Share

Bab 8. Mulai Curiga

last update Last Updated: 2025-01-16 10:52:42

Pagi itu, suasana rumah terasa tenang namun hangat. Bagas dan Clara, yang sudah rapi dengan pakaian formal, keluar dari kamar. Bagas mengenakan setelan jas abu-abu yang terlihat sempurna di tubuhnya, sementara Clara tampak anggun dalam blus putih dan rok pensil hitam.

Mereka berjalan berdampingan menuju meja makan, di mana sarapan telah tertata rapi. Clara tersenyum kecil sambil melirik Bagas. "Pagi ini kita berangkat bareng, kan?" tanyanya lembut.

Bagas mengangguk sambil menarik kursi untuk Clara. "Iya, aku sempat atur jadwal biar bisa antar kamu dulu. Lagipula, kapan lagi kita ada waktu pagi bareng kayak gini," jawabnya dengan nada penuh perhatian.

Clara tersenyum lebih lebar. "Masih sempat romantis di tengah jadwal padat, ya?" godanya.

Bagas hanya tertawa kecil sambil menuangkan kopi ke cangkirnya. Mereka menikmati sarapan bersama, berbincang ringan tentang rencana hari itu. Meskipun keduanya terlihat santai, ada kesan serius di balik percakapan mereka, seolah masing-masing menyimpan pikiran yang belum terucapkan.

Tak lama setelah mereka duduk di meja makan, Maya, asisten rumah tangga mereka, keluar dari dapur dengan dua cangkir kopi di atas nampan. Langkahnya tampak sedikit tergesa, dan ekspresi gugup sudah terlihat jelas di wajahnya, terutama saat pandangannya tertuju pada Bagas.

“Ini kopinya, Nyonya, Tuan,” kata Maya dengan suara pelan, hampir bergetar. Namun, saat ia mendekati meja, tangannya gemetar lebih parah ketika Bagas melirik ke arahnya.

Tanpa sengaja, cangkir kopi yang ia pegang terlepas dari nampan dan jatuh ke arah Clara. Tumpahan kopi panas mengenai pakaian Clara, membuatnya spontan berdiri dengan ekspresi terkejut.

“Aduh, Maya!” Clara berseru sambil menyeka noda kopi di blus putihnya, nadanya terdengar kesal. “Kamu nggak hati-hati banget sih!”

Maya langsung panik. “Maaf, Nyonya, saya nggak sengaja. Saya benar-benar minta maaf,” ucapnya sambil tergagap dan memungut cangkir yang terjatuh.

Bagas, yang sejak tadi memperhatikan dengan alis mengernyit, menghela napas pelan. “Maya, lain kali lebih hati-hati, ya. Sekarang bersihkan dulu meja ini, dan tolong ambilkan lap untuk Clara,” ucapnya dengan nada tegas namun tidak terlalu keras.

Maya mengangguk cepat dan buru-buru menuju dapur, meninggalkan Clara yang masih mencoba membersihkan pakaiannya.

Clara mendesah panjang. “Ini blus kesayangan aku, Mas. Bisa rusak kalau nodanya nggak hilang,” keluhnya.

Bagas berdiri, meraih tisu dari meja, dan membantu Clara. “Sudah, nanti kita cari cara buat bersihin nodanya. Kamu ganti baju dulu aja biar lebih nyaman,” ujarnya lembut, berusaha menenangkan istrinya.

Clara menatap suaminya sejenak, lalu mengangguk. Ia berjalan menuju kamar untuk mengganti pakaian, sementara Bagas kembali duduk dengan dengan ekspresi serius, tatapannya sempat tertuju ke arah dapur, di mana Maya tengah membersihkan sisa kekacauan.

Setelah Clara kembali ke kamar untuk mengganti pakaian, Bagas berdiri dari kursinya. Dengan langkah tenang, ia menuju dapur, tempat Maya masih terlihat sibuk membersihkan pecahan cangkir dan sisa kopi yang tumpah. Suasana dapur mendadak terasa hening saat Maya menyadari kehadiran Bagas.

“Tuan,” panggil Maya pelan dengan nada cemas.

Bagas menatapnya dengan dingin, ekspresinya tanpa emosi. “Maya, aku nggak akan panjang lebar. Aku cuma mau kamu berhenti bertindak ceroboh. Apalagi sampai membuat Clara merasa nggak nyaman,” ucapnya dengan nada tegas namun rendah, menekan setiap kata.

