Kana dengan malas membuka matanya saat merasakan tubuhnya diguncang. Walau terpaksa, tapi ia tetap membuka kedua matanya. Ia melihat sosok Gilang sedang berdiri di sampingnya.
"Ayo pulang, Na."Kana tersenyum tipis dengan kesadaran yang belum sepenuhnya pulih. Lalu ia menganggukkan kepalanya. Ia bangun dari ranjang tersebut, tapi kepalanya terasa sangat nyeri. Apa mungkin karena ia terlalu banyak tidur?"Aduh ... kepala gue sakit," rintihnya.Gilang berbalik lalu membungkuk. "Naik, kita harus segera pergi dari sini sebelum ada yang lihat."Kana menatap punggung Gilang dengan ragu. "Lo yakin? Gue berat loh."Gilang mendengus sebal. "Cepat naik."Mendengar Gilang yang sudah mulai tak ramah, akhirnya Kana memberanikan naik ke punggung cowok tersebut. Lalu dengan perlahan cowok itu mulai berjalan meninggalkan ruang UKS."Tas--""Di motor gue."Kana tersenyumKana menggeliat di atas tempat tidurnya. Dering ponsel begitu mengganggu tidurnya. Ia pun dengan malas membuka kedua matanya. Pandangannya masih terasa samar, ia menggunakan tangan kanannya untuk meraih ponsel di meja. Setelah mendapatkan apa yang dicari, ia pun menggeser layar ponselnya. "Halo," ucap Kana dengan suara lemah. "Na, lo ga lupa kan kalau gue ada pertandingan basket?" Kana mengernyitkan dahinya saat mendengar suara cowok. Ia belum sempat melihat siapa yang meneleponnya sepagi ini. "Hah?" ujar Kana. "Lo masih tidur?" "Ini siapa?" tanya Kana. "Lo jawab telepon ga lihat namanya dulu?" Kana pun menjauhkan ponselnya. Ia memicingkan matanya menatap layar ponsel, walau samar ia bisa melihat nama Gilang penuh dengan huruf kapital di layar ponselnya. Kana mendeham pelan lalu mendekatkan kembali ponsel ke telinganya. "Pertandingan apa?" tanya Kana.
Gilang tiba di depan rumahnya tepat pukul 1 siang. Ia tak pulang sendirian, di belakangnya sudah berdiri 4 anggota tim basketnya. Ada Faiz, Kevin, Fahri, dan Ilham. Mereka berencana untuk merayakan kemenangan timnya.Gilang mempersilahkan mereka untuk duduk di kursi yang sudah tersedia. Lalu ia pun pamit untuk mengganti pakaiannya. Setibanya di dalam kamar, ia teringat dengan Kana. Cewek itu lagi-lagi berhasil membuatnya merasa resah, pikirannya menjadi tak tenang. Ia mengusap wajahnya dengan kasar."Gue ga bisa biarkan lo dekat sama Edo," gumam Gilang pelan.Gilang teringat dengan kedua sahabat Kana yang ada di rumahnya. Ia bisa saja mencari informasi tentang cewek itu melalui kedua orang tersebut. Ia pun segera keluar dari kamarnya."Gue lagi di rumah Gilang. Kenapa, Na?"Gilang langsung menoleh ke sumber suara tersebut. Ia melihat Ilham yang berdiri di bibir pintu utama. Nampaknya cowok itu sedang mengobrol dengan K
Matahari sudah kembali menyapa semua orang. Kana sedang duduk di ruang tamu. Sesekali ia menatap wajahnya di layar ponsel. Ia sudah bangun sejak matahari belum menunjukkan sinarnya. Ia merasa semuanya seperti deja vu. Ia sudah pernah menunggu Edo, namun hasilnya cukup menyedihkan. Ia berharap kejadian itu tak akan terulang kembali.Waktu terus berjalan, sudah lebih dari 30 menit ia menunggu kedatangan Edo. Tapi nampaknya cowok itu tak kunjung datang. Lagi dan lagi, penantiannya menjadi sia-sia. Ia pun memutuskan untuk menghubungi cowok itu agar dapat mengetahui alasannya tak kunjung datang. Panggilan langsung di jawab, ia memilih untuk diam tanpa mengatakan apapun."Na," sapa Edo terlebih dahulu."Kak Edo dimana?" tanya Kana.Edo terdiam sejenak, lalu terdengar helaan nafas pelan. "Maaf, Na. Gue ga bisa ke sana."Kana terkekeh pelan. "Santai, Kak. Gue sudah biasa.""Jangan begitu--""Gue tutup
Kana menolehkan kepalanya ke segala arah. Ia sudah tiba di sekolah saat gerbang masih terkunci. Tujuannya hanya satu, mencari Edo yang dari semalam tak bisa dihubungi. Waktu terus berjalan, sudah banyak murid yang tiba di sekolah. Tapi orang yang dicari olehnya belum juga menunjukkan batang hidungnya.Tak lama ia melihat Gilang yang datang bersama Mirna. Ia sudah biasa saja melihat kedekatan dua orang itu. Sahabatnya pun sudah mengatakan bahwa hubungan mereka hanya teman dekat. Maka dari itu ia sudah tak mengambil pusing hubungan keduanya."Tumben lo sudah datang, gantiin satpam?" ledek Gilang."Lo lihat Kak Edo ga?" tanya Kana tanpa menjawab pertanyaan cowok itu.Gilang menggelengkan kepalanya. "Emangnya kenapa? Lo ada urusan apa sama dia?"Kana menggelengkan kepalanya. Ia mengambil langkah seribu menuju kelas, lalu menyambar tasnya. Setelah itu ia berlari keluar dari lingkungan sekolah. Ia bahkan tak memperdulikan se
