***Double date.Mungkin dua kata itulah yang sekiranya cocok untuk Aludra dan Arka juga Damar dan Arsya yang kini berjalan menyusuri Dufan.Belum menemukan apa yang ingin mereka lakukan, keempatnya hanya berjalan-jalan sambil menikmati keramaian sore wahana tersebut yang kini mulai dihiasi kerlap-kerlip lampu hingga tak lama Aludra yang berjalan di depan bersama Arka berhenti melangkah."Mas, komidi putar," kata Aludra sambil menunjuk wahana komidi putar yang tak jauh dari tempatnya dan yang lain berdiri."Mau naik?" tanya Arka. "Eh itu mutarnya kenceng enggak sih?""Enggak," jawab Damar. "Enggak lihat tuh banyak anak-anak yang naik. Kalau banyak anak-anak berarti aman.""Mau, Ra?""Mau, Mas.""Kamu mau juga, Sya?" tanya Damar pada Arsya."Boleh deh."Mengantri sebentar, keempatnya langsung mencari tempat kosong yang bisa mereka duduki di sana."Aku di sini," kata Aludra yang langsung duduk di sebuah bangku kosong."Oke," kata Arka. Percaya diri, dia menghampiri Aludra untuk ikut du
***"Silakan.""Ini kenapa antriannya dikit banget sih? Harusnya kan rame."Sambil melangkah menuju kereta yang akan dia naikki, Damar tak hentinya bergerutu. Entah kebetulan atau apa, wahana menyeramkan yang akan dia dan Arka naikki tiba-tiba saja tak terlalu ramai karena hanya beberapa menit menunggu, kini Damar dan Arka sudah mendapat giliran untuk naik."Harusnya antrian ini sampe belasan meter biar enggak keburu terus tutup," sahut Arka yang berjalan persis di belakang Damar."Nah." Kali ini Damar setuju. Menoleh dia menjentikkan jarinya di depan wajah Arka. "Setuju. Emang harusnya gitu.""Iya.""Terus sekarang gimana?" tanya Damar.Arka menaikkan sebelah alisnya. "Apanya yang gimana?""Aku tau kamu takut, Ar. Enggak usah so berani," ujar Damar."Terus?" tanya Arka. "Kita udah sampe sini juga, kan? Kalau kabur, Aludra marah. Aku enggak mau kandungannya kenapa-kenapa."Damar menggaruk tengkuknya. "Iya sih," jawabnya. "Lagian kamu kenapa pake bawa Aludra ke sini sih? Kaya enggak ad
***"Ar, gimana kalau kita kabur aja sekarang? Sumpah, enggak kuat. Aludra ngidamnya makin nyiksa."Berdiri di antrian, sebuah usulan tersebut dilontarkan Damar pada Arka yang kini berdiri di belakangnya.Seolah belum puas mengerjai Damar dan Arka, Aludra memang kembali meminta dua pria itu menaikki satu wahana lagi di Dufan.Memberi dua pilihan, Aludra meminta Arka dan Damar memilih antara wahana tornado dan kora-kora. Membandingkan, dua wahana tersebut akhirnya Damar dan Arka sepakat memilih kora-kora meskipun pada kenyataannya mereka pun masih takut menaikki wahana tersebut."Kalau kabur, Aludra pulang sama siapa, Dam?" tanya Arka. "Ini Jakarta utara lho, pulang ke Jaksel itu enggak dekat.""Ya habisnya aku takut, Ar. Sekarang kora-kora, nanti apa? Arum jeram? Tornado? Histeria? Lama-lama copot juga nih jantung," oceh Damar panjang lebar."Lagian penakut banget jadi cowok, badan aja gede. Naik wahan histeris," cibir Arka yang tentu saja langsung mendapatkan delikkan tajam dari Dama
***"Nasi gorengnya, silakan."Keempat orang yang duduk di sebuah meja itu langsung menyambut kedatangan pelayan yang datang membawa pesanan mereka masing-masing.Melewati banyak drama di Dufan, Aludra, Arka, Arsya, juga Damar memutuskan untuk mampir ke sebuah restoran sebelum pulang agar dalam perjalanan nanti, perut mereka tak kosong."Terima kasih, Mbak."Arka dan Damar yang duduk di ujung langsung mengambil empat piring nasi goreng yang diberikan pelayan tersebut lalu setelahnya mereka pun mengambil empat gelas minuman yang kebetulan sengaja disamakan.Nasi goreng juga es teh manis, menjadi menu yang diinginkan keempatnya untuk makan malam."Buat kamu yang enggak pedes," kata Arka sambil memberikan nasi goreng Aludra yang sedikit berbeda karena memang miliknya sengaja tak pedas."Makasih, Mas.""Kamu mau yang mana?" tanya Damar pada Arsya. "Mana aja, sama, kan?" tanya Arsya."Sama sih.""Ya udah yang mana aja.""Oke."Setelahnya kegiatan makan malam berlangsung. Masing-masing dar
***"Mau langsung