Home / Romansa / Sebening Cinta Anne / Part 5. Persekongkolan

Share

Part 5. Persekongkolan

Author: Ummu Nadin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Mata Hanzel menyipit memandang wanita yang berjalan disamping Finn. Siapa dia?

 

"Finn,"

 

"Hanz,"

 

"Elo disini?" Tanya Hanz

 

" Iya, gue nganter mama gue," 

 

"Mam, kenalin. Ini Hanzel teman Finn kuliah di Harvard," Finn mengenalkan wanita tadi dengan sebutan mama.

 

"Hanzel, Tante," Hanzel mengenalkan diri pada mamanya Finn.

 

Wanita di depannya ini yang tadi membuat Hanzel sedikit tergetar hatinya. Wajahnya seperti mirip seseorang.

 

"Sesama Lawyer ya kalian?" Tanya mama Finn.

 

"Bukan, Tante. Kami beda jurusan. Hanzel kuliah jurusan Managemen Bisnis," jawab Hanz.

 

"Oh, Finn ga mau jadi pengusaha, Hanz. Dia ambil jurusan hukum karena sepupunya ... "

 

"Mam, udah deh. Kok jadi curhat sama Hanzel," Finn cemberut.

 

"Tuh, Hanz. Dia ini sudah jadi Lawyer tapi masih suka merajuk sama mamanya. Hehehe,"

 

"Ngomong-ngomong ngapain elo kesini, Bro?" Finn heran melihat Hanzel datang di Yayasan Tuna Rungu.

 

"Papa gue donatur tetap di Yayasan ini, Finn. Ni gue di suruh papa ke sini,"

 

"Oh, gitu. Ya udah gue duluan ya, Bro. Ni mau nganterin gadis shopping. Hehehe," ucap Finn yang segera di towel lengannya oleh mamanya. Ya jelas, sembarangan aja dia sebut mamanya dengan sebutan gadis. Hehe

 

Dasar Finn.

 

"Okay, Bro. Gue masuk dulu ya," Hanzel berpamitan.

 

"Hanz, gue ada sepupu juga di sini," ucap Finn menghentikan langkah Hanzel.

 

"Finn, ayooo,"

 

"Ya, Mam. Bentar,"

 

"Tar deh kapan-kapan gue kenalin sama sepupu gue, tapi jangan macem-macem. Karena dia spesial banget buat gue," ucap Finn kemudian.

 

"Indomie spesial pakek telor, Finn," Hanzel terkekeh. Membuat Finn melayangkan tinjunya di udara sambil melotot.

 

"Ya udah, gue masuk dulu, bye,"

 

Akhirnya mereka berpisah. Hanzel melangkah masuk. Begitu kakinya masuk di gedung itu, matanya tiba-tiba menangkap sosok gadis yang telah mencuri waktu tidurnya tadi malam, tengah berbincang dengan seorang pria.

 

Bukankah dia Alex.

 

Oh lelaki genit itu gerak cepat rupanya.

 

Hanzel jadi ingat ucapan Papanya tadi malam. Papanya telah memintanya gerak cepat, siapa cepat dia dapat. Oh, shittt.

 

Ternyata nasihat orang tua itu ada benarnya. Mungkin karena Papanya sudah terlalu banyak makan asam garam kehidupan. Hehe

 

Akhirnya Hanzel memutuskan untuk menunggu, dia duduk di kursi depan. Sembari menunggu dua orang itu selesai berbincang. Duh, menyebalkan.

 

Sekian menit telah berlalu, terasa begitu panjang. Jam dinding terasa begitu lambat bergerak, dan begitu lama. Tak ada yang dia lakukan kecuali bermain dengan layar handphone. 

 

Sesekali dia melirik pada dua manusia yang sedang asyik berbincang itu. Seolah dunia milik mereka berdua saja. Entah bagaimana rupa wajahnya kini. Huh ... menyebalkan.

 

Lama-lama Hanzel merasa jenuh menunggu, setelah sekian menit berlalu. Belum ada tanda-tanda Alex akan segera pergi. Dan Anne juga tidak menyadari kedatangannya.

