Setelah membuat kesepakatan.Miya keluar dari ruang kerja Tuan Besar Frans.Tuan Besar Frans menghela napas sambil menyeruput tehnya, "Dua pasangan terpisah dalam dua hari.""Nona Cintia wajib, tapi Nona Miya tidak," kata pengurus rumah, Agus Kurniadi. Setelah melayani Tuan Besar Frans selama bertahun-tahun, pengurus ini tentu saja memahami pikiran tuannya."Memanggil Nona Miya hari ini hanyalah sebuah uji coba, belum tentu akan menyarankan perpisahan. Hanya saja Nona Miya memang tidak bisa memenuhi standar Tuan Besar Frans."Sebenarnya, itu tidak ada hubungannya dengan Keluarga Halim dan skandal sebelumnya.Frans tersenyum samar, memang seperti itu.Jika Cintia dan Miya bertukar tempat, hasilnya akan berbeda.…Setelah keluar dari ruang kerja, Miya menangis begitu melihat Jimmy.Jimmy tentu saja tahu apa yang dilakukan ayahnya.Pertemuan tadi sudah dijelaskan dengan rinci, untuk menjadi bagian Keluarga Purnomo, harus melewati tes dari Tuan Besar. Tampaknya, Miya tidak memenuhi standar
Miya berpikir, masih banyak kesempatan.Sekarang berpisah, bukan berarti mereka tidak bisa bersama di masa depan.Miya setuju untuk berpisah sekarang hanya sebagai taktik perang, dia tidak pernah berpikir untuk menyerah begitu saja pada Jimmy!Mobil tiba di Vila Halim.Miya turun dari mobil."Aku memerlukan bantuanmu," ujar Jimmy tiba-tiba.Miya heran.Jimmy perlu bantuan dirinya?"Tentang identitas Lily, aku harap kamu bisa merahasiakannya."Miya langsung merasa kesal.Miya menganggap Lily sebagai musuh bebuyutannya, Miya merasa jengkel ketika Jimmy menyebut nama Lily."Jika terungkap, tidak ada untungnya juga untukmu," jelas Jimmy dengan tegas."Kamu menyukai Lily, ‘kan?" tanya Miya sambil menatap Jimmy dengan tajam.Ketika seorang wanita menghadapi saingan cinta, kecerdasannya meningkat secara signifikan."Tidak.""Kalau tidak suka, kenapa kamu begitu baik padanya?""Kami dari Keluarga Purnomo.""Lily tidak menganggapmu sebagai Keluarga Purnomo. Apakah kamu lupa bagaimana dia mencem
Sambil menyeruput kopi, Cintia menatap malam di luar jendela Kota Bandung.Dia tidak pernah meninggalkan kota ini.Kota Bandung sebesar ini, cepat atau lambat mereka pasti bertemu.Dia tidak bisa menghindarinya.Mau tidak mau, Samuel ingin bertemu dengannya dan itu adalah hal yang mudah.Mengapa Cintia harus bersikap keras kepala?"Baiklah, aku akan memberi tahu kakakku," ujar Lily sambil tersenyum ceria.Cintia benar-benar menyukai kepribadian Lily.Wanita itu tidak peduli dengan hal-hal kecil dan sangat ceria.Saat bersamanya, suasana hatinya seolah-olah akan menjadi lebih optimis."Sudah malam, istirahatlah lebih awal," ujar Cintia."Kamu juga. Kalau kamu terus-terusan bekerja keras seperti ini, tubuhmu pasti sudah sangat lelah. Sudah makan malam belum?" tanya Lily."Sudah," jawab Cintia."Jaga dirimu baik-baik, besok aku akan kembali menemanimu," ujar Lily"Ya," jawab Cintia.Lily menutup teleponnya dengan senang, lalu langsung pergi ke kamar Samuel.Di depan pintu kamar, ada beber
