POV RakaSebuah ruangan yang cukup luas, di tengahnya terdapat meja besar. Ruangan ini adalah ruangan khusus untuk menggelar pertemuan dengan seluruh anggota keluarga Hadi Prawiro.Ya, keluarga dengan kekuatan luar biasa. Sebagai anak kedua dari Hadi Prawiro, aku cukup bangga dengan keberhasilanku. Aku menyumbangkan banyak hasil untuk kejayaan keluarga. Bahkan perusahaan yang aku dirikan berdiri kokoh dan punya kuasa.Hampir seluruh usaha pengadaan bahan baku berbagai produk ada dalam genggamanku. Banyak perusahaan yang menggantungkan produksinya pada ketersediaan bahan baku di pabrik milikku. Tentu saja, keuntungan besar sudah jelas tampak di depan mata.Para pesaing juga tinggal beberapa, lainnya berhasil aku buat bangkrut dengan cara yang sangat rapi. Ayah saja mengakui kelihaianku dalam mengambil aset lawan tanpa terlihat nyata. Tak ada jejak kejahatan yang kutinggalkan.Kakak pertama merupakan panutanku awalnya, tetapi sekarang telah aku kalahkan. Rocky Putra Prawira, dia merupak
POV RakaAku mengangguk mengerti dengan apa yang dibicarakan Ayah. Apa yang dikatakan memang benar. Untuk mendapatkan ikan besar, umpan yang harus disiapkan juga bukan umpan biasa.Masih aku ingat dengan baik, bagaimana sikap Riana terhadapku saat awal bertemu. Dia wanita yang dingin, tidak mudah ditaklukkan. Beberapa sinyal yang kukirim, hanya dia abaikan tanpa respon sedikit pun.Wanita yang telah memasuki usia kelewat matang itu seolah tak tertarik dengan lawan jenis. Aku sempat curiga jika dia seorang penyuka sesama jenis, apalagi Riana sangat dekat dengan sekretaris pribadinya yang bernama Rosa.Namun, semua prasangka terbantahkan. Saat itu aku meminta bawahanku untuk mengintai dan mencari informasi mengenai Rosa. Nyatanya, dia hanya seorang sahabat lama yang punya andil besar dalam membantu Riana mengurus perusahaan.Tanpa sadar, aku melamun. Senyuman Riana yang tanpa aku duga telah menjerat setiap rasa dalam batin. Wanita itu tak hanya sukses karir, tetapi dia juga memiliki par
POV RianaAku sengaja menunggu Raka di Parkiran dan menyuruhnya keluar. Tentu saja untuk mengetes apakah dia akan melakukan sesuatu demi aku. Ibaratnya, aku harus melihat seberapa besar rasa bucin dia."Aku akan memberikan kejutan yang tidak akan pernah bisa kamu lupakan, Raka. Dan sebelum itu, mari kita lihat ... apa kamu bisa melakukan hal kecil ini padaku?" gumamku lirih dengan menyunggingkan senyum sinis.Sejenak mataku menatap ke arah sepatu yang aku tenteng. Sebenarnya aku sengaja merusaknya sendiri. Tentu saja dengan maksud dan tujuan tertentu. Ini semua demi untuk mengerjai Raka. "Tenang saja, permainan baru dimulai, Raka. Jika kamu bisa membuatku dalam kesulitan, bahkan rasa malu yang teramat dalam ... maka berikutnya adalah giliranmu. Kamu akan hancur!" Tanpa kusadari, emosi itu kembali meluap. Membuat tanganku mengepal menahan gejolak batin.Aku harap setelah ini Raka akan belajar tentang apa arti kehancuran. Dia terlalu berambisi untuk mendapatkan sesuatu, tetapi dengan
