#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku
3. Flashback
Satu bulan yang lalu. Saat itu kehidupan Marsel masih dapat dikatakan baik-baik saja. Pemuda itu pun terkenal akan keramahannya. Murah senyum, suka menolong, baik. Hanya satu saja kekurangannya. Dia tidak cukup terlalu unggul dalam kemampuan otak. Hampir tiap hari semua pekerjaan dia kerjakan dari hasil menyontek. Jikalau tidak, maka nilainya akan kurang dari angka enam puluh.
Saat itu, dia tengah duduk bersama kedua sahabatnya, Ale dan Zewa di kelasnya. Mereka bertiga tertawa bersama saat mendengarkan cerita yang Zewa ceritakan. Ya, humor mereka sangat recjeh. Tetapi, semua sikap Marsel berubah seratus delapan puluh derajat ketika Ayana, si gadis pandai-kebanggaan SMA Merdeka ini, tiba-tiba masuk ke dalam kehidupannya. Masih asik-asiknya mengobrol, panggilan yang ditujukan untuk Marsel terdengar nyaring di alat pemberitahuan yang terhubung di ruang kantor.
"Untuk Marsel Anggara Saputra, kelas Xll IPS 3 harap segera menuju ke ruang kepala sekolah."
Marsel mendengus. Sedangkan, kedua sahabatnya saling pandang. Lalu, menatap Marsel dengan tatapan tanda tanya. Melihat itu Marsel menyeletuk, "Biasa. Masalah nilai, lo pada tau lah bokap gue kek apa."
Ale dan Zewa mengangguk. Mereka memang sudah mengenal betul bagaimana sifat Ayah Marsel. Terlalu disiplin, tegas, dan tentunya menginginkan putra pertamanya itu, menjadi pintar untuk meneruskan pekerjaannya esok. Tetapi, siapa yang tidak mengenal Marsel? Pemuda itu terus saja tak mendengarkan perintah ayahnya yang untuk terus belajar rajin-rajin agar mendapat nilai yang memuaskan. Saat ditanya kenapa nilainya selalu buruk? Maka, Marsel akan menjawab dengan kalimat, 'masa remaja tidak boleh disia-siakan'.
Marsel bangkit dari duduknya. Lalu, melangkah dengan langkah malas. Sudah dipastikan dia akan mendapatkan ceramah sang ayah yang sangat panjang. Lalu, akan dibanding-bandingkan dengan anak lain. Bukankah itu memuakan? Tanpa mengetuk pintu, pemuda itu langsung saja menyelonong masuk dan duduk dengan santainya. Membuat Pak Guntur, selaku kepala sekolah dan ayahnya Putra menggelengkan kepala mereka.
"Tidak sopan sekali kamu, Mars," tegur Putra.
Marsel berdecih. "To the point aja, bisa? Biar cepat selesai," ujarnya malas.
Putra mengembuskan napasnya lelah. Dilemparkannya selembar kertas yang menunjukkan deretan nilai-nilai sang anak yang semakin lama semakin menurun. Marsel hanya melirik sekolah lalu kembali duduk dengan santainya.
"Bisa dijelaskan itu apa?!" tanya Putra.
"Bukankah Ayah tak buta? Lalu, apa Ayah tak bisa melihatnya? Oh, atau Ayah ini sebenarnya tak bisa membaca? Sehingga masih harus Mars jelaskan?" ketus Marsel.
Mendengar jawaban sang anak. Membuat Putra mengepalkan kedua tangannya. Amarah mulai bangkit. Ya, laki-laki itu sangat susah mengendalikan emosinya. Bukankah begitu sama dengan Marsel? Memang benar buah jatuh tak jauh dari pohonnya! Putra menggebrak meja dengan keras. Membuat Pak Guntur dengan hati-hati mencoba menenangkan laki-laki itu. Sedangkan Mars? Pemuda itu masih terlihat begitu santai.