Cintia mulai merasa bosan.Dia menelepon Paman John. "Paman John, halo, aku Cintia," sapa Cintia."Nona Cintia, halo, aku ada menyimpan nomor teleponmu. Ada yang bisa kubantu?" tanya Paman John dengan sopan."Hari ini akhir pekan, apa Erik ada di rumah?""Ada.""Boleh aku menjemputnya untuk menginap di tempatku semalam?" tanya Cintia.Lily tidak ada di rumah selama dua hari ini karena ada pekerjaan di kota lain."Nona Cintia, tunggu sebentar, aku akan tanyakan dulu," ujar Paman John dengan sopan."Tanya pada Samuel? Dia mungkin tidak bisa mengangkat teleponmu," kata Cintia dengan jujur."Bukan. Tuan Samuel pernah berpesan jika Nona Cintia ingin datang menjemput Tuan Muda Erikson, kapan saja boleh. Aku hanya ingin menanyakan Tuan Muda Erikson, sekarang dia sedang asyik dengan mainan lego, saat sedang fokus pada sesuatu, dia tidak ingin diganggu.""Baik, terima kasih banyak," ujar Cintia dengan ramah.Untuk beberapa kata yang diucapkan Paman John, Cintia memilih untuk mengabaikannya.Seb
Cintia selalu berpikir suatu saat nanti dia akan bertemu kembali dengan Samuel, tetapi dia tidak pernah membayangkan itu akan terjadi dalam keadaan seperti ini.Dia mengira akan Samuel dan Yulia sibuk belakangan ini dan tidak punya waktu untuk mengajak Erikson bermain. Itulah sebabnya Cintia memilih hari ini untuk menjemput Erikson. Jika saja dia tahu ... mungkin dia tidak akan datang, meskipun sebenarnya dia sangat ingin menemui Erikson.Dia berusaha tenang melihat Samuel, pandangan itu tidak terlalu lama, juga tidak sengaja menghindar. Itu hanya cara paling umum terhadap orang asing."Papi, boleh aku pergi bermain dengan Mami?" tanya Erikson sambil memandang Samuel dengan mata penuh harapan.Samuel menelan ludahnya.Pandangannya akhirnya berpindah dari Cintia pada saat ini.Dia berkata, "Tentu saja.""Terima kasih, Papi," ujar Erikson dengan penuh rasa senang.Dia menggoyangkan tangan Cintia dengan penuh kegembiraan dan berkata, "Mami, Papi setuju, aku bisa main ke rumahmu!"Cintia j
Tanpa disadari, di belakang mereka ada Samuel dan Yulia, bersama dengan sejumlah pengawal berpakaian hitam di sekitar mereka.Hari ini, tujuan perjalanan mereka adalah taman hiburan.Awalnya mereka berencana pergi bersama Erikson, tetapi Erikson tiba-tiba dijemput oleh Cintia. Meskipun begitu, keduanya tetap datang sesuai jadwal ke tempat ini dan tanpa sengaja melihat Cintia dan Erikson.Pandangan mata Yulia sedikit bergerak.Sejak kecil, Erikson tidak suka didekati orang, sifatnya juga tidak pernah seceria ini, bahkan memiliki kedewasaan yang tidak sesuai dengan usianya.Namun, di depan Cintia, semuanya berbeda.Yulia memalingkan pandangannya ke Samuel, melihat bagaimana pandangan pria itu terus tertuju pada orang di depannya, sampai akhirnya tertutup oleh kerumunan orang."Ayo," ujar Samuel sambil menghadap ke arah Yulia.Senyum tipis terus terpampang di bibir Yulia, mengikuti di samping Samuel.Di sekitar mereka, selain pengawal, ada juga reporter yang sengaja ditempatkan untuk mela
Erikson memoncongkan bibir kecilnya.Dia tidak pernah bilang dia akan merawat Mama Yulia saat tua.Bahkan, dia dipaksa untuk memanggil "Mama" oleh Yulia.Cintia hanya mendengarkan dengan acuh tak acuh percakapan antara Erikson dan Yulia.Tiba-tiba keheningan muncul antara mereka.Samuel juga diam.Di antara antrean, hanya suara Yulia dan Erikson yang terdengar, sebagian besar hanya Yulia terus menggoda Erikson dan Erikson menyokongnya.Setelah menunggu hampir setengah jam, akhirnya giliran mereka."Mau naik bersama saja?" saran Yulia dengan semangat.Kabin roda raksasa cukup luas untuk menampung delapan orang."Tidak apa-apa," tolak Cintia langsung. "Aku tidak ingin mengganggu kencan kalian.""Tidak apa-apa." Yulia bersikeras menunjukkan sikap lapang dada."Ada banyak wartawan di sekitar, tidak baik jika mereka mengambil foto kita bersama," jelas Cintia dengan jujur.Nyatanya, dia juga menyadari banyak orang yang mengikuti mereka.Yulia melihat ke arah Samuel.Sepertinya dia sedang men