 

Hanzel memutuskan beranjak dari ruangan itu. Lebih baik pulang saja. Daripada tak dianggap di sini. 

 

Mungkin karena hatinya kesal, membuat dia terlalu keras menggeser kursinya. Derit suara kursi yang beradu dengan ubin membuat Anne menoleh.

 

"Hanz,"

 

Anne beranjak tergesa kearah Hanzel. 

 

"Udah lama?"

 

"Cukup lama untuk menanak nasi jadi gosong,"

 

Anne menahan senyum mendengar jawaban Hanzel. Sebenarnya dia mau menjawab, bahwa Hanzel ahli dalam menggosongkan nasi. Tapi melihat raut muka Hanzel sudah ga enak dilihat, sepertinya bukan saatnya dia menanggapi dengan bercanda.

 

"Maaf, aku ga tau," ucap Anne tulus.

 

"Hmmm,"

 

"Jadi?" 

 

Anne mencoba mencairkan suasana.

 

"Jadi apa?"

 

"Maksudku, mari kita bicara," jawab Anne.

 

"Tentang kita?"

 

Tak urung membuat Anne melebarkan senyumnya, lesung Pipit dikedua pipinya terpampang nyata. Membuat hati Hanzel jadi semakin ketar-ketir. Berdebar, dan ah ....

 

Anne menyadari, ternyata Hanzel sedang merajuk.

 

"Kita?" Pancing Anne.

 

Hanzel menatap tajam, sepasang iris biru itu begitu lekat menatap pada Anne. Dalam diam.

 

"Ann, kita belum selesai bicara." Tiba-tiba Alex datang membuat keduanya tiba-tiba mendadak canggung.

 

"Bicara apa sih, sepenting apa?" Hanzel menyela, sebelum Anne menjawab. Membuat Alex memalingkan wajahnya ke arah Hanzel.

 

"Urusan Penting, Pak Hanzel. Ya kan, Ann?"

 

Anne tersenyum canggung, kemudian menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Sementara Hanzel memutar bola matanya malas. 

 

"Sebaiknya jangan terlalu lama bicara dengan calon istri saya, Pak Alex. Saya tidak suka,"

 

Mata Anne mengerjab beberapa kali mendengar jawaban Hanzel. Sementara Alex tampak kaget.

 

"Kalian mau menikah? Kapan?" Kini Alex yang tampak canggung.

 

"Segera kami kabari, Pak Alex. Saya akan mengantarkan undangannya pada Anda secara pribadi," ucap Hanzel dengan senyum miring.

 

"Oh, sebaiknya segera, Pak Hanzel. Karena jika tidak, saya akan membuatnya batal,"

 

Oh, pria ini sangat tidak tahu malu rupanya. Berani menabuh genderang perang secara terang-terangan di hadapanku. Pikir Hanzel.

 

Anne jadi bingung harus bersikap bagaimana pada kedua lelaki didepannya. Dia hanya diam saja, takut salah bersikap.

 

"Baiklah, Ann. Aku pulang dulu ya. Kapan-kapan aku datang lagi,"

 

Anne hanya tersenyum tipis sambil mengangguk.

 

Sepeninggal Alex, Hanzel menarik tangan Anne keluar gedung.

 

"Ikut, Ann!"

 

"Kemana?"

 

"Ikut, jangan banyak bicara."

 

Bibir Anne mengerucut, pria ini sangat egois ternyata. Belum jadi menikah saja sudah berani ngatur-ngatur. Bagaimana kalau sudah. Tapi dia tidak berani menolak. Dia mengekor di belakang Hanzel, meski hatinya kesal.

 

"Naik,"

 

Perintah Hanzel dingin, saat pintu mobil sudah dia bukakan untuk Anne. Anne mengikuti perintah Hanzel dalam diam, masih mengerucutkan bibirnya.

 

Suara mobil Hanzel menderu meninggalkan Gedung Yayasan Tuna Rungu bersama Anne. Sekian menit berlalu, Hanzel hanya berputar-putar tanpa tujuan.

