Jam 20.00. Prata dan Reza sudah sampai di depan indekos Ardiansyah, dengan semua luka yang ada di wajahnya. Walau, wajah mereka berdua lebam, mereka masih sempat-sempatnya tersenyum lebar pada Arta yang sudah menunggu kepulangan mereka.
"Gimana?" tanya Arta pada Prata dan Reza yang baru saja sampai di hadapannya.
"Sempurna," jawab Reza.
Arta pun mengangguk pelan. Ia tau betul, apa yang dimaksud sempurna oleh Reza. Ia yakin, kalau kedua orang itu bisa menyelesaikan masalah ini, tanpa membuat masalah baru lagi.
"Dia nggak keluar?" tanya Prata.
"Belum. Tapi, dia tadi sempat ngobrol sama gua. Dan, dia udah makan nasi bungkus dari Denis," jawab Arta.
"Baguslah kalau gitu. Setidaknya, dia sudah makan," ucap Reza.
Tiba-tiba, ada sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan indekos Ardiansyah. Arta, Prata, dan Reza sudah sangat mengenali mobil itu. Dan, mereka tau pasti siapa pemilik mobil hitam itu. Pemilik mobil hitam itu adalah perempuan yang telah
Jam 19.00. Di rumah Laura. Atau lebih tepatnya, di ruang tamu. Sedang ada empat orang yang sedang duduk di sofa. Sepasang suami istri, anak perempuan satu-satunya, dan seorang laki-laki. Plak!...Suara tamparan itu terdengar jelas di telinga semua orang yang ada di ruang tamu. Tentu saja, Rizky lah yang membuat suara itu. Rizky lah yang menampar. Dan, Brian lah yang tertampar. Rizky sangat tidak percaya dengan apa yang sekarang ia alami. Ia tidak percaya, kalau anak perempuan yang selama ini ia jaga, ternyata sudah dirusak oleh laki-laki lain. Emosinya sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Sungguh, ia sangat membenci laki-laki itu. Andai saja, membunuh orang tidak berdosa. Pasti, Rizky sudah membunuh laki-laki itu sejak awal. "Laura. Bukannya kamu pacarnya Langit?" tanya Rizky sambil menatap Laura dengan tatapan tajam. "Bukan Laura yang salah, Om. Saya yang salah," sahut Brian. Plak!...Tamparan keras lagi. Tentu saja, Brian lah ya
Jam 19.00. Brian sedang berada di sebuah mini market untuk membeli beberapa cemilan untuk sang calon istrinya. Dengan sekeranjang penuh, ia berjalan menuju ke arah kasir. Lalu, membayar semua barang belanjaannya.Setelah selesai dengan urusannya di mini market. Ia pun keluar dari bangunan itu, lalu berjalan menuju rumah Laura yang letaknya tidak begitu jauh dari mini market itu.Ia memang sengaja berjalan kaki. Karena, malam ini ia berniat untuk memuaskan dirinya sebelum hari esok. Karena, hari esok adalah hari pernikahan dirinya dengan Laura.Langkahnya terhenti di depan sebuah gang sempit. Ia menatap gang sempit itu secara saksama. Kalau perhitungannya benar, gang itu adalah jalan pintas untuk ke rumah Laura. Gang itu bisa membuatnya lebih cepat 5 menit untuk sampai ke rumah Laura.Tanpa basa-basi lagi. Ia pun mulai berjalan memasuki gang itu. Dengan langkah pelannya, ia mulai memasuki gang itu. Matanya menatap dinding yang ada di samping kanannya.
Jam 09.00. Di depan sebuah gedung pernikahan. Sudah berdiri seorang laki-laki dengan setelan jas berwarna biru muda. Laki-laki itu sangat terlihat sangat tampan hari ini. Siapa lagi kalau bukan Ardiansyah Elvano Sora. Seorang laki-laki yang telah ditinggal nikah oleh pacarnya sendiri. Dengan sebuah senyuman, ia melangkahkan kakinya memasuki gedung pernikahan. Matanya melihat ke arah sekitar. Ia tersenyum kecil, saat melihat banyak teman Rizky dari angkatan laut mendatangi acara ini. Ia duduk di salah satu kursi yang posisinya ada di belakang. Ia sengaja duduk di paling belakang, agar Brian dan Laura tidak mengetahui kedatangannya ke gedung ini. Karena, ia tau kalau mereka berdua akan bersedih jika melihat kedatangannya. Jadi, ia memilih untuk menunda kemunculannya. Ardiansyah memandang wajah cantik Laura sambil tersenyum tipis. Perempuan itu sangatlah cantik dengan balutan gaun pengantin berwarna putih. Ia pasti sangat bahagia, jika pasangan La
