Ayah dan ibu mereka semakin jarang berada di rumah. Kadang-kadang, Arion bisa tidak bertemu dengan orang tuanya lebih dari sebulan.
Ia tidak lagi memedulikannya. Ia lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan kegiatannya sendiri. Ia menjadi lebih aktif di sekolah maupun dengan kegiatan organisasi luar sekolah. Arion juga tidak ingin menghabiskan waktu di rumah yang hanya menyisakan rasa pahit di mulutnya.
Keluarganya pernah bahagia. Mereka pernah hidup dengan saling menyayangi.
Rasanya seperti sudah lama sekali.
Lagipula ia tidak ingin bertemu dengan Annanda. Setiap kali mengingat Annanda, yang Arion rasakan hanya rasa marah akan pengkhianatan.
Tiap kali melihat Annanda, Arion merasakan dorongan kuat untuk menyakitinya. Untuk membuatnya menyadari bahwa ia adalah hasil dari perbuatan kotor yang ibunya lakukan. Bahwa Annanda adalah salah satu hasil dari malapetaka keluarga mereka.
Rasa sayang yang dulu ia miliki terhadap Annanda te
"Nama saya Allena. Allena Patricia." Wanita itu mengulurkan tangan untuk menjabat Aryadi. Senyum di bibirnya tersungging lembut seperti matahari pagi. Aryadi merasa wajah wanita yang tampak lemah lembut ini mengingatkannya pada seseorang. "Pak?" Ia berdeham. Berusaha mengembalikan ketenangan yang biasa ia miliki ketika menghadapi orang lain. Ia mengeluarkan senyum charming andalannya. "Oke, jadi," Aryadi membaca sekilas curriculum vitae milik wanita itu. "Allena. Apa motivasi kamu melamar pekerjaan sebagai asisten direktur?" Allena merona. Ia merasa malu akan alasan yang sebenarnya, namun ia juga tidak ingin berbohong. "Saya... sejujurnya, saya tertarik dengan pendapatan yang ditawarkan." Allena menunduk sebentar. Namun, kemudian ia tampak seperti memantapkan hati. "Saya tidak ingin bersikap munafik. Namun, saya sedang membutuhkan uang untuk pengobatan orang tua saya." Sangat lugas dan kejujurannya benar-benar m
Juan memerhatikan Alyasha yang tengah memberi arahan pada beberapa orang model di dalam studio. Sebagai seorang fashion designer, Juan bertanggung jawab untuk fitting pakaian para model yang akan melakukan running dalam Dean's and Din Fashion Showyang digelar minggu depan. Juan bisa melihat jejak-jejak kemerahan di mata Alyasha. Bukti ia telah menangis semalaman. Kalau boleh jujur, meski Alyasha hanya pulang sekali dalam sebulan atau dua bulan, Juan tetap tetap tidak merasa senang setiap Alyasha memutuskan untuk pulang karena ketika ia kembali, wanita itu terlihat sepuluh kali lebih menyedihkan. Alyasha terlihat menjadi lebih kurus dalam beberapa bulan belakangan. Juan berusaha sebaik-baiknya menyempatkan diri mengajaknya makan di sela-sela kesibukan mereka. Namun, Juan tahu, tubuh Alyasha yang mengurus bukan hanya karena ia yang menjadi sering tidak nafsu makan, tetapi juga tekanan batin dan stress yang ia alami denga
Sepulang sekolah, Arion mendapati dirinya berada di dalam mobil mewah milik Brandon bersama beberapa orang pelajar yang tidak dikenalnya. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan tampak lebih tua dari Arion maupun Brandon. Mungkin kakak kelas mereka dari kelas dua belas. Beberapa berasal dari sekolah lain. "Nanti akan ada lebih banyak yang datang. Tenang saja, Bro. Pokoknya nggak bakal bosenin." Arion mengangkat sebelah alis. Ia ingin bertanya apa sebenarnya hal asyik yang akan mereka lakukan, tapi memutuskan untuk menahan diri. Tujuan mereka ternyata adalah rumah besar bergaya modern milik keluarga Brandon. "Orang tuaku sedang di luar kota." Brandon memberitahunya dengan cengiran lebar. "Jadi aman." Mereka tiba di bagian belakang rumah. Sebuah paviliun didirikan terpisah di sebelah rumah utama. Suara musik yang berdentam-dentam keras memenuhi area langsung menyambutnya. Setengah bagian paviliun itu merupakan ruang terbuka yang menghadap ke
