#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku
4. Masalah
Marsel menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk miliknya. Menatap langit-langit kamar. Pikirannya berkelana. Sepertinya dia menyesal telah melakukan kurang ajar kepada Ayana tadi pagi. Bahkan, kalimatnya sungguh sangat pedas. Ah, dia jadi memikirkan bagaimana kondisi gadis itu? Dia mengacak rambutnya kesal. Meraih handphone miliknya dan akan berencana menelepon gadis itu. Tetapi, belum sempat dia memencet tombol hijau untuk memulai teleponan mereka. Tubuhnya sudah terlebih dahulu terbentur tembok dengan cukup keras.
Marsel meringis ketika merasakan sakit yang teramat di punggungnya. Dia menatap sang ayah yang rupanya pelaku dari itu semua. Mata Putra tampak jelas menampakkan akan kemarahan dan Mars tahu apa alasannya. Sudah dipastikan tidak jauh dari Ayana. Belum sempat Marsel mengeluarkan suaranya. Putra kembali membenturkan tubuh putranya itu dengan keras. Membuat Mars terpekik. Pekikan itu membuat Hera terkejut. Wanita berkepala empat itu dengan tergesa-gesa menaiki anak tangga untuk menuju ke kamar putranya. Dia sangat terkejut ketika sang suami hendak menampar putranya itu. Dengan cepat, dia menggagalkan tindakan sang suami. Membuat Putra menggeram kesal.
"Mas! Udah, Mas!" pekik Hera seraya memeluk putranya.
Putra membalikkan badannya. Meraup kasar wajahnya. Napasnya berat, menahan amarah. Sebisa mungkin dia memendam amarah itu. Jika Hera sudah bertindak, dia tidak bisa lagi melakukannya lebih jauh. Bagaimana pun dia tidak mau Hera kecewa kepadanya. Putra memejamkan kedua matanya, lalu mengembuskan napas panjang.
"Tolong beri nasehat kepada putramu itu agar menjadi anak penurut, Hera!"
Setelah mengatakan itu, Putra melangkah pergi. Meninggalkan Hera dan Marsel yang terdiam. Mendengar rintihan putranya, Hera pun tersadar. Membantu anak pertamanya itu untuk duduk di ujung kasur dan segera mengambil P3K untuk mengobatinya. Mars sesekali meringis kecil. Membuat Hera mengembuskan napasnya lelah. Sebenarnya ada masalah apa di antara ayah dan anak ini?
"Kamu ada masalah sama ayah?" Hera memulai obrolan mereka.
Marsel menyengir. "Sepertinya dengan tidak sengaja Mars membangkitkan jiwa buto ijo ayah," jawabnya diakhiri dengan cengiran. Hera hanya menggelengkan kepalanya pelan. Dalam situasi seperti ini, putranya itu masih saja bercanda. Hera yang gemas pun dengan sengaja menekan luka Marsel, membuat pemuda itu terpekik.
"Bunda gak mau tau, pokoknya kamu harus selesaikan masalah kamu dengan ayahmu. Bunda pengen keluarga ini harmonis. Apapun yang ayah bilang, percayalah itu yang terbaik buat kamu, Bang." Hera merapikan kembali kotak P3K dan melangkah pergi. Memberi ruang untuk putranya merenung.
Marsel pun hanya menatap pintu kamarnya yang ditutup oleh sang bunda. Dia juga tahu ayahnya menginginkan yang terbaik untuknya. Tetapi, dia juga tidak mau melukai Ayana lebih dalam. Bukankah dia begitu berengsek mempermainkan gadis itu selama satu bulan ini? Menjadikannya seorang pacar, nyatanya dia tidak menaruh hati kepadanya. Melainkan menjadikannya seorang mesin otak untuk menyelamatkan nilainya yang menang Marsel akui, nilainya naik ketika gadis itu masuk ke dalam kehidupannya. Mars membaringkan tubuhnya. Dia sangat pusing memikirkan itu semua. Atau, dia harus belajar membuka hati kepada Ayana? Bukankah gadis itu tidak terlalu buruk. Lelah memikirkan itu semua. Membuat Mars tanpa sadar masuk ke dalam dunia mimpinya.
