menuruni tangga yang terbuat dari besi, menuju tempat peluncuran skyship berkecepatan tinggi yang terletak di bagian bawah kediaman mereka. Nantinya, skyship pot pribadi akan muncul di tengah halaman yang lapang. Satu-satunya tempat dengan teknologi canggih yang dimiliki Negeri Selatan. "T-tuan Cesar?" Jenderal pimpinan merasa bingung dengan kehadiran Cesar di sana. Pasalnya ia tahu bahwa Hakim tertinggi tidak berniat untuk menyertakan Cesar dalam misi penting kali ini. Cesar tersenyum miring, lalu menaiki salah satu undakan tempat di mana Hakim tertinggi memberikan wejangan sebelum mereka berangkat bertempur. "SEMUANYA, DENGARKAN AKU!" Suaranya menggema hingga ke seluruh ruangan, membuat semua pekerja berhenti sejenak dari pekerjaan mereka dan berkumpul di dekat podium.
"Selesai!" ucap Anastazja puas memandangi lukisannya. Sebuah lukisan yang menggambarkan tempat penuh kenangan bagi Anastazja. Bedanya, kini potret dirinya dan Helio termasuk di dalamnya. "Baiklah, sekarang sentuhan terakhir," tambahnya bahagia. Sayangnya yang ia temukan hanyalah kaleng cat yang kosong sehingga ia tidak bisa melanjutkan acara melukisnya segera. "Astaga. Aku kehabisan cat putih rupanya. Sepertinya Helio masih menyimpan persediaan di atas." Setelah mendesis kesal, Anastazja segera beranjak dari tempatnya, menepuk apron yang ia gunakan agar bajunya tidak terkena cipratan cat minyak karena pasti akan sangat menyebalkan ketika mencucinya nanti—atau bisa jadi tidak akan hilang sama sekali. Anastazja baru akan tiba sepenuhnya di atas setelah melewati tiga buah