Share

Bab 6

Author: Aufa
last update Last Updated: 2023-01-09 14:32:10

Zia terus mencoba meyakinkan Azka agar mau kabur dari rumah ayahnya ini. Bagi Zia, ini semua tidak adil, jika ia, dan Azka harus menikah sebagai konsekuensi untuk sesuatu yang bahkan tidak mereka lakukan.

Meski pada akhirnya Azka mau menikahinya, tapi Zia yakin, itu karena keterpaksaan, dan tekanan dari ayahnya. Zia tidak ingin hidup dalam pernikahan bersama suami yang tidak mencintainya.

Tidak bisa dibayangkan bagaimana menderitanya dirinya nanti, jika tidak ada cinta dalam pernikahan mereka, sedangkan sedari dulu Zia selalu memimpikan hidup bahagia dalam pernikahan bersama laki-laki yang dicintai, dan mencintainya.

"Tuan, pokoknya kita harus pergi sekarang dari sini, sebelum ayahku keluar dari kamar, terus mencari kita," kata Zia, setengah mendesak pada Azka yang masih berpikir.

"Kalau kita pergi dari sini, lalu kamu mau ke mana?" tanya Azka. "Kalau saya mungkin bisa pulang ke kota asal saya, sementara kamu? Ini rumah orang tua kamu bukan? Setelah kita kabur nanti, kamu akan kembali ke sini, dan setelah itu kamu pasti akan dimarahi habis-habisan oleh orang tua kamu."

Jika hanya memikirkan diri sendiri, Azka sudah pasti akan ikut saja usulan Zia untuk kabur sekarang juga. Namun, Azka juga memikirkan nasib Zia ke depannya. Melihat bagaimana perlakuan wanita paruh baya yang dipanggil 'mamah' oleh Zia, Azka jadi merasa kasihan. Azka menyangka, ibu Zia pilih kasih kepada Zia.

"Aku bisa hidup mandiri setelah ini, Tuan," ucap Zia, dan Azka dapat melihat ada raut sendu di wajah Zia.

"Kamu yakin?" Azka memastikan.

Dalam pikiran Azka, rasanya tidak mungkin jika Zia bisa hidup mandiri di luar rumah ayahnya ini, mengingat selama ini Zia hidup tanpa kekurangan suatu apa. Apalagi biasanya, gadis-gadis anak orang kaya seperti Zia ini cenderung manja.

Zia pun mengangguk. "Aku yakin, Tuan. Umurku sudah dua puluh lima tahun, sudah saatnya untukku belajar hidup mandiri."

Azka melihat wajah Zia yang kini tampak yakin dengan keputusan itu. Pada akhirnya, Azka pun menghela napas, lantas berkata, "Baiklah jika itu yang kamu inginkan. Mari kita pergi dari sini."

Seketika Zia pun tersenyum. Ia senang karena Azka setuju dengan usulannya. "Tunggu sebentar, Tuan. Aku akan ke kamar dulu untuk mengambil tas. Setelah itu, aku akan kembali ke sini, lalu kita pergi dari rumah ini."

Azka hanya mengangguk, dan Zia yang langsung berlari menuju ke kamarnya.

***

"Ini, Non, sudah bibi kemaskan semua yang Non Zia minta tadi," ucap Sri seraya menyodorkan ransel, saat Zia menghampirinya. "Tapi, apa cuma ini saja yang dibawa, Non? Baju-baju Non Zia bagaimana?"

Diterimanya ransel itu, lalu Zia tersenyum pada Sri. "Tenang aja, Bi, aku bawa uang kok. Masalah baju, bisa beli nanti. Kalau sekarang bawa baju-baju juga, yang ada ribet bawanya, kan ini mau kabur."

"Yo wes, Non, hati-hati yo. Jangan lupa kabari Bibi, kalau Non Zia sudah dapat tempat tinggal baru," kata Sri dengan mata berkaca-kaca.

"Aduuh, Bi, jangan nangis dong." Zia sontak memeluk wanita paruh baya yang sudah lama bekerja di rumahnya itu. "Nanti aku pasti kabari Bibi."

Setelah saling mengucapkan selamat tinggal, Zia pun keluar dari kamarnya dengan ransel di punggungnya. Ransel itu berisi berkas-berkas, dan surat-surat penting yang bisa digunakan Zia untuk bekal hidup ke depannya nanti.

Azka melihat Zia yang sedang berjalan ke arahnya. Ia yang tadinya duduk pun sontak berdiri.

"Ayo, Tuan, kita pergi lewat pintu belakang," ucap Zia setengah berbisik, setelah memastikan keadaan cukup aman.

