Beranda / Rumah Tangga / Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO / Bab 7. Perasaan yang Mulai Hadir

Share

Bab 7. Perasaan yang Mulai Hadir

Penulis: Putri rahmania
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 10:51:46

Malam itu, suasana rumah terasa hening. Clara masih belum pulang dari aktivitasnya sebagai publik figur. Maya, yang sedang membereskan ruang tamu, mendengar suara mobil Bagas yang memasuki halaman. Jantungnya berdegup kencang. Ia segera merapikan penampilannya sebelum membuka pintu untuk menyambut Bagas.

Begitu Bagas melangkah masuk, Maya tersenyum tipis, meskipun rasa canggung tak bisa ia sembunyikan. “Selamat malam, Tuan, ,” ucapnya dengan suara pelan.

Bagas mengangguk kecil, memasukkan tangannya ke dalam saku celana sambil memandang Maya. “Clara belum pulang?” tanyanya singkat.

Maya menggeleng. “Belum, Tuan. Sepertinya masih sibuk dengan pekerjaannya.”

Bagas hanya menggumam pelan sambil berjalan ke arah sofa. Ia melepaskan dasinya dan menghela napas panjang, terlihat lelah. Maya berdiri di dekatnya, ragu-ragu untuk berbicara lebih jauh.

“Maya,” panggil Bagas tiba-tiba, memecah keheningan.

Maya menoleh cepat. “Iya, Tuan?”

Bagas menatapnya sejenak, ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi ia menahannya. “Bisa tolong ambilkan air minum?”

Maya mengangguk dan segera menuju dapur. Ia kembali dengan segelas air putih, menyerahkannya kepada Bagas. Saat tangan mereka bersentuhan, Maya merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Namun, ia buru-buru menarik tangannya dan menunduk.

“Terima kasih,” ucap Bagas dengan nada lembut.

Maya hanya mengangguk. Ia tahu batasannya, tetapi hatinya selalu bergetar setiap kali berada di dekat Bagas.

Saat suasana kembali hening, Maya memberanikan diri berbicara, “Maaf, Tuan... kalau ada yang bisa saya bantu, tolong bilang saja.”

Bagas menatap Maya sejenak, lalu mengangguk. “Nggak ada, sudah cukup. Terima kasih.”

Namun, sebelum percakapan itu bisa berlanjut lebih jauh, suara pintu depan terdengar. Clara baru saja pulang, dan Maya segera melangkah mundur dengan gugup, membiarkan Clara kembali menjadi pusat perhatian Bagas.

Clara melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Senyum lebar tersungging di bibirnya saat ia melihat Bagas duduk di sofa. Tanpa ragu, ia berjalan mendekat, melepas tas tangannya ke meja, lalu langsung memeluk tubuh Bagas dengan erat.

“Kangen seharian nggak ketemu kamu,” ucap Clara dengan manja sambil menyandarkan kepalanya di bahu Bagas.

Bagas tersenyum kecil, menepuk punggung Clara. “Kamu terlihat capek. Ada acara penting hari ini?”

Clara melepaskan pelukannya dan menatap Bagas dengan mata berbinar. “Iya, cukup melelahkan, tapi semuanya berjalan lancar. Aku baru saja pulang dari syuting iklan. Nanti tayang minggu depan. Kamu harus nonton, ya!”

Bagas mengangguk sambil tersenyum. “Pasti. Aku bangga sama kamu.”

Clara tertawa kecil, lalu duduk di samping Bagas. Ia melingkarkan tangannya ke lengan suaminya dan bersandar nyaman. Namun, tiba-tiba pandangannya menangkap Maya yang berdiri tak jauh dari sana, mematung.

“Oh, Maya,” Clara memanggil dengan nada ringan namun tajam. “Kamu masih di sini? Bukannya sudah waktunya istirahat?”

Maya menunduk, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. “Saya baru selesai membereskan dapur, Nyonya. Kalau sudah nggak ada yang perlu, saya pamit ke kamar.”

Clara mengangguk, senyumnya tetap di bibir. “Bagus. Jangan lupa pintu dapur dikunci, ya.”

“Iya, Nyonya,” jawab Maya sebelum segera berlalu menuju paviliun.

