Share

Bab 10. Ancaman

Penulis: Putri rahmania
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 10:54:36

Setelah memastikan Clara sudah masuk ke dalam kamar dan pintunya tertutup rapat, Bagas berjalan dengan langkah cepat menuju dapur. Wajahnya terlihat serius, dan pikirannya penuh dengan kegelisahan.

Di dapur, Maya sedang merapikan piring-piring dengan hati-hati. Ia mencoba menenangkan dirinya setelah percakapan menyakitkan tadi, namun suara langkah Bagas membuatnya tersentak. Maya menoleh dan melihat Bagas berdiri di ambang pintu, tatapan matanya dingin seperti biasa.

“Tuan?” Maya berkata dengan nada hati-hati.

Bagas melangkah mendekat, suaranya rendah namun tegas. “Maya, aku nggak mau bertele-tele. Aku hanya ingin memperingatkanmu.”

Maya menunduk, merasa takut dengan nada suara Bagas. “Apa yang ingin Tuan katakan?”

Bagas mendekatkan tubuhnya, membuat Maya semakin merasa terpojok. “Dengar baik-baik. Aku nggak peduli apa yang kamu pikirkan atau rasakan, tapi aku ingin kamu tahu satu hal. Jangan pernah, sekalipun, memberi tahu Clara kalau selama ini kita belum pernah melakukan hubungan suami istri. Mengerti?”

Maya terdiam, tubuhnya sedikit gemetar. “Tapi, Tuan…”

Bagas langsung memotong, suaranya lebih keras namun tetap dingin. “Nggak ada tapi. Kalau Clara sampai tahu, semuanya akan kacau, dan aku nggak akan segan-segan menyalahkan kamu untuk semuanya. Jadi pastikan rahasia ini tetap aman.”

Maya menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir jatuh. “Saya mengerti, Tuan. Saya tidak akan mengatakan apa-apa.”

Bagas menghela napas panjang, melonggarkan ekspresinya sedikit. “Bagus. Aku nggak mau dengar Clara ribut tentang ini lagi. Tugas kamu hanya melakukan apa yang dia perintahkan, tanpa membuat masalah.”

Maya mengangguk pelan. “Baik, Tuan,” jawabnya, meskipun hatinya terasa hancur dengan kenyataan pahit yang harus ia terima.

Bagas belum sempat keluar dari dapur ketika suara Maya yang gugup memanggilnya.

“Tuan...” Maya berkata pelan, hampir berbisik.

Langkah Bagas terhenti, dan ia berbalik menatap Maya dengan alis sedikit terangkat. “Ada apa lagi?” tanyanya dingin.

Maya menggenggam erat celemeknya, berusaha mengumpulkan keberanian. “Tuan, saya hanya ingin tahu… kenapa selama ini Tuan tidak pernah menyentuh saya? Kita… kita ini suami istri yang sah, bukan?”

Bagas terdiam sejenak, matanya tajam menatap Maya. Perlahan, ia mulai berjalan mendekat, membuat Maya sedikit mundur karena gugup. Setelah cukup dekat, Bagas berhenti, menatap Maya dengan pandangan yang penuh ketegasan dan tanpa emosi.

“Aku akan jujur,” ujar Bagas dingin. “Aku tidak pernah mencintai kamu, Maya. Dan sampai kapan pun, aku tidak akan pernah mencintaimu.”

Kata-kata itu seperti belati yang menusuk hati Maya. Ia terdiam, tubuhnya terasa kaku.

Bagas melanjutkan, “Pernikahan ini bukan karena aku menginginkannya. Ini hanyalah sandiwara. Satu-satunya alasan aku melakukannya adalah karena Clara. Aku tidak ingin kehilangan dia. Clara adalah istri yang sangat aku cintai, dan aku tidak akan pernah mengkhianati cinta itu untuk siapapun, termasuk kamu.”

Maya menunduk, matanya mulai berkaca-kaca. “Tuan… lalu, kenapa saya harus berada di sini? Kenapa saya harus menjalani ini?”

Bagas mendesah, sedikit kesal dengan pertanyaan itu. “Karena ini bagian dari kesepakatan. Kamu sudah tahu sejak awal, bukan? Aku tidak pernah menjanjikan cinta, Maya. Aku hanya menjanjikan bahwa Clara tidak akan menyakitimu selama kamu melakukan apa yang dia inginkan.”