Tampak wajah Raka yang semakin kacau, dia kelabakan mencari alasan. Hanya saja aku, Dion, dan Sarah sudah sepakat sebelumnya. Kami akan terus bersandiwara di depan Raka, dengan melihat wajah dia yang semakin suram dan keringat bercucuran, itu sudah cukup membuatku puas.Lagi dan lagi, Raka mengambil secangkir air minum yang ada di hadapannya. Mungkin saja dia masih berharap Sarah belum menceritakan apapun ke aku, atau bisa jadi dia benar-benar berpikir bahwa aku dan Sarah memang kebetulan kenal saja? Ah, benar-benar situasi yang menyenangkan bisa membuat Raka bertanya-tanya dan sibuk menerka.Sembari meneguk minuman itu, dia melempar tatapan ke aku, Dion, dan Sarah secara bergantian.Melihat itu, aku pun berkata, "Tampaknya kamu haus banget, Raka. Apa mau aku pesan minuman lagi?" Buru-buru Raka menolak tawaran itu dengan memberikan isyarat lewat tangan. Tidak ketinggalan dia berkata, "Gak usah, Riana. Ini sudah cukup. Hanya saja ... entah mengapa suasana jadi panas gini ya? Kayak ng
POV Riana Ada yang aneh dari sikap Raka, tidak biasanya dia tidak menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Biasanya juga dia berkata seperti ini, "Apa tidak sebaiknya kamu aku antar pulang my Queen?" Cih, perkataan yang menjijikkan, sikapnya yang selalu berusaha manis di hadapanku. Dia selalu berusaha bersikap sempurna di mataku. Padahal semua orang tahu bagaimana seorang Raka itu. Raka, seseorang yang mengandalkan kehidupannya dengan cara bermain licik, usaha yang bagus. Tapi dia seperti lupa dengan istilah. Sepandai-pandainya tupai melompat pada akhirnya akan jatuh juga. Sepandai-pandainya dia menyimpan kebohongannya, lambat laun aku bakal terungkap juga. Dia seperti sedang bersembunyi di balik topeng kepalsuan, tapi tak apa Raka. Kamu tenang saja, aku yang nantinya bakal membuka topeng mu itu. Dan kita lihat bagaimana dengan reaksimu nanti, Raka. Hahaha ....Kalau mengingat akan ekspresi wajah Raka tadi membuatku tidak ingin berhenti bermonolog, mata ini menyaksikan sendiri b
Bagaimana caranya agar membuat Raka benar-benar kena batunya gitu?" Aku berkata seraya berpikir, tidak ketinggalan dua jari tangan ini berada di pipi dan sedikit menganggukkan kepalaku. Begitu juga dengan Dion, dia yang sesekali memainkan ponsel di tangannya seraya memberikan sebuah ide, "Bagaimana kalau Nona Riana ceritakan saja tentang masa lalu Raka kepadanya, aku rasa hatinya bakalan panas itu." "Aku setuju sih dengan usulan Dion itu, setelah itu pasti Raka berpikir seribu kali untuk mendekatimu, Riana," sahut Sarah. "Iya juga, tapi bagaimana kalau dia mengelak dan berkata kalau kamu memfitnahnya, Sarah? Dan aku rasa Raka akan menyanjung dirinya lalu menjatuhkanmu, Sarah." "Aku sudah tahu itu sih, tapi bagaimana lagi. Aku benar-benar membencinya. Ahhh, betapa sakitnya hati ini harus melepaskan semuanya padanya. Dia benar-benar sangat jahat Riana. Dia mendekati dan menikahiku hanya karena sebuah harta. Aku rasa apa yang aku rasakan ini tidak ada bandingannya dengan suami yang b
POV RianaRaka masih bergeming, seolah tengah mempertimbangkan sesuatu. Sikapnya membuat aku tersenyum simpul. Antara yakin dan tidak, tetapi aku senang bisa membuat seorang Raka berpikir keras.Entahlah, apakah dia akan bersedia mengabulkan keinginanku itu? Melihat ekspresi wajahnya sih dia tampak kesal dengan permintaanku, tapi biarlah. Aku suka melihatnya kesal. "Bagaimana Raka? Permintaanku bukan sesuatu yang sulit untuk kamu kabulkan kan?" tanyaku ulang. "Hmmm, aku pasti akan membeli apa yang kamu inginkan, My Queen, apa sih yang tidak untukmu."Mendengar jawaban Raka, aku pun tersenyum penuh kemenangan. Aku tahu, dia pasti menyadari bahwa aku sedang menguji seberapa besar cintanya padaku. Namun, aku tak mau peduli dengan apa yang ada di otaknya sekarang. Bagiku, mengambil sedikit demi sedikit kekayaannya akan membuat dia semakin bangkrut."Terima kasih, Raka," jawabku puas sudah mengerjai dia. Kita lihat saja nanti, apakah dia akan membeli cincin berlian itu atau tidak. Raka b