Setelah Maya pergi, Clara kembali menatap Bagas dengan tatapan penuh kasih, seolah tak ada apapun yang mengganggu pikirannya. “Aku bahagia punya kamu, Mas,” ucapnya pelan, lalu menyenderkan kepalanya di bahu Bagas lagi.

Bagas tersenyum, tangannya terangkat untuk membelai rambut Clara yang tergerai rapi. “Aku juga beruntung punya kamu, Sayang. Seorang istri yang cantik, pintar, dan selalu mendukungku dalam setiap langkah.”

Clara tersipu mendengar pujian itu, bibirnya melengkung menjadi senyum manis. “Kamu benar-benar tahu cara membuatku merasa istimewa, Mas.”

“Tentu saja, karena kamu memang istimewa,” jawab Bagas lembut, matanya menatap Clara dengan penuh arti.

Clara menyentuh dada Bagas dengan ujung jarinya, menggoda. “Kamu ini memang pandai merayu. Tapi jangan hanya manis di mulut, ya. Aku mau bukti cinta kamu setiap hari.”

Bagas tertawa kecil, memeluk Clara dengan lembut. “Bukti cinta itu sudah ada di sini, di hati aku, setiap saat. Tapi kalau kamu mau yang lebih, aku siap memenuhi setiap permintaanmu.”

Clara tersenyum puas, merasa menang dalam percakapan ini. “Bagus. Kalau begitu, jangan lupa temani aku minggu depan ke acara peluncuran produkku. Aku ingin semua orang tahu betapa beruntungnya aku punya suami seperti kamu.”

“Tentu. Apa pun untuk istri terbaikku,” jawab Bagas.

Keduanya berbincang ringan, seolah-olah tidak ada kerikil kecil yang mengusik hubungan mereka. Namun, jauh di dalam hati Bagas, rasa bersalahnya terhadap Maya perlahan menguat, meski ia berusaha menepisnya demi Clara.

Saat percakapan mereka semakin hangat, Clara mendekatkan wajahnya ke arah Bagas, membisikkan sesuatu dengan nada menggoda. Bagas merespons dengan tersenyum dan memeluk Clara lebih erat, mencium keningnya dengan lembut. Keintiman mereka semakin terlihat, membuat Clara merasa dirinya adalah wanita paling beruntung malam itu.

Namun, di sudut ruangan, tanpa mereka sadari, Maya berdiri diam. Mata Maya memandang keduanya dengan perasaan yang campur aduk—ada rasa sakit, cemburu, namun ia segera mencoba menepis semuanya. Tangannya menggenggam erat apron yang ia kenakan, berusaha menenangkan hatinya.

Maya berpikir, Ini hanya peran yang harus kujalani. Aku tidak boleh merasa lebih dari seorang istri kedua. Semua ini demi keluarga.

Namun, meski ia mencoba meneguhkan hatinya, air mata tipis jatuh dari sudut matanya. Perlahan, ia berbalik dan meninggalkan tempat itu, melangkah ke dapur untuk menyembunyikan perasaannya yang semakin hancur.

Maya berdiri di dapur, menatap kosong ke arah piring-piring yang belum terpakai. Ia menggenggam erat sudut meja, berusaha menenangkan diri. "Aku hanya istri sementara," gumamnya pelan pada dirinya sendiri. "Aku nggak boleh jatuh cinta kepada Tuan Bagas. Aku juga nggak boleh cemburu. Ini bukan tempatku."

Maya memejamkan matanya, berusaha menahan tangis yang mulai mengancam. Ia tahu bahwa perasaannya tidak akan pernah dihargai seperti perasaan seorang istri yang sah. Di balik semua kepura-puraan dan peran yang ia jalani, hatinya merasakan luka yang semakin dalam.

"Ini hanya sementara," ulangnya lagi, mencoba meyakinkan dirinya. "Aku harus kuat. Demi keluargaku, demi masa depan mereka."

Namun, meskipun ia mencoba tegar, hatinya tetap penuh dengan keraguan. Maya tahu, bahwa seiring berjalannya waktu, perasaan yang ia coba sembunyikan akan semakin sulit untuk dipendam.