Namun, Erikson selalu merasa pandangan Mami kepadanya penuh dengan rasa bersalah.Ini jelas-jelas Papi-nya yang bersalah kepada Mami.Erikson berbaring tenang dalam dekapan Cintia, tanpa memberikan perlawanan sedikit pun, membiarkan Cintia memeluk erat seolah-olah dirinya baru hilang dan sekarang Cintia tidak ingin melepaskan anaknya sama sekali.Gondola roda raksasa naik semakin tinggi dan tiba di posisi paling atas.Cintia baru saja menenangkan dirinya dan menjawab pertanyaan Erikson tadi, "Kalau ada kamu, Mami sama sekali tidak sedih.""Mami," ujar Erikson sambil mengulurkan tangan kecilnya, menghapus air mata Cintia yang belum kering.Barulah Cintia sadar kalau dirinya sedang menangis.Ini mungkin karena emosi yang telah ditekan terlalu lama.Hingga Hari ini, detik ini, Cintia benar-benar mengizinkan dirinya sendiri untuk melepaskan emosinya.Cintia berkata dengan tulus, "Erik, aku sangat bersyukur kamu masih di sini.""Tidak peduli Papi menikahi siapa pun, aku akan selalu berada d
Hanya dengan melihatnya saja semua orang sudah tahu bahwa gelang ini tak ternilai harganya. Ini juga sejenis harta karun yang tak ternilai.Tidak mungkin dapat Cintia terima."Ini tidak ada hubungannya dengan Natasya. Kamu baru saja pulang kembali ke Keluarga Anggono. Ini adalah pertemuan pertama kita dan ini adalah hadiah dari Nenek. Tak perlu malu-malu. Kalau kamu masih tak mau menerimanya, aku pasti akan marah," ujar Nyonya Besar Ria dengan sengaja."Kak Cintia, jangan sungkan. Ini adalah niat baik dari nenekku, kamu ambil saja." Natasya yang berada di samping Nyonya Besar Ria melanjutkan omongannya, "Gelang ini sebenarnya kami pilih dari kotak perhiasan gelang giok nenek untuk waktu yang cukup lama. Leon dan aku merasa ini cocok untukmu, coba kamu pakai dan lihatlah."Cintia benar-benar tidak ingin berutang budi kepada siapa pun."Cintia, karena Nenek Ria yang memberikannya padamu, kamu ambil saja," sebut Tuan Besar Ricky yang berada di sampingnya.Cintia tidak punya pilihan selai
"Kamu tak mau pulang?" Cintia mengangkat alis matanya."Bukan itu, hanya saja ...."Hanya saja karena Leon, 'kan?Karena Erikson berpikir Leon adalah papinya, jadinya Erikson ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Leon.Cintia bahkan mulai meragukan apakah Erikson sebenarnya pergi mencari Leon hari ini.Terpikirkan akan kemungkinan ini, Cintia semakin kukuh dengan pendiriannya dan berencana untuk meninggalkan Kota Jakarta. "Oke." Erikson berkompromi.Bagaimana pun juga, Mami sudah tidak suka Papi lagi.Papi memang sudah keterlaluan.Kemarin, dia masih bisa melihat muka Mami, kemudian pergi melindungi perempuan lain dan memarahi Mami. Mami membencinya, pasti begitu."Mami, aku akan kembali tidur. Selamat tidur.""Selamat tidur."Erikson kembali ke kamarnya.Dia melihat hasil tes DNA yang berada di meja dan ingin menunjukkannya kepada Maminya.Hari ini, hanya demi kertas hasil tes DNA ini, Erikson sudah menghabiskan waktunya seharian. Namun sekarang, itu sudah tidak berguna lagi