 

Mereka hanya diam tanpa bicara. Anne juga tidak bertanya. Dia hanya menunduk saja berada di sisi Hanzel. Sesekali Hanzel meliriknya.

 

Tik. Tok. Tik. Tok. Tik. Tok.

Kira-kira begitu bunyi jarum jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan Hanzel. Keduanya diliputi kesunyian.

 

"Hanz,"

 

"Ann,"

 

Keduanya saling menatap. Senyuman pun akhirnya terbit dari bibir keduanya.

 

"So?"

 

"Jadi kemarin pagi kamu lari dari rumah dengan seorang pria?"

 

Anne mengernyitkan dahinya. Tak mengerti arah pembicaraan Hanzel.

 

"Maksudnya?"

 

"Kamu menolak perjodohan kita?"

 

"Aku tidak bicara apapun tentang perjodohan kita, Hanz. Aku memang pergi dari rumah, sekarang tinggal di Yayasan. Karena ada beberapa alasan."

 

"Pria itu?"

 

"Pria yang mana?"

 

"Yang melarikanmu dari rumah,"

 

Anne terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Pria dihadapannya ini sangat unik. Baru tiga kali ini mereka bertemu, pertama saat makan malam konyol itu. Kedua saat malam Konser Amal kemarin. Ketiga hari ini. Tapi pria ini tampak sangat posesif seolah sudah mengenal Anne lama.

 

"Jadi kau merahasiakan pria kurang ajar itu?" Hanzel menatap Anne tajam.

 

"Ga ada, Hanz,"

 

Hanzel mendengus panjang. Seberapa penting pria ini dihatimu, Ann. Sampai kau merahasiakannya dariku. Pikirnya.

 

 

***

 

 

Sepulang dari Gedung Yayasan Tuna Rungu, Alex duduk menyendiri di sebuah kafe. Tangannya memutar-mutar Handphonenya di meja, sementara salah satu tangannya menjadi alas kepalanya bersandar di atas meja. Berkali-kali dia membuang nafas kasar.

 

Raut mukanya menampakkan dirinya sedang tidak bersemangat.

 

"Jadi dia sudah mau menikah?"

 

"Jadi aku kalah cepat mendekatinya."

 

Alex benar-benar tampak kehilangan gairah hidup. 

 

"Lex, elo kenapa sih, kok bete gitu?"

 

Seorang gadis berambut blonde berjalan mendekatinya, kemudian duduk di samping Alex.

 

"Gimana, elo berhasil ga deketin, Anne?"

 

"Pokoknya tugas elo, deketin Anne. Bikin Anne jatuh cinta sama elo. Habis itu terserah elo. Mau elo nikahin atau tinggalin. Bukan urusan gue,"

 

Alex hanya diam saja, tidak berminat menjawab ataupun merespon.

 

"Lex, elo denger ga sih. Diajak ngomong malah bengong," protes Miska.

 

"Berisik banget sih Lo," gertak Alex.

 

"Lex, kok gitu. Lo nyuekin gue," gadis di samping Alex tampak kesal.

 

"Kenapa elo ga bilang kalau Anne mau nikah sama Hanzel?"

 

"Justru itu, Lex. Elo harus gagalin perjodohan bodoh ini, Denger ya, gue mau Hanzel. Elo mau Anne. Jadi impas kan," terang gadis itu.

 

"Oh, jadi elo manfaatin gue buat kepentingan elo," Alex menjawab kasar seraya berdiri dari kursi tempat dia duduk.

 

"Lex, dengerin gue. Gue punya rencana bagus buat kita," tukas Miska.

 

"Maksud Lo rencana apa?"

 

Gadis berambut blonde itu tersenyum jahat. 

 

"Rencana besar, buat kita dapetin apa yang kita mau," ujar Miska sambil tersenyum miring.

 

"Bisa ga lo, bicara yang jelas gitu, Miska. Jangan bikin gue makin bete," protes Alex.

 

"Sini gue bisikin!"