“Aku hanya pembantu di rumah ini, aku menikah dengan Tuan Bagas hanya untuk anak, bukan yang lain. Jadi sampai kapanpun aku nggak akan pernah bisa memilikinya.” Maya mengusap air matanya yang sudah mulai jatuh.

“Tapi … sampai kapan semua ini akan berakhir, sampai kapan aku harus hidup merasakan sakit ini?” ucap Maya yang saat ini sudah duduk di lantai dapur.

Bab terkait

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 8. Mulai Curiga

    Pagi itu, suasana rumah terasa tenang namun hangat. Bagas dan Clara, yang sudah rapi dengan pakaian formal, keluar dari kamar. Bagas mengenakan setelan jas abu-abu yang terlihat sempurna di tubuhnya, sementara Clara tampak anggun dalam blus putih dan rok pensil hitam.Mereka berjalan berdampingan menuju meja makan, di mana sarapan telah tertata rapi. Clara tersenyum kecil sambil melirik Bagas. "Pagi ini kita berangkat bareng, kan?" tanyanya lembut.Bagas mengangguk sambil menarik kursi untuk Clara. "Iya, aku sempat atur jadwal biar bisa antar kamu dulu. Lagipula, kapan lagi kita ada waktu pagi bareng kayak gini," jawabnya dengan nada penuh perhatian.Clara tersenyum lebih lebar. "Masih sempat romantis di tengah jadwal padat, ya?" godanya.Bagas hanya tertawa kecil sambil menuangkan kopi ke cangkirnya. Mereka menikmati sarapan bersama, berbincang ringan tentang rencana hari itu. Meskipun keduanya terlihat santai, ada kesan serius di balik percakapan mereka, seolah masing-masing menyimp

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 9. Pertanyaan yang Mengejutkan

    Malam itu, suasana rumah terasa sepi. Clara yang baru saja pulang dari tempat kerjanya terlihat elegan dengan blazer hitam yang membalut tubuhnya. Ia melepas sepatu hak tingginya di dekat pintu sebelum melangkah menuju meja makan.Maya, yang mendengar suara langkah Clara, segera keluar dari dapur. “Selamat malam, Nyonya. Apa Nyonya ingin saya siapkan makan malam sekarang?” tanya Maya dengan nada sopan, berdiri dengan kedua tangan saling menggenggam di depan.Clara memandang Maya dengan sorot mata dingin, lalu duduk di kursi meja makan sambil meletakkan tasnya di atas meja. “Kenapa belum siap? Kamu tahu kan, aku nggak suka menunggu,” ucapnya dengan nada penuh otoritas.Maya menunduk. “Maaf, Nyonya. Saya akan segera menyiapkannya,” katanya sambil bergegas kembali ke dapur.Clara mendesah kecil sambil membuka ponselnya, mencoba mengecek email pekerjaan yang belum selesai. Sambil menunggu makanan disajikan, ia bergumam, “Entah kenapa aku harus repot-repot membiarkan dia di sini. Semoga sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 10. Ancaman

    Setelah memastikan Clara sudah masuk ke dalam kamar dan pintunya tertutup rapat, Bagas berjalan dengan langkah cepat menuju dapur. Wajahnya terlihat serius, dan pikirannya penuh dengan kegelisahan.Di dapur, Maya sedang merapikan piring-piring dengan hati-hati. Ia mencoba menenangkan dirinya setelah percakapan menyakitkan tadi, namun suara langkah Bagas membuatnya tersentak. Maya menoleh dan melihat Bagas berdiri di ambang pintu, tatapan matanya dingin seperti biasa.“Tuan?” Maya berkata dengan nada hati-hati.Bagas melangkah mendekat, suaranya rendah namun tegas. “Maya, aku nggak mau bertele-tele. Aku hanya ingin memperingatkanmu.”Maya menunduk, merasa takut dengan nada suara Bagas. “Apa yang ingin Tuan katakan?”Bagas mendekatkan tubuhnya, membuat Maya semakin merasa terpojok. “Dengar baik-baik. Aku nggak peduli apa yang kamu pikirkan atau rasakan, tapi aku ingin kamu tahu satu hal. Jangan pernah, sekalipun, memberi tahu Clara kalau selama ini kita belum pernah melakukan hubungan s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 11. Rencana Rahasia