Maya mengangguk perlahan, air matanya mulai mengalir. Ia sadar bahwa harapannya selama ini untuk sedikit saja mendapatkan perhatian atau rasa hormat dari Bagas hanyalah sebuah mimpi yang tidak akan pernah terwujud.

Bagas menatap Maya sekali lagi, matanya tetap dingin. “Jangan pernah berharap lebih dari ini, Maya. Kamu tahu posisimu. Dan aku harap, kamu tidak lupa tentang itu.”

Setelah mengatakan itu, Bagas berbalik dan meninggalkan dapur tanpa menoleh lagi, meninggalkan Maya yang terisak sendirian, memeluk perasaan hancurnya dalam keheningan.

Pagi itu, sinar matahari menerobos jendela ruang makan, menciptakan suasana hangat. Clara sudah duduk dengan anggun di meja makan, mengenakan gaun kerja rapi sambil menikmati secangkir kopi yang telah disiapkan oleh Maya.

Langkah kaki Bagas terdengar dari arah kamar. Begitu tiba di ruang makan, ia langsung menghampiri Clara, seperti kebiasaannya setiap pagi. Tanpa ragu, Bagas membungkuk sedikit dan mencium pipi Clara dengan lembut.

“Selamat pagi, Sayang,” ucap Bagas dengan suara tenang namun penuh perhatian.

Clara tersenyum tipis, meletakkan cangkir kopinya ke meja. “Pagi, Mas. Sudah siap untuk hari ini?”

Bagas duduk di kursi di sebelah Clara, menatapnya sejenak sebelum menjawab, “Selalu siap kalau ada kamu di sampingku.”

Clara tertawa kecil, merasa tersanjung dengan ucapan Bagas. Namun, sebelum percakapan mereka berlanjut, Maya muncul dari dapur membawa piring berisi sarapan. Ia berjalan dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang tumpah atau jatuh.

“Selamat pagi, Tuan, Nyonya,” Maya menyapa sopan, sambil meletakkan piring-piring di meja.

Bagas hanya mengangguk dingin tanpa berkata apa-apa, sementara Clara menatap Maya dengan tatapan penuh arti, seolah masih belum puas dengan kejadian malam sebelumnya.

“Pastikan sarapan ini sempurna, Maya. Aku nggak mau ada yang mengecewakan pagi ini,” ujar Clara sambil menyilangkan tangan di depan dada.

“Baik, Nyonya,” jawab Maya cepat, menunduk sedikit sebelum kembali ke dapur, meninggalkan pasangan itu melanjutkan obrolan pagi mereka.

Bagas kembali memfokuskan perhatiannya pada Clara, berusaha menjaga suasana tetap tenang, meskipun ada sesuatu dalam hatinya yang tidak nyaman setiap kali melihat Maya berjalan menjauh dengan wajah sedih.

Setelah Maya keluar dari ruang makan, Clara mendekatkan tubuhnya sedikit ke arah Bagas. Ia berbicara dengan suara pelan, hampir seperti berbisik, namun nadanya jelas penuh kecurigaan.

“Mas, aku mau ngomong sesuatu,” Clara memulai, sambil menatap Bagas dengan serius.

Bagas yang sedang memotong roti bakarnya mengangkat wajah. “Apa, Sayang?”

Clara melirik pintu dapur untuk memastikan Maya tidak mendengar, lalu kembali menatap suaminya. “Aku merasa ada yang aneh dengan Maya. Sudah hampir tujuh bulan sejak pernikahan kalian, tapi kenapa dia belum juga menunjukkan tanda-tanda hamil?”

Bagas terdiam sejenak, wajahnya tetap tenang meski hatinya mulai gelisah. Ia tahu Clara sangat peka dan bisa mencium sesuatu jika dirinya tidak hati-hati.

“Sayang, aku rasa ini bukan sesuatu yang perlu dicurigai. Mungkin Maya butuh waktu, sama seperti pasangan lain yang tidak langsung dikaruniai anak,” jawab Bagas dengan nada setenang mungkin, berusaha mengalihkan perhatian Clara.

Clara menyipitkan matanya, seolah tidak sepenuhnya percaya. “Aku ngerti, Mas. Tapi aku nggak bisa berhenti mikir, apa mungkin dia sengaja menunda atau... dia nggak serius dengan tujuan kita? Mas juga nggak curiga?”

