“Olsen, berhenti! Ada sesuatu yang ingin keluar dari tubuhku,” engah Ceysa sambil berusaha mendorong tangan suaminya yang bergerak semakin cepat di dalamnya.“Meledaklah! Aku ingin melihatmu meledak di depanku,” balas Olsen yang langsung menahan kedua tangan Ceysa dan menaikkan ke atas kepala wanita itu.Ceysa berteriak keras ketika dirinya meledak untuk pertama kali, nafasnya terengah kasar dengan tubuh lunglai. Beruntung Olsen segera menangkap dan menahan tubuhnya sehingga Ceysa tidak jatuh ke lantai kamar mandi.Dia menopang kepala Ceysa di bahunya dan mengusap punggung telanjang istrinya untuk menormalkan nafas dan detak jantung wanita itu. “Ayo kita sudahi acara mandi ini, aku tidak ingin kamu sakit karena terlalu lama diguyur air dingin,” ucap Olsen.“Kamu yang membuat acara mandiku jadi lama,” gerutu Ceysa ketika nafasnya sudah kembali normal.“Aku akan menghangatkanmu,” goda Olsen.“Jangan menggodaku!”Olsen terkekeh merespon sikap istrinya. “Hari ini aku akan mengajakmu mende
Seperti yang Olsen katakan, sebelum matahari tenggelam mereka sudah sampai di rumah. Ketika Ceysa keluar dari kamar mandi, dia tidak mendapatkan Olsen di kamar. Dia kemudian keluar dari kamar dan disambut dengan suara merdu alunan musik yang mengingatkannya dengan lagu yang di putar di pernikahannya.“Ada apa ini? apakah kita merayakan sesuatu?” tanya Ceysa ketika melihat suaminya keluar dari ruang penyimpanan minuman sambil membawa sebotol wine.Olsen meletakkan botol minuman yang dia bawa, lalu berjalan mendekati istrinya. Tangannya terulur, membuat Ceysa mengerutkan kening penuh tanda tanya.“Maukah kamu berdansa denganku? Kita belum sempat melakukannya saat acara pernikahan,” ajak Olsen.Ceysa terdiam sambil menatap tangan suaminya, rasa bersalah menyelinap masuk ke relung hatinya. “Soal itu, maafkan aku. Aku mempermalukanmu di depan semua tamumu.”“Lupakan yang sudah terjadi, kita perbaiki kesalahan yang lalu. Jadi, maukah kamu berdansa denganku?” desak Olsen.Tangan Ceysa menyam
Ceysa berjalan menelusuri lorong hotel dengan senyum terkembang lebar. Bunga-bunga yang bermekaran di sepanjang lorong yang dilewati, seakan menggambarkan hatinya yang sedang bahagia. Hari ini dia telah menjadi istri seorang Olsen Miller, pria yang akan membawanya keluar dari rumah yang sudah seperti neraka.“Sekarang aku sudah bebas, hatiku seperti memiliki bersayap dan sayap itu sedang mengepak membawaku terbang meninggalkan kemalanganku,” gumamnya sambil terus berjalan dengan gaun pengantin elegan berwarna putih yang menyapu lantai marmer yang dilalui.Olsen memang bukan pria yang dia cintai, mereka juga tidak melalui proses pacaran seperti pasangan kekasih pada umumnya yang kemudian memutuskan untuk menikah karena saling mencintai. Pria itu adalah tiket baginya agar dia bisa keluar dari rumah papanya.Saat papanya mengenalkannya pada Olsen dan menjodohkannya karena kepentingan bisnis, Ceysa dengan senang hati setuju. Apa pun akan dia lakukan agar bisa menjauh dari papa yang dibenc