Edo tiba di rumahnya setelah memaksa sopir kepercayaan ayahnya. Namun kondisi rumahnya sudah sepi dan gerbang sudah terkunci. Ia yakin Kana dan Faiz sudah pergi. Ia pun menyuruh sopir itu untuk kembali melanjutkan perjalanan.Saat di tengah perjalanan, mata Edo menangkap sosok Kana yang sedang berjalan dengan langkah gontai. Ia pun menyuruh sopir itu untuk menghentikan mobil. Setelah itu ia berlari ke arah cewek yang menarik perhatiannya tersebut."Na!" panggilnya dengan suara lantang.Kana menoleh hingga memperlihatkan mata sembabnya. Melihat kondisi cewek itu membuat Edo merasa sangat bersalah dan menyesal dengan pilihannya.Edo berlari kecil menghampiri Kana yang terus bergeming di tempatnya. Ia pun segera memeluk tubuh mungil cewek itu. Walau pun jalan cukup ramai, tapi itu sama sekali tak membuatnya malu. Rasa rindunya sudah berhasil mengalahkan semua rasa malunya."Kak Edo," gumam Kana pelan.Edo men
Dua hari sejak kepergian Edo membuat Kana merasa kehilangan. Ia mengingat moment kebersamaan dengan cowok itu. Tapi semuanya kini sudah menghilang. Bahkan Gilang juga perlahan sudah mulai menjauhinya. Mungkin ini buah dari keserakahannya.Kana menatap malas papan tulis di depan kelas itu. Ia enggan mencatat semua huruf yang ada disana, tapi dengan terpaksa ia mencatatnya. Tatapan elang Bu Endang seakan siap menerkam siapa pun yang tidak mencatat tugasnya."Kana!"Kana sontak bangun dari kursinya. "Iya, Bu.""Tumben kamu mencatat," ujar Bu Endang.Kana tersenyum tipis. "Iya, Bu. Sebentar lagi kan mau kelas 3."Bu Endang tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya. Namun hal itu justru mengingatkan kesan terakhir yang ditinggalkan oleh Gilang. Setelah memberi pujian semacam hinaan, cowok itu menghilang entah kemana. Kana kembali duduk di kursinya dan kembali mencatat sebelum bu Endang berubah pikiran.
Kana menatap tiga sahabatnya yang sudah bertengger di ruang tamu. Ia baru saja tiba di rumah, tapi mereka nampaknya sudah tiba lebih dari setengah jam yang lalu. Ia bisa melihat banyak sekali bungkus makanan dan gelas yang berserakan di meja. "Ada apaan nih?" tanya Kana. "Kerja kelompok, bodoh! Lo kemana aja?" celetuk Fahri. Ilham langsung menoyoe kepala Fahri. "Mulut tuh di sekolahin, bodoh!" Fahri menoleh pada Ilham, lalu mengernyitkan dahinya. "Lo juga nyebut gue bodoh, dasar bodoh!" Mirna menghela nafasnya pelan, ia mengambil snack yang masih terisi penuh. Lalu ia melempari kedua cowok itu dengan kekuatan penuh. "Bacot lo berdua!" seru Mirna. Kana tertawa melihat sahabatnya yang sedang bertengkar. Ia membanting tubuhnya di samping Mirna. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping sahabatnya tersebut. "Mir ...," lirih Kana. Mirna menoleh sekilas ke arahnya. "Kenapa
Pagi ini SMA Permata Putri digemparkan dengan kedatangan siswi baru yang begitu memukau. Kana sampai bosan mendengar nama cewek itu. Sejak ia masuk gerbang sampai ke koridor, telinganya selalu menangkap nama Ren yang sedang diperbincangkan. Ia sudah bertemu dengan cewek itu semalam. Bahkan ia tahu status cewek itu adalah kekasih Gilang.Kana mendecih pelan. "Ternyata selama ini gue cuma jadi selingkuhan?""Selingkuhan?"Kana menoleh ke belakang saat mendengar suara cewek dari belakangnya. Ia melihat Mirna yang tengah mengunyah permen karet. Kebiasaan sahabatnya itu setiap pagi pasti ada saja permen karet di dalam mulutnya.Kana tak ingin membahas apa-apa dengan Mirna. Ia langsung menarik lengan sahabatnya itu menuju ke dalam kelas. Saat hampir masuk ke kelas, matanya tak sengaja menangkap sosok Gilang dan Ren yang sedang berbincang. Wajah cowok itu nampak sangat bahagia."Ayo, Na. Kita belajar dulu sebelum ulanga