Arion seperti tidak ingin membiarkan Thalita bernafas. Dari pagi tadi laki-laki menyuruhnya terus menerus tanpa jeda. Thalita mundar-mandir melakukan perintah Arion. Se-benci itukahah Arion padanya. Thalita mengusap keringatnya dengan Lengannya. Rasa penat dan kesal pada dirinya.
“Bersihkan kamar mandiku. Lihat sana kamar mandi di kamarku masih berkerak."
"Iya nanti aku sikat lagi."
Persoalan kamar mandi saja sekarang jadi bahan dia untuk ceramah. Padahal kamar mandi itu udah dibersihin sama Mbok Nur, sepertinya kalau bukan Thalita sendiri yang jadi kuli, Arion tidak akan puas.
Laki-laki itu sudah menjadi Lucifer yang kerjaannya nyakitiin Thalita dengan ocehan ataupun tingkah lakunya. Memang benar cinta dan benci itu beda tipis."Sepatuku sudah disemir belum? Ambilin k
Arion memicingkan matanya keluar kaca rumahnya. Tidak ada tanda-tanda kedatangan seseorang. Arion semakin gusar saat melihat jam dinding sudah menunjukan jam 10 malam. Hatinya terusik mengingat ucapannya pada Thalita yang sudah keterlaluan. "Suami macem apa aku, menyakiti istriku dengan seenaknya," jeda sejenak sambil mundar-mandir. "Apa aku harus kasih dia satu kesempatan." Arion duduk di sofa sambil melipat tangannya, kakinya goyang-goyang tidak sabaran. Arion menggapai ponsel-nya. Apa sebaiknya menelpon dia dimana ? Dan menjemput dia. "Bisa besar kepala dia.” Arion melempar ponselnya ke atas sofa. Arion berdiri mematikan televisi yang menyala sedari tadi.Dia kembali melihat ke arah kaca luar, mengamati mana tahu Thalita sudah ada di luar. "Kau hebat Thalita. Keluar sampai selarut ini tidak ingat suamimu di rum
Renata melambaikan tangannya di depan mata Thalita. Thalita tersadar dari lamunannya dan tersenyum kecil pada temannya. "Mikiriin apa? Dari tadi aku bicara enggak didengerin ya,” suara Renata kesal. Sia-sia dia cerita tentang gebetan barunya . "Denger kok, Kevin kan?" Thalita membela dirinya menyebutkan nama salah satu gebetan Renata. "Ardi, Lita!" "Ardi? Siapa lagi itu." Thalita menautkan alisnya. "Noh kan, ketahuan kau enggak dengerin aku cerita. Ardi kenalan baru aku, sudah sebulan kurang kami jalan bareng." Renata menarik gelasnya kesal.Renata mengomel sambil memutar sedotan minumannya. Thalita ngajak jalan bareng karena tahu ini hari libur Renata. "Kau kenapa lagi, masalah suami misteriusmu lagi?" tanya Renata.
Sampai di rumah Arion mengedarkan matanya tidak terlihat sosok istrinya yang biasa menunggunya di sofa. Arion meletakkan jas hitamnya di atas kursi lalu melangkah ke dapur mengambil air di dalam kulkas. Untunglah Andre bisa menangani Fara dan mengantarnya pulang. Kalau tidak dia bisa tergoda dengan ucapan Fara. Hal bodoh yang pernah ditawarkan seorang wanita pada laki-laki. Arion terkesiap melihat sosok istrinya yang tiba-tiba keluar dari kamar dengan dress tidur yang minim, rambut sebahunya masih basah. Arion mengakui kecantikan istrinya, berulang kali dia terpesona pada Thalita. Dia mencium aroma wangi dari rambut basah itu. Arion menelan saliva. Shit! Ucapan Fara berdampak padanya sekarang. Siapa yang tidak ingin cetak sampai gol. Terakhir kapan mereka melakukan making love. Arion mengingat-ingat. "Mas Arion," panggil istrinya