"Apa kamu yakin, kita bisa kabur dari rumah ini?" Seketika rasa ragu kembali menyergap di pikiran Azka.

"Tentu. Aku tahu betul seluk beluk rumah ini, jadi kita bisa kabur dengan aman," kata Zia mantap.

Dengan perkataan Zia yang cukup meyakinkan itu, akhirnya Azka mengikuti langkah Zia yang kini menuju ke arah dapur.

Kepala Zia terus menengok ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada orang yang melihatnya bersama Azka. Beruntung, asisten rumah tangga yang sedang di rumah hanya Sri saja, sedangkan dua lainnya tengah pergi ke pasar.

"Pokoknya kita harus party setelah ini, Mah." Terdengar suara Gea yang sontak membuat Zia, dan Azka terkejut.

Dengan cepat Zia menarik tangan Azka, dan membawanya untuk bersembunyi di balik lemari pendingin yang cukup besar yang berada di dapur.

"Kita sembunyi dulu, Tuan," bisik Zia pada Azka yang kini berdiri sangat dekat di sampingnya.

Udara di sekitar Azka serasa semakin menipis seiring dengan denyut jantungnya yang begitu kencang, takut jika pada akhirnya akan ketahuan. Selain itu, aroma wangi dari tubuh Zia pun cukup mengganggu pikirannya.

"Tentu saja kita harus party, untuk merayakan kemenangan kita," kata Renata, menimpali ucapan Gea.

Suara langkah kaki Gea, dan Renata terdengar mendekat ke arah dapur. Hal itu tentu saja membuat Zia, dan Azka semakin ketar-ketir.

Saat yakin bahwa Gea, dan ibunya sudah berada di dapur, Zia pun memberi isyarat pada Azka untuk diam, meski sedari tadi Azka memang diam saja.

Akankah Zia, dan Azka pada akhirnya gagal kabur karena terpergok oleh Gea, dan Renata?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dian Ibrahim
nikah aja lah gak usah pke kabur segala...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 7

    "Ke mana para pembantu? Masa nggak ada yang keliatan satu pun? Niat kerja nggak sih mereka?" gerutu Gea. "Tadi mereka disuruh papah ke pasar, buat beli bahan makanan untuk acara walimahan nanti," sahut Renata. "Cih, pernikahan dadakan aja pake walimahan segala. Mana pengantin laki-lakinya orang nggak jelas dari kota antah berantah, lagi!" cibir Gea. "Yaa, bagaimana pun juga, Zia kan anak kesayangan papah kamu, Sayang, meskipun kita udah coba jebak dia. Anggap saja acara yang dibuat papah kamu hari ini, adalah acara yang terakhir kali sebagai bentuk perpisahan karena Zia akan ikut suaminya. Setelah itu, perhatian papah cuma buat kamu doang." Ibu, dan anak itu pun lantas tertawa, yang terdengar begitu menyakitkan di telinga Zia. Sadar dengan Zia yang tersakiti dengan ucapan dua wanita yang tak mempunyai hati itu, Azka pun lantas menggenggam tangan Zia, dan mengelusnya. Mencoba memberikan kekuatan, dan kesabaran. Dugaan Azka benar, bahwa ibu Zia itu memang tidak menyukai Zia, dan ju

    Last Updated : 2023-01-09
  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 8

    "Itu sepertinya suara salah satu anak buah papah aku, Tuan," kata Zia. "Ya sudah, kalau begitu, ayo segera pergi." Jika tadi Zia yang menarik tangan Azka, kini giliran Azka yang menarik tangan Zia, mengajaknya untuk berlari. "Hey! Mau ke mana?!" Seorang laki-laki berpakaian serba hitam berteriak setelah menyadari yang berada di pintu gerbang adalah Zia, dan Azka. "Ayo cepet lari, Tuan," ucap Zia dengan nada khawatir, lalu ia dan Azka benar-benar keluar dari halaman belakang rumah melalui pintu gerbang kecil itu. Sontak anak buah ayah Zia pun mengejar keduanya, seraya menghubungi yang lainnya melalui walkie talkie. Azka, dan Zia terus berlari hingga akhirnya melewati jalan beraspal. Beberapa anak buah ayah Zia pun mengejar di belakang keduanya. Tak mau tertangkap, Zia terus berlari mengikuti Azka, meski sebenarnya ia sudah merasa lelah. "Non Zia! Berhenti!" teriak salah seorang anak buah ayah Zia. "Jangan hiraukan mereka, Zia. Jika kamu benar-benar ingin bebas dari keluarga kam