Maya menunduk dalam, rasa gugupnya semakin kentara. “Saya benar-benar nggak sengaja, Tuan. Saya minta maaf.”

Bagas menyilangkan tangan di dadanya. “Maaf saja nggak cukup. Jangan sampai ada kejadian seperti ini lagi. Ingat, Maya, pernikahan yang terjadi di antara kita itu hanya keterpaksaan. Aku lakukan semua ini bukan karena cinta. Aku cuma nggak mau menghancurkan rumah tangga aku sama Clara.”

Ucapan Bagas menusuk hati Maya. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca, tapi ia menahan air matanya agar tidak jatuh. “Saya tahu, Tuan. Saya juga nggak pernah berharap lebih,” jawabnya pelan.

Bagas mendekatkan diri ke Maya, menatapnya tajam. “Bagus kalau kamu tahu. Sekarang fokus saja pada pekerjaanmu. Aku nggak mau ada masalah lagi,” tegasnya sebelum berbalik meninggalkan Maya yang berdiri terpaku di tempatnya.

Setelah Bagas pergi, Maya akhirnya tak mampu menahan air matanya. Ia berjongkok di sudut dapur, mencoba meredam tangisnya agar tak terdengar. Meski hatinya terluka, ia tahu posisinya. Baginya, mencintai Bagas hanyalah sebuah mimpi yang tak akan pernah menjadi nyata.

Clara berjalan keluar dari kamar dengan wajah yang terlihat agak kesal, membawa pakaian kotor yang terkena tumpahan kopi. Ia memutuskan untuk menemui Maya, meskipun rasa amarahnya masih terasa membara. Sesampainya di dapur, Clara melihat Maya yang masih tampak cemas, wajahnya sedikit pucat setelah peringatan dari Bagas.

“Maya!” Clara memanggil dengan nada yang lebih keras, menarik perhatian Maya yang segera menatapnya dengan gugup. “Ini semua salah kamu! Pakaian kesayanganku jadi rusak gara-gara kelalaianmu,” ucap Clara dengan suara tegang, melempar pakaian kotor yang ia bawa ke meja dapur.

Maya menunduk, mencoba menahan rasa bersalahnya. “Maaf, Nyonya, saya benar-benar nggak sengaja. Saya nggak tahu kenapa tadi bisa begitu ceroboh,” jawabnya dengan suara gemetar, mencoba menjelaskan dirinya.

Clara tidak bisa menahan amarahnya. “Maaf? Kamu pikir Maaf bisa mengembalikan semuanya! Cepat cuci pakaian itu sampai nggak ada noda sedikitpun, kalau sampai masih ada noda, aku akan memotong gajimu 50% sebagai ganti rugi atas kecerobohan mu.” Clara berkata dengan tajam, matanya menatap tajam ke arah Maya.

“Tapi, Nyonya ….”

Clara segera memotong ucapan Maya. “Enggak ada tapi-tapi, itu hukuman yang paling tepat untuk pembantu ceroboh sepertimu,” katanya, dengan nada yang lebih dingin.

Clara melangkah dengan cepat menuju ruang tamu, tempat Bagas sudah duduk menunggu, tampak tenang meskipun ada ketegangan yang jelas terasa di udara. Begitu Clara masuk, Bagas berdiri dan menyapa istrinya dengan senyuman tipis. "Sudah siap?" tanya Bagas, mencoba mengalihkan perhatian dari topik yang tadi masih membuatnya sedikit cemas.

Namun, Clara tidak langsung menjawab. Ia berhenti sejenak, matanya menatap Bagas dengan serius. "Mas, ada yang aku pikirkan. Kenapa sudah hampir tujuh bulan kalian menikah, tapi Maya belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan?" tanya Clara dengan nada yang sedikit menusuk.

Bagas yang awalnya ingin beranjak menuju pintu keluar mendadak terhenti. Ia terlihat terkejut, lalu wajahnya berubah menjadi cemas. “Apa maksudmu?” tanya Bagas, berusaha terdengar santai meskipun nada suaranya mulai agak gugup.

Clara menatap Bagas tajam. "Aku cuma penasaran, Mas. Mengingat kamu dan Maya sudah cukup lama menikah, tapi aku belum pernah mendengar kabar apapun tentang kehamilan. Bukankah itu yang seharusnya jadi perhatian utama dalam pernikahan kalian?"