"Tujuanmu pergi ke sekolah itu apa?! Belajar atau hanya bermain-main hah?!" Nada bicara Putra meninggi.
"Kalau boleh jujur, pilihan kedua," balas Mars santai.
Putra menatap nyalang anak pertamanya itu. Dia cukup kesal dengan jawaban anaknya. Bagaimana tidak? Selama ini dia bekerja keras untuk membiayai sekolah anaknya itu. Tetapi, jawaban Marsel hanya sebagai bermain-main? Lalu, dia hanya membuang uang selama ini?
"Kalau begitu, jangan bersekolah!" ancam Putra.
Mendengar itu Marsel langsung menatap tajam ayahnya. Sedangkan Pak Guntur, gelagapan. Dia tidak bisa membiarkan itu terjadi. Bagaimana pun, keluarga Marsel adalah penyumbang terbesar untuk sekolah ini. Ketegangan itu terjadi untuk beberapa menit, sebelum suara pintu terbuka. Memperlihatkan seorang siswi dengan senyumannya seraya memegang piala besar. Tentu saja hal itu membuat ketiga orang tersebut menatapnya. Sedangkan sang gadis hanya tersenyum canggung. Sepertinya dia datang di waktu yang salah.
"Maaf, Pak menganggu," ujar siswi tersebut.
Pak Guntur langsung menahan siswi itu yang hendak pergi. "Masuk saja, Ay. Apakah lombanya sudah selesai? Ah, kau memenangkannya kembali? Bapak bangga padamu," ujar Pak Guntur.
Sedangkan Ayana tersenyum canggung. Akhirnya gadis itu melangkah masuk dan menyerahkan piala yang dia dapatkan ke Pak Guntur. Tentu saja diterima dengan senang hati. Di piala itu bertuliskan 'juara satu lomba matematika dan sains tingkat kabupaten', hal itu membuat Putra yang tersenyum tipis. Tiba-tiba ide muncul di otaknya. Setelah kepergian siswi itu, Putra tersenyum ke arah Marsel. Marsel yang melihat itu hanya mengembuskan napas panjang. Dia tahu bahwa ayahnya itu memiliki ide gila dan sialnya harus dia turuti jika tidak, ancaman yang dia dapatkan. Menyebalkan!
Sepulang sekolah, Marsel melangkah masuk ke dalam rumah yang megah nan besar milik keluarganya. Rumah besar itu hanya ditinggali oleh empat orang saja. Putra, Hera-Ibu Marsel dan Ila, Ila-anggota keluarga termuda, dan Marsel. Hera tak pernah mau mencari pembantu atau sejenisnya. Katanya, itu akan membuang uang saja. Terlebih, dia juga mau menjadi istri yang terbaik dan ibu terbaik. Putra pun hanya bisa mengangguk, walau dia cukup khawatir jika istrinya itu terlalu lelah embgurus rumah sebesar ini. Baru saja hendak melangkah menuju ke tangga, suara berat Putra bergema. Membuat langkah itu terhenti.
"Kau harus menjalin hubungan dengan siswi itu, Marsel!"
Marsel tak bodoh. Dia tahu siapa yang dimaksud ayahnya. Siswi yang tadi masuk ke ruang kepala sekolah dengan membawa piala besar itu. Pemuda itu berbalik, menatap tajam ayahnya.
"Aku tak mencintai dia, Ayah!" ketus Marsel.
"Ayah gak peduli kamu cinta dia apa enggak. Ayah hanya ingin nilaimu bagus! Dekati dia lalu belajarlah bersama dia!"
Setelah mengatakan itu Putra melangkah pergi menuju ke kamarnya. Meninggalkan Marsel yang sudah mengepal dengan kuat. Apa-apa ini?! Kenapa ayahnya selalu memaksakan dirinya untuk menjadi orang yang dia inginkan? Oh ayolah, setiap anak memiliki kelebihan masing-masing. Tak perlu menjadi sempurna untuk mencapai kesuksesan. Marsel memijat pangkal hidungnya, lalu kembali melangkah menuju ke kamarnya. Di kamarnya, suara Ila bergema. Diikuti dengan decitan suara kasurnya. Sudah dipastikan gadis berusia lima tahun itu tengah melompat-lompat di atas kasurnya!