Jam 15.09. Felysia sudah sampai di rumahnya. Dengan langkah kecil ia berjalan menuju pintu kamarnya. Matanya menatap pintunya yang terlihat terbuka. Ia sangat yakin, kalau sebelum ia berangkat, ia sudah menutup pintu kamarnya rapat-rapat.Seketika, ia langsung mendapatkan firasat buruk. Ada seorang maling di kamarnya? Atau, ada seseorang penculik yang sedang bersembunyi di dalam kamarnya? Dengan perasaan khawatir, ia mulai melangkah mendekat ke arah pintu kamarnya. Ia pastikan, setiap langkahnya tidak menimbulkan bunyi. Agar, orang yang ada di dalam kamarnya, tidak mengetahui keberadaannya.Saat ia sudah berada di depan pintu, ia langsung mengintip dari sela-sela pintu. Ia melihat ada seorang gadis kecil yang sedang duduk di atas kasurnya sambil membaca sebuah buku novel.Felysia pun menghembuskan nafas lega. Karena, ternyata yang membuka pintu kamarnya adalah Nindy.Ia pun membuka pintu kamarnya lebar. Lalu, berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Jam 15.00. Felysia sedang berada di pinggir pantai. Tentu saja, ini adalah pantai yang dulu sering ia kunjungi dengan Elvano saat dirinya dan laki-laki itu masih SMP. Tentang ingatannya yang hilang. Sekarang ia sudah hampir mengingat seluruh kenangannya saat masih berada di bangku SMP. Bahkan, ia sudah mengingat semua kenangannya bersama Elvano. Sekarang, Felysia sudah tau tentang semuanya. Jadi, Elvano tidak bisa membohongi dirinya lagi. Sebenarnya, ia sangat ingin menemui Elvano, lalu bilang kepada laki-laki itu tentang ingatannya yang sudah pulih kembali. Tetapi, keinginannya itu, harus ia urungkan. Karena, beberapa hari ini, ia tidak melihat laki-laki itu di sekolah. Bahkan, ia tidak dapat menemukan laki-laki itu di indekosnya. Entah, laki-laki itu menghindarinya. Atau malah, laki-laki itu sudah pergi jauh darinya. Felysia menggenggam erat sebuah kalung berbentuk sayap malaikat. Itu adalah kalung yang dulu ia temukan saat sedang berwisata ke Bali. Dengan
Jam 06.45. Felysia sudah berada di depan kelas XII MIPA-1. Ia sedang menunggu kedatangan seorang laki-laki yang kemarin sempat ia peluk erat di bawah rintikan hujan deras.Dengan penuh bahagia, ia melihat ke arah seorang laki-laki yang sedang berjalan ke arahnya. Laki-laki itu masih saja terlihat suram seperti biasanya."Selamat pagi," ucap Felysia.Tidak lama setelah itu, mata Felysia membulat sempurna. Bagaimana tidak? Laki-laki itu tidak membalas ucapannya sama sekali. Dengan mudahnya, laki-laki itu masuk ke dalam kelas tanpa menghiraukan dirinya yang sudah menunggu kedatangannya sejak dari tadi pagi.Tanpa berpikir panjang, Felysia pun langsung mengikuti langkah laki-laki itu. Ia ingin menanyakan, alasan kenapa laki-laki itu tidak menjawab sapaannya. Padahal kemarin mereka begitu dekat. Tetapi, kenapa sekarang laki-laki itu bersikap seakan tidak saling mengenal?"Hei, kalau ada yang salah bilang. Kenapa kamu nyuekin aku begitu aja?" t
Bagi Ardiansyah, melupakan Laura adalah hal yang sangat mustahil. Merelakan perempuan itu juga hal yang paling berat untuknya. Tetapi, itu sebelum ia menemukan perempuan lain yang telah membuat dunianya kembali berwarna. Dunia yang dulunya penuh dengan kehangatan. Sekarang berubah menjadi dunia penuh kebahagiaan. Walau tidak sehangat dulu lagi, dunia Ardiansyah sekarang sudah lebih dari cukup. Setiap orang punya kehangatannya masing-masing. Sekarang, Ardiansyah sudah tau betul apa maksud dari kalimat tersebut. Dan, ia sangat setuju dengan kalimat tersebut. Kehangatan yang diberikan oleh Laura, sangat nyaman. Bahkan, tidak ada celah untuk kegelisahan menyerang dirinya, jika perempuan itu masih berada di sisinya. Sedangkan, kehangatan yang diberikan oleh Felysia, terasa begitu hangat dan terang. Ardiansyah sangat beruntung, karena pernah menerima kehangatan dari Laura. Tetapi, keberuntungan itulah yang membuatnya tidak bisa menikmati kehangatannya yang se
Felysia berjalan santai menyusuri koridor kelas X. Tiba-tiba langkahnya terhenti, saat ia merasa ada yang kurang. Senyumannya merekah begitu saja, saat tau apa penyebab perasaan itu muncul begitu saja.Biasanya, ia selalu ditemani Brian saat jalan-jalan seperti saat ini. Tetapi, sekarang tidak. Itulah yang membuatnya merasa ada kurang.Tetapi, sekarang sudah tidak masalah. Karena ia tau, kalau Brian sekarang bukanlah miliknya lagi. Dan, kisah mereka telah benar-benar berakhir. Jadi, ia yakin, cepat atau lambat dirinya akan terbiasa tanpa kehadiran laki-laki itu di sisinya.Saat ia sedang melamun, ada seorang pria berdiri di hadapannya. Ia melihat pria itu dengan tatapan malas. Karena ia sudah tau apa maksud pria itu menemuinya."Saya baik-baik saja. Jadi, Anda tidak perlu khawatir," ucap Felysia sambil menatap wajah pria tersebut.Pria itu adalah Denis. Akhir-akhir ini, pria itu selalu mencemaskan kondisi Felysia. Tentu saja, pria itu cemas d