Di sisi lain, Ayana baru saja pulang dengan keadaan yang cukup kacau. Seragam yang basah, rambut yang acak-acakan, mata memerah. Gadis itu mengetuk pelan pintu rumahnya. Rumah yang sederhana. Tidak mewah dan tidak pula buruk. Tidak mendapatkan respon, gadis itu kembali mengetuk pintu. Hingga suara kunci diputar dia tangkap di indera pendengarannya. Ayana tersenyum ketika mendapati sang ibu membukakan pintunya.
"Ke mana aja hah?! Habis melayani om-om?!" gertak sang ibu.
Senyum di bibir gadis itu seketika menghilang. Bergantikan dengan wajah sendu. Gadis itu menunduk. Dia tidak tau harus bagaimana lagi bahwa kejadian satu tahun yang lalu hanyalah kesalahpahaman. Melihat putrinya yang tak kunjung menjawab, membuat Erin menggeram kesal. Dengan keras dia menarik lengan putrinya dan membawanya ke kamar mandi. Mengguyur tubuh gadis itu beberapa kali. Menulikan pendengarannya ketika Ayana memohon kepada untuk berhenti. Setelah puas, akhirnya Erin menghentikan aktivitasnya yang tidak pantas untuk ditiru.
"Sampai kapan kamu terus-menerus membuat mama malu, Ayana?!" teriak Erin. Air mata wanita itu meluncur. Membuat hati Ayana sesak. Dia tidak bisa melihat ibunya menangis, bahkan ketika Erin menangis karena dirinya.
"Ma, kejadian satu tahun itu hanya salah paham," balas Ayana pelan.
Erin yang mendengar itu berdecih. "Mama gak percaya! Dengan mata mama sendiri, mama lihat kamu melakukan hal yang tak senonoh dengan om-om, Ay!" suara Erin meninggi.
Ayana menggeleng seraya terisak. Kata-kata yang selama ini ingin dia keluarkan seketika terhenti. Bibirnya seakan terkunci. Hanya gelengan yang mampu dia berikan ketika sang mama bertanya kepadanya. Tidak mau bertingkah lebih, Erin lebih memilih pergi dengan membanting pintu kamar mandi. Membuat Ayana tersentak kaget. Gadis itu menarik kedua kakinya. Memeluknya erat, menumpahkan semua air matanya.
Sedangkan di sisi lain, Erin sebenarnya tidak benar-benar pergi. Wanita itu bersandar di sisi dinding kamar mandi. Menumpahkan air matanya, menagis dalam diam. Dari luar dia bisa mendengar putrinya terisak. Sesak rasanya ketika mendengar putrinya menangis sepilu itu. Tetapi, egonya yang tinggi membuatnya tidak bisa menahan diri. Kejadian itu membuatnya berubah. Tidak ada lagi kalimat ramah yang ia berikan kepada sang putri. Tidak adalah lagi senyuman untuk Ayana.
"Maaf, maafkan mama," gumam Erin lalu melangkah pergi.
***
Ayana mengerjap. Sepertinya dia tertidur di kamar mandi. Tubuhnya merasa dingin dan menggigil. Sudah dipastikan dia terserang demam. Dengan langkah tertatih-tatih, dia melangkah menuju ke kamarnya. Mengganti pakaian dan kembali tidur di kasurnya. Tidak lama kemudian, pintu kamar gadis itu terbuka. Menampilkan Erin dengan raut wajah khawatirnya. Jiwa keibuannya muncul ketika tidak sengaja melihat putrinya baru saja keluar dari kamar mandi dengan langkah gontai. Rasa penyesalan pun menjalar, ketika mengetahui bahwa putrinya demam. Dengan telaten, dia menyelimuti putrinya. Lalu, mengompresnya dengan penuh kasih sayang. Andai, Ayana tahu. Gadis itu akan berteriak senang. Tetapi, sayangnya gadis itu sudah masuk ke dalam alam mimpinya. Erin mengusap lembut pipi kanan putrinya. Mengecupnya pelan.