"Oh, begitu." Keraguan Laura terhapuskan.Dalam kehidupan Cintia, selain Erikson, hanya ada Erikson.Apa pun yang Erikson mau, sudah pasti tidak akan Cintia tolak. "Omong-omong, aku sudah mulai sedikit merindukan Erik." Lily tiba-tiba mengirimkan pesan itu."Apa kamu mau menemuinya? Dia sudah tumbuh menjadi seorang pria ganteng, tinggi badannya juga kurang lebih sama denganku." Cintia berinisiatif untuk mengundang teman-temannya."Lupakan saja, kita bicarakan lagi sewaktu aku sudah mapan." Lily menolak ajakan itu dan melanjutkan mengirim pesan, "Dulunya aku hidup dengan glamor, aku tak bisa membiarkan Erik berpikir aku sudah tidak sesuai lagi. Apa pun yang kuperbuat, juga tidak terlalu rendah dari yang Tammy miliki, 'kan?""Kamu masih saja peduli dengan keberadaan Tammy," sela Laura."Omong kosong, memangnya kamu tidak? Aku hanya menerima ujian yang diberikan pencipta padaku. Tunggu aku sampai berhasil, namaku pasti akan melejit sampai ke langit."Cintia tidak bisa menahan dirinya unt
Erikson baru kembali pulang rumah larut malam.Kalau bukan karena panggilan yang terus terhubung, Cintia sudah pasti akan mengira Erikson telah diculik."Kamu pergi bermain ke mana, kenapa sangat lama?" Cintia bukan sedang menyalahkan Erikson.Cintia juga tidak akan menyalahkan Erikson.Cintia hanya merasa penasaran. Erikson selalu patuh dengan ibunya, tetapi setelah tahu kalau Erikson sudah terlalu lama jauh dari ibunya, tentu ibunya akan menjadi sangat khawatir, tetapi Erikson tetap memilih untuk pulang larut malam. Erikson lantas melihat Cintia, tidak mengatakan apa pun.Erikson masih belum sempat menjawab."Sudah pulang saja sudah bagus. Erik, lain kali harus pulang lebih awal, ya. Mami-mu hampir mau menelepon polisi, loh," canda Tuan Besar Ricky."Iya, Kakek Buyut," ujar Erikson sembari menganggukkan kepalanya."Kamu pasti lapar, ya. Mari kita makan malam." Tuan Besar Ricky menarik tangan Erikson dengan hangat dan pergi berjalan ke meja makan.Erikson berbalik dan melihat pada Ci
Leon melihat ke arah Cintia dan melihat raut wajah Cintia yang sama sekali tidak memedulikannya.Sebelumnya, Leon selalu merasa mungkin Cintia memiliki udang di balik batu terhadap dirinya sendiri.Kalau dilihat-lihat kembali sekarang, Cintia benar-benar tidak punya niat yang lain juga. Cintia bahkan tampak seperti ingin menjauh dari Leon. Leon pun menelan ludahnya dan berkata, "Hati-hati di jalan."Leon dan Cintia juga benar-benar bertemu karena kebetulan saja.Tidak ada alasan kenapa mereka harus saling terlibat di kehidupan satu sama lain. Cintia mengangguk ringan, kemudian masuk ke dalam sedan Willy dan pergi. Di dalam mobil, Willy mengambil inisiatif untuk mulai berbicara, "Kenapa kamu tak membiarkan Leon meminta maaf?""Karena aku tahu dia itu orang yang tak punya perasaan. Untuk apa melihatnya meminta maaf?" ucap Cintia yang sedang bersandar di kursi mobil sambil melihat pemandangan di luar jendela."Apa kamu tidak menyimpan perasaan yang lain … kepada Leon?" Willy mengataka
Leon menggigit bibirnya dengan ringan dan masih tidak mengatakan apa-apa."Benar, dia memang benar-benar terlalu khawatir denganku. Kalau tidak, dia juga takkan langsung menyerangmu karena dia tak tahu situasi sebenarnya. Leon biasanya bukan orang yang seperti itu," Natasya menjelaskan kepada Leon.Tampaknya, Natasya memang benar-benar ingin meredakan konflik antara Leon dan Cintia.Sebenarnya, tidak seorang pun tahu kalau Natasya sedang memamerkan hubungan yang dirinya miliki dengan Leon. Namun, karena Natasya dapat mengalirkan perasaannya itu dengan secara alami, orang-orang pun tidak merasa gusar dengan sikapnya itu."Orang-orang akan bersikap seperti itu kepada orang yang mereka sayangi." Cintia mengamini ucapan Natasya.Cintia juga merasa cukup jika permasalahannya sudah diselesaikan. Cintia sebenarnya juga tidak membutuhkan permintaan maaf apa pun. Benar-benar, sungguh-sungguh tidak memerlukan hal demikian. Karena ini bukanlah masalah yang begitu besar. "Jangan khawatir, Kak