"Ila!" kesal Marsel.
Bagaimana tidak? Kamarnya kini begitu berantakan. Selimut yang tergeletak di lantai, bantal berhamburan di mana-mana, boneka dan masih banyak lagi. Ila yang menyadari kehadiran sang kakak hanya menyengir dan menunjukkan dua jarinya membentuk V.
"Keluar!" ketus Marsel.
Ila mencebik, "Iya-iya! Dasar pelit!"
Gadis kecil itu mengambil bonekanya, sebelum keluar dari kamar sang kakak. Setelah melihat adiknya keluar, Marsel dengan kasar menutup pintunya. Menghasilkan bunyi berdebum. Pemuda itu langsung merebahkan dirinya di atas kasur empuk miliknya. Memejamkan mata. Baiklah mungkin esok kehidupannya tidak akan lagi bisa dikatakan mulus. Siswi itu akan masuk ke dalam kehidupannya dan itu semua karena permintaan konyol sang ayah! Getaran dari handphone-nya mengalihkan pandangannya. Ternyata sebuah pesan dari sang ayah.
[Masalah kamu belum mengenal jauh siswi itu! Tenang saja! Ayah sudah mendapatkan lebih dari cukup identitas gadis itu. Ayah tunggu kabarnya esok!]
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku4. MasalahMarsel menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk miliknya. Menatap langit-langit kamar. Pikirannya berkelana. Sepertinya dia menyesal telah melakukan kurang ajar kepada Ayana tadi pagi. Bahkan, kalimatnya sungguh sangat pedas. Ah, dia jadi memikirkan bagaimana kondisi gadis itu? Dia mengacak rambutnya kesal. Meraih handphone miliknya dan akan berencana menelepon gadis itu. Tetapi, belum sempat dia memencet tombol hijau untuk memulai teleponan mereka. Tubuhnya sudah terlebih dahulu terbentur tembok dengan cukup keras.Marsel meringis ketika merasakan sakit yang teramat di punggungnya. Dia menatap sang ayah yang rupanya pelaku dari itu semua. Mata Putra tampak jelas menampakkan akan kemarahan dan Mars tahu apa alasannya. Sudah dipastikan tidak jauh dari Ayana. Belum sempat Marsel mengeluarkan suaranya. Putra kembali membenturkan tubuh putranya itu dengan keras. Membuat Mars terpekik. Pekikan itu
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku5. Berubah?"Udah denger belum, kemarin Kak Marsel bilang kalau Ayana cuma permainannya doang lho.""Masa sih?""Iya. Berita itu udah kesebar luas.""Kasihan ya.""Ngapain kasihan, dianya aja yang kepedean."Ayana hanya bisa menunduk dalam. Langkahnya yang gontai membuatnya harus lebih lama mendengarkan kalimat-kalimat pedas itu. Banyak tatapan mata tertuju ke arahnya. Hingga tanpa sengaja dia melihat sepasang sepatu yang berdiri di hadapannya. Dia mendongak dan menemukan Jasmin dan kedua sahabatnya. Ayana semakin menciut ketika melihat seringai dari ketiganya. Tubuhnya pun sudah membunyikan alarm berbahaya kepadanya. Percayalah, sekarang dia tahu apa yang akan mereka lakukan kepadanya."Nah ini dia si gadis menyedihkan itu, Gaes. Iya sih, diangkat jadi pacar. Tapi sayang, cuma dijadiin boneka doang.