 

Kemudian Miska mendekatkan bibirnya di telinga Alex, dan membisikkan sesuatu. Entah apa yang di ucapkan Miska. Yang jelas, mata Alex membelalak. Duh, apa ya?

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ovie Maria
baca part ini, pikiranku terbuka. wkwk sebelumnya kukira Finn bakalan jadi saingan hanzel, tapi kayaknya enggak deh. si Alex ini yg bisa jadi.. ikut rencana Miska Krn rasa sukanya sm Anne. duh, apapun itu, semoga anne-hanzel bersatu. aamiin ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sebening Cinta Anne   Part 6. Kecurigaan

    Miska membisikkan sesuatu di telinga Alex. Kemudian mata Alex membelalak sempurna. "What!" "Gimana, bagus kan rencana gue?" Miska tersenyum jahat. "Elo gila? Ogah, gue ga mau," tolak Alex. "Heleh, Cemen Lo," Miska memberengut. "Bukan gitu, ini tindakan kriminal," protes Alex. "Kriminal apaan, prank doang. Seru tauk," Miska terus membujuk. "Gue jamin, Anne dan Hanzel batal nikah," Miska berusaha membujuk Alex. "Tar deh, gue pikirin lagi," jawab Alex lemah. "Kalau Lo nyerah sih ya udah, gue ga akan maksa juga. Gue bakal cari orang lain yang mau jalanin rencana gue. Tapi elo jangan nyesel kalau ga bisa dapetin Anne," M

  • Sebening Cinta Anne   Part 7. Makna Kebahagiaan

    Miska telah sampai di mansion ketika rembulan menggantung sendirian di langit. Entah kenapa malam ini bintang-bintang enggan menampakkan diri. Mungkin sedang malas melihat kehidupan di dunia yang semakin porak poranda karena ambisi dan kerakusan manusia. Mansion tampak sepi, memang biasanya juga sepi. Bayangkan saja Mansion ini luasnya lebih dari 8000 meter persegi, tapi hanya di huni oleh lima orang manusia, belum termasuk dengan para pelayan, tukang kebun dan Security. Betapa sepinya. Mansion ini di bangun oleh Kakek Atmaja dengan fasilitas yang lengkap. Sejak anaknya Darren Atmaja menikah dan memiliki anak, Darren membangun taman bunga, di persembahkan spesial untuk Sherly istrinya dan Anne putri kesayangannya. Tapi semua kemewahan yang tampak indah di pelupuk mata ini, tidak mengisyaratkan makna sebuah kebahagiaan.

  • Sebening Cinta Anne   Part 8. Kemunculan Hardiman

    Ketika Anne melangkah keluar dari ruang depan asrama tuna rungu, dia berpapasan dengan dua orang pria yang salah satunya Anne kenal. Beliau adalah Om Federick papanya Hanzel. Sedang pria satunya kemungkinan relasi bisnis Om Federick, jika dilihat dari penampilannya yang masih mengenakan Jaz dan kemeja kantoran. Senyum dibibir Anne terbit, kemudian dengan ramah Anne menyapa mereka. Karena sekarang Anne adalah tuan rumah di Yayasan ini. "Selamat datang, Om Federick. Ada yang bisa Anne bantu?" sapa Anne ramah. Sebenarnya ada rasa sungkan dan rasa bersalah dalam diri Anne pada Om Federick, perihal malam itu saat makan malam. Tapi karena hari ini beliau adalah tamu maka sebisa mungkin Anne harus bersikap profesional. "Ann, kenalin ini teman Om, namanya Pak Ardian. Beliau ingin menj

  • Sebening Cinta Anne   Part 9. Sesal yang Datang di Akhir

    "Tolong ... siapapun, tolong kami .... " Di tengah malam buta, saat cahaya rembulan sedang bersembunyi di balik awan gelap. Sedangkan bintang-bintang juga sedang begitu malas menampakkan diri. Sebuah mobil yang meluncur membelah jalan raya menuju puncak Bogor, tiba-tiba tak terkendali dan menghantam marka pembatas jalan. Mobil itu berguling beberapa kali hingga kemudian terbalik. Suara minta tolong itu terdengar menyayat hati. Tapi apa hendak dikata, malam ini tak ada satupun kendaraan yang lewat di tempat itu. Bahkan rintik hujan mulai turun mengguyur bumi, seolah meredam gejolak panas angkara murka. "Tolong, tolong kami," suara minta tolong itu terdengar semakin lirih. Dalam keadaan setengah sekarat, suara itu tak berputus asa meminta pertolongan.