Bagas terdiam sejenak, otaknya bekerja keras mencari jawaban yang tepat. Ia tahu ini bukan pertanyaan yang bisa dijawab begitu saja tanpa menimbulkan keraguan. "Clara, itu urusan Maya dan aku. Kita harus percaya pada prosesnya," jawab Bagas dengan nada yang sedikit terputus-putus.

Clara tidak mudah puas. "Kamu yakin? Jangan-jangan ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku."

Bagas merasa terpojok. Ia memaksakan diri untuk tetap terlihat tenang, meskipun hatinya mulai berdebar. “Kita sudah bahas ini, kan? Maya dan aku sedang mencoba... semuanya berjalan baik-baik saja.”

Clara memandang suaminya dengan rasa curiga yang semakin tumbuh. Namun, ia memilih untuk tidak melanjutkan pertanyaan itu lebih jauh. "Baiklah, Mas. Tapi aku ingin kita tetap jujur satu sama lain."

Bagas hanya bisa mengangguk, mencoba menyembunyikan kecemasan yang kini menggelayuti hatinya. Mereka berdua kemudian berjalan keluar menuju mobil, namun Clara tetap merasa ada sesuatu yang tak beres dalam percakapan itu.

Related chapters

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 9. Pertanyaan yang Mengejutkan

    Malam itu, suasana rumah terasa sepi. Clara yang baru saja pulang dari tempat kerjanya terlihat elegan dengan blazer hitam yang membalut tubuhnya. Ia melepas sepatu hak tingginya di dekat pintu sebelum melangkah menuju meja makan.Maya, yang mendengar suara langkah Clara, segera keluar dari dapur. “Selamat malam, Nyonya. Apa Nyonya ingin saya siapkan makan malam sekarang?” tanya Maya dengan nada sopan, berdiri dengan kedua tangan saling menggenggam di depan.Clara memandang Maya dengan sorot mata dingin, lalu duduk di kursi meja makan sambil meletakkan tasnya di atas meja. “Kenapa belum siap? Kamu tahu kan, aku nggak suka menunggu,” ucapnya dengan nada penuh otoritas.Maya menunduk. “Maaf, Nyonya. Saya akan segera menyiapkannya,” katanya sambil bergegas kembali ke dapur.Clara mendesah kecil sambil membuka ponselnya, mencoba mengecek email pekerjaan yang belum selesai. Sambil menunggu makanan disajikan, ia bergumam, “Entah kenapa aku harus repot-repot membiarkan dia di sini. Semoga sa

    Last Updated : 2025-01-16
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 10. Ancaman

    Setelah memastikan Clara sudah masuk ke dalam kamar dan pintunya tertutup rapat, Bagas berjalan dengan langkah cepat menuju dapur. Wajahnya terlihat serius, dan pikirannya penuh dengan kegelisahan.Di dapur, Maya sedang merapikan piring-piring dengan hati-hati. Ia mencoba menenangkan dirinya setelah percakapan menyakitkan tadi, namun suara langkah Bagas membuatnya tersentak. Maya menoleh dan melihat Bagas berdiri di ambang pintu, tatapan matanya dingin seperti biasa.“Tuan?” Maya berkata dengan nada hati-hati.Bagas melangkah mendekat, suaranya rendah namun tegas. “Maya, aku nggak mau bertele-tele. Aku hanya ingin memperingatkanmu.”Maya menunduk, merasa takut dengan nada suara Bagas. “Apa yang ingin Tuan katakan?”Bagas mendekatkan tubuhnya, membuat Maya semakin merasa terpojok. “Dengar baik-baik. Aku nggak peduli apa yang kamu pikirkan atau rasakan, tapi aku ingin kamu tahu satu hal. Jangan pernah, sekalipun, memberi tahu Clara kalau selama ini kita belum pernah melakukan hubungan s

    Last Updated : 2025-01-16
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 11. Rencana Rahasia

