Malam itu saat terjadinya kecelakaan, Dokter mendiagnosis Alvian dengan cedera otak traumatis yang parah. Dampaknya, kemampuannya untuk berbicara, bergerak, dan bahkan memahami lingkungan sekitarnya, menjadi sangat terbatas. Hatiku hancur melihat keadaannya. Alvian, yang dulu ceria dan penuh tawa, kini terjebak dalam dunianya sendiri. Di balik tembok putih rumah sakit, Alvian terbaring tak berdaya. Tubuhnya terbelenggu mesin-mesin penunjang kehidupan, wajahnya pucat pasi dengan selang oksigen yang menjuntai di hidungnya. Matanya yang dulu berbinar penuh semangat, kini kosong menatap langit-langit ruangan. Dokter mendiagnosis Alvian dengan cedera otak traumatis yang parah akibat kecelakaan yang dialaminya. Dokter yang baru saja selesai memeriksa Alvian melangkah keluar dari ruangan, raut wajahnya diliputi kesedihan. "Cedera otak traumatis yang parah," katanya lirih kepada kami yang menunggu dengan cemas. "Kemungkinan pemulihannya kecil, dan..." Suaranya tercekat, tak sanggup melanjutk
Beberapa tahun lalu, sebelum aku menjadi seperti sekarang ini. Aku butuh uang untuk biaya pengobatan orang tuaku. Aku mendapat tawaran untuk menjadi perawat pribadi untuk istri Alvian. Saat itu aku baru lulus keperawatan dan belum mendapat pekerjaan, Yeni datang memintaku menjadi perawat untuknya. Selama 3 tahun aku melakukan tugasku dengan baik. Bahkan Yeni menganggapku adik sendiri. Dia tidak punya keluarga selain Alvian suaminya.Di rumah sakit, ruang rawat inap. Waktu itu aku sedang duduk di samping ranjang tempat tidur orang tuaku yang sedang sakit sedih dan khawatir melihat kondisi kedua orang tuaku yang sakit bergantian.Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan seorang wanita cantik bernama Yeni masuk.Dengan suara hangat menyapa, “Riana, bagaimana keadaan orang tuamu?”Tentu aku terkejut melihat wanita yang baru aku kenal ketika sama-sama masuk ke dalam rumah sakit. Wanita yang bersama suaminya yang terlihat angkuh dan dingin. Yeni datang ke rumah sakit untuk pengobatan dirinya. T
Peristiwa itu yang menyebabkan aku tidak suka dengan sikap Weni. Sebagai orang tua seharusnya mengarahkan anak ke jalan yang benar, bukan merampas hak yang buka seharusnya hanya untuk mengejar napsu dunia. Berulangkali Weni mencoba merampas harta milik Yeni tapi sering gagal. Alvian yang semula percaya dengan ibunya kini alah menjadi korban akibat keserahan ibunya sendiri.Hari ini adalah jadwal pengobatan Alvian yang seharusnya sudah dioperasi akibat cerdera pada otaknya. Infeksi pada jaringan tersebut membutuhkan kondisi yang lebih baik. meski berulangkali drop tapi menurut dokter Alvian bisa melakukan operasi sedot cairan yang ada di kepala. Alvian terlihat membuka mata sadar dari pingsannya.Udara pagi di rumah sakit membawa aroma steril yang menusuk. Alvian yang berada di ranjang pasien, terlihat gugup dan cemas bercampur aduk di benaknya. Hari ini adalah jadwal operasi pengangkatan cairan di kepalanya, sebuah prosedur krusial pasca kecelakaannya beberapa bulan lalu.Cedera otak