Bagas menarik napas panjang, menyesap kopinya untuk memberi jeda sebelum menjawab. “Clara, kamu harus lebih sabar. Aku sudah pastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Nggak perlu terlalu memikirkan ini.”

Clara mendengus kecil, lalu menyilangkan tangannya di depan dada. “Aku cuma nggak mau pernikahan ini jadi sia-sia, Mas. Kalau sampai Maya nggak bisa kasih kita anak, aku nggak tahu apa gunanya dia ada di sini.”

Bagas tidak merespons langsung. Ia hanya memegang tangan Clara dengan lembut, mencoba meredakan kekesalannya. “Percayalah sama aku. Aku akan urus ini. Kamu nggak perlu khawatir.”

Meskipun Clara tidak sepenuhnya puas dengan jawaban itu, ia memilih untuk mengangguk kecil. “Baiklah. Tapi, Mas, pastikan aku nggak salah mengambil keputusan dengan menerima perempuan itu ke dalam hidup kita.”

Bagas mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang mulai menghantuinya. Di dalam hati, ia tahu bahwa kebohongannya ini tidak akan bertahan lama.

Bab terkait

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 11. Rencana Rahasia

    Malam itu, Clara baru saja tiba di rumah setelah melewati hari yang panjang di kantor. Tanpa melepas sepatu atau merapikan dirinya terlebih dahulu, ia langsung berjalan ke arah meja makan. Wajahnya terlihat tidak senang, dan suaranya terdengar lantang saat ia memanggil.“Maya! Maya, ke sini sekarang!” serunya dengan nada tajam.Suara langkah kaki Maya terdengar dari dapur, dan beberapa detik kemudian, ia muncul dengan ekspresi gugup. Ia menundukkan kepala sedikit, merasa ada yang salah namun tidak tahu apa.“Ya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Maya dengan nada sopan, meskipun tangannya sedikit gemetar.Setelah Maya berdiri di hadapan Clara, ia langsung menunduk, menunggu Clara berbicara.“Bagas di mana?” tanya Clara dengan nada tegas, sambil melipat tangannya di depan dada. “Apa dia sudah makan malam?”Maya menelan ludah, mencoba menjawab dengan tenang meskipun

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 1. Tawaran yang Menggejutkan

    “Maya, menikahlah dengan suamiku.” Ucapan Clara terdengar penuh keyakinan, dan penekanan.Kalimat itu menghantam ruangan seperti bom yang meledak. Maya menatap Clara dengan mata membelalak, tangannya gemetar. Nampan kecil yang tadi diletakkan di meja hampir terjatuh. Sementara itu, Bagas langsung memutar tubuhnya ke arah Clara, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang tak bisa ia sembunyikan.Clara Salsabila adalah seorang publik figure yang terkenal di dunia hiburan dan bisnis, dikenal dengan pesona dan karier cemerlangnya. Ia juga istri dari Bagas Pratama, seorang CEO sukses di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang teknologi dan inovasi. Sebagai pasangan yang tampak sempurna di mata publik, kehidupan mereka tampaknya penuh kemewahan dan kebahagiaan. Namun, di balik itu, mereka harus menghadapi tantangan besar yang menguji hubungan mereka, terutama mengenai perbedaan pendapat tentang keluarga dan karir.“Clara, apa maksudmu?” tanya Bagas dengan nada setengah berbisik, berusah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 2. Pilihan Sulit

    Di dalam kamar, Clara duduk dengan anggun di ranjang tempat tidur, sambil memainkan ponsel di tangannya. Bagas, yang sejak tadi berada di ruang tamu tiba-tiba masuk ke dalam kamar, ada ketegangan yang mengendap di udara. Mata Clara tetap terfokus pada ponselnya yang menampilkan beberapa pesan dari rekan bisnis, seolah ia tidak ingin memikirkan permasalahan yang belum selesai dengan Bagas.Clara meletakkan ponselnya di atas meja kecil yang ada di samping ranjang, memandang Bagas dengan mata yang tenang. Namun, penuh makna. "Aku harap kita bisa menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin, Mas. Aku nggak ingin ada perdebatan lagi," ujarnya, meskipun suaranya terdengar lebih seperti permintaan daripada sebuah pernyataan.Bagas menatap Clara dengan tatapan serius. "Kamu nggak bisa mengharapkan semuanya selesai begitu saja, Clara. Ini bukan masalah kecil. Aku ingin kita berbicara tentang apa yang sebenarnya kamu inginkan, bukan hanya tentang apa yang kamu takuti," jawabnya, meskipun ada ras