"Selamat tidur, putri mama. Maafin kelakuan mama selama ini ya," bisik Erin lalu melangkah pergi.
***
Sinar mentari yang menerobos masuk dari jendela kamar Ayana, membuat gadis itu mengerjap. Dia menghalangi sinar itu dengan tangan kanannya. Gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk. Sebuah kain yang basah dari dahinya membuat senyum di bibirnya terbit. Dia yakin bahwa itu adalah mamanya yang melakukannya. Mendengar pintu terbuka, membuat gadis itu menoleh. Mendapati sang mama dengan wajah cueknya.
"Mama ya—" Ucapan Ayana terpotong.
"Jangan percaya diri kamu! Mama melakukan itu biar kamu gak merepotkan mama! Sekarang mandi dan berangkat sekolah!" ketus Erin.
Ayana mengangguk masih dengan senyumannya. Walau nada sang mama terdengar begitu cuek, tetapi percayalah di kalimat itu, tersimpan nada perhatian dari Erin. Dengan langkah gontai, Ayana menuju ke kamar mandi dan segera bersiap. Rupanya demamnya masih belum juga turun. Tapi, seperti apa yang dikatakan Erin, dia tidak mau membuat mamanya repot hanya karena dirinya. Tidak masalah, demam adalah penyakit kecil tidak berbahaya. Pikir gadis itu.
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku5. Berubah?"Udah denger belum, kemarin Kak Marsel bilang kalau Ayana cuma permainannya doang lho.""Masa sih?""Iya. Berita itu udah kesebar luas.""Kasihan ya.""Ngapain kasihan, dianya aja yang kepedean."Ayana hanya bisa menunduk dalam. Langkahnya yang gontai membuatnya harus lebih lama mendengarkan kalimat-kalimat pedas itu. Banyak tatapan mata tertuju ke arahnya. Hingga tanpa sengaja dia melihat sepasang sepatu yang berdiri di hadapannya. Dia mendongak dan menemukan Jasmin dan kedua sahabatnya. Ayana semakin menciut ketika melihat seringai dari ketiganya. Tubuhnya pun sudah membunyikan alarm berbahaya kepadanya. Percayalah, sekarang dia tahu apa yang akan mereka lakukan kepadanya."Nah ini dia si gadis menyedihkan itu, Gaes. Iya sih, diangkat jadi pacar. Tapi sayang, cuma dijadiin boneka doang.
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku6. Kemarahan VanyaAyana terlonjak kaget. Gadis itu mengerjapkan matanya, seraya menatap gadis yang terlihat amat marah di depannya. Gadis itu adalah kakak kelasnya dan juga merupakan teman sekelas kekasihnya, Marsel. Entah mengapa, perasaan menjadi tidak enak, terlebih ketika melihat Vanya menatapnya nyalang penuh kebencian. Semua mata kini menatap ke arah meja Ayana, Zewa, dan Ale."Lo apa-apaan sih! Buat kaget aja," ketus Zewa."PMS kali," gumam Ale.Sedangkan Vanya melotot. Menatap tajam ke arah kedua pemuda di depannya yang hanya dibalas dengan tatapan malas oleh Ale dan Zewa. Keduanya sudah biasa menghadapi tingkah gadis itu. Melupakan semua ucapan kedua teman satu kelasnya, Vanya kini beralih menatap gadis yang tengah menatapnya bingung. Tanpa aba-aba, Vanya menjambak rambut panjang milik Ayana. Membuat sang empu menjerit dan langsung berdiri karena jambakan