Akankah suami saya berhasil melewati masa kritis ini? Apakah saya harus kehilangan dia untuk selamanya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui pikiran saya. Akankah saya mampu menjadi istri dan ibu yang kuat tanpa dia?Hari-hari setelah kabar komplikasi suami saya terasa bagaikan mimpi buruk. Rasa takut dan keputusasaan menyelimuti hati saya dan keluarga. Dokter menjelaskan bahwa infeksi yang diderita suami saya sangat parah dan dia membutuhkan perawatan intensif.Ruang ICU, Rumah Sakit, dokter dengan wajah serius, nada suara pelan namun tegas. "Nona, kondisi Tuan Alvian saat ini sangat kritis. Infeksi yang dideritanya telah menyebar ke seluruh tubuh dan melemahkan organ-organ vitalnya. Kami akan melakukan segala upaya untuk menyelamatkannya, namun perlu diingat bahwa risikonya sangat tinggi."Aku terduduk lemas, air mata mengalir deras. "Dokter, tolong lakukan apa pun yang bisa Anda lakukan untuk menyelamatkan suami saya. Saya mohon..."Ayah dan Faris saling berpegangan tangan,
Setelah beberapa minggu dirawat akhirnya Alvian diperbolehkan pulang. Suasana di ruangan pasien tampak ceria dengan dilepasnya semua atribut selang yang menempel di tubuh suamiku.Di ruang rawat pasien rumah sakit dokter tersenyum lebar. "Tuan Alvian, kabar baik! Kondisimu sudah stabil dan kamu diperbolehkan pulang ke rumah hari ini."Alvian tersenyum mengembang. "Alhamdulillah, Dok. Terima kasih banyak atas perawatannya."Aku pun menangis haru. "Syukurlah, Mas. Akhirnya kamu bisa pulang ke rumah."Aku memeluk erat suamiku dengan napas lega. Setelah sekian lama kami menunggu akhirnya bahagia itu datang menjemput kami. Aku sadar usia kami sangat jauh tapi rasa cinta kami sangat dekat, bahkan tidak terpisah meski cobaan silih berganti menimpa hubungan ini.Faris melompat dan senyum lebar, tawa, dan air mata. "Mas Alvian! Aku senang sekali kamu sembuh dan diperbolehkan pulang cepat!"Dokter menulis catatan. "Sebelum pulang, ada beberapa hal yang perlu kamu perhatikan. Kamu masih harus mi
Awalnya, Weni begitu bahagia saat Dewi menjadi istri pilihan Alvian, pria yang dicintainya. Dewi tampak sempurna cantik, cerdas, dan penuh perhatian. Weni bahkan rela mengalah dan membelanya dengan menjauhkan aku dan merelakan Alvian untuk Dewi, demi kebahagiaan anak sahabatnya.“Di ruangan ini 6 tahun yang lalu, suasana di ruangan dipenuhi dengan kehangatan dan kebahagiaan. Mama dan Dewi tertawa bersama, saling bercerita tentang impian mereka untuk masa depan,” Alvian mulai bercerita.“Mas diam saja dan menurut perintah Mama?” tanyaku penasaran.“Terpaksa, kamu tahu aku pernah cerita jika aku dijebak Dewi. Tak kusangka mereka bersekongkol selama ini. Aku sangat bodoh, saking sayangnya rasa cintaku pada mama sampai buat tidak melihat ketulusanmu selama merawat Yeni. Aku sangat menyesal, Riana.”“Sudahlah jangan diingat lagi. Sekarang aku kasihan mendengar kondisi mama saat ini. Kasihan dia, kata Hendra kondisinya parah,” lanjut Alvian menarik napas panjang.“Kenapa dengan mama, apa ya
Setelah menuntaskan hasrat kami di kantor kami dengan cepat membersihkan kekacauan yang ada di ruangan. Kertas berserakan tanpa sadar kena dorong tangan Alvian yang meraba ke mana-mana. Kami tersenyum puas atas penyatuan yang tidak terencana kali ini.“Sensasinya sangat beda,” kata Alvian tertawa lebar.Aku tersipu malu membersihkan diri dan mengganti pakaian yang sudah kusut. Kami berdua mandi bersama sembari mengulang percintaan yang tiada habisnya. Selama menikah dengan Alvian baru kali ini aku bercinta di kantor milik Yeni.Sembari saling menyabun aku menatap Alvian dengan intens di bawah shower. Dia balik menatapku dengan bibir yang basah terkena air. Terlihat sangat seksi di mataku, aku ingin tidak pernah putus rasa ini.“Aku mencintaiku, Mas. Kamu sangat tampan,” ujarku tanpa melu memujinya.“Aku juga, Sayang. Rasanya aku tidak ingin pulang, kita menginap saja di sini,” katanya jahil.“Nakal, anak-anak pasti akan mencari kita.”“Hmm, aku jadwalkan untuk kita bulan mau, bagaiman