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 3. Perjanjian Pra Nikah

    Beberapa hari berlalu, Clara, Maya dan Bagas sudah berkumpul di ruang kerja. Clara perlahan meletakkan sebuah map di atas meja, membuka isinya, dan mengeluarkan beberapa lembar kertas. Dengan tatapan tenang namun penuh otoritas, ia mendorong dokumen itu ke arah Maya. Maya menatap surat itu dengan bingung. Jemarinya yang gemetar mencoba menyentuh kertas itu, tetapi ia ragu untuk membacanya. "Apa ini, Nyonya?" tanyanya dengan suara pelan. Clara menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan tangan di depan dada. "Ini surat perjanjian. Surat ini berisi syarat dan ketentuan yang harus kamu setujui sebelum menikah dengan Mas Bagas. Aku ingin memastikan bahwa kamu paham betul posisimu setelah menjadi istri kedua." Bagas menatap Clara dengan tatapan tajam. "Clara, ini sudah keterlaluan! Kamu nggak bisa memperlakukan Maya seperti ini. Dia sudah setuju dengan rencanamu, kenapa harus ada perjanjian segala?" suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Clara mengangkat alis, tetap tenang men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 4. Pernikahan Siri

    Hari itu, langit mendung seakan ikut merasakan beban yang dirasakan oleh semua pihak yang terlibat. Sebuah masjid kecil yang sederhana, terletak di sebuah kampung di pinggiran kota, menjadi saksi dari pernikahan yang penuh dengan ketegangan dan air mata. Clara sengaja memilih lokasi ini, jauh dari sorotan media, keramaian kota, bahkan dari keluarga mereka sendiri. Clara tiba lebih dulu dengan mengenakan pakaian rapi. Namun, sederhana, berbeda dari penampilan glamornya yang biasa. Di belakangnya, Bagas dan Maya mengikuti dengan langkah berat. Bagas tampak tidak bersemangat, sementara Maya menundukkan kepala sepanjang perjalanan ke dalam masjid, hatinya dipenuhi kegelisahan. Di dalam masjid, hanya ada seorang penghulu, dua saksi dari kampung setempat yang tidak mengenal mereka, dan suasana hening yang terasa mencekam. Clara memastikan semuanya berjalan sesuai rencananya. Ia berbicara kepada penghulu dengan nada tenang. Namun, tegas, menjelaskan bahwa ini adalah pernikahan siri atas pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 5. Malam pertama

    Maya terdiam, tubuhnya terasa kaku saat Bagas mendekatkan wajahnya, perlahan-lahan mencium bibirnya. Ada perasaan campur aduk yang muncul dalam dirinya—takut, bingung, dan terjebak dalam situasi yang tidak pernah ia inginkan. Namun, seiring dengan detakan jantungnya yang semakin keras, Maya mencoba untuk menahan perasaan itu, berusaha menghindari apa yang terjadi."Tuan, tolong...," kata Maya lirih, mencoba menarik mundur dirinya, tetapi Bagas, yang masih terlarut dalam dorongan emosinya, tidak segera melepaskannya.Maya pun membiarkan semua itu terjadi. Mulai menutup kedua mata dan menikmati setiap sentuhan dari suaminya. Malam itu, mungkin akan jadi malam yang selalu diingat oleh Maya. Malam di mana Bagas–Majikan sekaligus suaminya merenggut paksa keperawanannya. ***“Maya! Maya!” Clara berteriak dengan keras. Membuat suaranya menggema di seluruh ruangan tersebut.Maya terbangun dengan terkejut ketika mendengar suara Clara memanggil namanya dari luar kamar. Jantungnya berdebar ken