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku7. Jalan BarengDi sebuah kamar yang tidak terlalu besar, seorang gadis berbaring di atas kasurnya seraya menatap langit-langit kamarnya. Senyum terus saja terukir di wajahnya. Kejadian tadi pagi berhasil membuat hatinya uang semula hancur kembali menghangat. Sikap Marsel membuatnya kembali mengurungkan niatnya untuk menyudahi hubungannya dengan kekasihnya itu. Ayana berguling ke kanan, menjadikan posisinya berubah menjadi tengkurap. Dia menggigit bantal gulingnya ketika tidak bisa menahan kebahagiaannya yang terlalu menggebu."Kak Mars romantis banget tadi, ya ampun!" pekik gadis itu tertahan. Dia tidak mau mengganggu ketenangan sang ibu.Sebuah notifikasi pada handphone-nya membuat Ayana menoleh. Menatap layar handphone-nya, yang menunjukkan sebuah pesan dari Mars. Dengan semangat gadis itu membaca pesan itu. Senyumannya semakin mengembang ketika mendapati sang kekasih sudah berad
Sebatas PERMAINAN Pacarku8. Ingkar JanjiDi depan rumah, Ayana tengah menunggu kehadiran Marsel. Kemarin malam, pemuda itu berjanji akan menjemputnya dan berangkat bersama ke sekolah. Senyuman manis setia menghiasi wajah gadis itu. Dengan sabar dia menunggu. Sesekali menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan apakah kekasihnya sudah segera sampai. Tetapi, sudah setengah jam sosok yang ditunggu-tunggu belum juga terlihat.Ayana mulai cemas. Sebab, lima belas menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Dengan segera dia mengambil handphone-nya, mencoba menghubungi Marsel. Sudah berulang kali, tapi tak kunjung mendapat balasan. Bahkan, untuk yang terakhir kalinya, telepon itu sengaja ditutup. Membuat Ayana terdiam. Pikirannya mulai menjelajah. Sibuk. Satu kata yang tiba-tiba datang di pikirannya. Ayana tersadar dari keterdiamannya, ketika melihat dia tidak memiliki banyak waktu lagi. Terlebih, jarak antara rumahnya dan sekolahnya cukup ja
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku9. Murahan?"Cinta memang membodohkan, kepintaran seseorang seketika hilang. Karena memang nyatanya sebuah rasa tidak lagi menggunakan logika melainkan perasaan."_Ayana_Langkah Ayana semakin cepat. Kini tujuannya adalah kantin sekolah. Menemui kekasihnya yang sudah dipastikan berada di sana bersama kedua sahabatnya. Dia ingin segera menyelesaikan kesalahpahaman tadi pagi. Dia tidak mau Marsel memikirkan tentang dirinya yang tidak-tidak. Tidak memperdulikan tatapan tajam dari para kaum hawa, gadis itu terus melangkah. Langkahnya berangsur-angsur pelan, ketika melihat sang kekasih tengah duduk bersama kedua sahabatnya. Marsel tampak sibuk dengan benda pipihnya.Ale yang menyadari kehadiran Ayana sontak menyikut pelan tubuh Marsel. Membuat pemuda yang duduk di sampingnya berdecak dan segera menoleh ke arah Ale. Ale yang melihat itu pun menunj
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku10. Jaga JarakSatu minggu Ayana harus menelan pahit kemesraan Marsel dengan Vanya. Keduanya tampak tertawa bahagia, melupakan dirinya yang masih berstatus sebagai kekasih Marsel. Mereka begitu tenang, seperti tidak memikirkan bagaimana kondisinya kini. Ayana hanya bisa menunduk ketika melewati keduanya. Genggamannya pada setumpuk buku di tangannya semakin erat. Hatinya sakit. Napasnya tercekat. Ketika melihat sang kekasih tidak menyapanya, bahkan untuk menoleh.Dia menahan isaknya. Menatap nanar punggung Marsel yang mulai menjauh bersama Vanya. Untung saja di koridor tersebut sepi. Membuatnya tidak akan mendengarkan tawa menyebalkan dari para siswa-siswi lainnya. Ayana mendongak, mencoba menahan air matanya yang hampir keluar begitu saja. Menghirup udara panjang lalu mengembuskannya pelan. Cukup membantu, sebelum dia kembali menuju ke tempat tujuannya.Kantor terlihat sepi. Ayana mencoba
