Edo tiba di rumahnya setelah memaksa sopir kepercayaan ayahnya. Namun kondisi rumahnya sudah sepi dan gerbang sudah terkunci. Ia yakin Kana dan Faiz sudah pergi. Ia pun menyuruh sopir itu untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Saat di tengah perjalanan, mata Edo menangkap sosok Kana yang sedang berjalan dengan langkah gontai. Ia pun menyuruh sopir itu untuk menghentikan mobil. Setelah itu ia berlari ke arah cewek yang menarik perhatiannya tersebut."Na!" panggilnya dengan suara lantang.Kana menoleh hingga memperlihatkan mata sembabnya. Melihat kondisi cewek itu membuat Edo merasa sangat bersalah dan menyesal dengan pilihannya.Edo berlari kecil menghampiri Kana yang terus bergeming di tempatnya. Ia pun segera memeluk tubuh mungil cewek itu. Walau pun jalan cukup ramai, tapi itu sama sekali tak membuatnya malu. Rasa rindunya sudah berhasil mengalahkan semua rasa malunya."Kak Edo," gumam Kana pelan.Edo menDua hari sejak kepergian Edo membuat Kana merasa kehilangan. Ia mengingat moment kebersamaan dengan cowok itu. Tapi semuanya kini sudah menghilang. Bahkan Gilang juga perlahan sudah mulai menjauhinya. Mungkin ini buah dari keserakahannya.Kana menatap malas papan tulis di depan kelas itu. Ia enggan mencatat semua huruf yang ada disana, tapi dengan terpaksa ia mencatatnya. Tatapan elang Bu Endang seakan siap menerkam siapa pun yang tidak mencatat tugasnya."Kana!"Kana sontak bangun dari kursinya. "Iya, Bu.""Tumben kamu mencatat," ujar Bu Endang.Kana tersenyum tipis. "Iya, Bu. Sebentar lagi kan mau kelas 3."Bu Endang tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya. Namun hal itu justru mengingatkan kesan terakhir yang ditinggalkan oleh Gilang. Setelah memberi pujian semacam hinaan, cowok itu menghilang entah kemana. Kana kembali duduk di kursinya dan kembali mencatat sebelum bu Endang berubah pikiran.
Kana menatap tiga sahabatnya yang sudah bertengger di ruang tamu. Ia baru saja tiba di rumah, tapi mereka nampaknya sudah tiba lebih dari setengah jam yang lalu. Ia bisa melihat banyak sekali bungkus makanan dan gelas yang berserakan di meja. "Ada apaan nih?" tanya Kana. "Kerja kelompok, bodoh! Lo kemana aja?" celetuk Fahri. Ilham langsung menoyoe kepala Fahri. "Mulut tuh di sekolahin, bodoh!" Fahri menoleh pada Ilham, lalu mengernyitkan dahinya. "Lo juga nyebut gue bodoh, dasar bodoh!" Mirna menghela nafasnya pelan, ia mengambil snack yang masih terisi penuh. Lalu ia melempari kedua cowok itu dengan kekuatan penuh. "Bacot lo berdua!" seru Mirna. Kana tertawa melihat sahabatnya yang sedang bertengkar. Ia membanting tubuhnya di samping Mirna. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping sahabatnya tersebut. "Mir ...," lirih Kana. Mirna menoleh sekilas ke arahnya. "Kenapa
Pagi ini SMA Permata Putri digemparkan dengan kedatangan siswi baru yang begitu memukau. Kana sampai bosan mendengar nama cewek itu. Sejak ia masuk gerbang sampai ke koridor, telinganya selalu menangkap nama Ren yang sedang diperbincangkan. Ia sudah bertemu dengan cewek itu semalam. Bahkan ia tahu status cewek itu adalah kekasih Gilang.Kana mendecih pelan. "Ternyata selama ini gue cuma jadi selingkuhan?""Selingkuhan?"Kana menoleh ke belakang saat mendengar suara cewek dari belakangnya. Ia melihat Mirna yang tengah mengunyah permen karet. Kebiasaan sahabatnya itu setiap pagi pasti ada saja permen karet di dalam mulutnya.Kana tak ingin membahas apa-apa dengan Mirna. Ia langsung menarik lengan sahabatnya itu menuju ke dalam kelas. Saat hampir masuk ke kelas, matanya tak sengaja menangkap sosok Gilang dan Ren yang sedang berbincang. Wajah cowok itu nampak sangat bahagia."Ayo, Na. Kita belajar dulu sebelum ulanga