Thalita membuka matanya dengan pikiran yang masih gelisah. Dia berjalan keluar mengambil air putih. Tapi, saat membuka pintu terlihat Arion sedang duduk tertidur pulas di dekat pintunya bersender pada dinding. Ia menyisir rambut suaminya dengan jemarinya, ada rasa hangat dengan kelakuan Arion saat ini membuat kupu-kupu dalam perutnya sedang menari-nari. Arion sepertinya berpengalaman tidur seperti ini. Buktinya dia membawa selimut tebal ke dalam pelukannya. Thalita duduk di samping suaminya, kepalanya bersender pada bahu suaminya dan menarik selimut untuk berbagi. Matanya terpejam mendapatkan kehangatan dari tubuh suaminya.Arion menatap Thalita bingung Kenapa mereka berdua bisa tidur di luar kamar. "Bangun udah pagi." "Ng..." Thalita mengerang dan kembali me
"Hei...Mau kemana!” teriak Arion membuka bagasi belakang mobil. "Mau masuk." Thalita menunjuk pintu masuk dengan telunjuknya. Mereka sudah sampai di puncak, matanya sembab karena bangun tidur. "Lalu kopermu yang segede kingkong ini.” Arion meletakan koper hitam ke depan Thalita. Tidak perduli wajah gadis itu berubah cemburut. "Kirain kau yang bawa masuk," ujar Thalita. “Kau kan laki-laki,” gumamnya pelan. "Gunakan tanganmu!” Arion melewati Thalita. Dengan malas Thalita menyeret kopernya. Matanya langsung dimanjakan dengan pemandangan pegunungan. "Kalian sudah sampai.” Ratna menyambut Arion lalu mencari seseorang, “Dimana istrimu?”Arion memutar matanya, “Masih di belakang.”
Arion masuk ke kamar dengan perasaan emosi yang terlihat dari matanya. Dia melihat Thalita sedang duduk di sofa sambil membaca buku novelnya. Thalita terkesiap melihat Arion yang sudah di depannya dipikir laki-laki itu akan lama berkumpul bersama kawan-kawannya."Apa yang kau lakukan di sini? Kau tahu aku mencari kemana-mana!" bentak Arion."Aku ...Aku bosan di luar. Bingung mau berbuat apa. Aku pikir kau nggak akan mencariku, kau sibuk dengan kawanmu," jawab Thalita.Arion menatap Thalita dingin."Jangan banyak alasan Thalita! Harusnya kau menjaga perasaan orangtuku. Mereka yang membuat acara ini. Sialan!"Thalita beranjak dari tempatnya, dia takut mendengar suara Arion yang meninggi."Kau pikir kau siapa! Kau ingin orangtuaku malu karnamu, bahkan kau tidak layak mendapatkan perhatian dari mareka."Thalita menundukkan kepalanya merasa bersalah. Tapi, tadi dia sudah menemani ibu mertuanya menyalami tamu-tam
Andre tidak sengaja bertemu Thalita, akhirnya mereka mengukur jalan bersama dengan lari pagi. Andre tidak menyangka Thalita gadis yang suka olahraga juga. Udara sangat sejuk terasa segar tanpa polusi."Bentar, Lit." Andre membungkuk sambil memegang lututnya yang sudah mulai keram, nafasnya ngos-ngosan."Kita terlalu banyak berhenti dibanding larinya, Ndre. Laki-laki enggak boleh lemah dong. Kau jarang olahraga ya? Kau harus lebih sering olahraga, supaya terbiasa," gerutu Thalita. Dia lari di tempat dekat Andre."Aku sering olahraga, tapi kali ini aku menyerah. Mungkin karena tadi malam banyak minum." Andre beralasan. Ia mengelap keringatnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya."Jangan banyak alasan. Bilang saja sudah enggak kuat, harusnya aku enggak lari pagi denganmu. Kau membuang waktu saja.""Kau melampiaskan kesalmu dengan lari pagi ini." Andre tertawa kecil. "Wajahmu semalam sangat muram. Kau cemburu? Biar kutebak, kau pasti menangi
