Pada satu malam di musim gugur, aku mengingat bagaimana Cerberus mengetuk pintu rumahku dengan sangat kasar. Dengan perlengkapan perang yang masih menempel di badannya, ia datang dan memintaku untuk bergabung bersamanya. Membentuk persatuan dari klan Alastor untuk memboikot dia.
Aku mulai mengerti. Mungkin saja Cerberus lelah menjadi bayangannya terus menerus. Sedangkan dia selalu mengandalk
Langkah kakinya terasa berat. Penghujung musim gugur memang sedikit mengerikan bagi Anastazja. Segalanya terasa suram dan menyedihkan saat musim dingin tiba. Anastazja tidak mengerti, kenapa banyak anak-anak yang suka bermain dan bergembira ketika musim dingin tiba? Apa mereka tidak tahu bahwa tumpukan butiran salju jahat itu bisa membekukan mereka?
Hari itu cuaca sangat cerah. Di perkampungan tempat para black blood tinggal, Anastazja kecil sedang membantu Aldephie menganyam rotan. Sebuah pemandangan yang sangat menyenangkan. Meskipun beberapa kali tangan kecilnya terbeset pinggiran rotan yang sedikit tajam, ia tetap berbahagia. Senandung kecilnya s
Aku terus mengingat bagaimana Cerberus tertawa kencang seraya mengatakan bahwa aku adalah ‘pekat kebenaran’. Ia selalu mengatakan betapa ia bangga padaku. Ketika aku memberitahukannya bahwa aku tidak suka dengan panggilan yang diberikan itu, tawanya semakin kencang. Betapa menjijikkan ketika aku melihat liurnya yang muncrat dan menempel memenuhi meja. Aku tidak mengerti, apa yang bisa kau banggakan dari panggilan “pekat kebenaran”? Apa karena aku menyukai warna hitam? Hei, kupikir hitam adalah warna yang bagus! Salah besar bila kau menempelkan stigma negatif pada warna hitam. Warna hitam adalah permulaan sekaligus akhir. Warna hitam berdiri sendiri. Karenanya, ketika kau mencampurkannya dengan warna lain, hitam akan mendominasi segalanya. Benar, hitam akan mendominasi segalanya! *** “Jadi, bisa kau ceritakan padaku? Ke mana dan apa yang kau lakukan tadi malam?” Anastazj
Dingin. Apa ini? Air? Apa aku tenggelam? Gelap. Aku tidak mampu melihat apa pun. Ah, inikah rasanya akan mati? Dewa, kumohon, kirimkan seseorang untuk menolongku! *** “KETEMU! KETEMU!” Suara entakkan kaki berhamburan di dekat telinga Anastazja. Gadis itu bisa merasakan sedikit getaran-getaran pada kayu yang kini menopang tubuhnya. Tidak lama kemudian, Anastazja merasakan dadanya ditekan dengan kuat beberapa kali. Sampai akhirnya ia memuntahkan semua air yang masuk ke dalam tubuhnya. “Uhuk! Uhuk!”