Olsen menyusul Ceysa ke kamar karena tidak sabar menunggu istrinya yang tak kunjung datang ke ballroom, tempat pesta pernikahan mereka berlangsung. Dia terkejut ketika tidak menemukan istrinya di sana.“Ceysa ...!” panggil Olsen, namun tidak ada yang menyahut.“Di mana dirimu? Jangan bercanda, semua orang sudah menunggu kita untuk berdansa.”“Ceysa ...!” panggilnya lagi dengan nada yang lebih tinggi.Olsen memeriksa setiap sudut kamar dan juga kamar mandi, tetapi tidak menemukan orang yang dia cari. Saat ingin keluar dari kamar, langkahnya tertahan karena kakinya menginjak sesuatu. Dia menurunkan tatapan dan terbelalak melihat foto-foto yang ada di bawah kaki.“Shiiitt ...!” umpatnya keras sambil mengambil foto-foto tersebut.Dengan kemarahan memuncak, Olsen meremas foto tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Tangannya mengepal kuat hingga gemetar, matanya memerah dan rahangnya mengeras. Dia tidak akan membiarkan istrinya mempermalukan dirinya di depan semua rekan bisnis yang data
“Hampir semua orang yang hidup di sini tidak berpendidikan tinggi, mereka pintar bertani dan beternak karena keahlian turun-temurun tetapi mereka tidak pintar berbisnis. Apakah kamu mengira mereka memiliki banyak uang dengan semua ladang yang mereka miliki?” balas Calvin.“Tentu saja mereka banyak uang, bukankah panenan mereka juga banyak?” ujar Ceysa begitu yakin, tetapi Calvin menggeleng menyanggah.“Hasil pertanian dan peternakan mereka dihargai sangat rendah oleh tengkulak karena itulah aku pergi ke kota untuk belajar bagaimana cara distribusi hasil pertanian yang baik sehingga aku bisa menaikkan kesejahteraan semua orang yang hidup di Greenland.”“Impianmu sangat keren, aku yakin kamu akan menjadi orang hebat pada saatnya nanti.”“Terima kasih untuk doamu,” balas Calvin dengan senyum hangat.“Apakah rumahmu masih jauh?”“Itu rumahku, sudah terlihat,” tunjuk Calvin ke arah rumah kayu sederhana yang tampak menyatu dengan alam.Awalnya Ceysa merasa khawatir akan tertolak oleh keluar
“Aku mencarimu ke mana-mana, ternyata ada di sini,” ujar Calvin saat menemukan Ceysa sedang duduk termenung di pinggir irigasi pertanian.“Berita tentangku dan Olsen ternyata tengah memanas, kenapa kamu tidak memberitahuku akan hal ini?” balas Ceysa dengan mata nanar dan berkabut karena air mata yang hendak menetes.“Bukankah kamu bilang kamu butuh tempat untuk menenangkan diri? Aku sengaja tidak memberitahumu agar kamu tidak banyak pikiran. Aku tidak ingin membuatmu cemas dan khawatir.”“Olsen pasti sangat marah padaku, dia menanggung malu karena aku pergi meninggalkannya di hari pernikahan kami.”“Apakah kamu menyesal melakukannya? aku rasa dia pantas mendapatkan perlakuan itu darimu karena telah menodai pernikahan kalian. Jika dia masih memiliki hubungan dengan Fania, untuk apa dia menikahimu? Apakah tidak lebih baik dia menikahi kekasihnya yang sedang mengandung?”Air mata yang dari tadi Ceysa tahan, akhirnya menetes keluar. “Betapa bodoh diriku yang mengira jika Olsen adalah jala
Setelah Ceysa duduk di sebelahnya, Calvin menunjuk ke sebuah tempat. “Lihat tempat itu!”Mata Ceysa mengikuti arah jari telunjuk Calvin. “Bukankah itu tanah keluarga Nelson, tanahmu?”“Saat aku sampai di sini, papa langsung mengajakku bicara. Dia menyerahkan semua tanah itu untuk aku kelola. Papa bilang, dia sudah terlalu tua untuk mengelola tanah yang dimiliki, sudah saatnya dia menikmati masa tua dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersama mama.”“Aku yakin kamu bisa mengelola dengan baik, keputusanmu untuk pulang dan kembali ke tempat kelahiranmu adalah keputusan yang tepat,” Ceysa ikut bahagia dengan masa depan cerah yang menanti Calvin.“Aku tidak cukup percaya diri mendapat tanggung jawab itu, aku khawatir akan mengecewakan mereka.”“Aku yakin kamu tidak akan mengecewakan orang tuamu, kamu pria yang gigih dan ulet, meski mungkin kamu belum punya banyak pengalaman untuk mengelola tanah orang tuamu, tetapi aku yakin kamu akan cepat belajar. Percaya saja jika kamu mampu memikul