Thalita menarik selimutnya menutupi tubuhnya. Air matanya kembali menetes. Hatinya sangat kacau bukan karena apa yang mereka lakukan tapi dengan keadaan yang sebenarnya. Arion merangkul Thalita dari belakang, kepalanya mendekati kepala Thalita, dia menyukai wangi rambut istrinya. "Jangan menantangku. Jika kau berani-beraninya meninggalkanku. Kau akan menyesal," bisik Arion. Thalita hendak bangkit, namun tangan Arion menahan tubuh Thalita hingga mereka berhadapan. Dia mengusap pipi Thalita dan mencium bibir istrinya yang ranum. Ia menekan tengkuk istrinya memperdalam ciumannya .Thalita menarik mundur tubuhnya. "Aku mau ke kamar mandi," ucapnya. Arion mengangguk dan melepaskan pelukannya, dia tersenyu
"Cepat Thalita! Kau selalu lama kalau sudah berdandan.” Arion berdiri dengan kesal menunggu Thalita di luar mobil. “Iya, maaf-maaf.” Thalita dengan cepat memasukkan anting di telinganya. Arion membuatnya tergesa-gesa sedari tadi di hotel. Thalita keluar dari mobil dengan wajah cemberut, lalu bergegas mengikuti langkah Arion. Di satu sisi tampak Renata sedang sibuk mengamati hidangan. Rasanya semua ingin ia makan. Kapan lagi ia menikmati bermacam-macam hidangan seperti ini. Ardi berdiri di pinggiran dengan wajah cemberut pura-pura tidak melihat kelakuan pacarnya. Mereka semua sedang ada di sebuah perayaaan. Andre dan Fara mengundang ke acara pernikahan mereka yang diadakan di Bali. Dengan suasana out door membuat acara semakin meriah. Thalit
Arion menatap takjub bayi mungil didalam gendongan Ratna. Benar-benar sangat tampan dan menggemaskan. Thalita telah memberinya seorang anak laki-laki, tepat pukul 10 pagi tadi dengan normal. “Kau sekarang seorang ayah, Arion,” ucap Ratna dengan mata berbinar-binar. Arion menatap anaknya dengan penuh kebahagiaan. Mereka masih di rumah sakit. Thalita masih tertidur pulas di ranjangnya.Terima kasih Thalita untuk hadiahmu yang terindah. “Kau telah memilih nama untuk anakmu?” tanya Ferdinand.Arion mengangguk,” Arsenio Kyler Ortega.” Ferdinand menyukai nama itu. Kelak Arsenio akan menjadi anak yang membanggakan. Laki-laki yang bertanggung jawab. Mata Arion tidak berkedip dari wajah mungil itu. &
Arion memberikan embun pada kaca oleh mulutnya, lalu mengelap dengan tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke depan kaca, matanya dengan tajam menyapu ruangan di balik kaca. Hatinya was-was dengan kesal. "Apa dia sudah pulang? Tapi kenapa tidak ada yang memberitahuku,” gumam Arion seorang diri. "Atau dia diculik lagi. Ah, wanita itu selalu membuatku khawatir.” Thalita yang ada di belakang Arion tersenyum geli melihat pemandangan di depannya. Tapi dia tidak akan memperlihatkan wajahnya yang senang melihat Arion.Hai baby, kau lihat nak, ayahmu datang. Tingkahnya sangat menggemaskan. Thalita berdehem. Mata mereka saling bertemu, lumayan lama mereka saling menatap meluapkan rasa rindu yang mengusik sanubari.