Leon pun masuk ke dalam ruangan.Saat ini, Willy juga ikut terbangun karena suara bising.Willy juga tipe orang yang sangat mudah terbangun.Willy lantas melihat selimut yang ada di tubuhnya, kemudian melihat Cintia dan bertanya, "Sudah berapa lama aku tertidur?""Belum sampai sepuluh menit." Cintia merasa sedikit tidak berdaya.Cintia juga merupakan penderita insomnia kronis. Dia sangat paham betapa tidak nyamannya ketika tiba-tiba terbangun. Willy sendiri tidak terbangun dengan rasa marah karena kantuk, dia hanya meregangkan pinggangnya sambil mengatakan, "Aku sebenarnya tak kelelahan. Aku tak tahu kenapa aku bisa tertidur. Selimut ini, kamu yang berikan, ya?""Hanya kebiasaanku.""Oke."Willy senyum ringan.Cintia sangat takut untuk memberi tahu Willy bahwa sebenarnya Cintia sendiri juga bersikap baik kepada Willy!Sama persis seperti bibinya Willy."Masuklah."Leon tiba-tiba keluar dari dalam ruangan."Natasya ingin bertemu denganmu.'""Akhirnya dia terbangun juga," ujar Willy den
"Aku akan menemanimu." Willy memperjelas arah keberpihakannya.Willy berharap agar Cintia pergi.Namun, dia juga takkan membiarkan Cintia diperlakukan secara tidak adil."Tak perlu. Kamu sudah terjaga sepanjang malam tadi. Untuk hari ini, istirahat saja dulu.""Energiku masih banyak. Ayo, pergi."Cintia sempat ragu-ragu sebentar, pada akhirnya tidak menolak tawaran Willy.Willy sendiri ingin menyelesaikan masalah ini dengan baik-baik. Lagi pula, Willy adalah cucu tertua dari keluarganya dan memiliki kewajiban untuk membantu ayahnya. Kakeknya juga bertanggung jawab untuk menyelesaikan segala perkara besar dan kecil dalam keluarga. Di sisi lain, Willy juga ingin agar Cintia tahu bahwa Willy akan selalu berada di samping Cintia dan menjadi pelindungnya.Sebenarnya, Cintia sungguh tidak tahu mengapa Willy memperlakukan dirinya dengan begitu baik.Benar. Sekarang, Cintia memiliki reputasi yang besar dan sumber daya keuangan yang kuat di dunia luar, tetapi Cintia benar-benar berpandangan bah
"Jangan khawatir, aku pasti akan tumbuh tinggi." "Ya." Erikson pun mengangguk. "Aku pasti lebih tinggi dari Leon.""…."Ya, itu tidak perlu.Kalau lebih tinggi dari Leon, itu berati tinggi Erikson akan lebih dari 1,9 meter, bagaimana bisa lebih mudah menemukan jodoh?Setelah Erikson pergi.Cintia pun melepas penyamarannya.Hari ini sungguh, bukan hari yang menyenangkan.Dini hari berikutnya.Ada ketukan di pintu kamar Cintia.Cintia pun membuka pintu.Willy telah berdiri di depan pintu, wajahnya agak lelah.Bagaimana bisa ke rumah sakit, jika kamu jam segini baru pulang?Bagaimana dengan Natasya?Willy berkata, sambil minta maaf, "Maaf, telah membangunkanmu pagi-pagi sekali."Willy tidak mengetahui kalau Cintia menderita insomnia.Beberapa hari ini, di rumah Keluarga Anggono, Cintia selalu lupa membeli obat tidur.Sehingga, beberapa malam belakangan ini, Cintia hampir tidak tidur.Sebenarnya, tidak bisa dikatakan telah membangunkan."Bagaimana kabar Natasya?" Cintia berkata dengan lug