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku6. Kemarahan VanyaAyana terlonjak kaget. Gadis itu mengerjapkan matanya, seraya menatap gadis yang terlihat amat marah di depannya. Gadis itu adalah kakak kelasnya dan juga merupakan teman sekelas kekasihnya, Marsel. Entah mengapa, perasaan menjadi tidak enak, terlebih ketika melihat Vanya menatapnya nyalang penuh kebencian. Semua mata kini menatap ke arah meja Ayana, Zewa, dan Ale."Lo apa-apaan sih! Buat kaget aja," ketus Zewa."PMS kali," gumam Ale.Sedangkan Vanya melotot. Menatap tajam ke arah kedua pemuda di depannya yang hanya dibalas dengan tatapan malas oleh Ale dan Zewa. Keduanya sudah biasa menghadapi tingkah gadis itu. Melupakan semua ucapan kedua teman satu kelasnya, Vanya kini beralih menatap gadis yang tengah menatapnya bingung. Tanpa aba-aba, Vanya menjambak rambut panjang milik Ayana. Membuat sang empu menjerit dan langsung berdiri karena jambakan
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku7. Jalan BarengDi sebuah kamar yang tidak terlalu besar, seorang gadis berbaring di atas kasurnya seraya menatap langit-langit kamarnya. Senyum terus saja terukir di wajahnya. Kejadian tadi pagi berhasil membuat hatinya uang semula hancur kembali menghangat. Sikap Marsel membuatnya kembali mengurungkan niatnya untuk menyudahi hubungannya dengan kekasihnya itu. Ayana berguling ke kanan, menjadikan posisinya berubah menjadi tengkurap. Dia menggigit bantal gulingnya ketika tidak bisa menahan kebahagiaannya yang terlalu menggebu."Kak Mars romantis banget tadi, ya ampun!" pekik gadis itu tertahan. Dia tidak mau mengganggu ketenangan sang ibu.Sebuah notifikasi pada handphone-nya membuat Ayana menoleh. Menatap layar handphone-nya, yang menunjukkan sebuah pesan dari Mars. Dengan semangat gadis itu membaca pesan itu. Senyumannya semakin mengembang ketika mendapati sang kekasih sudah berad
Sebatas PERMAINAN Pacarku8. Ingkar JanjiDi depan rumah, Ayana tengah menunggu kehadiran Marsel. Kemarin malam, pemuda itu berjanji akan menjemputnya dan berangkat bersama ke sekolah. Senyuman manis setia menghiasi wajah gadis itu. Dengan sabar dia menunggu. Sesekali menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan apakah kekasihnya sudah segera sampai. Tetapi, sudah setengah jam sosok yang ditunggu-tunggu belum juga terlihat.Ayana mulai cemas. Sebab, lima belas menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Dengan segera dia mengambil handphone-nya, mencoba menghubungi Marsel. Sudah berulang kali, tapi tak kunjung mendapat balasan. Bahkan, untuk yang terakhir kalinya, telepon itu sengaja ditutup. Membuat Ayana terdiam. Pikirannya mulai menjelajah. Sibuk. Satu kata yang tiba-tiba datang di pikirannya. Ayana tersadar dari keterdiamannya, ketika melihat dia tidak memiliki banyak waktu lagi. Terlebih, jarak antara rumahnya dan sekolahnya cukup ja
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku9. Murahan?"Cinta memang membodohkan, kepintaran seseorang seketika hilang. Karena memang nyatanya sebuah rasa tidak lagi menggunakan logika melainkan perasaan."_Ayana_Langkah Ayana semakin cepat. Kini tujuannya adalah kantin sekolah. Menemui kekasihnya yang sudah dipastikan berada di sana bersama kedua sahabatnya. Dia ingin segera menyelesaikan kesalahpahaman tadi pagi. Dia tidak mau Marsel memikirkan tentang dirinya yang tidak-tidak. Tidak memperdulikan tatapan tajam dari para kaum hawa, gadis itu terus melangkah. Langkahnya berangsur-angsur pelan, ketika melihat sang kekasih tengah duduk bersama kedua sahabatnya. Marsel tampak sibuk dengan benda pipihnya.Ale yang menyadari kehadiran Ayana sontak menyikut pelan tubuh Marsel. Membuat pemuda yang duduk di sampingnya berdecak dan segera menoleh ke arah Ale. Ale yang melihat itu pun menunj