    Malam itu, Clara baru saja tiba di rumah setelah melewati hari yang panjang di kantor. Tanpa melepas sepatu atau merapikan dirinya terlebih dahulu, ia langsung berjalan ke arah meja makan. Wajahnya terlihat tidak senang, dan suaranya terdengar lantang saat ia memanggil.“Maya! Maya, ke sini sekarang!” serunya dengan nada tajam.Suara langkah kaki Maya terdengar dari dapur, dan beberapa detik kemudian, ia muncul dengan ekspresi gugup. Ia menundukkan kepala sedikit, merasa ada yang salah namun tidak tahu apa.“Ya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Maya dengan nada sopan, meskipun tangannya sedikit gemetar.Setelah Maya berdiri di hadapan Clara, ia langsung menunduk, menunggu Clara berbicara.“Bagas di mana?” tanya Clara dengan nada tegas, sambil melipat tangannya di depan dada. “Apa dia sudah makan malam?”Maya menelan ludah, mencoba menjawab dengan tenang meskipun

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 1. Tawaran yang Menggejutkan

    “Maya, menikahlah dengan suamiku.” Ucapan Clara terdengar penuh keyakinan, dan penekanan.Kalimat itu menghantam ruangan seperti bom yang meledak. Maya menatap Clara dengan mata membelalak, tangannya gemetar. Nampan kecil yang tadi diletakkan di meja hampir terjatuh. Sementara itu, Bagas langsung memutar tubuhnya ke arah Clara, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang tak bisa ia sembunyikan.Clara Salsabila adalah seorang publik figure yang terkenal di dunia hiburan dan bisnis, dikenal dengan pesona dan karier cemerlangnya. Ia juga istri dari Bagas Pratama, seorang CEO sukses di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang teknologi dan inovasi. Sebagai pasangan yang tampak sempurna di mata publik, kehidupan mereka tampaknya penuh kemewahan dan kebahagiaan. Namun, di balik itu, mereka harus menghadapi tantangan besar yang menguji hubungan mereka, terutama mengenai perbedaan pendapat tentang keluarga dan karir.“Clara, apa maksudmu?” tanya Bagas dengan nada setengah berbisik, berusah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 2. Pilihan Sulit

    Di dalam kamar, Clara duduk dengan anggun di ranjang tempat tidur, sambil memainkan ponsel di tangannya. Bagas, yang sejak tadi berada di ruang tamu tiba-tiba masuk ke dalam kamar, ada ketegangan yang mengendap di udara. Mata Clara tetap terfokus pada ponselnya yang menampilkan beberapa pesan dari rekan bisnis, seolah ia tidak ingin memikirkan permasalahan yang belum selesai dengan Bagas.Clara meletakkan ponselnya di atas meja kecil yang ada di samping ranjang, memandang Bagas dengan mata yang tenang. Namun, penuh makna. "Aku harap kita bisa menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin, Mas. Aku nggak ingin ada perdebatan lagi," ujarnya, meskipun suaranya terdengar lebih seperti permintaan daripada sebuah pernyataan.Bagas menatap Clara dengan tatapan serius. "Kamu nggak bisa mengharapkan semuanya selesai begitu saja, Clara. Ini bukan masalah kecil. Aku ingin kita berbicara tentang apa yang sebenarnya kamu inginkan, bukan hanya tentang apa yang kamu takuti," jawabnya, meskipun ada ras

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 3. Perjanjian Pra Nikah

    Beberapa hari berlalu, Clara, Maya dan Bagas sudah berkumpul di ruang kerja. Clara perlahan meletakkan sebuah map di atas meja, membuka isinya, dan mengeluarkan beberapa lembar kertas. Dengan tatapan tenang namun penuh otoritas, ia mendorong dokumen itu ke arah Maya. Maya menatap surat itu dengan bingung. Jemarinya yang gemetar mencoba menyentuh kertas itu, tetapi ia ragu untuk membacanya. "Apa ini, Nyonya?" tanyanya dengan suara pelan. Clara menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan tangan di depan dada. "Ini surat perjanjian. Surat ini berisi syarat dan ketentuan yang harus kamu setujui sebelum menikah dengan Mas Bagas. Aku ingin memastikan bahwa kamu paham betul posisimu setelah menjadi istri kedua." Bagas menatap Clara dengan tatapan tajam. "Clara, ini sudah keterlaluan! Kamu nggak bisa memperlakukan Maya seperti ini. Dia sudah setuju dengan rencanamu, kenapa harus ada perjanjian segala?" suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Clara mengangkat alis, tetap tenang men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 4. Pernikahan Siri