    Malam itu, Clara baru saja tiba di rumah setelah melewati hari yang panjang di kantor. Tanpa melepas sepatu atau merapikan dirinya terlebih dahulu, ia langsung berjalan ke arah meja makan. Wajahnya terlihat tidak senang, dan suaranya terdengar lantang saat ia memanggil.“Maya! Maya, ke sini sekarang!” serunya dengan nada tajam.Suara langkah kaki Maya terdengar dari dapur, dan beberapa detik kemudian, ia muncul dengan ekspresi gugup. Ia menundukkan kepala sedikit, merasa ada yang salah namun tidak tahu apa.“Ya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Maya dengan nada sopan, meskipun tangannya sedikit gemetar.Setelah Maya berdiri di hadapan Clara, ia langsung menunduk, menunggu Clara berbicara.“Bagas di mana?” tanya Clara dengan nada tegas, sambil melipat tangannya di depan dada. “Apa dia sudah makan malam?”Maya menelan ludah, mencoba menjawab dengan tenang meskipun

    Last Updated : 2025-01-24
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 12. Terbongkar

    Clara membuka pintu rumah dengan keras dan langsung masuk ke dalam, suaranya menggema di seluruh ruangan.“Mas! Mas Bagas, di mana kamu?!” serunya dengan nada tinggi, membuat suasana rumah yang semula tenang berubah tegang.Di belakang Clara, Maya berjalan dengan kepala tertunduk. Air mata mengalir di pipinya, tapi ia berusaha menahan isakanya agar tidak terdengar. Tangannya gemetar, memegang sudut jilbabnya, mencoba menenangkan diri.Clara menoleh sekilas ke arah Maya, wajahnya penuh dengan emosi. “Jangan hanya diam di situ, Maya! Kau ikut ke sini.”Clara mendengus kesal, lalu kembali berteriak, “Mas Bagas! Keluar sekarang juga!”Dari arah tangga, langkah kaki terdengar mendekat. Bagas muncul dengan wajah kebingungan, melihat Clara berdiri dengan tatapan penuh amarah, sementara Maya di belakangnya terlihat menangis.“Ada apa ini, Sayang?” tanya Bagas dengan nada datar,

    Last Updated : 2025-01-25
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 13. Keputusan

    Saat makan malam berlangsung, suasana di meja makan terasa sedikit canggung. Clara duduk di sebelah Bagas, dengan ekspresi tenang namun penuh kewaspadaan. Aminah duduk di seberang mereka, memperhatikan kedua anak itu dengan tatapan lembut tapi penuh rasa ingin tahu.Bagas berusaha menjaga suasana tetap ringan. Ia menyendokkan makanan ke piringnya sambil tersenyum kecil. "Ibu, bagaimana masakan Maya hari ini? Tadi dia bilang mencoba resep baru."Aminah menatap piringnya sejenak sebelum mengangguk. "Masakan Maya selalu enak. Tapi, Bagas, aku merasa ada sesuatu yang berbeda di rumah ini akhir-akhir ini."Clara yang tengah menyuap makanan tiba-tiba berhenti. Ia meletakkan sendoknya dengan perlahan, lalu menatap Aminah dengan senyum tipis. "Oh, Ibu, apa maksudnya? Maksud Ibu suasananya berbeda seperti apa?" tanyanya dengan nada lembut, meskipun sorot matanya penuh arti.Aminah tersenyum kecil. "Entahlah, mungkin

    Last Updated : 2025-01-26
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 14. Malam Panas

    Maya yang tertidur pulas di ranjang kecilnya langsung terbangun dengan nafas terengah saat mendengar pintu kamarnya dibuka dengan keras. Matanya yang masih setengah mengantuk menatap ke arah pintu, dan ia terkejut melihat Bagas berdiri di sana dengan ekspresi wajah tegang."Tuan... ada apa?" tanya Maya gugup sambil mencoba bangkit dari tempat tidur.Bagas berjalan masuk, menutup pintu di belakangnya dengan sedikit keras. Ia menatap Maya tajam, membuat wanita itu semakin merasa kecil dihadapannya.Maya terkejut saat tangan Bagas dengan cepat meraih tangannya dan menariknya hingga tubuhnya terjatuh dalam pelukan pria itu. Napasnya memburu, matanya melebar menatap kosong ke arah bahu Bagas yang kini memeluknya erat. Ia terlalu bingung untuk berkata apa-apa."Tuan... apa yang Anda lakukan?" tanya Maya dengan suara gemetar, mencoba menjauh, namun pelukan Bagas justru semakin erat.Bagas menghel

    Last Updated : 2025-01-27
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 15.