  • Sebening Cinta Anne   Part 10. Maukah Kau Melahirkan Anak-anakku?

    Federick membaca berkas laporan yang dikirim seseorang di email-nya. Dari ekspresi wajahnya menampakkan keseriusan, seolah sedang memeriksa laporan penting."Hmmm, jadi begini, dasar licik," desisnya geram.Dia masih begitu serius membaca email itu, ketika terdengar dering panggilan telepon di Smartphone nya."Ya.""Teruskan saja, jangan ada yang terlewat!""Okay, kutunggu laporannya."Demikian instruksi yang dia perintahkan pada orang di seberang sana. Setelah dia menutup telepon, Federick kembali sibuk dengan laptopnya."Gue akan membongkar semua misteri ini untuk elo, semoga elo tenang di sana, Sher," gumamnya pelan.Federick Adi Wijaya menghembuskan nafas panjang. Dia terkenang dengan masa sekian puluh tahun yang lalu. Ketika dia masih memakai seragam putih abu."Sher

  • Sebening Cinta Anne   Part 11. Handoko

    Finn melangkah meninggalkan restoran dengan geram. Nafsu makannya mendadak hilang saat melihat Hanzel sedang memeluk Anne di restoran tadi.Langkahnya tergesa menuju mobilnya, tak butuh waktu lama kemudian meluncur meninggalkan restoran itu secepat kilat. Finn memukul setir mobil geram."Gue udah bilang sama elo, kalo Anne spesial banget buat gue, Hanz," gumam Finn.Kemudian Finn melajukan mobilnya menuju rumahnya dengan mood yang sangat buruk. Sesampai rumah, dia melihat Mama Merry sedang membaca novel kesukaannya di sofa ruang keluarga. Merry menghentikan aktivitasnya saat melihat Finn tampak kesal."Ada apa, Finn?" tanyanya."Finn lagi kesel, Mam," jawabnya sambil menyandarkan punggungnya di kursi."Mama juga tahu kalo kamu kesel, wajahnya aja ditekuk-tekuk gitu. Maksudnya ada masalah apa?" tanya Merry."Han

  • Sebening Cinta Anne   Part 12. Kesalahpahaman

    Alex kembali ke kantor dengan kemarahan yang memuncak. Hanzel secara terang-terangan sudah melarangnya untuk menemui Anne, dan itu membuat hatinya kesal. Betapa tidak, karena semenjak pertemuan pertama dengan Anne di malam konser amal itu. Alex telah benar-benar jatuh cinta pada gadis itu.Awalnya Alex hanya iseng saja datang malam itu. Hanya penasaran dengan gadis yang bernama Anne. Saat Raka bercerita padanya bahwa Miska begitu benci pada gadis bernama Anne itu, Alex ingin tau seberapa menyebalkan dia. Kenapa Miska ingin menyingkirkan gadis itu.Tapi tidak di sangka Alex malah terpesona dengan Anne. Anne tidak hanya cantik, bakat dan kesederhanaan Anne telah begitu memikat hatinya. Meskipun Anne memiliki satu kekurangan yaitu pendengarannya. Akan tetapi kekurangannya itu telah tereliminasi, terganti dengan kelebihannya.Alex belum pernah merasakan hatinya berdesir pada wanita manapun, hanya An