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku11. Fitnah"Tanpa kepercayaan, berapa lama pun suatu hubungan terjalin semuanya tidak ada artinya."***Plak!Sebuah tamparan yang amat keras, berhasil mendarat di pipi kanan Ayana. Gadis yang masih menggunakan seragam sekolahnya itu menoleh. Meringis tertahan. Dia menatap tidak percaya dengan apa yang sang ibu lakukan. Sedangkan Erin menatap tangan kanannya nanar. Tetapi itu hanya sesaat. Perempuan paruh baya itu kembali memasang wajah marahnya. Ayana tidak tahu apa alasan ibunya menamparnya, bahkan terlihat marah seperti ini. Dia baru saja pulang sekolah. Tapi, apa?"Ibu?" Panggil Ayana pelan. Ditatapnya manik mata sang ibu."Kau!" Erin menunjuk putrinya. Tangannya bergetar menahan amarah. "Dasar pembuat malu saja!" lanjutnya kesal.Ayana menatap ke sekeliling. Di luar pagar rumahnya, terdapat beberapa orang-oran
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku12. FarezPintu kelas Ayana diketuk oleh seseorang. Membuat seisi kelas dengan serempak menoleh. Mendapati seorang pemuda dengan wajah datarnya. Semua murid mulai berbisik-bisik akan kehadiran salah satu most wanted di sekolah ini. Seorang pemuda yang digadang-gadang memiliki kelainan karena tidak pernah terlihat berbaur dengan seorang wanita selama ini. Berbeda dengan Ayana yang mengernyitkan dahi. Dia tidak mengenali pemuda itu. Bahkan seingatnya dia tidak pernah bertemu dengan pemuda itu selama bersekolah di sini."Ayana." Satu kata yang keluar dari bibir pemuda itu. Membuat suasana semakin gaduh. Terlebih baru saja beberapa jam yang lalu Ayana diputuskan oleh Marsel.Ayana menunjukkan dirinya sendiri seraya berucap 'Aku?' dengan wajah bingungnya. Mendapatkan anggukan dari sang pemuda, gadis itu mulai bangkit dan meminta izin kepada guru yang tengah mengajarnya. Kini keduanya berjalan
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku85. Endingnya"Sebenarnya tidak ada kata 'ending' di setiap kisah. Karena hidup terus berlanjut walaupun kematian tengah menunggu."_Author_***Di atas panggung mewah di depan sana, berdiri sepasang suami-istri, yang baru saja resmi. Ayana dan Marsel tampak sangat bahagia. Senyum terus terpatri di wajah mereka. Hari ini, mereka sudah benar-benar resmi memiliki satu sama lain. Tidak berselang lama, Rain, Vanya, Jasmin, Zewa, Ale, dan Farez datang mendekati mereka dengan saling berpasangan dengan pasangan mereka masing-masing."Cie udah nikah!" ujar Rain dan langsung memeluk tubuh Ayana erat."Cepet nyusul," ujar Ayana seraya terkekeh. Mendengar itu Rain mengerucutkan bibirnya. Menatap sinis ke arah Ale."Noh, dianya aja yang gak peka-peka!" sungut Rain seraya menghentak-hentakkan kedua kak
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku84. Truth or Dare!Bisa lepas dari bau-bau obat dan juga makanan hambar, Ayana menghirup kembali udara bebas banyak-banyak. Padahal gadis itu sudah pulang sejak tiga hari yang lalu. Marsel yang berdiri di samping gadis itu tersenyum tipis. Rambut panjang Ayana bertebaran tertiup angin. Senyum manis terbit wajah gadis itu. Kedua mata gadis itu tampak terpejam menikmati belaian lembut sang angin. Sinar mentari yang tak terlalu terik membuat suasana semakin membuat suasana semakin sejuk. Kedua tangan gadis itu menggenggam erat pagar pembatas rooftop. Marsel perlahan menggenggam tangan kiri gadis itu, lalu menautkannya dengan tangan kanannya membuat kedua mata cantik Ayana terbuka."Seneng?" tanya Marsel. Ayana mengangguk semangat."Banget!" jawabnya menggebu-gebu. Kini, keduanya tengah menghabiskan waktu bersama di rooftop. Bel masuk beberapa menit yang lalu membuat