“Kekasih?” gumam Ceysa terlihat bingung dengan status yang Olsen berikan pada Calvin.“Lalu apa yang harus aku pikirkan tentang kalian?” ujar Olsen.“Karena aku tinggal di rumahnya, bukan berarti Calvin kekasihku. Dia adalah sahabatku, satu-satunya orang yang mengerti tentang aku. Lagi pula di sini aku bekerja dan bisa mengaplikasikan pendidikanku untuk hal yang berguna,” terang Ceysa.“Jangan memuji pria itu di hadapanku atau aku akan benar-benar membunuhnya,” ancam Olsen yang tidak mau mendengar penjelasan istrinya.“Kamu sangat menakutkan Olsen, aku tidak mengira jika kamu suka kekerasan. Aku memimpikan suami yang lembut dan penuh kehangatan, bukan suami kasar dan dingin sepertimu. Aku rasa keputusanku untuk menikah denganmu adalah sebuah kesalahan.”Perkataan Ceysa seperti pisau yang menusuk hati Olsen. Darahnya mendidih karena kemarahan yang ingin meledak. Matanya memerah menatap istrinya.“Kesalahan?” ulangnya dengan seringai sinis, “lalu apa yang kamu mau?” geram Olsen.“Kita b
Seperti yang Olsen katakan, sebelum matahari tenggelam mereka sudah sampai di rumah. Ketika Ceysa keluar dari kamar mandi, dia tidak mendapatkan Olsen di kamar. Dia kemudian keluar dari kamar dan disambut dengan suara merdu alunan musik yang mengingatkannya dengan lagu yang di putar di pernikahannya.“Ada apa ini? apakah kita merayakan sesuatu?” tanya Ceysa ketika melihat suaminya keluar dari ruang penyimpanan minuman sambil membawa sebotol wine.Olsen meletakkan botol minuman yang dia bawa, lalu berjalan mendekati istrinya. Tangannya terulur, membuat Ceysa mengerutkan kening penuh tanda tanya.“Maukah kamu berdansa denganku? Kita belum sempat melakukannya saat acara pernikahan,” ajak Olsen.Ceysa terdiam sambil menatap tangan suaminya, rasa bersalah menyelinap masuk ke relung hatinya. “Soal itu, maafkan aku. Aku mempermalukanmu di depan semua tamumu.”“Lupakan yang sudah terjadi, kita perbaiki kesalahan yang lalu. Jadi, maukah kamu berdansa denganku?” desak Olsen.Tangan Ceysa menyam
“Olsen, berhenti! Ada sesuatu yang ingin keluar dari tubuhku,” engah Ceysa sambil berusaha mendorong tangan suaminya yang bergerak semakin cepat di dalamnya.“Meledaklah! Aku ingin melihatmu meledak di depanku,” balas Olsen yang langsung menahan kedua tangan Ceysa dan menaikkan ke atas kepala wanita itu.Ceysa berteriak keras ketika dirinya meledak untuk pertama kali, nafasnya terengah kasar dengan tubuh lunglai. Beruntung Olsen segera menangkap dan menahan tubuhnya sehingga Ceysa tidak jatuh ke lantai kamar mandi.Dia menopang kepala Ceysa di bahunya dan mengusap punggung telanjang istrinya untuk menormalkan nafas dan detak jantung wanita itu. “Ayo kita sudahi acara mandi ini, aku tidak ingin kamu sakit karena terlalu lama diguyur air dingin,” ucap Olsen.“Kamu yang membuat acara mandiku jadi lama,” gerutu Ceysa ketika nafasnya sudah kembali normal.“Aku akan menghangatkanmu,” goda Olsen.“Jangan menggodaku!”Olsen terkekeh merespon sikap istrinya. “Hari ini aku akan mengajakmu mende