    “Clara, mau kemana kamu pagi-pagi begini?” tanya Aminah saat melihat Clara akan meninggalkan rumah. “Ibu? Hari ini ada jadwal syuting yang cukup pagi, jadi aku harus ke lokasi lebih awal dari biasanya.” Clara walaupun terlihat tidak nyaman dengan pertanyaan Aminah. Namun, ia masih berusaha untuk menjawab pertanyaan mertuanya itu dengan lembut. “Syuting!” ucap Aminah dengan nada sedikit lebih keras. “Clara … Ibu tahu kamu adalah seorang artis terkenal, tapi kamu nggak bisa melupakan tugas dan tanggung jawabmu sebagai seorang istri untuk Bagas.”“Maksud ibu apa?” tanya Clara sambil menyilangkan tangannya di dada. Aminah dengan tatapan otoriter mulai mendekati Clara yang berdiri tidak jauh darinya. Tatapan Aminah begitu tajam menatap Clara, menantu yang selama ini selalu ia banggkan. “Asal kamu tahu, Clara. Tugas utama seorang istri adalah melahirkan seorang anak dan melayani suaminya di rumah.” 

    Last Updated : 2025-01-29
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 16. Kebersamaan

    “Jam segini makanan belum juga siap?” ucap Clara saat sudah berdiri di meja makan. Clara melirik ke arah jam yang melingkar di tangan kanannya. Terlihat jarum jam menunjukkan pukul delapan pagi. Namun, meja makan masih terlihat begitu rapi tanpa ada makanan yang tersaji. Clara memegang salah satu kursi sambil tangan yang lain menyentuh pinggangnya. Tatapannya terlihat penuh dengan emosi yang sudah siap ia lampiaskan kepada Maya, asisten rumah tangga sekaligus madunya. “Dimana wanita itu, kenapa sampai jam segini masih belum ada sarapan untukku.” Clara segera berjalan ke arah paviliun. Dengan perlahan Clara membuka pintu kamar Maya yang tidak terkunci, terlihat Maya masih terlelap dalam tidurnya. Clara yang sudah tidak dapat menahan emosinya segera berjalan ke arah kamar mandi yang terletak di pojok paviliun. Dengan segera ia mengambil seember air dan membawanya ke kamar Maya. Dengar gerakan cepat Clara langsung menyiramkan air ke arah Maya yang masih tertidur pulas. “Dasar pembant

    Last Updated : 2025-01-30

Latest chapter

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 17. video Bagas

    “Sekarang cepat katakan, darimana kalian pergi?” tanya Clara dengan mata yang terliat menyelidiki. “Aku baru saja mengantar Maya ke rumah sakit, dan kamu tahu Dokter bilang apa?” Bagas menghentikan ucapannya. “Dokter bilang kalau Maya saat ini sedang mengandung, itu berarti sebentar lagi kita akan memiliki anak, Sayang.” Bagas dengan wajah bahagia segera meraih tangan Clara. Kebahagiaan yang di rasakan Bagas justru berbanding terbalik dengan Clara, wajahnya tidak menunjukkan kebahagiaan. Melainkan lebih pada kebencian. Clara langsung menarik kedua tangannya dengan kasar. “Kita,” ucapnya dengan senyum sinis. “Kamu yang menginginkan anak itu, bukan aku.” Jawaban Clara langsung membuat Bagas terdiam, ia tidak menyangka jika Clara yang awalnya ia pikir akan bahagia dengan kehamilan Maya justru menolak berita bahagia tersebut. “Sayang, aku tahu kalau selama ini aku yang menginginkan anak itu, tapi bukankah setelah anak itu lahir aku akan bercerai dengan Maya dan secara tidak langsung

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 16. Kebersamaan

    “Jam segini makanan belum juga siap?” ucap Clara saat sudah berdiri di meja makan. Clara melirik ke arah jam yang melingkar di tangan kanannya. Terlihat jarum jam menunjukkan pukul delapan pagi. Namun, meja makan masih terlihat begitu rapi tanpa ada makanan yang tersaji. Clara memegang salah satu kursi sambil tangan yang lain menyentuh pinggangnya. Tatapannya terlihat penuh dengan emosi yang sudah siap ia lampiaskan kepada Maya, asisten rumah tangga sekaligus madunya. “Dimana wanita itu, kenapa sampai jam segini masih belum ada sarapan untukku.” Clara segera berjalan ke arah paviliun. Dengan perlahan Clara membuka pintu kamar Maya yang tidak terkunci, terlihat Maya masih terlelap dalam tidurnya. Clara yang sudah tidak dapat menahan emosinya segera berjalan ke arah kamar mandi yang terletak di pojok paviliun. Dengan segera ia mengambil seember air dan membawanya ke kamar Maya. Dengar gerakan cepat Clara langsung menyiramkan air ke arah Maya yang masih tertidur pulas. “Dasar pembant

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 15.