Aku tak sangka jika Dewi sampai melakukan hal sekeji itu. Selama kami berteman sejak SMP dia memang manipulatif dengan berbagai hal yang menyangkut kesenangannya. Aku tidak heran ketika kami bertemu dalam perjalanan ke Perkebunan waktu itu. Dia ingin membuat Alvian jauh dan tidak bertemu denganku.Ingatanku melayang pada kejadian yang tanpa sengaja. Mana mungkin kita bertemu di luar rencana dan Dewi menawarkan kebaikan dengan membayar hotel trasit waktu itu. Setelah aku analisa ternyata dia hanya ingin mencari informasi tentangku memastikan aku mengandung anak Alvian atau tidak.Beruntung aku tiba di Perkebunan dengan selamat. Berkat Sari aku dapat melewati hari-hari terberatku selama tinggal hampir satu tahun di sana.“Riana, Mama minta maaf jika selama ini Mama banyak salah terhadapmu,”Weni yang terbaring di ranjang menggenggam tanganku. Berulangkali mengucap kata maaf kujawab dengan anggukan. Sering terdengar isak tangis lirih di bibir Wanita yang sudah berumur itu.“Al, mama min
Kami saat ini sedang berkumpul untuk merayakan unversari pernikahanku dengan Alvian. Gedung mewah menjadi momen kebahagiaan kami yang sudah mengaruhi bahtera rumag tangga selama 15 tahun. Undangan para kolega dan sahabat kami berikan memperingati kebahgiaan kami saat ini. Aku dan Alvian berdiri menatap para tamu yang datang. Sari dengan keluarganya, Siti dengan calon tunagannya. Hari yang membuat kami bahagia setelah melewati semuanya dengan penuh ketegangan selama ini. Cahaya lampu kristal yang berkilauan menerangi ruangan ballroom yang megah. Alunan musik romantis mengalun merdu diiringi tarian para tamu undangan. Di tengah keramaian, aku dan Alvian berdiri bergandengan tangan, saling menatap dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Malam ini adalah malam spesial, malam di mana kami merayakan 15 tahun pernikahan kami. Lima belas tahun telah berlalu sejak kami mengucapkan janji suci pernikahan hanya di depan para saksi dan keluarga. Perjalanan pernikahan kami tidak selalu mulus. Ada rin
Sebagai manusia, kita hanya punya rencana. Selebihnya adalah Tuhan yang punya kuasa. Aku dan Alvian tidak hentinya bersyukur dengan kondisi kami saat ini. denga cobaan yang sering datang silih berganti dengan keterbatasan kemampuan akhirnya kami berhasil melewati semua ini dengan baik. Perjodohan dari sebuah perjanjian yang menjadikan kami pelajaran hidup yang tidak bisa digantikan. Benih-benih cinta tumbuh seiring perjalanan cinta yang luar biasa. Kami tidak sangka jika akan dipertemukan dalam situasi sepertisaat ini di mana Alvian yang uasianya jauh di atasku menjadi suamiku dengan semua ketulusan dan kasih sayangnya. Di malam hari, saat bulan bersinar kami mengungkapkan rasa cinta dengan dari dalam diri dengan penuh kekaguman. Aku memandangi Alvian dengan penuh kasih sayang. Kubalut tubuh polos kami dalam selimut tebal dengan mengungkapkan kata-kata mesra. “Mas, tak pernah kubayangkan perjodohan yang awalnya terasa asing dan penuh keraguan ini, justru mengantarkan kita pada cinta