Kana memutuskan makan sendirian di kantin. Hal itu terjadi karena Mirna tak masuk sekolah. Sedangkan Ilham dan Fahri seperti biasa, sibuk menaikkan pangkat game. Ia pun memilih meja paling pojok agar tak terganggu. Sudah lama ia tidak merasakan ketenangan seperti ini. Biasanya ia akan diganggu oleh Gilang atau siswi yang membencinya.Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa menikmati semangkuk baksonya. Tapi ketenangannya harus terhenti saat kantin dihebohkan dengan kedatangan Gilang. Ia langsung menundukkan kepalanya agar cowok itu tak bisa melihatnya. Ia pun perlahan memutar tubuhnya hingga membelakangi cowok itu.Tapi usahanya gagal karena Faiz yang datang dan langsung duduk di sampingnya. Kini persembunyiannya sudah ketahuan. Lewat sudut matanya, ia bisa melihat Gilang yang berjalan ke arahnya. Ia mendesis pelan lalu semakin menundukkan kepalanya."Meja sana aja," ujar Gilang sambil menarik Faiz.Faiz menggelengkan kepalanya. "Gue
Malam ini Kana terpaksa harus keluar rumah. Ibunya tak bisa pulang karena menjaga nenek yang sedang sakit. Sementara itu bahan makanan di rumah sudah habis. Ia harus mendatangi salah satu supermarket yang ada di dekat rumahnya, paling tidak ia bisa makan mie instan untuk mengisi perutnya."Akhirnya kelihatan juga tuh supermarket!"Kana menghela napasnya pelan, supermarket sudah ada di depan mata. Entah mengapa ia sangat lelah, mungkin karena belum makan sejak pulang dari sekolah. Ia pun mempercepat langkahnya agar cepat tiba di sana. Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sebelum menyebrang ke tempat tujuannya tersebut. Sekiranya sudah aman, ia langsung membelah jalan itu dengan santai.Bruk!!Kana merasa tubuhnya seperti melayang beberapa detik. Lalu detik berikutnya, ia merasa tubuhnya menghantam jalan begitu keras. Tubuhnya sangat kaku, nafasnya tersengal-sengal. Ia bisa melihat sebuah mobil yang entah berasal dari mana su
Kana tetap memaksakan dirinya untuk datang ke sekolah. Edo sudah kembali pergi setelah mengantarnya ke rumah jam 4 pagi. Ia tidak suka berlama-lama di rumah sakit. Selain aromanya tidak sedap, biayanya juga akan lebih mahal. Maka dari itu ia memutuskan untuk pulang. Lagi pula perawatan sudah cukup untuk membuatnya kembali sehat.Kana menyusuri koridor sekolah dengan kepala yang menunduk. Sejak memasuki gerbang, semua murid menatapnya dengan aneh. Mungkin karena masih ada perban yang menempel di kepalanya. Ia sebisa mungkin tak mendengarkan cibiran yang menyelinap masuk ke telinganya."Kepala lo kenapa, Na?!"Kana langsung mengangkat kepalanya. Ia melihat Mirna yang tengah berlari ke arahnya. Wajah sahabatnya itu terlihat sangat cemas. Ia menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk senyuman manis. Ia tak ingin membuat sahabatnya khawatir."Lo ga boleh sekolah pokoknya, Na! Ayo pulang!" seru Mirna dengan wajah cemasnya.
Note : Karena banyaknya kontra di part ini, maka author memutuskan untuk merevisinya. Begitu juga dengan bab selanjutnya. Maaf jika membuat kalian menjadi tidak nyaman. Selamat membaca~ ~~~ "Na, lo disuruh ke perpustakaan sama Bu Endang," ujar teman sekelasnya yang bernama Putri. Kana tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Oke. Terima kasih, Put." Setelah mengucapkan itu, Kana segera bergegas menuju perpustakaan. Hari ini Mirna tak datang ke sekolah karena ayahnya sakit. Biasanya sahabatnya itu akan selalu mengikutinya jika harus keluar kelas di jam pelajaran. Katanya, dia bisa di jadikan sebagai penjaga jika ada yang menyakitinya. Kana tersenyum tipis mengingat sahabatnya tersebut. Ia berniat akan datang ke rumah Mirna pulang sekolah nanti. Ini bisa di bilang kunjungan pertamanya, selama bersahabat ia tak pernah datang ke rumah sahabatnya tersebut. "Kok gelap," gumam Kana dengan bingung.
Kana terdiam di depan rumahnya saat melihat sosok Gilang sudah bertengger di atas motor. Ia sengaja tak menjawab telepon dari cowok itu agar bisa menjauhinya. Tapi yang terjadi, cowok itu malah datang ke rumahnya. Gilang turun dari motornya, lalu menghampiri Kana. "Na, kenapa telepon gue ditolak?" Kana membuang tatapannya ke segala arah. "Ngapain ke sini?" "Jemput lo." Gilang tersenyum lalu menggenggam lengan Kana. "Lo ga rindu sama gue?" Kana menggelengkan kepalanya. "Sama sekali ga rindu." Gilang terkekeh pelan. "Jangan lupa besok gue ada pertandingan. Jangan nonton Drama Korea lagi." Kana tak menjawab, ia melepaskan tangannya yang digenggam oleh Gilang. Ia berjalan terlebih dahulu menuju motor yang selalu berhasil membuatnya kesulitan. Namun cowok itu nampaknya sangat peka. Gilang membantunya untuk naik ke atas motor ters