Ada satu suara kecil di benak Arion yang memberitahunya bahwa ia tidak seharusnya minum minuman beralkohol. Ia memperkirakan itu mungkin suara nuraninya yang selama ini selalu dididik dan digembleng orang tuanya untuk selalu mengikuti nilai moral. Ia mencemooh dalam hati. Memangnya orang tuanya mengikuti nilai moral yang selalu mereka ajarkan padanya? Dengan senyum pahit Arion mengulurkan tangan untuk mengisi gelas slokinya kembali. Namun, sebelah tangan halus memegang tangannya, menghentikan gerakan Arion. Ia mendongak, pandangannya berbenturan dengan wajah feminim yang tidak dikenalnya. "Jangan minum terlalu banyak," ujar gadis itu dengan suara halus. "Nanti mabuk." Arion tertawa rendah. "Aku kira kalian semua ingin aku mabuk?" "Tidak juga. Tidak semuanya." Sang gadis merapatkan tubuh pada Arion. "Contohnya aku. Daripada mabuk, aku lebih suka kalau kita memilih untuk melakukan sesuatu yang lebih menyenangkan." Suarany
"Kamu menangis lagi," ucap Juan ketika mereka akhirnya memiliki waktu untuk breakmakan siang. Lelaki dengan mata sebiru laut dalam itu memerhatikan wanita yang duduk di depannya dengan seksama. Alyasha hanya melambaikan tangan, menyuruhnya untuk tidak usah khawatir. "Bukankah sudah biasa?" Alyasha tertawa pahit. "Kapan aku tidak menangis kalau aku menyempatkan diri pulang ke rumah?" "Kalau begitu jangan pulang," kata Juan tanpa bisa menahan diri. Alyasha tertawa lagi. Kali ini lebih tulus. Seakan Juan benar-benar mengatakan sesuatu yang lucu. "Bagaimana mungkin aku bisa melakukan itu? Juan, aku masih istri sah Mas Arya." "Queenie," Juan meraih tangan Alyasha di atas meja, meremasnya lembut. "Aku tidak tahu apa yang masih membuatmu bisa bertahan. Tapi, aku sungguh tidak ingin melihatmu seperti ini." "Apa pilihan yang kupunyai, Juan? Apa aku harus meninggalkan Mas Arya? Meninggalkan kedua anakku?" Alyasha
"Gue peringatkan ke lo, ya. Jangan dekati Eri lagi!" geram si kakak kelas bertubuh besar. Dua orang temannya menyeringai di belakang. Arion ingat nama Eri. Si kakak kelas perempuan cantik yang ia temui di rumah Brandon. Mereka tidak pernah berhubungan setelah itu. Ia tidak suka seragamnya dikotori orang-orang yang tidak dikenal. Namun, ia juga tidak ingin menarik perhatian. Arion menahan diri untuk tidak menghantamkan tinjunya pada wajah orang itu. "Lepaskan," ujar Arion datar. Bukannya dilepas, kerahnya malah ditarik semakin kencang. Anak itu terkekeh. "Kalau gue nggak mau, terus lo mau apa? Nangis ke mak lo?" Arion mencengkeram pergelangan tangan yang tengah memegang kerah kemejanya. Ekspresi wajahnya tidak berubah, tapi, cengkeraman tangannya sangat kuat. Anak itu langsung mengernyit kesakitan. "Lepaskan," kata Arion lagi. Nada suara yang ia gunakan sangat dingin, membuat siapapun yang mendengar tanpa sadar merinding. Seolah
Arion menggeritkan gigi dan menggeram seperti binatang buas yang terperangkap. Ia mengerahkan seluruh kekuatan untuk menggulingkan orang yang berada di atasnya hingga posisi mereka tertukar. Kini, Arion berada di atas tubuh orang itu. Ia menggunakan seluruh bobot tubuh untuk menahan lawannya di tempat. Lalu, ia memukul keras-keras wajah pemuda itu. Ia memukul dua kali lagi agar mereka setimpal, dan sekali lagi karena ia dendam. Arion mungkin melihat satu gigi terlempar dari mulut pemuda di bawahnya, namun ia tidak peduli. Mereka berani mengganggunya berarti mereka siap dengan konsekuensinya. Dua orang yang saling menimpa sebelumnya telah pulih dan memegang masing-masing satu lengan Arion. Mereka menyeret Arion untuk menjauhi orang yang tengah ia hajar. Pemuda bertubuh besar mengerang kesakitan sambil menutupi wajahnya yang berdarah. Adrenalin masih menggelegak di pembuluh darah Arion. Ia menarik tangan kanannya hingga terlepas, lalu me
Orang-orang yang mengatas-namakan cinta untuk menikahi satu sama lain hanyalah mereka yang terikat dengan customdan norma dalam masyarakat. Atau, mereka adalah orang yang delusional. Bagaimana mungkin mereka bisa berpikir cinta adalah perasaan yang bisa mempersatukan mereka selamanya, sementara mereka tahu bahwa perasaan manusia senantiasa berubah setiap saat? Arion telah mempelajari itu dari pengalaman pahit bernama kehidupan. Ia telah menyaksikan sendiri bagaimana pernikahan atas dasar cinta tidak lantas membuat kebahagiaan kekal selamanya. Arion telah belajar untuk tidak lagi memercayai hal-hal yang tidak pasti seperti itu. Perempuan yang sedang berbaring di atas ranjang menggeliat. Arion mengenakan kaus dan sedang dalam misi untuk mencari sebelah sepatunya. "Sudah mau pergi?" tanya perempuan itu sambil mendorong tubuhnya untuk bersandar ke kepala ranjang. Ia mengernyit ketika bagian bawahnya terasa sedikit ny