“Bagaimana, Cleon?” Aldephie menunggunya dengan resah di depan pintu perpustakaan. Sayangnya, Cleon menggeleng. Menandakan apa yang dicarinya tidak ada di dalam sana. “Ah, bagaimana ini?” tanya Aldephie pada dirinya sendiri. Tidak ada yang lebih membuatnya frustrasi dari pada kehilangan saudara satu-satunya. “Tenanglah, aku akan membantu. Apa kau memiliki petunjuk lain?” Aldephie menggeleng lemah. Kehilangan Anastazja untuk yang kedua kalinya membuat Aldephie sadar bahwa ia tidak mengenal adiknya itu sama sekali. Ia bahkan tidak mampu memahami apa yang diinginkan oleh adiknya sendiri. Lagi-lagi, hatinya berdenyut perih. Sejatinya, sejak kecil Anastazja hanya ingin didengar. Hanya ingin diperhatikan. Terutama oleh keluarganya sendiri. Namun, justru keluarganyalah musuh terbesar dalam hidupnya. Tembok yang harus ia panjat hanya agar keinginan kecilnya terpenuhi. Sayangnya
Apa yang membuat Anastazja tidak henti-hentinya merasa takjub? Segalanya! Pertama keberhasilan akan sihir yang saat ini digunakannya. Menurut situs Persatuan Penyihir Seluruh Dunia, jika kau bukan pengendali air atau es, maka sihir untuk membuka memori sebuah barang berada dalam tingkatan atas.Kenapa? Tentu saja karena itu sama saja dengan kau membuka paksa rahasia orang lain. Tidak semua orang berbangga—atau bahkan tidak ada—untuk membuka rahasianya pada orang lain, terutama pada orang yang belum dikenalnya dengan baik.Kedua; kapal bajak laut! Nyata adanya dan kini Anastazja sedang berdiri di atasnya. Oke, mungkin dalam wujud orang lain—tidak seorang pun dapat memberikannya cermin—jadi Anastazja belum bisa mengenali tubuh siapa yang ia gunakan.
“Mabuk laut?”Anastzja tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya dari pemuda yang membawakan handuk dan baju gantinya—ia baru tahu setelahnya kalau pemuda itu bernama Ramirez.Ramirez mengangguk mantap. Seolah tidak ada keraguan sedikit pun dari perkataannya. Baru beberapa menit yang lalu Anastazja selesai dengan baju basahnya. Ia lalu menemui Ramirez dan menanyakan alasan kenapa ia bisa tenggelam di laut saat kapal akan berlabuh? Terdengar sangat tidak keren bagi Anastazja.Hal mengejutkan lainnya adalah Ramirez mengatakan bahwa Anastazja mengalami mabuk laut yang parah. Beberapa kru kapal yang menjadi saksi mengatakan kalau pemilik fisik yang ditumpangi Anastazja tergelincir saat ia akan mengeluarkan isi perutnya ke dalam laut.
Tidak peduli bagaimana dinginnya udara malam hari di penghujung musim gugur, ia hanya berlari layaknya roket membelah langit menuju rumah Anastazja. Ada sesuatu. Sesuatu yang harus ia sampaikan pada Aldephie mengenai adiknya, Anastazja. Berbeda dengan Cleon yang tinggal di pusat kota, Anastazja—juga semua warga black blood—hanya diperbolehkan tinggal di pinggir kota yang posisinya lebih mendekati hutan dari pada ke arah kota. Butuh waktu sekitar lima puluh menit untuk mencapai rumahnya Anastazja, tetapi Cleon tidak peduli. Tidak ada bedanya dengan lomba lari maraton yang biasa dia ikuti. Tidak ada hal yang dia pikirkan saat ini kecuali Anastazja. Benar, kecuali Anastazja seorang. Sampai ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa sosok yang sangat ingin dia lihat kini sedang berdiri membukakan pintu untuknya. Wajahnya
Shi yang memasuki ruangan, disambut oleh dongakan kepala Aldephie. Dengan wajah berhiaskan senyum puas, Shi berjalan mendekat. Tidak ada reaksi penolakan yang biasanya Aldephie keluarkan. Hanya sebuah tatapan kosong. Matanya seperti seekor ikan yang mati. "Kekasih yang kau cintai itu sudah tidak lagi di sini. Dia hanya menitipkan ini untukmu," ungkap Shi seraya mengeluarkan sepucuk surat dari saku dalam jas hitamnya. Aldephie tidak mengatakan apa pun. Hanya menerima uluran sepucuk surat dan mengambilnya dari tangan Shi. Kepergian Cleon untuk menemani Anastazja cukup memukul habis kekuatan batinnya. Bukankah seharusnya seseorang memberitahu mereka jika Anastazja sudah kembali? Kenapa justru memisahkan mereka semua dan mengirimnya ke tempat yang tidak dikenalinya? Aldephie paham, seharusnya ia merasa lebih tenang kar