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku10. Jaga JarakSatu minggu Ayana harus menelan pahit kemesraan Marsel dengan Vanya. Keduanya tampak tertawa bahagia, melupakan dirinya yang masih berstatus sebagai kekasih Marsel. Mereka begitu tenang, seperti tidak memikirkan bagaimana kondisinya kini. Ayana hanya bisa menunduk ketika melewati keduanya. Genggamannya pada setumpuk buku di tangannya semakin erat. Hatinya sakit. Napasnya tercekat. Ketika melihat sang kekasih tidak menyapanya, bahkan untuk menoleh.Dia menahan isaknya. Menatap nanar punggung Marsel yang mulai menjauh bersama Vanya. Untung saja di koridor tersebut sepi. Membuatnya tidak akan mendengarkan tawa menyebalkan dari para siswa-siswi lainnya. Ayana mendongak, mencoba menahan air matanya yang hampir keluar begitu saja. Menghirup udara panjang lalu mengembuskannya pelan. Cukup membantu, sebelum dia kembali menuju ke tempat tujuannya.Kantor terlihat sepi. Ayana mencoba
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku11. Fitnah"Tanpa kepercayaan, berapa lama pun suatu hubungan terjalin semuanya tidak ada artinya."***Plak!Sebuah tamparan yang amat keras, berhasil mendarat di pipi kanan Ayana. Gadis yang masih menggunakan seragam sekolahnya itu menoleh. Meringis tertahan. Dia menatap tidak percaya dengan apa yang sang ibu lakukan. Sedangkan Erin menatap tangan kanannya nanar. Tetapi itu hanya sesaat. Perempuan paruh baya itu kembali memasang wajah marahnya. Ayana tidak tahu apa alasan ibunya menamparnya, bahkan terlihat marah seperti ini. Dia baru saja pulang sekolah. Tapi, apa?"Ibu?" Panggil Ayana pelan. Ditatapnya manik mata sang ibu."Kau!" Erin menunjuk putrinya. Tangannya bergetar menahan amarah. "Dasar pembuat malu saja!" lanjutnya kesal.Ayana menatap ke sekeliling. Di luar pagar rumahnya, terdapat beberapa orang-oran
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku85. Endingnya"Sebenarnya tidak ada kata 'ending' di setiap kisah. Karena hidup terus berlanjut walaupun kematian tengah menunggu."_Author_***Di atas panggung mewah di depan sana, berdiri sepasang suami-istri, yang baru saja resmi. Ayana dan Marsel tampak sangat bahagia. Senyum terus terpatri di wajah mereka. Hari ini, mereka sudah benar-benar resmi memiliki satu sama lain. Tidak berselang lama, Rain, Vanya, Jasmin, Zewa, Ale, dan Farez datang mendekati mereka dengan saling berpasangan dengan pasangan mereka masing-masing."Cie udah nikah!" ujar Rain dan langsung memeluk tubuh Ayana erat."Cepet nyusul," ujar Ayana seraya terkekeh. Mendengar itu Rain mengerucutkan bibirnya. Menatap sinis ke arah Ale."Noh, dianya aja yang gak peka-peka!" sungut Rain seraya menghentak-hentakkan kedua kak