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku83. Dia Kembali"Sang mentari redup, membuat dunia tenggelam dalam kegelapan. Menyisakan rasa kesedihan dan juga kehampaan. Hingga semuanya terobati akan kembali sang mentari."_Marsel_***Kedua manik mata yang sudah sebulan itu tak pernah terbuka perlahan terbuka. Kedua mata indah itu menatap ke sekeliling, dia tahu sekarang dirinya berada di mana. Rumah sakit. Gadis itu menoleh ketika merasakan tangan kanannya berat seakan ada sesuatu yang menimpanya. Seulas senyum terpatri di wajah pucat itu ketika mengetahui seseorang yang amat dia cintai kini tertidur di sampingnya dengan tangan kiri cowok itu menggenggam erat tangan kanan miliknya. Namun, bayangan di mana perlakuan cowok itu, membuat senyum indah itu pudar bergantikan dengan hembusan napas panjang. Perlahan dia melepaskan cengkraman tangan itu dengan sangat amat pelan. Tetapi, rupanya pergerakannya membuat cowok itu t
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku82. Menanti"Aku tahu Tuhan sedang menghukumku, tapi aku tidak akan lelah untuk menunggumu kembali menyapaku."_Marsel Anggara Saputra_Erin mendesah ketika melihat sosok Marsel masih setia menunggu putrinya yang belum kunjung membuka kedua matanya. Sudah satu minggu, Ayana tidak menampilkan tanda-tanda akan segera sadar dari komanya. Satu minggu itu pula, Marsel setia menunggu gadis itu seraya sesekali mengecup punggung tangan putrinya, atau mengajak mengobrol walau tidak mendapatkan respon, atau tidur di bangku samping brangkar gadis itu. Erin sendiri sudah beberapa kali menyuruh Marsel untuk beristirahat. Bahkan, cowok itu hanya pulang untuk mengisi perut dan mandi. Tetapi, setelah dua hari yang lalu, cowok itu memutuskan untuk menetap di rumah sakit ketika mendapati informasi bahwa gadisnya ngedrop. Membuat semakin cemas. Sekolah? Bahkan cowok itu mengambil izin hanya untuk menjaga gad
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku81. Keduanya Pergi"Gue memang salah, tapi haruskah aku benar-benar ditinggalkan? Sendirian? Aku hanya butuh seseorang yang mau menuntun ke jalan kebenaran!"_Dia yang Ditinggalkan_***Kini Vanya sedang duduk seorang diri di balkon kamarnya. Dia menatap kosong ke langit malam. Berkali-kali terdengar helaan napas dari bibir mungil gadis itu. Hari itu juga, dia kehilangan sosok sahabat kecilnya, Marsel. Dia menoleh ketika mendengar suara dering dari ponselnya. Menatapnya sejenak sebelum mengangkat telepon tersebut. Farez, meneleponnya. Dia menepuk kening ketika baru mengingat bahwa cowok itu pulang ke Indonesia hari ini. Dia lupa tidak menyambut kedatangannya. Dengan segera dia mengangkat telepon. Tapi, sudah sepuluh menit, tidak ada yang bersuara. Vanya pun memilih diam, dia tidak tahu harus mengucapkan apa."Fa–""
