Seulas senyum merekah di bibirku saat kulihat Alvian menceritakan tentang perceraiannya dengan Dewi. Banyak hal yang sudah kulewati selama berpisah dengannya. Pernikahan yang dulu kandas karena orang ketiga, kini kembali terjalin. Dewi, sang mantan istri, telah pergi, meninggalkan luka mendalam bagi Alvian karena pembohongan. Namun, takdir berkata lain, aku dan Andini, hadir kembali dalam hidupnya, menawarkan secercah harapan untuk membangun rumah tangga yang harmonis.Pernikahan kami tinggal sebulan lagi. Selama masa penantian itu, Alvian dengan penuh kasih sayang berusaha membantuku melewati masa-masa sulit. Aku masih dirundung rasa trauma dan ketakutan akan perpisahan. Bayang-bayang Dewi selalu menghantui pikiranku.Alvian memahami keadaanku. Dia selalu sabar menemaniku, mendengarkan keluh kesahku, dan meyakinkanku bahwa dia tidak akan pernah meninggalkanku lagi. Dia menunjukkan komitmennya dengan selalu mengawasiku, memastikan aku aman dan terlindungi.Alvian memahami rasa trauma
Di tengah hiruk pikuk persiapan pernikahanku dengan Alvian datang Aldi, bayangan hitam masa lalu menghantui. Aldi yang merupakan buronan kini berada di sini, saat detik-detik menjelang acara pernikahan kami.Hal ini tentu menjadikan Sari tidak enak hati. Ia dengan kasar menarik tangan Aldi agar menjauh dari aku dan Andini. Rasa trauma akan penculikan yang dilakukannya masih membekas di hati kami sampai saat ini.Aku mengabarkan hal itu kepada Alvian dan meminta Roy untuk segera mengurusnya. Roy dalam hitungan menit datang dan melapor kepada Alvian yang terjadi dengan Aldi.Berita mengejutkan datang dari Roy, sang asisten yang mengawal kasus penculikan Andini. Roy dengan raut wajah muram, bergegas menemuiku dan Alvian di rumah."Ada kabar penting yang harus saya sampaikan," kata Roy dengan nada pelan. "Mengenai penemuan mayat yang diidentifikasi sebagai Aldi..."Aku dan Alvian terpaku, rasa cemas dan penasaran menyelimuti hatiku. "Ada apa dengan mayat itu?" tanyaku dengan suara gemetar
Aku melangkah dengan anggun di atas pelaminan, gaun putihnya yang berkilauan bagaikan awan di malam hari. Alvian, sang mempelai pria, menanti dengan penuh cinta di altar. Senyum manis terpatri di bibirnya, memancarkan kebahagiaan yang tak terkira. Pernikahan mereka, yang telah dinanti-nantikan selama berbulan-bulan, akhirnya terwujud.Gaun pengantin yang berwarna putih tulang menjuntai indah hingga menyentuh lantai. Gaun itu terbuat dari bahan sutra yang halus dan berkilauan, dihiasi dengan sulaman bunga-bunga berwarna pastel yang membuatnya semakin anggun dan menawan.Para tamu undangan tak henti-hentinya memuji kecantikanku, membuatku tersipu malu. Gaunnya yang istimewa menjadi sorotan utama di pesta pernikahan mereka. Beberapa tamu bahkan mengabadikan momen indah tersebut dengan kamera.Aku merasa sangat bahagia dan bersyukur. Tidak menyangka bahwa gaun pengantin yang dipilih akan secantik ini. Gaun itu merupakan hasil karya desainer ternama yang terkenal dengan desainnya yang unik
Aku dan Alvian melangkah ke ranjang diiringi dengan alunan musik romantis yang sengaja diputar oleh Alvian. Kamar yang telah didekorasi dengan indah dengan bunga-bunga segar dan lilin-lilin yang memancarkan cahaya remang-remang. Merasa jantung berdebar kencang tidak pernah menyangka bahwa malam pertama dengan Alvian akan seseru ini. Alvian selalu tahu cara untuk membuatku merasa spesial. Alvian mengantarkanku ke tempat tidur dan mencium keningnya dengan lembut. "Selamat malam, istriku," bisiknya di telinga. Aku tersenyum dan membalas ciuman Alvian. "Selamat malam, suamiku," bisiknya. Alvian membuka gaun pengantin dengan perlahan, menikmati setiap momen indah bersamaku. Merasa gugup dan malu, tetapi juga bahagia dan bersemangat. Alvian membaringkan tubuhku di tempat tidur dan mencium dengan penuh gairah. Aku pun membalas ciuman Alvian dengan penuh cinta berdua tenggelam dalam dunia sendiri, melupakan semua yang ada di sekitar. Malam ini, Aku dan Alvian menghabiskan waktu bersama den