Lima tahun berlalu, persahabatanku dengan Sari dan Hendra tidak pernah putus meski mereka tidak lagi menjadi bagian milik kami. Sari membuka usaha baru dengan toko makanan sebagai pendamping butiknya yang masih kecil dengan Hendra. Ditambah kedua orang tuanya ikut membantu usahanya seperti ayah dan ibuku. Sari dan Hendra bagaikan dua pasang sepatu yang serasi. Sejak awal pernikahan mereka, mereka selalu saling mendukung dan bahu membahu dalam segala hal. Semangat kewirausahaan yang mereka miliki mendorong mereka untuk membangun usaha bersama. Awalnya, mereka memulai usaha kecil-kecilan di rumah. Sari, dengan bakat memasaknya yang luar biasa, mulai membuat kue dan camilan rumahan. Hendra, yang pandai dalam hal pemasaran dan penjualan, mempromosikan produk Sari melalui media sosial dan menjajaki pasar online. Usaha mereka yang kecil perlahan-lahan mulai berkembang. Kue dan camilan Sari mendapat banyak pujian dari pelanggan karena kelezatan dan kualitasnya. Hendra pun berhasil memperlu
Alvian, dengan tekad dan kegigihannya, berhasil mengembangkan perusahaan milik Yeni hingga mencapai puncak kejayaan. Perusahaan yang dulunya hanya sebuah usaha kecil di Medan, kini telah menjelma menjadi raksasa di bidangnya, dengan jangkauan yang mendunia. Alvian melangkah dengan penuh keyakinan dan tekad di lorong-lorong kantor pusat perusahaan Yeni. Dasi yang rapi dan kemeja putihnya tak lekang oleh keringat yang membasahi dahinya. Tatapan matanya tajam dan berbinar, memancarkan aura optimisme yang tak tergoyahkan. Langkahnya tegas dan penuh tujuan, seolah-olah dia tahu persis ke mana dia ingin pergi dan apa yang ingin dia capai. Di balik kesuksesan Alvian, tersembunyi sebuah perjuangan panjang dan penuh rintangan. Dia memulai karirnya di perusahaan Yeni sebagai karyawan biasa, dengan gaji yang pas-pasan dan jam kerja yang panjang. Namun, dia tidak pernah puas dengan keadaan yang ada. Dia selalu memiliki mimpi besar untuk membawa perusahaan Yeni ke puncak kejayaan. “Mas, melihat
Andini dan Aldo, dua buah hatiku, tumbuh dengan pesat, mekar menjadi tunas-tunas cerdas dan berprestasi. Kecerdasan mereka bagaikan mentari pagi, menerangi setiap langkah mereka. Di bangku sekolah, mereka selalu bersinar, menorehkan prestasi demi prestasi. Andini, si sulung, dengan kecerdasannya yang analitis, selalu unggul dalam bidang matematika dan sains. Ia bagaikan kompas yang selalu menunjukkan arah yang tepat, memecahkan setiap soal dengan kejelian dan logika yang luar biasa. Malam hari di ruang keluarga, setelah makan malam. Aku dan Alvian duduk di sofa, menikmati teh hangat sambil berbincang tentang anak-anak. "Mas, kamu lihat Andini dan Aldo hari ini? Mereka benar-benar luar biasa!" "Iya, aku juga perhatikan. Prestasi mereka di sekolah selalu membanggakan." "Andini, si sulung, makin jago aja nih di bidang matematika. Dia selalu mendapatkan nilai sempurna di setiap ujian." "Iya, dia memang cerdas dan tekun belajar. Aku yakin dia akan menjadi seorang yang sukses di masa de
Akhirnya Sari dan Hendra mendapatkan kebahagiaan dengan pernikahannya. Kami sekeluarga sangat senang dengan kondisi Sari yang telah diterima oleh kedua orang tuanya pasca penolakan. Mereka tetap bekerja di butik milikku. Hendra sedikir demi sedikit diajari oleh Alvian tentang cara membuka usaha baru agar tidak dipandang rendah oleh kedua mertuanya. Dia mengajarkan bagaimana bertanggung jawab kepada keluarga besar Sari yang tinggal bersamanya. Setahun berlalu, kami, aku dan Sari memiliki keluarga yang bahagia dengan pencapaian masing-masing. Aku tidak lagi memperkerjakan Sari di butik karena dia sudah memilih usaha barunya bersama suami meski hanya kecil-kecilan. Kedua orng tuanya sudah mulai menerima Hendra yang menyayangi Sari dan keluarganya tanpa pilih kasih. Sari juga sudah dikaruniai seorang anak dari pernikahannya. Hawa hangat pagi hari menyelimuti rumah kecil Sari dan Hendra. Suara tawa riang anak mereka, Dinda, terdengar dari ruang tamu. Sari sedang menyiapkan sarapan di dapu