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 6. Hari Menyakitkan

    Maya dengan cekatan meletakkan piring terakhir berisi roti panggang di meja makan. Ia mencoba menghindari tatapan Clara yang sejak tadi mengawasinya dengan ekspresi tajam. Baru saja ia ingin melangkah kembali ke dapur, tiba-tiba Bagas keluar dari kamar tamu, sebuah kamar yang disebut Clara sebagai kamar pengantin. “Pagi, Sayang.” kata Bagas dengan nada lembut namun tegas, sambil segera mencium pipi Clara. Maya terkejut, merasa canggung dengan perhatian yang diberikan Bagas kepada Clara. Clara melirik sekilas ke arah Maya yang kini menatap mereka dengan ekspresi canggung. Clara segera tersenyum lenbut. “Selamat pagi, Sayang.” “Bagaimana istirahatmu semalam, apa nyenyak?” tanya Clara sambil mulai mengambil sepotong roti yang sudah tersedia di atas meja. Bagas segera meraih tangan Clara dan menggenggamnya dengan erat. “Bagaimana aku bisa tidur nyenyak jika nggak ada kamu disampingku,” ucapnya, sambil tersenyum lembut ke arah Clara. “Kamu bisa aja, Mas. Ya udah sekarang kamu makan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 7. Perasaan yang Mulai Hadir

    Malam itu, suasana rumah terasa hening. Clara masih belum pulang dari aktivitasnya sebagai publik figur. Maya, yang sedang membereskan ruang tamu, mendengar suara mobil Bagas yang memasuki halaman. Jantungnya berdegup kencang. Ia segera merapikan penampilannya sebelum membuka pintu untuk menyambut Bagas.Begitu Bagas melangkah masuk, Maya tersenyum tipis, meskipun rasa canggung tak bisa ia sembunyikan. “Selamat malam, Tuan, ,” ucapnya dengan suara pelan.Bagas mengangguk kecil, memasukkan tangannya ke dalam saku celana sambil memandang Maya. “Clara belum pulang?” tanyanya singkat.Maya menggeleng. “Belum, Tuan. Sepertinya masih sibuk dengan pekerjaannya.”Bagas hanya menggumam pelan sambil berjalan ke arah sofa. Ia melepaskan dasinya dan menghela napas panjang, terlihat lelah. Maya berdiri di dekatnya, ragu-ragu untuk berbicara lebih jauh.“Maya,” panggil Bagas tiba-tiba, memecah keheningan.Maya menoleh cepat. “Iya, Tuan?”Bagas menatapnya sejenak, ada sesuatu yang ingin ia katakan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16

Bab terbaru

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 11. Rencana Rahasia

    Malam itu, Clara baru saja tiba di rumah setelah melewati hari yang panjang di kantor. Tanpa melepas sepatu atau merapikan dirinya terlebih dahulu, ia langsung berjalan ke arah meja makan. Wajahnya terlihat tidak senang, dan suaranya terdengar lantang saat ia memanggil.“Maya! Maya, ke sini sekarang!” serunya dengan nada tajam.Suara langkah kaki Maya terdengar dari dapur, dan beberapa detik kemudian, ia muncul dengan ekspresi gugup. Ia menundukkan kepala sedikit, merasa ada yang salah namun tidak tahu apa.“Ya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Maya dengan nada sopan, meskipun tangannya sedikit gemetar.Setelah Maya berdiri di hadapan Clara, ia langsung menunduk, menunggu Clara berbicara.“Bagas di mana?” tanya Clara dengan nada tegas, sambil melipat tangannya di depan dada. “Apa dia sudah makan malam?”Maya menelan ludah, mencoba menjawab dengan tenang meskipun

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 10. Ancaman

    Setelah memastikan Clara sudah masuk ke dalam kamar dan pintunya tertutup rapat, Bagas berjalan dengan langkah cepat menuju dapur. Wajahnya terlihat serius, dan pikirannya penuh dengan kegelisahan.Di dapur, Maya sedang merapikan piring-piring dengan hati-hati. Ia mencoba menenangkan dirinya setelah percakapan menyakitkan tadi, namun suara langkah Bagas membuatnya tersentak. Maya menoleh dan melihat Bagas berdiri di ambang pintu, tatapan matanya dingin seperti biasa.“Tuan?” Maya berkata dengan nada hati-hati.Bagas melangkah mendekat, suaranya rendah namun tegas. “Maya, aku nggak mau bertele-tele. Aku hanya ingin memperingatkanmu.”Maya menunduk, merasa takut dengan nada suara Bagas. “Apa yang ingin Tuan katakan?”Bagas mendekatkan tubuhnya, membuat Maya semakin merasa terpojok. “Dengar baik-baik. Aku nggak peduli apa yang kamu pikirkan atau rasakan, tapi aku ingin kamu tahu satu hal. Jangan pernah, sekalipun, memberi tahu Clara kalau selama ini kita belum pernah melakukan hubungan s

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 9. Pertanyaan yang Mengejutkan