  • Sebening Cinta Anne   Part 13. Terungkap

    Tangan Hanzel mengepal penuh kemarahan menyaksikan dua orang yang paling dekat dengannya berbincang hangat penuh keakraban. Dia merasa begitu cemburu, karena Anne bisa ngobrol seakrab itu dengan Finn. Padahal kalau sama Hanzel Anne pasang mode jaim, kadang aja bisa becanda.Kemudian Hanzel masuk mobil yang segera melesat membelah jalanan."Hanz, kenapa sih?" tanya Elena melihat Hanzel kembali dengan mood yang buruk.Padahal tadi dia turun dari mobil dengan riang gembira, kenapa hanya dalam hitungan menit berubah. Elena yang menunggu di dalam mobil jadi keheranan. Hanzel memukul stir mobilnya dengan kasar. Membuat Elena kaget."Hanz!" teriak Elena. Hanzel masih membisu, membuat Elena kesal."Hanzel Adi Wijaya!" panggil Elena.Hanzel sangat hafal jika mamanya itu memanggil namanya dengan lengkap, artinya mama sedang marah."Maaf, Ma. Ha

Latest chapter

  • Sebening Cinta Anne   Part 50. Akhir Sebuah Kisah

    Suasana tenang melingkupi area pemakaman Al Azhar memorial garden. Sepeninggal Dewangga pulang bersama polisi, Atmaja-pun pulang dianter Federick, sementara Anne ditemani Hanzel melanjutkan sekalian ziarah di makam orang tuanya. Apalagi besok adalah hari pernikahan mereka.Keduanya tampak khusyuk bersimpuh di depan dua makam di depan mereka. Di batu nisannya, bertuliskan Darren Atmaja, sementara yang satunya Sherly Putri Sudjatmiko. Ya, mereka adalah mama dan papa Anne."Ma, Pa, dia adalah pria yang mama pilihkan untuk Anne, namanya Hanzel," gumamnya di atas pusara orang tuanya.Dua netra bening telah dipenuhi dengan kaca-kaca yang hanya dengan sekali kedipan mata, akan luruh menjadi hujan."Om, Tante, terima kasih telah mempercayai saya untuk menjadi penjaga wanita ini, saya akan berusaha keras untuk menjaganya. Besok kami akan menikah, tenanglah di sana, semoga Allah menempatkan kalian di syurga-Nya," gumam Hanzel di depan pusara kedua orang tua Anne.

  • Sebening Cinta Anne   Part 49. Atmaja dan Dewangga

    Dua orang pria tua duduk saling berhadapan dan saling membisu, tatapan mata keduanya bertemu akhirnya saling membuang wajah. Puluhan menit berlalu, tanpa sepatah katapun yang terucap dari bibir keduanya."Kau ga ingin menghajarku?" tanya pria tua yang memakai baju Oren bertuliskan tahanan di punggungnya."Kau meledekku, hah? berdiri saja aku tidak mampu," jawab pria tua yang duduk di kursi roda."Tak kusangka Andini memilih pria lemah sepertimu," ejek pria berbaju oren.Keduanya tertawa miris. Ya, mereka adalah Atmaja dan Dewangga. Setelah sekian puluh tahun tak saling bertemu, tak saling menyapa, dan tak saling memberi kabar, akhirnya kini Tuhan mempertemukan mereka, di tempat yang tidak seharusnya.Ya, kini Dewangga ada di dalam penjara. Di tempat yang sama dengan Raka ditahan.Pagi ini Atmaja menjenguknya, menjenguk pria yang telah menghabisi anak semata wayangnya, Darren Atmaja."Apa tempatnya nyaman untukmu?" tanya At

  • Sebening Cinta Anne   Part 48. Cintamu telah Kembali

    Anne melangkah turun dari mobil dengan terburu-buru, sementara Hanzel mengawalnya di belakang. Mereka kini telah berada di kantor polisi, untuk menemui kakek Dewangga. Ada banyak pertanyaan yang berputar-putar dalam benaknya tentang alasan Dewangga menembak Raka. Anne menangkap keanehan tentang sikap Dewangga padanya. Mestinya pria tua itu tidak perlu mengorbankan dirinya meringkuk di penjara untuk orang yang baru sehari dia kenal, bukankah ini sangat aneh?Akan tetapi gadis itu sangat bersyukur pria tua yang baru dia kenal kemarin, telah melakukan sesuatu untuk mereka di saat yang tepat. Anne tidak bisa membayangkan jika Dewangga datang terlambat satu menit saja, akan lain ceritanya. Pasti saat itu kepala Hanzel yang harus terluka terkena pukulan Raka. Bagaimanapun semua pertanyaan itu harus terjawab hari ini.Finn yang sudah lebih dulu di kantor polisi, menyambut mereka dengan wajah penuh tanya."Kenapa, Hanz?" tanya Finn."Kakek Dewangga," jawab Hanzel