pulang?""Iya, capek.""Ya udah, kita langsung pulang ya, kasian si kembar juga pasti capek."Oke."Acara makan malam selesai, kedua pasangan akhirnya membubarkan diri. Tak bersama, Arka dan Aludra lalu Damar juga Arsya mengambil jalan yang berbeda tepat setelah keluar dari pintu tol karena memang tujuan Damar adalah rumah sakit.Sesuai janji, Damar akan mengantar Arsya dengan mobil yang terpisah.Pukul sembilan malam—setelah menempuh perjalanan cukup jauh, pajero sport yang dikendarai Arka akhirnya sampai di depan rumah Aludra.Tak tidur, sampai mobil berhenti di depan teras, Aludra masih terjaga karena memang dia sengaja menemani Arka di jalan agar pria itu tak mengantuk."Sebentar," kata Arka ketika Aludra baru saja melepas seat beltnya."Kenapa, Mas?""Tunggu." Membuka pintu mobil, Arka mengitarinya lalu membukakan pintu untuk Aludra. "Kamu bilang Damar akan memperlakukan Arsya seperti ratu, begitupun aku. Kali ini kamu bukan cadangan. Kamu ratu sesungguhnya di h
***"Kenapa malah ngelamun?"Aurora menoleh ketika Dewa berjalan menghampirinya yang kini tengah sibuk mengemasi semua pakaian ke dalam koper.Seminggu tinggal di Swiss untuk menjaga Alula, hari ini Aurora dan Dewa memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Banyak yang harus diurus—termasuk perusahaan, membuat Dewa tak bisa berlama-lama di luar negeri, meskipun itu untuk menjaga putrinya.Bukan tak mau, tapi Dewa pun harus bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Dia tak bisa terlalu lama meninggalkan perusahaan tanpa pemimpin karena itu terlalu beresiko dan Aurora?Sebagai istri yang baik, dia harus tetap mendampingi suaminya."Aku enggak enak hati," kata Aurora. "Enggak tahu kenapa, lihat wajah Alula itu kaya beda. Bercahaya banget dia, Mas."Dewa tersenyum tipis. Berusaha menenangkan sang istri, dia mengusap lembut bahu Aurora. "Itu artinya Lula akan segera sadar," ucapnya.Aurora menoleh lalu memandang Dewa. "Ini Swiss, Mas. Kamu bilang negara ini punya fasilitas terbaik di di bidang ke
***"Gimana, Sya? Udah normal belum?"Menemui Arsya tepat pukul setengah tiga sore, Aludra langsung melakukan pemeriksaan dan tentunya step pertama yang diperiksa Arsya—sebagai obgyn baru untuk Aludra adalah; tekanan darah.Lebih baik dari hasil pemeriksaan dua minggu lalu, tekanan darah Aludra sudah terbilang cukup normal."Seratus sepuluh per delapan puluh, normal," kata Arsya sambil melepaskan alat yang barusan dia pakai memeriksa tekanan darah Aludra."Syukurlah," kata Arka."Seriusan normal?" tanya Aludra yang cukup speecles, pasalnya dokter lama dia berkata Aludra sedikit susah menaikkan tekanan darahnya."Iya normal, Ra," jawab Arsya. "Ada keluhan lain selain morning sickness sama kram enggak?""Enggak sih," jawab Aludra. "Udah beberapa hari ini mualku juga udah mereda.""Bagus dong," kata Arsya. Dia yang duduk di depan Aludra dan Arka lantas memandang Arka sambil menahan senyum. "Mual kamu udah diborong sama Arka waktu itu.""Maksudnya?"Arsya terkekeh. "Seminggu lalu di Dufan
***"Damar mana ya, lama banget."Sekali lagi, Arsya melirik arloji di pergelangan tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul enam sore.Menunggu dengan gelisah, hampir setengah jam Arsya menunggu kedatangan Damar sambil duduk di sebuah bangku panjang di koridor rumah sakit.Backstreet. Arsya yang semula mengajak Damar untuk menyembunyikan hubungan mereka sementara waktu dari Alfian, pada akhirnya harus pasrah juga ketika Papanya itu memergoki dia ketika sedang menelepon Damar—tentunya dengan nada bicara yang berbeda dari biasa—layaknya pasangan kekasih pada umumnya.Bukan orang tua yang kuno, Alfian langsuny bisa menebak jika putri bungsunya itu menjalin hubungan dengan Damar dan tentu saja setelah kejadian itu—hari ini, Damar diundang makan malam oleh Alfian.Arsya sebenarnya sempat menolak permintaan Alfian yang menyuruh Damar datang. Namun, ancaman sang papa yang tak akan memberikan restu tentunya membuat Arsya mau tak mau akhirnya meminta Damar untuk datang ke rumahnya malam ini