Pernikahan Sari dan Hendra dilangsungkan dengan khidmat dan penuh kebahagiaan. Suasana dipenuhi dengan tawa, haru, dan doa dari keluarga dan teman-teman yang hadir. Sari yang terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun pengantin putih, tak henti-hentinya memancarkan aura kebahagiaan. Hendra pun tampak gagah dan berseri-seri di sisinya.Suara musik pernikahan mengalun merdu mengiringi langkah kaki Sari yang anggun menuju altar. Gaun putihnya yang berkilauan bagaikan gaun putri, memantulkan cahaya lampu yang menerangi ruangan. Hendra, sang mempelai pria, sudah menunggunya dengan penuh kerinduan di altar.Upacara pernikahan dipimpin oleh seorang penghulu yang terkenal bijaksana. Doa-doa dipanjatkan untuk kelancaran pernikahan mereka dan agar mereka selalu dilimpahi kebahagiaan."Sari, maukah kau menjadi istriku?" tanya Hendra dengan suara mantap."Ya, Hendra," jawab Sari dengan suara bergetar karena haru. "Aku bersedia menjadi istrimu."Suara tepuk tangan dan sorak-sorai menggema di ru
Melihat betapa rumitnya hubungan mereka, aku tak kuasa untuk melepaskan masalah ini. Sari sudah banyak membantuku selama aku dalam kesulitan. Demi sahabat aku dan Alvian akan berbicara dengan kedua orangtuanya Sari. Usia Sari sudah waktunya untuk berumah tangga. Selama ini ia selalu menghindar dari perkotaan karena tidak cocok dan tidak cinta dengan calon suaminya. Cinta tidak dapat dipaksakan, demikian juga dengan hati. Pengalaman mengajarkan aku untuk tidak memaksaku diri atas cinta. Kalau cinta seimbang dan sama-ada rasa tidak masalah. Tetapi jika cinta bertepuk sebelah tangan, jangan berharap akan bahagia untuk selamanya. "Sayang, kita harus bantu Sari. Aku ingin dia bersama dengan Hendra. Dia lelaki baik yang selama ini aku kenal. Alvian yang sering bersama anak-anak menoleh ke arahku. Aku belum cerita tentang Sari dan masalahnya. Andini dan Aldo yang bermain akhirnya masuk ke dalam kamar. Mereka tahu kedua orang tuanya sedang membicarakan masalah serius. Inilah kelebihan anak
Cahaya rembulan menembus jendela kamar Sari, menemaninya yang terduduk di atas ranjang. Air mata membasahi pipinya, membasahi surat yang baru saja dia baca. Surat itu berisi penolakan keras dari orang tuanya terhadap hubungannya dengan Hendra."Aku bingung harus bagaimana, Riana. Orang tuaku tidak merestui hubungan aku dengan Hendra. Hatiku terasa bagaikan teriris pisau. Aku tak habis pikir mengapa orang tuaku begitu menentang hubunganku dengan Hendra. Bagiku, Hendra adalah cinta sejati, pria yang selalu membuatku bahagia dan selalu ada untukku.”Aku mengusap punggung Sari yang baru bercerita setelah aku mendesaknya. Awalnya dia menolak tak ingin hubungannya yang belum mendapat restu diketahui oleh publik. Bagaimanapun Sari adalah orang terdekat yang membantuku selama ini. Dalam keadaan susah sekalipun dia tidak pernah pergi dari sisiku.Di tengah kesedihan yang tak berujung, Sari teringat padaku yang tadi memergoki mereka sedang berdua di dalam ruangan. Meski aku tidak ingin ikut cam