Seorang wanita muda muncul setelah Dion mengetuk pintu. Wanita muda dengan dandanan yang sederhana. Tak ada riasan pada wajahnya, semua serba natural. Bahkan penampilannya pun tidak menunjukkan bahwa dia adalah anak pengusaha kaya."Maaf, Anda siapa dan ada keperluan apa datang kemari?" tanya wanita itu dengan tatapan curiga."Saya ke sini mencari Nona Sarah, ada hal penting yang ingin saya sampaikan."Wanita muda itu mengernyit, sejenak menelisik wajah Dion. "Apakah kita kenal sebelumnya?"Dion tersenyum, kemudian mengulurkan tangan. "Saya Dion, dan ini bos saya. Dia Nona Mariana Leurissa."Sontak wajah itu berubah pias dan muram. "Apa kamu calon istri Raka yang baru?" tanya wanita itu dengan lemah, bahkan dia tak menyambut uluran tangan Dion.Entah dari mana wanita itu bisa tahu, yang pasti wajahku terasa memanas dengan sorot mata keheranan. Aku tidak pernah tahu sejauh mana berita antara aku dan Raka menyebar. Nyatanya, keluarga mantan istrinya pun tahu."Kenalkan, aku Sarah Mahara
POV RakaSebuah ruangan yang cukup luas, di tengahnya terdapat meja besar. Ruangan ini adalah ruangan khusus untuk menggelar pertemuan dengan seluruh anggota keluarga Hadi Prawiro.Ya, keluarga dengan kekuatan luar biasa. Sebagai anak kedua dari Hadi Prawiro, aku cukup bangga dengan keberhasilanku. Aku menyumbangkan banyak hasil untuk kejayaan keluarga. Bahkan perusahaan yang aku dirikan berdiri kokoh dan punya kuasa.Hampir seluruh usaha pengadaan bahan baku berbagai produk ada dalam genggamanku. Banyak perusahaan yang menggantungkan produksinya pada ketersediaan bahan baku di pabrik milikku. Tentu saja, keuntungan besar sudah jelas tampak di depan mata.Para pesaing juga tinggal beberapa, lainnya berhasil aku buat bangkrut dengan cara yang sangat rapi. Ayah saja mengakui kelihaianku dalam mengambil aset lawan tanpa terlihat nyata. Tak ada jejak kejahatan yang kutinggalkan.Kakak pertama merupakan panutanku awalnya, tetapi sekarang telah aku kalahkan. Rocky Putra Prawira, dia merupak
POV RakaAku mengangguk mengerti dengan apa yang dibicarakan Ayah. Apa yang dikatakan memang benar. Untuk mendapatkan ikan besar, umpan yang harus disiapkan juga bukan umpan biasa.Masih aku ingat dengan baik, bagaimana sikap Riana terhadapku saat awal bertemu. Dia wanita yang dingin, tidak mudah ditaklukkan. Beberapa sinyal yang kukirim, hanya dia abaikan tanpa respon sedikit pun.Wanita yang telah memasuki usia kelewat matang itu seolah tak tertarik dengan lawan jenis. Aku sempat curiga jika dia seorang penyuka sesama jenis, apalagi Riana sangat dekat dengan sekretaris pribadinya yang bernama Rosa.Namun, semua prasangka terbantahkan. Saat itu aku meminta bawahanku untuk mengintai dan mencari informasi mengenai Rosa. Nyatanya, dia hanya seorang sahabat lama yang punya andil besar dalam membantu Riana mengurus perusahaan.Tanpa sadar, aku melamun. Senyuman Riana yang tanpa aku duga telah menjerat setiap rasa dalam batin. Wanita itu tak hanya sukses karir, tetapi dia juga memiliki par
POV RianaAku sengaja menunggu Raka di Parkiran dan menyuruhnya keluar. Tentu saja untuk mengetes apakah dia akan melakukan sesuatu demi aku. Ibaratnya, aku harus melihat seberapa besar rasa bucin dia."Aku akan memberikan kejutan yang tidak akan pernah bisa kamu lupakan, Raka. Dan sebelum itu, mari kita lihat ... apa kamu bisa melakukan hal kecil ini padaku?" gumamku lirih dengan menyunggingkan senyum sinis.Sejenak mataku menatap ke arah sepatu yang aku tenteng. Sebenarnya aku sengaja merusaknya sendiri. Tentu saja dengan maksud dan tujuan tertentu. Ini semua demi untuk mengerjai Raka. "Tenang saja, permainan baru dimulai, Raka. Jika kamu bisa membuatku dalam kesulitan, bahkan rasa malu yang teramat dalam ... maka berikutnya adalah giliranmu. Kamu akan hancur!" Tanpa kusadari, emosi itu kembali meluap. Membuat tanganku mengepal menahan gejolak batin.Aku harap setelah ini Raka akan belajar tentang apa arti kehancuran. Dia terlalu berambisi untuk mendapatkan sesuatu, tetapi dengan