  • Sebening Cinta Anne   Part 47. Karena Aku Mencintaimu

    "Bunuh aku sekarang, Ka, aku ikhlas jika harus mati sekarang," jawab Anne lemah.Raka tertawa melihat Anne meringkuk di sudut kamar sambil ketakutan. Kemudian pria itu berjalan mendekatinya dengan bertelanjang dada, sementara Anne tampak semakin panik dan ketakutan tidak tahu harus berbuat apa. Hiks ..."Hahaha ... kemari, Ann!" ujar Raka di sela tawanya."Jangan mendekat, Ka!" pekik Anne."Hey, jangan teriak-teriak, Ann," ujar Raka menahan tawa."Pergi, Ka, pergi!" jerit Anne, mulai terisak.Raka geli melihat ekspresi Anne yang ketakutan. Padahal dia sebenarnya hanya bermaksud mengerjainya saja, supaya Anne berkata bersedia menjadi istrinya, tidak di sangka Anne benar-benar ketakutan melihatnya melepaskan kaosnya. Gadis itu mengira Raka akan melakukan hal yang tidak senonoh kepadanya, hingga membuatnya ketakutan. Baginya ini lebih menakutkan daripada dibunuh."Ann, udah, aku cuma becanda, ya ampun," hibur Raka, tapi Anne terlan

  • Sebening Cinta Anne   Part 46. Raka Sang Psikopat

    Hari ini Anne masih di Senggigi, semalam mereka menginap di resto milik Raka di tepian Senggigi. Karena setelah usai menikmati sunset, Anne tampak sudah terlalu lelah jika harus diajak pulang ke villa yang telah mereka sewa.Sementara Dewangga juga menginap di tempat yang sama atas permintaan Anne. Meskipun Raka keberatan, tapi akhirnya mengalah karena Anne bersikeras memberi tumpangan pada dewangga untuk menginap tadi malam.Siang ini Raka berniat mengajak Anne kembali ke villa, tapi Anne memaksa untuk membawa serta Dewangga bersama mereka. Raka tidak habis pikir dengan Anne, kenapa gadis itu begitu memaksa untuk memberi tumpangan pada Dewangga, padahal dia adalah orang asing.Kini mereka berdebat di tepi pantai."Ann, dia hanya orang asing, jangan terlalu baik," protes Raka ketika Anne memintanya untuk mengajak Dewangga sementara tinggal bersama mereka di villa."Ka, dia seusia kakek Atmaja, apa kamu ga kasihan?" bujuk Anne.Raka mem

  • Sebening Cinta Anne   Part 45. Harus Menemukanmu

    Pintu kedatangan bandara internasional Zaenudin Abdul Madjid Lombok siang ini sangat padat, di luar tampak beberapa petugas sedang menunggu kedatangan Hanzel dan Finn serta dua polisi Surabaya yang terbang dari bandara Juanda sebelum dhuhur tadi."Kami sudah menunggu di luar, Pak," jawab salah satu polisi yang di dadanya tertulis nama Kompol Zakaria menjawab panggilan dari rombongan Hanzel."Baik, kami tunggu," jawabnya lagi seraya mematikan panggilan.Dia lalu memberikan informasi kepada anak buahnya untuk bersiap karena yang ditunggu sedang menuju di luar."Kalian bersiap, mereka sudah berjalan kemari," titahnya pada anak buah yang mendampingi."Siap, Ndan," jawab mereka serempak.Tak berapa lama kemudian, yang mereka tunggu telah muncul dari pintu keluar bandara, hingga terbit senyuman sang komandan seraya berjalan mendekat."Mari, Pak Finn, Pak Hanzel," sapanya.Mereka saling berjabat tangan, kemudian memberikan infor