Beberapa hari tinggal di White Forest di dalam perawatan Olsen, membuat Ceysa sembuh dengan cepat. Suasana White Forest yang tenang dan jauh dari keramaian serta akses internet yang dibatasi sehingga Ceysa tidak mendengar berita-berita yang beredar di media massa, berdampak positif terhadap kesehatannya.Pipinya yang tirus dan pucat, kini tampak berisi dan memerah, sangat menggemaskan bagi Olsen. Tak heran jika pria itu sangat suka mengusap pipi kemerahan istrinya yang membuat Ceysa salah tingkah.Meski jauh dari keramaian, bukan berarti mereka kesulitan dengan kebutuhan sehari-hari karena beberapa ratus meter dari rumah mereka, ada penjaga yang mengamankan White Forest dan beberapa pelayan yang sesekali datang untuk membersihkan rumah tersebut.Bangun dengan Olsen ada di sampingnya sudah menjadi kebiasaan bagi Ceysa yang tak lagi membuat dia merasa canggung. Seperti matahari yang bersinar menghangatkan kamar mereka, wajah tampan Olsen yang dia tatap pertama kali saat membuka mata, ma
Cesya menatap makanannya yang terasa hambar dan pahit, bukan karena masakan Olsen tidak enak, tetapi karena mulutnya belum bisa merasakan apa yang dia makan. Obat-obatan yang dikonsumsi, membuat apapun yang masuk ke dalam mulutnya terasa pahit.Tidak ingin mendapat ocehan dari Olsen, dia berusaha menghabiskan makanan tersebut meski dengan perjuangan yang tidak mudah. Beruntung saat suaminya masuk ke kamar, mangkuknya sudah bersih. Olsen yang melihatnya tersenyum senang dan tidak banyak bicara lagi.“Apakah kamu butuh kursi roda untuk berkeliling rumah ini?” tanya Olsen setelah Ceysa meminum obatnya.“Aku harus melatih kakiku yang sudah lama tidak aku gunakan, jadi aku rasa aku tidak membutuhkan kursi roda,” jawab Ceysa yang tidak ingin dianggap sebagai orang penyakitan.“Aku akan membantumu kalau begitu, apakah kamu mau jalan sekarang?”Mata Ceysa kembali menatap tubuh telanjang suaminya, lalu menggeleng. “Aku tidak akan pergi jika kamu masih berkeliaran di rumah ini tanpa mengenakan
Suara kicau burung yang merdu membangunkan Ceysa dari tidur. Dia membuka mata dan menatap ke jendela kamar, terlihat embun membasahi kaca jendela dan kabut terlihat di luar kamar.Hari telah pagi dan dia masih memendam kemarahan pada suaminya. Pertengkarannya kemarin masih membuatnya enggan bicara dengan pria itu. Ceysa membalikkan tubuhnya untuk membuat dirinya nyaman, namun terkejut ketika melihat Olsen tidur di sampingnya.Untuk sejenak Ceysa membeku karena tidak bisa memungkiri ketampanan suaminya, apalagi saat melihatnya masih tidur tanpa ekspresi. Wajah pria itu seperti magnet yang membuatnya tak bisa mengalihkan tatapannya.Dia melirik ke selimut tebal yang menutupi tubuh suaminya, di balik selimut itu dia sangat yakin Olsen bertelanjang dada tanpa memakai pakaian atasnya. Hal tersebut membuat wajahnya memanas apalagi saat ingat jika ini adalah kali pertama bagi dirinya yang terbangun dengan keberadaan Olsen di sampingnya.Kebekuan Ceysa berlanjut ketika Olsen tiba-tiba membuk
Saat Ceysa terbangun dengan aroma segar rumput dan dedaunan yang menyeruak masuk ke indera pembaunya. Perlahan matanya terbuka dengan pandangan yang masih kabur. Dia berusaha memfokuskan tatapannya agar pandangannya menjadi jernih, namun yang terjadi malah kepalanya berdenyut sangat sakit dan rasa mual menghantam perutnya.“Kepalaku ...” serunya serak sambil menjambak rambutnya sendiri karena rasa sakit yang tak tertahankan.Dia berusaha untuk duduk, namun hal itu malah membuat keadaan semakin memburuk, denyut menyakitkan itu sungguh menyiksa.Di tengah rasa sakit sesuatu yang hangat mendekapnya, usapan lembut terasa di punggungnya membuat Ceysa merasa tenang meski rasa sakit itu sama sekali tidak mereda.“Kamu akan baik-baik saja, jangan panik, ambil nafas panjang dan keluarkan pelan-pelan.” Suara bariton yang parau dan berat memberinya arahan agar dirinya lebih tenang.Demi mengurangi rasa sakit, Ceysa melakukan apa yang dia dengar. Setelah melakukan beberapa kali, rasa paniknya be