POV RianaKenapa dia tidak memberikan jawaban atas apa yang aku tanyakan? Apa dia merasa ragu untuk mengatakan tentang masa lalunya itu, ya … masa lalu yang kejam dan menyakitkan untuk korbannya. Baiklah, aku akan mencoba bertanya sekali lagi. "Bagaimana dengan statusmu, Raka? Apa kamu masih lajang, beristri, atau seorang duda? Kamu belum menjawabnya, Raka ... dan aku masih menunggu jawaban kamu.""Tidak usah buru-buru, Nona manis. Kamu akan mengetahui semua hal tentangku, setelah kita menikah. Apa kamu tidak sabar ingin menjadi bagian dari dalam hidupku?"Oh my God ... mengapa dia harus mengucapkan kata 'tidak sabar' seolah menganggap aku yang sedang mengejar dirinya? Seandainya saja aku boleh berkata jujur, aku akan berterus terang kepadanya dengan mengatakan bahwa tidak akan ada pernikahan yang dia impikan. Sama sekali tak ada, bahkan aku tidak sudi menjadi bagian hidup seorang Raka--pria licik tanpa perasaan.Beruntung aku masih bisa mengendalikan keinginan hati. Kalau itu aku k
Sarah muncul dengan sikap begitu santai, bahkan senyum smirk seolah mengejek kehadiranku. Dia melipat dada dan bersandar di bibir pintu.Aku bergegas menerobos masuk, mendorong asisten rumah tangga paruh baya itu, kemudian menghentakkan tangan Sarah. Selanjutnya aku dorong wanita itu ke sofa, dan memulai aksiku.Tanganku mencengkeram kuat leher jenjang milik Sarah. Namun, wanita itu masih saja berusaha bersikap santai, sungguh membuatku semakin muak pada wanita biang onar ini."Jauhi Riana! Jangan pernah kamu berusaha menggagalkan rencanaku!" bentakku seraya mengeratkan cengkeraman di leher, sehingga Sarah nyaris kelojotan akibat kehabisan oksigen.Segera aku kendorkan kembali cengkraman, takut saja jika dia mati. Bagaimana pun, aku tidak mau masuk penjara karena membunuh manusia tak penting ini."Tuan Raka, cukup! Lepaskan Nona Sarah!" teriak asisten rumah tangga itu seraya berusaha menarik tanganku dari leher Sarah.Setelah beberapa menit, wanita itu akhirnya bisa menarik tanganku d
POV RakaLangkahku terhenti saat hendak menaiki anak tangga. Sekilas kulihat sosok Rocky sedang duduk di ruang tengah sembari menaikkan satu kaki ke atas paha yang lain. Tatapan mencibir tampak jelas di bibir yang tersenyum miring.Entah apa maksudnya, tetapi bisa kurasakan persaingan di antara kami kian memanas. Persaudaraan antar darah yang mengalir di tubuh kami tak lagi menjadi pengingat. Rocky adalah lelaki yang sangat ambisius. Dia memiliki keinginan untuk menggantikan posisi ayah di perusahaan.Tentu saja aku tidak bisa tinggal diam. Perusahaan keluarga bisa berkembang dan terus bertahan saat pailit pun ada campur tangan diriku. Aku tidak akan rela jika dia menggantikan posisi ayah dengan begitu saja. Apalagi besar saham dan kontribusi dia tak jauh beda dengan apa yang sudah kuberikan pada perusahaan tersebut. Bahkan saat ini, perkembangan perusahaan mulai semakin besar juga atas jasaku.Perusahaan bahan baku merupakan ideku, dan uang hasil rampasan dari keluarga Sarah aku alok