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku84. Truth or Dare!Bisa lepas dari bau-bau obat dan juga makanan hambar, Ayana menghirup kembali udara bebas banyak-banyak. Padahal gadis itu sudah pulang sejak tiga hari yang lalu. Marsel yang berdiri di samping gadis itu tersenyum tipis. Rambut panjang Ayana bertebaran tertiup angin. Senyum manis terbit wajah gadis itu. Kedua mata gadis itu tampak terpejam menikmati belaian lembut sang angin. Sinar mentari yang tak terlalu terik membuat suasana semakin membuat suasana semakin sejuk. Kedua tangan gadis itu menggenggam erat pagar pembatas rooftop. Marsel perlahan menggenggam tangan kiri gadis itu, lalu menautkannya dengan tangan kanannya membuat kedua mata cantik Ayana terbuka."Seneng?" tanya Marsel. Ayana mengangguk semangat."Banget!" jawabnya menggebu-gebu. Kini, keduanya tengah menghabiskan waktu bersama di rooftop. Bel masuk beberapa menit yang lalu membuat
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku83. Dia Kembali"Sang mentari redup, membuat dunia tenggelam dalam kegelapan. Menyisakan rasa kesedihan dan juga kehampaan. Hingga semuanya terobati akan kembali sang mentari."_Marsel_***Kedua manik mata yang sudah sebulan itu tak pernah terbuka perlahan terbuka. Kedua mata indah itu menatap ke sekeliling, dia tahu sekarang dirinya berada di mana. Rumah sakit. Gadis itu menoleh ketika merasakan tangan kanannya berat seakan ada sesuatu yang menimpanya. Seulas senyum terpatri di wajah pucat itu ketika mengetahui seseorang yang amat dia cintai kini tertidur di sampingnya dengan tangan kiri cowok itu menggenggam erat tangan kanan miliknya. Namun, bayangan di mana perlakuan cowok itu, membuat senyum indah itu pudar bergantikan dengan hembusan napas panjang. Perlahan dia melepaskan cengkraman tangan itu dengan sangat amat pelan. Tetapi, rupanya pergerakannya membuat cowok itu t
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku82. Menanti"Aku tahu Tuhan sedang menghukumku, tapi aku tidak akan lelah untuk menunggumu kembali menyapaku."_Marsel Anggara Saputra_Erin mendesah ketika melihat sosok Marsel masih setia menunggu putrinya yang belum kunjung membuka kedua matanya. Sudah satu minggu, Ayana tidak menampilkan tanda-tanda akan segera sadar dari komanya. Satu minggu itu pula, Marsel setia menunggu gadis itu seraya sesekali mengecup punggung tangan putrinya, atau mengajak mengobrol walau tidak mendapatkan respon, atau tidur di bangku samping brangkar gadis itu. Erin sendiri sudah beberapa kali menyuruh Marsel untuk beristirahat. Bahkan, cowok itu hanya pulang untuk mengisi perut dan mandi. Tetapi, setelah dua hari yang lalu, cowok itu memutuskan untuk menetap di rumah sakit ketika mendapati informasi bahwa gadisnya ngedrop. Membuat semakin cemas. Sekolah? Bahkan cowok itu mengambil izin hanya untuk menjaga gad
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku81. Keduanya Pergi"Gue memang salah, tapi haruskah aku benar-benar ditinggalkan? Sendirian? Aku hanya butuh seseorang yang mau menuntun ke jalan kebenaran!"_Dia yang Ditinggalkan_***Kini Vanya sedang duduk seorang diri di balkon kamarnya. Dia menatap kosong ke langit malam. Berkali-kali terdengar helaan napas dari bibir mungil gadis itu. Hari itu juga, dia kehilangan sosok sahabat kecilnya, Marsel. Dia menoleh ketika mendengar suara dering dari ponselnya. Menatapnya sejenak sebelum mengangkat telepon tersebut. Farez, meneleponnya. Dia menepuk kening ketika baru mengingat bahwa cowok itu pulang ke Indonesia hari ini. Dia lupa tidak menyambut kedatangannya. Dengan segera dia mengangkat telepon. Tapi, sudah sepuluh menit, tidak ada yang bersuara. Vanya pun memilih diam, dia tidak tahu harus mengucapkan apa."Fa–""