    Hari itu, langit mendung seakan ikut merasakan beban yang dirasakan oleh semua pihak yang terlibat. Sebuah masjid kecil yang sederhana, terletak di sebuah kampung di pinggiran kota, menjadi saksi dari pernikahan yang penuh dengan ketegangan dan air mata. Clara sengaja memilih lokasi ini, jauh dari sorotan media, keramaian kota, bahkan dari keluarga mereka sendiri. Clara tiba lebih dulu dengan mengenakan pakaian rapi. Namun, sederhana, berbeda dari penampilan glamornya yang biasa. Di belakangnya, Bagas dan Maya mengikuti dengan langkah berat. Bagas tampak tidak bersemangat, sementara Maya menundukkan kepala sepanjang perjalanan ke dalam masjid, hatinya dipenuhi kegelisahan. Di dalam masjid, hanya ada seorang penghulu, dua saksi dari kampung setempat yang tidak mengenal mereka, dan suasana hening yang terasa mencekam. Clara memastikan semuanya berjalan sesuai rencananya. Ia berbicara kepada penghulu dengan nada tenang. Namun, tegas, menjelaskan bahwa ini adalah pernikahan siri atas pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01

Bab terbaru

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 11. Rencana Rahasia

    Malam itu, Clara baru saja tiba di rumah setelah melewati hari yang panjang di kantor. Tanpa melepas sepatu atau merapikan dirinya terlebih dahulu, ia langsung berjalan ke arah meja makan. Wajahnya terlihat tidak senang, dan suaranya terdengar lantang saat ia memanggil.“Maya! Maya, ke sini sekarang!” serunya dengan nada tajam.Suara langkah kaki Maya terdengar dari dapur, dan beberapa detik kemudian, ia muncul dengan ekspresi gugup. Ia menundukkan kepala sedikit, merasa ada yang salah namun tidak tahu apa.“Ya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Maya dengan nada sopan, meskipun tangannya sedikit gemetar.Setelah Maya berdiri di hadapan Clara, ia langsung menunduk, menunggu Clara berbicara.“Bagas di mana?” tanya Clara dengan nada tegas, sambil melipat tangannya di depan dada. “Apa dia sudah makan malam?”Maya menelan ludah, mencoba menjawab dengan tenang meskipun

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 10. Ancaman

    Setelah memastikan Clara sudah masuk ke dalam kamar dan pintunya tertutup rapat, Bagas berjalan dengan langkah cepat menuju dapur. Wajahnya terlihat serius, dan pikirannya penuh dengan kegelisahan.Di dapur, Maya sedang merapikan piring-piring dengan hati-hati. Ia mencoba menenangkan dirinya setelah percakapan menyakitkan tadi, namun suara langkah Bagas membuatnya tersentak. Maya menoleh dan melihat Bagas berdiri di ambang pintu, tatapan matanya dingin seperti biasa.“Tuan?” Maya berkata dengan nada hati-hati.Bagas melangkah mendekat, suaranya rendah namun tegas. “Maya, aku nggak mau bertele-tele. Aku hanya ingin memperingatkanmu.”Maya menunduk, merasa takut dengan nada suara Bagas. “Apa yang ingin Tuan katakan?”Bagas mendekatkan tubuhnya, membuat Maya semakin merasa terpojok. “Dengar baik-baik. Aku nggak peduli apa yang kamu pikirkan atau rasakan, tapi aku ingin kamu tahu satu hal. Jangan pernah, sekalipun, memberi tahu Clara kalau selama ini kita belum pernah melakukan hubungan s

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 9. Pertanyaan yang Mengejutkan