Tidak ada seorang pun dari mereka saling berbicara. Mereka bahkan tidak saling menatap satu sama lain. Waktu yang mereka yang telah hilang, kini memang kembali meski tidak seperti semula. Namun, pikiran mereka sudah tidak saling terpaut. Dengan helaan napas panjang, Cleon memandang laut luas sembari menbayangkan wajah Aldephie terakhir kali sebelum semuanya berakhir seperti ini. Aldephie yang baru bangun dan entah sudah diberitakan apa oleh Shi, berlari masih dengan mengenakan piama orang sakit menemui Cleon yang sedang diringkus karena terus menerus memberontak. Ia memasuki ruang interogasi nomor dua dan memeluk Cleon sambil menangis tersedu-sedu. Gadis itu bahkan memintakan maaf untuk adiknya. Sikap Aldephie yang seperti itu, memberitahu Cleon bahwa tidak ada lagi perlawanan yang bisa ia berikan pada Cesar. Kalah. Begitulah bagaimana akhirnya Cleon harus men
Memasuki sebuah ruangan besar yang gelap dan pencahayaan seadanya. Terdapat sebuah meja dengan dua kursi di sisi kanan dan satu kursi di sisi kiri, juga lampu yang menggantung di atasnya. Anastazja mengira pendingin ruangan disetel dengan suhu sekitar delapan belas sampai dua puluh derajat. Terlalu dingin baginya. Apalagi dengan kondisi tubuh yang terus menerus memproduksi keringat dingin. Awalnya, ia ragu-ragu untuk masuk, tetapi salah satu polisi Alastor mendorong punggungnya dengan kasar hingga ia terjerembab mencium lantai yang dingin, lalu menutup pintu dengan cara membantingnya. Kesal mulai menggelayuti wajahnya. Andai dia tidak mengikuti rencana Hakim, dia tidak perlu lagi mendapat perlakuan kasar seperti ini! Namun, apa gunanya dia tetap di sana jika Hakim itu juga di sana? Ah, Hakim tertinggi sudah merusak esensi dari tempat kenangannya bersama Helio.
Bau menyengat, udara pengap, juga hawa yang memuakkan menebar keluar melalui pintu kayu yang berwarna samar. Anastazja melihat ke dalam ruangan dengan perasaan bingung. Kenapa Helio tidak pernah menceritakannya? Hakim tertinggi segera menyalakan korek api gasnya untuk penerangan. Tidak seperti dirinya yang tenang dan seolah tahu apa yang tersimpan di dalam ruangan aneh ini. Anastazja justru merasa mual dan pusing. Sebuah tubuh yang membusuk. Seperti baru, tetapi karena dia berada di pondok dan tidak seorang pun antara dia dan Helio melakukan itu, artinya tubuh itu sudah lama berada di sana! Pembunuhankah? "Kau tahu siapa ini?" Sembari menutup hidung kencang, Anastazja menggeleng lemah. "Kakek buyutku."
Kedua kaki tangannya bergetar hebat. Dia bahkan bisa merasa bulu-bulu halusnya meremang, seolah alarm alaminya tahu bahwa bahaya di hadapannya tidak bisa ditolerir lagi. Di saat yang sama, tenaganya hilang entah ke mana. Lenyap tersapu riuh badai kepanikan diri. Bulir demi bulir keringat dingin mengucur tiada henti. Mati aku! Hanya itu kalimat yang terus berdentum di telinga dan otaknya. Selama lima detik, Anastazja mengusap dada, berharap jantungnya tenang agar napasnya tidak terlalu memburu. Ia tidak ingin terjebak pada lingkaran jawaban atas pertanyaan "bagaimana". Yang ia ketahui sekarang, dirinya sudah tertangkap basah dan tidak bisa lagi melarikan diri. Hatinya merintih, tidak pernah hal seperti ini terjadi kala Helio berada di sisinya. Namun, setelah lelaki yang dicintainya itu pergi, tiba-tiba mimpi buruk kembali datang.