    Malam itu, suasana rumah terasa sepi. Clara yang baru saja pulang dari tempat kerjanya terlihat elegan dengan blazer hitam yang membalut tubuhnya. Ia melepas sepatu hak tingginya di dekat pintu sebelum melangkah menuju meja makan.Maya, yang mendengar suara langkah Clara, segera keluar dari dapur. “Selamat malam, Nyonya. Apa Nyonya ingin saya siapkan makan malam sekarang?” tanya Maya dengan nada sopan, berdiri dengan kedua tangan saling menggenggam di depan.Clara memandang Maya dengan sorot mata dingin, lalu duduk di kursi meja makan sambil meletakkan tasnya di atas meja. “Kenapa belum siap? Kamu tahu kan, aku nggak suka menunggu,” ucapnya dengan nada penuh otoritas.Maya menunduk. “Maaf, Nyonya. Saya akan segera menyiapkannya,” katanya sambil bergegas kembali ke dapur.Clara mendesah kecil sambil membuka ponselnya, mencoba mengecek email pekerjaan yang belum selesai. Sambil menunggu makanan disajikan, ia bergumam, “Entah kenapa aku harus repot-repot membiarkan dia di sini. Semoga sa

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 8. Mulai Curiga

    Pagi itu, suasana rumah terasa tenang namun hangat. Bagas dan Clara, yang sudah rapi dengan pakaian formal, keluar dari kamar. Bagas mengenakan setelan jas abu-abu yang terlihat sempurna di tubuhnya, sementara Clara tampak anggun dalam blus putih dan rok pensil hitam.Mereka berjalan berdampingan menuju meja makan, di mana sarapan telah tertata rapi. Clara tersenyum kecil sambil melirik Bagas. "Pagi ini kita berangkat bareng, kan?" tanyanya lembut.Bagas mengangguk sambil menarik kursi untuk Clara. "Iya, aku sempat atur jadwal biar bisa antar kamu dulu. Lagipula, kapan lagi kita ada waktu pagi bareng kayak gini," jawabnya dengan nada penuh perhatian.Clara tersenyum lebih lebar. "Masih sempat romantis di tengah jadwal padat, ya?" godanya.Bagas hanya tertawa kecil sambil menuangkan kopi ke cangkirnya. Mereka menikmati sarapan bersama, berbincang ringan tentang rencana hari itu. Meskipun keduanya terlihat santai, ada kesan serius di balik percakapan mereka, seolah masing-masing menyimp

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 7. Perasaan yang Mulai Hadir

    Malam itu, suasana rumah terasa hening. Clara masih belum pulang dari aktivitasnya sebagai publik figur. Maya, yang sedang membereskan ruang tamu, mendengar suara mobil Bagas yang memasuki halaman. Jantungnya berdegup kencang. Ia segera merapikan penampilannya sebelum membuka pintu untuk menyambut Bagas.Begitu Bagas melangkah masuk, Maya tersenyum tipis, meskipun rasa canggung tak bisa ia sembunyikan. “Selamat malam, Tuan, ,” ucapnya dengan suara pelan.Bagas mengangguk kecil, memasukkan tangannya ke dalam saku celana sambil memandang Maya. “Clara belum pulang?” tanyanya singkat.Maya menggeleng. “Belum, Tuan. Sepertinya masih sibuk dengan pekerjaannya.”Bagas hanya menggumam pelan sambil berjalan ke arah sofa. Ia melepaskan dasinya dan menghela napas panjang, terlihat lelah. Maya berdiri di dekatnya, ragu-ragu untuk berbicara lebih jauh.“Maya,” panggil Bagas tiba-tiba, memecah keheningan.Maya menoleh cepat. “Iya, Tuan?”Bagas menatapnya sejenak, ada sesuatu yang ingin ia katakan,