    Malam itu, suasana rumah terasa sepi. Clara yang baru saja pulang dari tempat kerjanya terlihat elegan dengan blazer hitam yang membalut tubuhnya. Ia melepas sepatu hak tingginya di dekat pintu sebelum melangkah menuju meja makan.Maya, yang mendengar suara langkah Clara, segera keluar dari dapur. “Selamat malam, Nyonya. Apa Nyonya ingin saya siapkan makan malam sekarang?” tanya Maya dengan nada sopan, berdiri dengan kedua tangan saling menggenggam di depan.Clara memandang Maya dengan sorot mata dingin, lalu duduk di kursi meja makan sambil meletakkan tasnya di atas meja. “Kenapa belum siap? Kamu tahu kan, aku nggak suka menunggu,” ucapnya dengan nada penuh otoritas.Maya menunduk. “Maaf, Nyonya. Saya akan segera menyiapkannya,” katanya sambil bergegas kembali ke dapur.Clara mendesah kecil sambil membuka ponselnya, mencoba mengecek email pekerjaan yang belum selesai. Sambil menunggu makanan disajikan, ia bergumam, “Entah kenapa aku harus repot-repot membiarkan dia di sini. Semoga sa

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 8. Mulai Curiga

    Pagi itu, suasana rumah terasa tenang namun hangat. Bagas dan Clara, yang sudah rapi dengan pakaian formal, keluar dari kamar. Bagas mengenakan setelan jas abu-abu yang terlihat sempurna di tubuhnya, sementara Clara tampak anggun dalam blus putih dan rok pensil hitam.Mereka berjalan berdampingan menuju meja makan, di mana sarapan telah tertata rapi. Clara tersenyum kecil sambil melirik Bagas. "Pagi ini kita berangkat bareng, kan?" tanyanya lembut.Bagas mengangguk sambil menarik kursi untuk Clara. "Iya, aku sempat atur jadwal biar bisa antar kamu dulu. Lagipula, kapan lagi kita ada waktu pagi bareng kayak gini," jawabnya dengan nada penuh perhatian.Clara tersenyum lebih lebar. "Masih sempat romantis di tengah jadwal padat, ya?" godanya.Bagas hanya tertawa kecil sambil menuangkan kopi ke cangkirnya. Mereka menikmati sarapan bersama, berbincang ringan tentang rencana hari itu. Meskipun keduanya terlihat santai, ada kesan serius di balik percakapan mereka, seolah masing-masing menyimp

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 7. Perasaan yang Mulai Hadir

    Malam itu, suasana rumah terasa hening. Clara masih belum pulang dari aktivitasnya sebagai publik figur. Maya, yang sedang membereskan ruang tamu, mendengar suara mobil Bagas yang memasuki halaman. Jantungnya berdegup kencang. Ia segera merapikan penampilannya sebelum membuka pintu untuk menyambut Bagas.Begitu Bagas melangkah masuk, Maya tersenyum tipis, meskipun rasa canggung tak bisa ia sembunyikan. “Selamat malam, Tuan, ,” ucapnya dengan suara pelan.Bagas mengangguk kecil, memasukkan tangannya ke dalam saku celana sambil memandang Maya. “Clara belum pulang?” tanyanya singkat.Maya menggeleng. “Belum, Tuan. Sepertinya masih sibuk dengan pekerjaannya.”Bagas hanya menggumam pelan sambil berjalan ke arah sofa. Ia melepaskan dasinya dan menghela napas panjang, terlihat lelah. Maya berdiri di dekatnya, ragu-ragu untuk berbicara lebih jauh.“Maya,” panggil Bagas tiba-tiba, memecah keheningan.Maya menoleh cepat. “Iya, Tuan?”Bagas menatapnya sejenak, ada sesuatu yang ingin ia katakan,

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 6. Hari Menyakitkan

    Maya dengan cekatan meletakkan piring terakhir berisi roti panggang di meja makan. Ia mencoba menghindari tatapan Clara yang sejak tadi mengawasinya dengan ekspresi tajam. Baru saja ia ingin melangkah kembali ke dapur, tiba-tiba Bagas keluar dari kamar tamu, sebuah kamar yang disebut Clara sebagai kamar pengantin. “Pagi, Sayang.” kata Bagas dengan nada lembut namun tegas, sambil segera mencium pipi Clara. Maya terkejut, merasa canggung dengan perhatian yang diberikan Bagas kepada Clara. Clara melirik sekilas ke arah Maya yang kini menatap mereka dengan ekspresi canggung. Clara segera tersenyum lenbut. “Selamat pagi, Sayang.” “Bagaimana istirahatmu semalam, apa nyenyak?” tanya Clara sambil mulai mengambil sepotong roti yang sudah tersedia di atas meja. Bagas segera meraih tangan Clara dan menggenggamnya dengan erat. “Bagaimana aku bisa tidur nyenyak jika nggak ada kamu disampingku,” ucapnya, sambil tersenyum lembut ke arah Clara. “Kamu bisa aja, Mas. Ya udah sekarang kamu makan