Beberapa minggu setelah kami menikah, kebahagiaan mereka diuji dengan sebuah tragedi. Alvian mengalami kecelakaan di dekat rumah mamanya. Aku yang panik berusaha mencari suamiku, namun tak menemukan Alvian di lokasi kejadian. Kecelakaan itu meninggalkan banyak pertanyaan di benakku.Tak henti-hentinya aku mencari Alvian. Ia menanyai tetangga, memeriksa rumah sakit, dan bahkan melapor ke polisi. Namun, usaha tak membuahkan hasil. Alvian seolah-olah ditelan bumi. Aku berlari terhuyung-huyung di tengah jalan, air matanya berlinang tanpa henti. Rasa panik dan kebingungan menyelimuti hatinya. Ia baru saja mendapatkan kabar bahwa Alvian, suaminya, mengalami kecelakaan di dekat rumah mamanya."Mas Alvian ... Mas!" teriakku sambil terus berlari menuju lokasi kejadian.Sesampainya di sana, aku melihat kerumunan orang yang sudah memadati lokasi. Dengan menerobos kerumunan dengan sekuat tenaga, berharap menemukan Alvian di sana."Mas Alvian mana? Suami saya mana?" tanyaku dengan panik kepada seo
Selama beberapa minggu setelah kepergian Alvian, Aku hidup sendirian membesarkan anak mereka tanpa tunjangan ekonomi. Weni, mama Alvian, tiba-tiba menghilang setelah kecelakaan, membawa semua harta dan tabungan mereka. Aku terpaksa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup dan anakku.Dulu, ketika Weni menjalani proses persidangan entah mengapa dia dibebaskan dengan syarat atas kasus penculikan anakku waktu itu. Hanya Aldi gadungan yang masuk penjara dan temannya yang ikut bersama Aldi waktu itu. Aku sendiri tidak paham dengan proses pengadilan semua aku serahkan kepada suamiku. Jadilah Weni bebas berkeliaran di umum dan sesekali muncul di kantor suamiku selama ini.Aku yang tidak paham dengan Perusahaan memilih diam dan percaya kepada suamiku. Apalagi Perusahaan itu nanti akan jatuh ke tangan Andini anak kami. Ternyata aku ditipu, entah siapa yang bodoh aku atau Alvain yang terlalu lembek dengan mama sendiri.Di tengah kesedihan dan kesulitannya, Aku tetap tak berhenti mencari buk
Aku mulai membersihkan dan merapikan ruang kerja di rumah menata alat-alat jahit dengan rapi dan memastikan semuanya dalam kondisi baik. Melangkah ke ruang kerja, yang selama ini terbengkalai setelah menikah dengan Alvian. Debu menyelimuti ruangan, dan alat-alat jahit yang dulu berkilau kini kusam dan berkarat.Sebuah rasa haru menyelimutiku saat melihat mesin jahit kesayangan, tempat dulu menuangkan kreativitas dan menghasilkan karya-karya indah. Perlahan, mulai membersihkan ruangan. Debu di lap, alat-alat jahit di poles, dan kenangan tentang Alvian mulai terlintas di benakku.Dia ingat bagaimana Alvian selalu meminta berhenti dalam dalam usaha yang aku geluti meski dia tahu aku mempunyai bakat di bidang ini. Menjadi model pertama untuk baju-bajuku sendiri, dan bagaimana selalu memberikan ide-ide kreatif untuk desain baru yang terlintas sesui dengan tren masa kini.Aku tersenyum getir. Alvian memang belum kembali aku akan tetap menunggunya sampai sisa umurku. Dengan tekad yang bulat,
Di balik gemerlap butik, tersembunyi sebuah perburuan cinta yang penuh misteri. Aku, sang pemilik butik, tak henti-hentinya mencari keberadaan Alvian, suamiku yang disembunyikan oleh Weni, sang ibu mertua yang penuh manipulasi.Suasana butik ramai dikunjungi pelanggan. Aku dengan senyum melayani mereka dengan penuh kesabaran. Namun, di balik senyuman ini, tersembunyi rasa cemas dan khawatir. Pikiran terus tertuju pada Alvian, suamiku yang tak kunjung kembali."Riana, kamu baik-baik saja?" tanya Sari, sahabatku yang datang ke butik."Aku baik-baik saja, Sari. Terima kasih sudah perhatian," jawabku, berusaha menyembunyikan kesedihan."Tapi, aku lihat kamu tampak murung. Ada apa?" tanya Sari dengan penuh perhatian.Aku menghela napas panjang. "Aku masih belum tahu keberadaan Mas Alvian. Aku khawatir dia dalam bahaya."Sari memelukku dengan erat. "Jangan khawatir, Riana. Aku yakin kamu akan segera menemukan suamimu. Aku akan selalu membantumu."Selama ini aku terus mencari informasi tenta