"Cesar ...." Tidak ada keceriaan dalam nada suara Cleon. Tenggorokannya tercekat. Dadanya berdentum-dentum tak karuan. Habis sudah! "Wah, wah, kau tidak ingin memberiku pelukan rindu? Aku bahkan sudah merindukanmu meski kau hanya meninggalkan kediaman selama tiga hari lamanya!" Tawa Cesar menggaung bengis baik di telinga Cleon ataupun Aldephie. Tidak ada doa dan pinta lain selain dijauhkannya Cesar dari mereka. Cleon memang sudah tahu Cesar mencarinya, tapi kenapa? Bukankah Aldephie sudah merapal mantranya? Bukankah seharusnya jejak mereka menghilang? Kedua bola mata Cleon melirik Aldephie yang sedang tegang di tempatnya. Kemudian, kembali menatap Cesar yang sedang tertawa seraya mengacungkan moncong senapannya tepat di d
Apa yang paling mengiris hati selain duka karena kenyataan yang terlalu pahit untuk ditelan? Tentu saja Anastazja akan menjawab paling lantang kenangan dan harapan kosong. Menggambarkan kesedihannya hingga jarum detik terus berputar sampai matahari kembali muncul dan menyinari dunia, gadis itu masih terduduk di sebelah dipan milik kekasih hatinya yang baru saja meninggalkannya semalam. Ia membungkukkan setengah badannya di atas tempat tidur dan separuh tengah ke bawah masih setia mencium lantai kayu yang tidak lagi hangat. Pondok ini memang indah, tetapi tanpa Helio, rasa sepi lebih banyak mencengkeram suasana hatinya. Membuat aura pondok menjadi kelam dan menyedihkan. Entah bagaimana wajahnya saat ini, ia tidak berani menatap cermin. Kacau. Satu kata yang ada dalam pikirannya. Matanya sembab, bahkan mungkin bengkak dan memerah. Seperti baru saja dicium oleh p
Helio tersentak. Lamunannya buyar ketika Anastazja menyentuh pipinya. Isakan yang sebelumnya memenuhi wajahnya berkurang. Anastazja kini memandang Helio dengan rasa cemas. "Helio ... kau baik-baik saja?" "Tentu. Tentu saja. Aku baik." "Tapi kau memelukku dengan erat. Kau yakin?" "Ya, aku yakin. Aku hanya sedang menangisi takdir." "Menangisi takdir?" Anggukan Helio menjadi tanda tanya besar. Namun, Helio peka dengan hal itu. Tidak perlulah sang dewi memintanya untuk bercerita, Helio segera membeberkan apa yang pernah Sean katakan padanya. Kini, bukan hanya Helio, tetapi Anastazja juga ikut terharu dan terbawa suasana. Cinta yang k
"Sayang." Helio melangkah mendekati Anastazja yang sedang mencuci piring. Memeluk dan mencium bagian belakang leher kekasih hatinya adalah salah satu hal yang menjadi favoritnya sejak mereka resmi menjadi pasangan. Bukan hanya itu, Helio sangat suka dengan reaksi Anastazja yang merasa kegelian. Ia akan mengangkat bahu kirinya dan menempelkannya pada telinga di bagian yang sama. Kemudian, ia juga akan terkikik pelan. "Hentikan! Aku sedang mencuci piring," ujarnya melarang Helio untuk mendekat. Namun, alih-alih menjauh, Helio justru semakin mengeratkan pelukannya. Seraya bersenandung pelan, Helio menumpukan dagunya di bahu Anastazja. Sangat suka dengan kelakuan Helio, Anastazja menyerah dan mencoba menikmati kegiatannya yang menggelikan. "Hei, aku ingin bicara sesuatu p