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku80. Si Protagonis Berkedok Antagonis"Jangan hanya menilai buku dari covernya tapi, lihatlah isinya. Begitu pula dengan manusia."_Author_"Gue gak peduli semua orang melihat gue sebagai penjahat di kisah ini, karena gue hanya mengikuti alur yang mereka bicarakan."_Unknow_***"Gak guna lo, lukain diri sendiri kaya gitu." Ucapan seseorang membuat Marsel menoleh. Dia mengernyit mendapati seorang gadis yang kini berdiri di hadapannya dengan melipat kedua tangannya di depan dada seraya tersenyum remeh ke arahnya."Lo ...."Cewek itu terkekeh, melihat raut wajah cowok di depannya. Mana yang sosok kakak kelasnya yang angkuh? Dia melangkah mendekat, menatap kakak kelasnya dari bawah sampai atas. Kacau, satu kata yang menilai penampilan Marsel. Kini, dia tidak bersama para teman-temannya, dia memilih
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku79. Kecelakaan"Aku bertanya padamu, aku di matamu adalah sebuah pohon atau bunga? Jika kau menjawab pohon, aku tak terkejut lagi sebab aku memang hanya sebatas sandaran lelah dan juga pelindungmu dari sang mentari. Tapi, jika kau menjawab bunga, aku cukup terkejut. Karena aku indah di matamu."_Ayana_***Ayana berlari dengan kencang, tidak peduli bahwa dia sudah menabrak para murid lain berkali-kali. Dia terus berlari, hatinya sungguh benar-benar sesak, air matanya terus meluncur dengan deras. Dia memilih keluar gerbang, tidak peduli satpam marah karena ulahnya. Tetapi, siapa sangka. Ada sebuah mobil melaju kencang dari arah samping. Suara klakson dari mobil membuat Ayana seketika menoleh. Kedua matanya membola dan pada hitungan detik kecelakaan terjadi. Tubuh Ayana terlempar beberapa meter. Sang pemilik mobil langsung mengerem, lalu berlari keluar. Zewa yang melihat kejad
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku78. Murka"Kukira saat kau kudiamkan, kau akan menyadari kesalahanmu tetapi tetap saja. Cukup, aku melihatmu bahagia di atas keseihanku!"_Ayana_***Ayana mendengus. Dia kembali membuang muka, tidak tahan melihat tawa kedua manusia yang berada di jok depan mobil. Siapa lagi kalau bukan Ayana dan Marsel. Kini, gadis itu kembali menjadi yang kedua, di belakang! Padahal tadi jok depan yang diduduki Vanya adalah tempatnya. Maksudnya, tadi ya sebelum Marsel memutuskan untuk menjemput Vanya juga, membuat Ayana lagi harus mengalah dan duduk di jok belakang. Namun, apa? Sekarang dia seakan obat nyamuk di sana. Marsel bahkan tidak mengajaknya berbicara dan hanya asik dengan sang sahabatnya. Menyebalkan sekali. Ayana berdehem keras, membuat Marsel tersadar bahwa di jok belakang juga ada gadisnya. Kenapa dia mudah sekali melupakan Ayana jika dirinya ada di samping Vanya?
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku77. Satu Arah yang Selalu Sama"Kamu selalu mengatakan bahwa kau akan berlari ke arahku, tetapi nyatanya tidak. Kamu memilih berputar dan berlari ke arahnya. Lalu, aku harus apa?"***Malam sebelumnya, Marsel di rumah Vanya. Keduanya bercanda tawa bersama. Mereka memilih film komedi. Marsel yang memegang bungkus keripik singkong dan duduk di samping Vanya dengan Vanya yang begitu nyaman bersandar di dada bidang cowok itu sesekali mengambil keripik singkong yang Marsel pegang. Vanya tertawa terbahak-bahak ketika melihat adegan yang menurutnya lucu begitu pula dengan Marsel. Keduanya sangat menikmati film itu sampai tak sadar waktu terus berputar dan mulai menunjuk pukul tengah malam. Saat film itu usai, barulah keduanya tergeletak di atas lantai yang dingin seraya memegangi perut mereka yang kram karena tak henti-hentinya tertawa. Bahkan Vanya sampai mengeluarkan air matanya.