    “Clara, mau kemana kamu pagi-pagi begini?” tanya Aminah saat melihat Clara akan meninggalkan rumah. “Ibu? Hari ini ada jadwal syuting yang cukup pagi, jadi aku harus ke lokasi lebih awal dari biasanya.” Clara walaupun terlihat tidak nyaman dengan pertanyaan Aminah. Namun, ia masih berusaha untuk menjawab pertanyaan mertuanya itu dengan lembut. “Syuting!” ucap Aminah dengan nada sedikit lebih keras. “Clara … Ibu tahu kamu adalah seorang artis terkenal, tapi kamu nggak bisa melupakan tugas dan tanggung jawabmu sebagai seorang istri untuk Bagas.”“Maksud ibu apa?” tanya Clara sambil menyilangkan tangannya di dada. Aminah dengan tatapan otoriter mulai mendekati Clara yang berdiri tidak jauh darinya. Tatapan Aminah begitu tajam menatap Clara, menantu yang selama ini selalu ia banggkan. “Asal kamu tahu, Clara. Tugas utama seorang istri adalah melahirkan seorang anak dan melayani suaminya di rumah.” 

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 14. Malam Panas

    Maya yang tertidur pulas di ranjang kecilnya langsung terbangun dengan nafas terengah saat mendengar pintu kamarnya dibuka dengan keras. Matanya yang masih setengah mengantuk menatap ke arah pintu, dan ia terkejut melihat Bagas berdiri di sana dengan ekspresi wajah tegang."Tuan... ada apa?" tanya Maya gugup sambil mencoba bangkit dari tempat tidur.Bagas berjalan masuk, menutup pintu di belakangnya dengan sedikit keras. Ia menatap Maya tajam, membuat wanita itu semakin merasa kecil dihadapannya.Maya terkejut saat tangan Bagas dengan cepat meraih tangannya dan menariknya hingga tubuhnya terjatuh dalam pelukan pria itu. Napasnya memburu, matanya melebar menatap kosong ke arah bahu Bagas yang kini memeluknya erat. Ia terlalu bingung untuk berkata apa-apa."Tuan... apa yang Anda lakukan?" tanya Maya dengan suara gemetar, mencoba menjauh, namun pelukan Bagas justru semakin erat.Bagas menghel

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 13. Keputusan

    Saat makan malam berlangsung, suasana di meja makan terasa sedikit canggung. Clara duduk di sebelah Bagas, dengan ekspresi tenang namun penuh kewaspadaan. Aminah duduk di seberang mereka, memperhatikan kedua anak itu dengan tatapan lembut tapi penuh rasa ingin tahu.Bagas berusaha menjaga suasana tetap ringan. Ia menyendokkan makanan ke piringnya sambil tersenyum kecil. "Ibu, bagaimana masakan Maya hari ini? Tadi dia bilang mencoba resep baru."Aminah menatap piringnya sejenak sebelum mengangguk. "Masakan Maya selalu enak. Tapi, Bagas, aku merasa ada sesuatu yang berbeda di rumah ini akhir-akhir ini."Clara yang tengah menyuap makanan tiba-tiba berhenti. Ia meletakkan sendoknya dengan perlahan, lalu menatap Aminah dengan senyum tipis. "Oh, Ibu, apa maksudnya? Maksud Ibu suasananya berbeda seperti apa?" tanyanya dengan nada lembut, meskipun sorot matanya penuh arti.Aminah tersenyum kecil. "Entahlah, mungkin