Thalita menonton standup comedy. Untungnya dia dapat kamar VVIP jadi kamarnya mempunyai service lebih, seperti kulkas dan tv. Hari ini tidak ada yang menungguinya di rumah sakit. Davina dan Renata lagi ada pekerjaan. Thalita tertawa terbahak-bahak menonton comedian Dodit sampai perutnya keram kebanyakan ketawa. Tiba-tiba suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Thalita memelankan suara televisi-nya. "Tumben Renata ketuk pintu. Biasanya asal main nyelonong,” gumam Thalita. Dia memperhatikan pintu menunggu orang yang mengetuk pintunya masuk ke dalam. Thalita terkesiap melihat orang yang sedang masuk ke dalam dan menutup kembali pintu yang dia buka. Matanya terpaku pada Fara, tunangan bapa bayinya. "Kenapa
Di sinilah Arion sekarang, di depan Fara dengan keadaan yang canggung. Tadi dia datang ke rumah Fara tanpa memberi tahu Fara dan langsung mengajak tunangannya itu untuk keluar. Mereka makan di restoran Eropa. Arion menyukai masakan Perancis begitu juga dengan Fara. Karena Thalita sekarang lidah Arion terbiasa dengan masakan Indonesia banget ala-ala kampung. Apalagi lalapan dan sambel terasi. “Kenapa makanmu sangat rakus, tidak biasanya. Kau tidak diet? Berat badanmu akan naik jika cara makanmu seperti ini,” ucap Arion menatap Fara lalu menggeleng. "Aku butuh tenaga,” sahut Fara, meminum mineralnya dan lanjut melahap hidangannya lagi. "Okey, kalau kurang aku bisa pesanin lagi.” Arion meletakkan sendoknya dan hanya menjadi penonton untuk Fara. Mungkin Fara sudah terlalu banyak pik
"Ini sudah seminggu kau di rumah sakit Lit, seminggu juga kau menolak kedatangan Arion. Yakin, kau enggak mau nemuin Arion,” ucap Renata yang menemani Thalita di rumah sakit.Maaf ya nak, kita enggak boleh ketemu bapa kamu sekarang. Thalita hanya tersenyum tipis saja mendengar protesan Renata bukan cuma Renata tapi Davina juga setiap hari mengingatkan Thalita dengan ucapan berbau Arion. Tubuh Thalita masih lemah dan masih memerlukan infus untuk membantu memulihkan kondisinya, untunglah keadaan bayi dalam perutnya baik-baik saja . Davina dan Renata bergantian menjaga Thalita. Orang tua Arion juga datang dan Thalita menyambut dengan hangat kecuali Arion. "Inget ya Lit, bapa dari sijabang bayi itu Arion. Dia berhaklah liha
Darah terasa menderu dan menerjang naik hingga ke puncak kepala ketika menggenggam foto-foto tersebut dengan erat sebelum meremukkannya dengan kasar, entah siapa yang mengirim padanya. Foto Thalita yang sedang disekap dengan ikatan tali dan mulut yang disumpal."Beraninya kau melakukan itu pada Thalita!" erangnya dengan hidung kembang kempis. Arion mengambil jaket dan juga kunci mobil di nakas, dengan cepat dia mengambil mobilnya yang ada di bagasi bawah. Arion tahu tempat yang ada di foto itu, mereka dengan sengaja memberikan petunjuk lokasi atau terlalu bodoh. Tidak perduli apa rencana Morgan baginya yang terpenting menemukan Thalita. Kini Arion berada di gerbong kereta api yang tak terpakai, sekitaran tampak sepi
MorganThalita menelan ludah seakan tidak percaya laki-laki itu menculiknya. Dia bukan Morgan yang Thalita kenal, bukan Morgan yang pernah menjadi tunangannya, bukan Morgan yang pernah tersenyum padanya dan bukan Morgan yang meninggalkan acara pertunangan mereka.Dia Morgan, tapi dengan suara yang terdengar tajam. Morgan yang membuat bulu kudu Thalita merinding. Morgan menarik tali lampu meja yang tergantung, kini Thalita bisa melihat dengan jelas wajah Morgan yang menyeringai."Masi ingat dulu kau melarangku ngerokok, melarangku minum dan juga kau akan marah kalau aku begadang. Karena takut aku jatuh sakit."Kalau saja mulut Thalita tidak disumpal dia akan menjerit meraung-raung hingga orang luar bisa mendengar. Thalita membrontak namun semua itu percuma.Morgan menarik ingusnya dengan menggesek telunjuknya ke hidung, tidak ada cairan walaupun suara itu nyaring. Dia seperti orang
Thalita hamil Deva terbelalak. Namun ekpresi-nya berubah menjadi santai dan tertawa sinis."Se-brengsek itu aku dalam pikiran kalian! Aku tidak sejahat itu. Aku tahu aku salah tapi, aku---“ "Jangan coba menipuku Deva Mahendra!” Arion kembali menarik kerah Deva dengan wajah ingin membunuh. Andre dan Ardi kembali memisahkan mereka supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Aku memang membencimu, Arion Ortega. Keluargamu yang kaya raya itu sudah membuat keluargaku hancur! Kau kecelakaan dan semua menyalahkan aku, karena apa? Kau adalah anak yang terbuat dari sendok emas yang sangat berharga! Fara, dia sama sekali tidak menganggap aku ada di saat aku dulu selalu ada untuknya, karena kau aku dikirim ke Sydney. Orangtuaku takut keluargamu yang berpengaruh itu men