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 5. Malam pertama

    Maya terdiam, tubuhnya terasa kaku saat Bagas mendekatkan wajahnya, perlahan-lahan mencium bibirnya. Ada perasaan campur aduk yang muncul dalam dirinya—takut, bingung, dan terjebak dalam situasi yang tidak pernah ia inginkan. Namun, seiring dengan detakan jantungnya yang semakin keras, Maya mencoba untuk menahan perasaan itu, berusaha menghindari apa yang terjadi."Tuan, tolong...," kata Maya lirih, mencoba menarik mundur dirinya, tetapi Bagas, yang masih terlarut dalam dorongan emosinya, tidak segera melepaskannya.Maya pun membiarkan semua itu terjadi. Mulai menutup kedua mata dan menikmati setiap sentuhan dari suaminya. Malam itu, mungkin akan jadi malam yang selalu diingat oleh Maya. Malam di mana Bagas–Majikan sekaligus suaminya merenggut paksa keperawanannya. ***“Maya! Maya!” Clara berteriak dengan keras. Membuat suaranya menggema di seluruh ruangan tersebut.Maya terbangun dengan terkejut ketika mendengar suara Clara memanggil namanya dari luar kamar. Jantungnya berdebar ken

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 4. Pernikahan Siri

    Hari itu, langit mendung seakan ikut merasakan beban yang dirasakan oleh semua pihak yang terlibat. Sebuah masjid kecil yang sederhana, terletak di sebuah kampung di pinggiran kota, menjadi saksi dari pernikahan yang penuh dengan ketegangan dan air mata. Clara sengaja memilih lokasi ini, jauh dari sorotan media, keramaian kota, bahkan dari keluarga mereka sendiri. Clara tiba lebih dulu dengan mengenakan pakaian rapi. Namun, sederhana, berbeda dari penampilan glamornya yang biasa. Di belakangnya, Bagas dan Maya mengikuti dengan langkah berat. Bagas tampak tidak bersemangat, sementara Maya menundukkan kepala sepanjang perjalanan ke dalam masjid, hatinya dipenuhi kegelisahan. Di dalam masjid, hanya ada seorang penghulu, dua saksi dari kampung setempat yang tidak mengenal mereka, dan suasana hening yang terasa mencekam. Clara memastikan semuanya berjalan sesuai rencananya. Ia berbicara kepada penghulu dengan nada tenang. Namun, tegas, menjelaskan bahwa ini adalah pernikahan siri atas pe

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 3. Perjanjian Pra Nikah

    Beberapa hari berlalu, Clara, Maya dan Bagas sudah berkumpul di ruang kerja. Clara perlahan meletakkan sebuah map di atas meja, membuka isinya, dan mengeluarkan beberapa lembar kertas. Dengan tatapan tenang namun penuh otoritas, ia mendorong dokumen itu ke arah Maya. Maya menatap surat itu dengan bingung. Jemarinya yang gemetar mencoba menyentuh kertas itu, tetapi ia ragu untuk membacanya. "Apa ini, Nyonya?" tanyanya dengan suara pelan. Clara menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan tangan di depan dada. "Ini surat perjanjian. Surat ini berisi syarat dan ketentuan yang harus kamu setujui sebelum menikah dengan Mas Bagas. Aku ingin memastikan bahwa kamu paham betul posisimu setelah menjadi istri kedua." Bagas menatap Clara dengan tatapan tajam. "Clara, ini sudah keterlaluan! Kamu nggak bisa memperlakukan Maya seperti ini. Dia sudah setuju dengan rencanamu, kenapa harus ada perjanjian segala?" suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Clara mengangkat alis, tetap tenang men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status