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 6. Hari Menyakitkan

    Maya dengan cekatan meletakkan piring terakhir berisi roti panggang di meja makan. Ia mencoba menghindari tatapan Clara yang sejak tadi mengawasinya dengan ekspresi tajam. Baru saja ia ingin melangkah kembali ke dapur, tiba-tiba Bagas keluar dari kamar tamu, sebuah kamar yang disebut Clara sebagai kamar pengantin. “Pagi, Sayang.” kata Bagas dengan nada lembut namun tegas, sambil segera mencium pipi Clara. Maya terkejut, merasa canggung dengan perhatian yang diberikan Bagas kepada Clara. Clara melirik sekilas ke arah Maya yang kini menatap mereka dengan ekspresi canggung. Clara segera tersenyum lenbut. “Selamat pagi, Sayang.” “Bagaimana istirahatmu semalam, apa nyenyak?” tanya Clara sambil mulai mengambil sepotong roti yang sudah tersedia di atas meja. Bagas segera meraih tangan Clara dan menggenggamnya dengan erat. “Bagaimana aku bisa tidur nyenyak jika nggak ada kamu disampingku,” ucapnya, sambil tersenyum lembut ke arah Clara. “Kamu bisa aja, Mas. Ya udah sekarang kamu makan

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 5. Malam pertama

    Maya terdiam, tubuhnya terasa kaku saat Bagas mendekatkan wajahnya, perlahan-lahan mencium bibirnya. Ada perasaan campur aduk yang muncul dalam dirinya—takut, bingung, dan terjebak dalam situasi yang tidak pernah ia inginkan. Namun, seiring dengan detakan jantungnya yang semakin keras, Maya mencoba untuk menahan perasaan itu, berusaha menghindari apa yang terjadi."Tuan, tolong...," kata Maya lirih, mencoba menarik mundur dirinya, tetapi Bagas, yang masih terlarut dalam dorongan emosinya, tidak segera melepaskannya.Maya pun membiarkan semua itu terjadi. Mulai menutup kedua mata dan menikmati setiap sentuhan dari suaminya. Malam itu, mungkin akan jadi malam yang selalu diingat oleh Maya. Malam di mana Bagas–Majikan sekaligus suaminya merenggut paksa keperawanannya. ***“Maya! Maya!” Clara berteriak dengan keras. Membuat suaranya menggema di seluruh ruangan tersebut.Maya terbangun dengan terkejut ketika mendengar suara Clara memanggil namanya dari luar kamar. Jantungnya berdebar ken

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 4. Pernikahan Siri

    Hari itu, langit mendung seakan ikut merasakan beban yang dirasakan oleh semua pihak yang terlibat. Sebuah masjid kecil yang sederhana, terletak di sebuah kampung di pinggiran kota, menjadi saksi dari pernikahan yang penuh dengan ketegangan dan air mata. Clara sengaja memilih lokasi ini, jauh dari sorotan media, keramaian kota, bahkan dari keluarga mereka sendiri. Clara tiba lebih dulu dengan mengenakan pakaian rapi. Namun, sederhana, berbeda dari penampilan glamornya yang biasa. Di belakangnya, Bagas dan Maya mengikuti dengan langkah berat. Bagas tampak tidak bersemangat, sementara Maya menundukkan kepala sepanjang perjalanan ke dalam masjid, hatinya dipenuhi kegelisahan. Di dalam masjid, hanya ada seorang penghulu, dua saksi dari kampung setempat yang tidak mengenal mereka, dan suasana hening yang terasa mencekam. Clara memastikan semuanya berjalan sesuai rencananya. Ia berbicara kepada penghulu dengan nada tenang. Namun, tegas, menjelaskan bahwa ini adalah pernikahan siri atas pe

  • Sebatas Rahim Kedua Tuan CEO    Bab 3. Perjanjian Pra Nikah

    Beberapa hari berlalu, Clara, Maya dan Bagas sudah berkumpul di ruang kerja. Clara perlahan meletakkan sebuah map di atas meja, membuka isinya, dan mengeluarkan beberapa lembar kertas. Dengan tatapan tenang namun penuh otoritas, ia mendorong dokumen itu ke arah Maya. Maya menatap surat itu dengan bingung. Jemarinya yang gemetar mencoba menyentuh kertas itu, tetapi ia ragu untuk membacanya. "Apa ini, Nyonya?" tanyanya dengan suara pelan. Clara menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyilangkan tangan di depan dada. "Ini surat perjanjian. Surat ini berisi syarat dan ketentuan yang harus kamu setujui sebelum menikah dengan Mas Bagas. Aku ingin memastikan bahwa kamu paham betul posisimu setelah menjadi istri kedua." Bagas menatap Clara dengan tatapan tajam. "Clara, ini sudah keterlaluan! Kamu nggak bisa memperlakukan Maya seperti ini. Dia sudah setuju dengan rencanamu, kenapa harus ada perjanjian segala?" suaranya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Clara mengangkat alis, tetap tenang men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status