POV RakaKehadiran Sarah telah mengacau pikiranku. Bukan karena kisah di masa lalu, persetan dengan perasaan saat itu. Satu-satunya alasan aku khawatir hanyalah kegagalan menikahi Mariana Leurissa semata.Tuntutan sekaligus tantangan dari keluargaku, harus memenangkan hati Mariana Leurissa. Perawan tua nan cantik dan menggairahkan, penampilannya tampak 10 tahun lebih muda dari usianya.Selain itu, dia juga wanita karier yang sukses. Ada triliunan harta yang dia miliki. Itu sebabnya Papa memintaku untuk menjerat Mariana Leurissa.Aku keluar dari resto dengan sedikit tergesa. Bahkan hati tidak berhenti menggerutu."Apa dia sengaja ingin mengorek masa laluku? Sebenarnya, apa saja yang sudah dikatakan oleh si Sarah pada Riana? Jangan sampai pernikahan ini batal karena ulah Sarah, aku tidak mau kehilangan tambang harta melimpah," gumamku di dalam hati, seraya aku berjalan ke arah luar. Namun, baru beberapa langkah hendak mencapai area parkir, langkahku terhenti oleh kehadiran wanita dari
Sejenak aku berpikir, apakah pertanyaanku akan membuat Riana curiga atau tidak. Hanya saja, aku juga perlu memastikan segalanya."Hmm ... kamu ingin tanya apa, Raka?" tanya Riana dengan santai, kemudian menyeruput kembali minumannya."Kamu kenal Sarah dari mana? Dan kenapa kenapa bisa kenal sedekat itu?""Oh itu, lewat sosial media, Raka. Jadi gini ceritanya, kata Sarah ... dia tiba-tiba tertarik dengan usaha produk kecantikan. Kata dia, dia juga ingin memulai bisnis baru dan pakai jasa maklon yang aku tawarkan di iklan. Ya sudah, dia menghubungi bagian marketing dan hari ini dia mengajak ketemuan gitu." Panjang lebar dia menjelaskan untuk meyakinkan aku."Memangnya kenapa?" tanya Riana dengan ekspresi menyelidik."Nggak ... nggak apa-apa. Aku hanya sekedar tanya." Aku mencoba menutupi kegugupanku."Kalau boleh tahu, kamu kenal Sarah dari mana? Sepertinya kalian sudah kenal lama juga ya?"Seketika pertanyaan Riana membuat dada ini semakin berdebar kencang, untung saja dia tidak tahu k
POV RakaSebuah kejutan dihadiahkan oleh seorang Mariana Leurissa. CEO cantik tapi perawan tua itu memang tak bisa dikasih hati. Sepertinya dia sedang menguji kesabaranku.Jujur, tidak pernah kusangka jika suatu hari dia akan datang bersama wanita dari masa laluku. Ya, Sarah memang mantan istriku. Perasaan cinta dulu memang pernah ada, tapi karena tuntutan dari Papa, maka aku harus mengesampingkan perasaan yang pernah ada.Hari itu, aku berniat mengajak makan siang Riana. Niatnya jelas untuk kembali membujuk agar pernikahan cepat diajukan. Namun, di luar dugaan ... Riana justru mengundang Sarah dan Dion. Alasan Riana, Sarah hanyalah calon klien. Namun, aku tak bisa percaya begitu saja.Kehadiran Sarah membuat aku harus mati-matian berusaha bersikap sewajar mungkin, agar tidak mengundang kecurigaan Riana."Kenapa harus ada Sarah segala sih? Bagaimana kalau Sarah menceritakan siapa aku ke Riana? Bisa-bisa rencanaku gagal untuk mendapatkan Riana, apa yang harus aku katakan?" gerutuku dal
Untuk beberapa saat aku terdiam dan berpikir. Banyak hal yang harus aku pertimbangkan dengan matang. Namun, kesempatanku untuk bisa membuat Raka berhenti dengan niatannya juga penting. Aku harus bisa membuat Papa dan Mama percaya denganku, bukan calon menantu licik itu."Ide yang bagus kalau menurutku, Nona Riana." Dion mencoba meyakinkan aku."Baiklah," ujarku akhirnya seraya tersenyum dan menyetujui usulannya Sarah.Sudah kupikirkan dengan matang, mungkin dengan adanya bukti nyata pernikahan Sarah dengan Raka, maka tak akan ada lagi kesempatan mengelak bagi Raka. Bahkan yang ada malah Raka akan panas dingin tatkala aku menunjukkan rekaman video itu."Aku akan mengirimkan video rekaman pernikahan aku dengannya ke kamu, Riana," ujar Sarah kembali. "Sebentar, Nona Riana dan Bu Sarah. Bagaimana kalau rekaman video itu, kita putar di restoran tempat Raka mengajak Nona Riana candle dinner nanti malam?" Dion memberi usulan lain."Jadi gini maksudku ... uhm ... nanti setelah Raka mengeluar