  • Sebening Cinta Anne   Part 44. Hati Seluas Samudra

    Federick mendatangi mansion Atmaja bersama Elena. Mereka berdua merasakan ada kekhawatiran terhadap kondisi Atmaja, sejak beberapa hari lalu dia antar pulang dari kantor polisi, Federick belum sempat menengok ke mansion kakeknya Anne. "Bagaimana kabar anda, Pak Atmaja?" sapa Federick begitu Atmaja muncul didepannya. "Aku harus sehat sampai Anne ditemukan," jawab Atmaja diplomatis. Federick mengangguk membenarkan ucapan Atmaja. "Benar, anda harus sehat, mungkin Dewangga akan menghubungi anda, jika benar orang yang menguntit Anne selama ini adalah dia," saran Federick. Meski Atmaja ragu dengan ucapan Federick, tapi pria tua yang duduk di kursi roda itu yakin satu hal. Jika dulu Dewangga bisa khilaf karena kemarahannya pada Atmaja, hari ini dia pasti akan menyesali tengah membunuh anak dari wanita yang dicintainya. Karena Dewangga hanya terlalu mencintai. "Ada perkembangan informasi dari Surabaya?" tanya Atmaja. "Barusan, se

  • Sebening Cinta Anne   Part 43. Sunset di Senggigi

    "Jadi, Kakek, menginap dimana nanti malam?" tanya Anne."Bolehkah, aku ikut bersamamu, Ann?" tanya Dewangga parau.Anne terkesiap, bukan maksud hati menolak, tapi keadaan dirinya saja hari ini sedang ditawan oleh Raka. Mana mungkin Raka mengijinkan ada orang asing bersama mereka. Entah kenapa Anne merasa bisa langsung akrab dengan kakek ini, padahal hari ini adalah pertemuan pertama mereka. Anne terdiam, dia menghela napas panjang."Apa kamu keberatan, Ann?" tanya Dewangga pelan."Bu-bukan begitu, Kakek. Tapi ....""Aku yang keberatan," sahut Raka seraya berjalan mendekat."Sudah kuduga," cibir Dewangga.Dewangga selama ini mengawasi Anne tentu saja sangat tahu detil apa yang sesungguhnya terjadi. Benar, pria tua ini bukan secara kebetulan bertemu dengan Anne di pantai senggigi, melainkan dia sengaja mengikuti Raka dan Anne.Tidak ada satu peristiwa pun yang terlewat dari pengamatan pria tua ini, ketika anak buahnya mengaba

  • Sebening Cinta Anne   Part 42. Menemukan Titik Terang 2

    "Mereka sudah ditemukan, Finn?" tanya Hanzel penasaran.Keduanya berjalan ke parkiran dengan terburu-buru karena rasa penasaran telah mendera mereka tentang keberadaan Anne yang sudah 4 hari ini hilang belum di temukan jejak keberadaannya.Finn menarik lengan Hanzel, mengajak berjalan lebih cepat menuju mobilnya ketika mereka sudah sampai di tempat mereka memarkirkan mobil."Ann, hari ini aku akan menemukanmu," gumam Hanzel berharap.Lumpia dan beberapa makanan lain yang tadi dia beli di geletakkan begitu saja di jok belakang. Rasa penasaran telah mengalahkan rasa lapar yang tadi terasa membuncah ingin segera diberi makan."Gue harap setidaknya jejaknya telah ditemukan, Hanz. Mereka jelaskan detilnya di hotel," jawab Finn.Hanzel mengangguk. Mereka meluncur meninggalkan tugu pahlawan Surabaya, kembali menuju hotel. Hanzel begitu berharap jejak Anne telah ditemukan, setidaknya bisa melanjutkan pencarian dengan pasti. Tidak hanya sekedar

DMCA.com Protection Status