Perang dingin antara Ceysa dan Olsen belum juga berakhir. Sudah hampir seminggu mereka tidur terpisah dan Olsen jarang pulang sehingga Ceysa hampir tidak pernah melihat suaminya tersebut. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ada rasa rindu yang merayap mengusik kenyamanannya.Ada rasa penyesalan menyuruh Olsen menjauh darinya, tetapi setiap kali dia mengingat perbuatan pria itu, rasa kesal dan marah membuatnya tak ingin berdekatan dengan suaminya. Dia ingin Olsen menyadari kesalahannya dan tak menyangkal lagi.Siang ini Ceysa berdiri di balik jendela, berharap Olsen pulang. Dia tidak berharap bertemu dengan suaminya, tetapi dia hanya ingin melihatnya dari jauh agar rasa rindunya terobati. Sayangnya, apa yang dia harapkan hanyalah sia-sia, jalanan di depan rumahnya tetap kosong, tanpa mobil Olsen yang melintas.Lamunan Ceysa buyar ketika suara notifikasi dari ponselnya terdengar. Dia membuka dan membaca berita terupdate yang baru saja diterimanya dan langsung terbelalak kaget. Tangan g
Di tempat lain, Olsen juga membaca apa yang Ceysa baca. Dia membanting ponsel saking marahnya, membuat Tony yang berdiri di samping pria itu terlonjak kaget.“Aku tidak bisa tinggal diam lagi, kesabaranku telah habis. Cari tahu tentang kehamilan Fania, aku benar-benar akan menghancurkan wanita itu,” perintah Olsen pada Tony.“Saya akan segera mencari tahu tentang hal tersebut. Bagaimana dengan berita Anda di pesta semalam? Apakah saya perlu menghentikannya?”“Tuntut saja media tersebut atas pencemaran nama baik, buat penerbitnya tutup.”“Haruskah Anda sampai menutup penerbitnya? Apakah Anda tidak merasa kasihan pada karyawan mereka?”“Siapapun yang membuat istriku resah, akan aku hancurkan. Aku masih bisa diam jika mereka menyerangku, tapi sekali saja mereka menyerang istriku, aku akan membuat mereka hancur.”Tony menghela nafas panjang dan mengangguk patuh menyetujui perintah atasannya. “Apakah saya sudah bisa keluar dari ruangan Anda?”“Satu hal lagi, cari identitas pria yang berani
Nafas Ceysa tercekat ketika bibir panas Olsen menyentuh kulit punggungnya. Pria itu menghujaninya dengan kecupan yang membuat tubuhnya meremang dan inti miliknya memanas dan terasa lembab.Dia memejamkan mata dan menggigit bibir, menahan desahan agar tidak keluar dari mulutnya. Baru kali ini ada pria yang menyentuhnya begitu intim, membuat seluruh indera terbangun merespon sentuhan itu, semua syaraf pun terasa lebih sensitif.Tangan Ceysa menggenggam kuat dengan kaki mengepit rapat karena gairah yang tersulut dalam dirinya. “Olsen, berhentilah! Jangan melakukan apa yang tidak ingin aku lakukan!”Olsen membalikkan tubuh istrinya hingga mereka berhadapan. Perlahan mata Ceysa terbuka dan bertabrakan dengan manik mata suaminya yang menggelap.“Jangan pernah membiarkan satu pria pun menyentuhmu atau aku akan melakukan hal yang lebih gila dari ini. Mengerti!” gertak Olsen dengan bibir yang sangat dekat dengan bibir Ceysa hingga wanita itu bisa merasakan hembusan nafas suaminya dan gerakan b