Tampak wajah Raka yang semakin kacau, dia kelabakan mencari alasan. Hanya saja aku, Dion, dan Sarah sudah sepakat sebelumnya. Kami akan terus bersandiwara di depan Raka, dengan melihat wajah dia yang semakin suram dan keringat bercucuran, itu sudah cukup membuatku puas.Lagi dan lagi, Raka mengambil secangkir air minum yang ada di hadapannya. Mungkin saja dia masih berharap Sarah belum menceritakan apapun ke aku, atau bisa jadi dia benar-benar berpikir bahwa aku dan Sarah memang kebetulan kenal saja? Ah, benar-benar situasi yang menyenangkan bisa membuat Raka bertanya-tanya dan sibuk menerka.Sembari meneguk minuman itu, dia melempar tatapan ke aku, Dion, dan Sarah secara bergantian.Melihat itu, aku pun berkata, "Tampaknya kamu haus banget, Raka. Apa mau aku pesan minuman lagi?" Buru-buru Raka menolak tawaran itu dengan memberikan isyarat lewat tangan. Tidak ketinggalan dia berkata, "Gak usah, Riana. Ini sudah cukup. Hanya saja ... entah mengapa suasana jadi panas gini ya? Kayak ng
POV Riana Ada yang aneh dari sikap Raka, tidak biasanya dia tidak menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Biasanya juga dia berkata seperti ini, "Apa tidak sebaiknya kamu aku antar pulang my Queen?" Cih, perkataan yang menjijikkan, sikapnya yang selalu berusaha manis di hadapanku. Dia selalu berusaha bersikap sempurna di mataku. Padahal semua orang tahu bagaimana seorang Raka itu. Raka, seseorang yang mengandalkan kehidupannya dengan cara bermain licik, usaha yang bagus. Tapi dia seperti lupa dengan istilah. Sepandai-pandainya tupai melompat pada akhirnya akan jatuh juga. Sepandai-pandainya dia menyimpan kebohongannya, lambat laun aku bakal terungkap juga. Dia seperti sedang bersembunyi di balik topeng kepalsuan, tapi tak apa Raka. Kamu tenang saja, aku yang nantinya bakal membuka topeng mu itu. Dan kita lihat bagaimana dengan reaksimu nanti, Raka. Hahaha ....Kalau mengingat akan ekspresi wajah Raka tadi membuatku tidak ingin berhenti bermonolog, mata ini menyaksikan sendiri b
Bagaimana caranya agar membuat Raka benar-benar kena batunya gitu?" Aku berkata seraya berpikir, tidak ketinggalan dua jari tangan ini berada di pipi dan sedikit menganggukkan kepalaku. Begitu juga dengan Dion, dia yang sesekali memainkan ponsel di tangannya seraya memberikan sebuah ide, "Bagaimana kalau Nona Riana ceritakan saja tentang masa lalu Raka kepadanya, aku rasa hatinya bakalan panas itu." "Aku setuju sih dengan usulan Dion itu, setelah itu pasti Raka berpikir seribu kali untuk mendekatimu, Riana," sahut Sarah. "Iya juga, tapi bagaimana kalau dia mengelak dan berkata kalau kamu memfitnahnya, Sarah? Dan aku rasa Raka akan menyanjung dirinya lalu menjatuhkanmu, Sarah." "Aku sudah tahu itu sih, tapi bagaimana lagi. Aku benar-benar membencinya. Ahhh, betapa sakitnya hati ini harus melepaskan semuanya padanya. Dia benar-benar sangat jahat Riana. Dia mendekati dan menikahiku hanya karena sebuah harta. Aku rasa apa yang aku rasakan ini tidak ada bandingannya dengan suami yang b
POV RianaRaka masih bergeming, seolah tengah mempertimbangkan sesuatu. Sikapnya membuat aku tersenyum simpul. Antara yakin dan tidak, tetapi aku senang bisa membuat seorang Raka berpikir keras.Entahlah, apakah dia akan bersedia mengabulkan keinginanku itu? Melihat ekspresi wajahnya sih dia tampak kesal dengan permintaanku, tapi biarlah. Aku suka melihatnya kesal. "Bagaimana Raka? Permintaanku bukan sesuatu yang sulit untuk kamu kabulkan kan?" tanyaku ulang. "Hmmm, aku pasti akan membeli apa yang kamu inginkan, My Queen, apa sih yang tidak untukmu."Mendengar jawaban Raka, aku pun tersenyum penuh kemenangan. Aku tahu, dia pasti menyadari bahwa aku sedang menguji seberapa besar cintanya padaku. Namun, aku tak mau peduli dengan apa yang ada di otaknya sekarang. Bagiku, mengambil sedikit demi sedikit kekayaannya akan membuat dia semakin bangkrut."Terima kasih, Raka," jawabku puas sudah mengerjai dia. Kita lihat saja nanti, apakah dia akan membeli cincin berlian itu atau tidak. Raka b