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 12. Terbongkar

    Clara membuka pintu rumah dengan keras dan langsung masuk ke dalam, suaranya menggema di seluruh ruangan.“Mas! Mas Bagas, di mana kamu?!” serunya dengan nada tinggi, membuat suasana rumah yang semula tenang berubah tegang.Di belakang Clara, Maya berjalan dengan kepala tertunduk. Air mata mengalir di pipinya, tapi ia berusaha menahan isakanya agar tidak terdengar. Tangannya gemetar, memegang sudut jilbabnya, mencoba menenangkan diri.Clara menoleh sekilas ke arah Maya, wajahnya penuh dengan emosi. “Jangan hanya diam di situ, Maya! Kau ikut ke sini.”Clara mendengus kesal, lalu kembali berteriak, “Mas Bagas! Keluar sekarang juga!”Dari arah tangga, langkah kaki terdengar mendekat. Bagas muncul dengan wajah kebingungan, melihat Clara berdiri dengan tatapan penuh amarah, sementara Maya di belakangnya terlihat menangis.“Ada apa ini, Sayang?” tanya Bagas dengan nada datar,

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 11. Rencana Rahasia

    Malam itu, Clara baru saja tiba di rumah setelah melewati hari yang panjang di kantor. Tanpa melepas sepatu atau merapikan dirinya terlebih dahulu, ia langsung berjalan ke arah meja makan. Wajahnya terlihat tidak senang, dan suaranya terdengar lantang saat ia memanggil.“Maya! Maya, ke sini sekarang!” serunya dengan nada tajam.Suara langkah kaki Maya terdengar dari dapur, dan beberapa detik kemudian, ia muncul dengan ekspresi gugup. Ia menundukkan kepala sedikit, merasa ada yang salah namun tidak tahu apa.“Ya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Maya dengan nada sopan, meskipun tangannya sedikit gemetar.Setelah Maya berdiri di hadapan Clara, ia langsung menunduk, menunggu Clara berbicara.“Bagas di mana?” tanya Clara dengan nada tegas, sambil melipat tangannya di depan dada. “Apa dia sudah makan malam?”Maya menelan ludah, mencoba menjawab dengan tenang meskipun

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 10. Ancaman

    Setelah memastikan Clara sudah masuk ke dalam kamar dan pintunya tertutup rapat, Bagas berjalan dengan langkah cepat menuju dapur. Wajahnya terlihat serius, dan pikirannya penuh dengan kegelisahan.Di dapur, Maya sedang merapikan piring-piring dengan hati-hati. Ia mencoba menenangkan dirinya setelah percakapan menyakitkan tadi, namun suara langkah Bagas membuatnya tersentak. Maya menoleh dan melihat Bagas berdiri di ambang pintu, tatapan matanya dingin seperti biasa.“Tuan?” Maya berkata dengan nada hati-hati.Bagas melangkah mendekat, suaranya rendah namun tegas. “Maya, aku nggak mau bertele-tele. Aku hanya ingin memperingatkanmu.”Maya menunduk, merasa takut dengan nada suara Bagas. “Apa yang ingin Tuan katakan?”Bagas mendekatkan tubuhnya, membuat Maya semakin merasa terpojok. “Dengar baik-baik. Aku nggak peduli apa yang kamu pikirkan atau rasakan, tapi aku ingin kamu tahu satu hal. Jangan pernah, sekalipun, memberi tahu Clara kalau selama ini kita belum pernah melakukan hubungan s

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 9. Pertanyaan yang Mengejutkan

    Malam itu, suasana rumah terasa sepi. Clara yang baru saja pulang dari tempat kerjanya terlihat elegan dengan blazer hitam yang membalut tubuhnya. Ia melepas sepatu hak tingginya di dekat pintu sebelum melangkah menuju meja makan.Maya, yang mendengar suara langkah Clara, segera keluar dari dapur. “Selamat malam, Nyonya. Apa Nyonya ingin saya siapkan makan malam sekarang?” tanya Maya dengan nada sopan, berdiri dengan kedua tangan saling menggenggam di depan.Clara memandang Maya dengan sorot mata dingin, lalu duduk di kursi meja makan sambil meletakkan tasnya di atas meja. “Kenapa belum siap? Kamu tahu kan, aku nggak suka menunggu,” ucapnya dengan nada penuh otoritas.Maya menunduk. “Maaf, Nyonya. Saya akan segera menyiapkannya,” katanya sambil bergegas kembali ke dapur.Clara mendesah kecil sambil membuka ponselnya, mencoba mengecek email pekerjaan yang belum selesai. Sambil menunggu makanan disajikan, ia bergumam, “Entah kenapa aku harus repot-repot membiarkan dia di sini. Semoga sa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status