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku80. Si Protagonis Berkedok Antagonis"Jangan hanya menilai buku dari covernya tapi, lihatlah isinya. Begitu pula dengan manusia."_Author_"Gue gak peduli semua orang melihat gue sebagai penjahat di kisah ini, karena gue hanya mengikuti alur yang mereka bicarakan."_Unknow_***"Gak guna lo, lukain diri sendiri kaya gitu." Ucapan seseorang membuat Marsel menoleh. Dia mengernyit mendapati seorang gadis yang kini berdiri di hadapannya dengan melipat kedua tangannya di depan dada seraya tersenyum remeh ke arahnya."Lo ...."Cewek itu terkekeh, melihat raut wajah cowok di depannya. Mana yang sosok kakak kelasnya yang angkuh? Dia melangkah mendekat, menatap kakak kelasnya dari bawah sampai atas. Kacau, satu kata yang menilai penampilan Marsel. Kini, dia tidak bersama para teman-temannya, dia memilih
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku79. Kecelakaan"Aku bertanya padamu, aku di matamu adalah sebuah pohon atau bunga? Jika kau menjawab pohon, aku tak terkejut lagi sebab aku memang hanya sebatas sandaran lelah dan juga pelindungmu dari sang mentari. Tapi, jika kau menjawab bunga, aku cukup terkejut. Karena aku indah di matamu."_Ayana_***Ayana berlari dengan kencang, tidak peduli bahwa dia sudah menabrak para murid lain berkali-kali. Dia terus berlari, hatinya sungguh benar-benar sesak, air matanya terus meluncur dengan deras. Dia memilih keluar gerbang, tidak peduli satpam marah karena ulahnya. Tetapi, siapa sangka. Ada sebuah mobil melaju kencang dari arah samping. Suara klakson dari mobil membuat Ayana seketika menoleh. Kedua matanya membola dan pada hitungan detik kecelakaan terjadi. Tubuh Ayana terlempar beberapa meter. Sang pemilik mobil langsung mengerem, lalu berlari keluar. Zewa yang melihat kejad
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku78. Murka"Kukira saat kau kudiamkan, kau akan menyadari kesalahanmu tetapi tetap saja. Cukup, aku melihatmu bahagia di atas keseihanku!"_Ayana_***Ayana mendengus. Dia kembali membuang muka, tidak tahan melihat tawa kedua manusia yang berada di jok depan mobil. Siapa lagi kalau bukan Ayana dan Marsel. Kini, gadis itu kembali menjadi yang kedua, di belakang! Padahal tadi jok depan yang diduduki Vanya adalah tempatnya. Maksudnya, tadi ya sebelum Marsel memutuskan untuk menjemput Vanya juga, membuat Ayana lagi harus mengalah dan duduk di jok belakang. Namun, apa? Sekarang dia seakan obat nyamuk di sana. Marsel bahkan tidak mengajaknya berbicara dan hanya asik dengan sang sahabatnya. Menyebalkan sekali. Ayana berdehem keras, membuat Marsel tersadar bahwa di jok belakang juga ada gadisnya. Kenapa dia mudah sekali melupakan Ayana jika dirinya ada di samping Vanya?
#Sebatas_PERMAINAN_Pacarku77. Satu Arah yang Selalu Sama"Kamu selalu mengatakan bahwa kau akan berlari ke arahku, tetapi nyatanya tidak. Kamu memilih berputar dan berlari ke arahnya. Lalu, aku harus apa?"***Malam sebelumnya, Marsel di rumah Vanya. Keduanya bercanda tawa bersama. Mereka memilih film komedi. Marsel yang memegang bungkus keripik singkong dan duduk di samping Vanya dengan Vanya yang begitu nyaman bersandar di dada bidang cowok itu sesekali mengambil keripik singkong yang Marsel pegang. Vanya tertawa terbahak-bahak ketika melihat adegan yang menurutnya lucu begitu pula dengan Marsel. Keduanya sangat menikmati film itu sampai tak sadar waktu terus berputar dan mulai menunjuk pukul tengah malam. Saat film itu usai, barulah keduanya tergeletak di atas lantai yang dingin seraya memegangi perut mereka yang kram karena tak henti-hentinya tertawa. Bahkan Vanya sampai mengeluarkan air matanya.