Kemarahanku rasanya tak dapat kutahan lagi. Raka mengancam Sarah dengan target ancaman melibatkan rahasia terbesarku."Raka tidak pernah main-main dengan ancamannya, Nona Riana. Bahkan aku sendiri melihat si bajingan Raka yang sudah mengangkat tangannya, dan hampir menampar Bu Sarah. Setelah aku datang dan memanggil Ibu Sarah, barulah si bajingan Raka pergi begitu saja. Dia bahkan langsung mengelak setelah melihat kedatanganku!" "Dia mungkin takut akan ada saksi atas semua sikapnya, Dion," jawabku."Bukan karena itu, tapi karena dia sudah tahu siapa aku. Dia tahu kakaknya yang telah menghancurkan kehidupan Kak Wanda dan keluargaku. Kakaknya yang mengambil semua harta keluargaku. Itulah alasannya kenapa dia langsung pergi begitu saja." Aku sedikit terkejut dengan penuturan Dion. Selama ini yang kutahu Raka belum mengetahui siapa Dion. "Sejak kapan dia tahu tentangmu?" tanyaku penasaran."Dia ternyata diam-diam mengirim orang untuk menyelidiki kita semua," jawab Dion dengan suara yang
POV RianaRosa tercekat, bahkan tampak bingung ingin berkomentar apa. "Apa kamu yakin dengan kebenaran cerita itu, Ri?""Aku sudah bertemu dengan keluarga Dion. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, bagaimana nasib keluarga Dion dan juga Wanda.""Wanda? Siapa dia?""Dia kakaknya Dion. Wanda menikah dengan kakak pertama Raka, dia menderita tekanan batin akibat perlakuan menyedihkan yang dia terima selama menjadi istri kakaknya Raka. Semua aset orang tuanya diambil alih, kemudian dia diselingkuhi dan akhirnya ditelantarkan di jalanan."Kembali ekspresi wajah Rosa tercengang mendengar penuturanku. "Sumpah, Ri. Sulit untuk dipercaya. Apa keluargamu sudah tahu? Bukankah dia sahabat dari papamu?"Aku menggeleng lemah dengan wajah penuh kesedihan. Jujur, aku merasa akan kesulitan untuk membuktikan semua. Papa dan Mama sudah meletakkan kepercayaan itu pada Raka dan keluarganya. Sedangkan aku ... aku telah kehilangan kepercayaan dari mereka."Riana, jika kamu bisa membuktikan semua kejahat
POV RianaKenapa dia tidak memberikan jawaban atas apa yang aku tanyakan? Apa dia merasa ragu untuk mengatakan tentang masa lalunya itu, ya … masa lalu yang kejam dan menyakitkan untuk korbannya. Baiklah, aku akan mencoba bertanya sekali lagi. "Bagaimana dengan statusmu, Raka? Apa kamu masih lajang, beristri, atau seorang duda? Kamu belum menjawabnya, Raka ... dan aku masih menunggu jawaban kamu.""Tidak usah buru-buru, Nona manis. Kamu akan mengetahui semua hal tentangku, setelah kita menikah. Apa kamu tidak sabar ingin menjadi bagian dari dalam hidupku?"Oh my God ... mengapa dia harus mengucapkan kata 'tidak sabar' seolah menganggap aku yang sedang mengejar dirinya? Seandainya saja aku boleh berkata jujur, aku akan berterus terang kepadanya dengan mengatakan bahwa tidak akan ada pernikahan yang dia impikan. Sama sekali tak ada, bahkan aku tidak sudi menjadi bagian hidup seorang Raka--pria licik tanpa perasaan.Beruntung aku masih bisa mengendalikan keinginan hati. Kalau itu aku k