    Last Updated : 2023-01-09
  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 9

    "Kamu masih bisa bersikap santai, dan tenang di saat Zia melarikan diri dengan laki-laki itu?!" cecar Zoni, sambil menatap tajam Renata. Istri Zoni itu pun memutar bola matanya. "Lalu mamah harus bagaimana, Pah? Mencari keberadaan Zia? Bukannya orang-orang Papah udah lagi pada nyariin?" Zoni mendengkus. Tidak habis pikir dengan istrinya itu. Memang Renata bukanlah ibu kandung Zia, tapi apakah tidak ada sedikit rasa khawatir pun di benak Renata untuk Zia? "Setidaknya kamu coba hubungi teman-teman Zia, mungkin saja dia kabur ke rumah salah satu temannya," kata Zoni. "Tidak ada teman-teman Zia yang mamah kenal, Pah," balas Renata. Dalam hati, Renata pun sebenarnya tidak sudi untuk berkenalan dengan teman-teman dari anak tirinya itu. "Ibu macam apa kamu, Renata!" hardik Zoni. "Kamu memang bukan ibu kandung Zia, tapi seharusnya kamu bisa memperlakukan Zia seperti anak kandung kamu sendiri, memberikannya perhatian, mencari tahu siapa saja teman-teman Zia." "Selama ini kan mamah selalu

    Last Updated : 2023-01-13
  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 10

    "Heh! Jangan kurang ajar kamu!" bentak anak buah Zoni yang sedang menyetir, yang sangat merasa terganggu dengan perbuatan Azka. Bagaimana tidak, karena ulah Azka yang menendang lengannya itu, membuatnya menjadi tidak konsentrasi menyetir, hingga mobil yang dikendarainya ini melaju tak beraturan, dan bisa membahayakan para penumpang. "Makanya, berhentikan mobil ini!" balas Azka. Merasa berbahaya jika mobil terus melaju, supir itu memilih berhenti, lalu menyuruh temannya yang duduk di samping kemudi untuk mengikat kaki Azka. Alhasil, sekarang kedua kaki Azka sudah tidak bebas lagi. Zia pun sudah berhenti menangis, tapi rasa sedih masih menggelayuti hatinya, meskipun ada sedikit rasa lega karena nyawanya selamat. Zia juga merasa kasihan dengan Azka.Mobil yang membawa Azka, dan Zia kini telah sampai di halaman rumah besar milik Zoni. Karena sudah diberitahu lebih dulu bahwa Azka, dan Zia berhasil ditemukan, dan sedang dalam perjalanan pulang, Zoni kini tengah berdiri di depan rumah,

    Last Updated : 2023-01-18
  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 11

    Semua orang yang berada di sana serentak menoleh ke arah sumber suara. Ada seorang laki-laki yang cukup tampan, yang tengah berdiri dengan kedua tangan terkepal, dan tatapan matanya yang tajam. Zia cukup kaget dengan kedatangan laki-laki itu, pun dengan Gea. Berbeda dengan lainnya yang cukup bingung, siapa sebenarnya laki-laki itu. Merasa kedatangan laki-laki itu sangat mengganggu, Zoni pun angkat bicara. "Siapa kamu? Beraninya-beraninya menghentikan pernikahan ini?" tanya Zoni. "Penjaga?! Kenapa kalian bisa meloloskan orang tidak dikenal ini?" "Saya Riko, Om. Saya pacarnya Zia. Saya datang ke mari karena saya tidak mau Zia menikah dengan laki-laki lain," jawab Riko dengan tegas, lalu beralih menatap Zia. Mendengar pengakuan dari laki-laki yang bernama Riko itu, Zoni pun lantas berdiri dari duduknya, lalu berjalan mendekat ke arah Riko. Sementara itu, Renata, dan Gea sudah ketar-ketir jika Zoni ternyata justru menikahkan Zia dengan Riko, bukan dengan Azka. Zia sendiri tak tahu h

    Last Updated : 2023-01-21
  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 12

    Semua orang di ruangan itu pun memperhatikan Zia, menunggu jawaban darinya. Riko sangat berharap, Zia akan memilihnya. Ia sangat yakin, Zia masih mencintainya, dan mau memaafkan tentang kesalahannya yang tidak disengaja itu. Untuk Azka sendiri, ia akan terima apa pun keputusan Zia. Jika pada akhirnya Zia memilihnya, maka Azka pun akan menikahi Zia, meski belum ada cinta di hatinya untuk gadis itu. Semata-mata Azka lakukan, karena tidak mau dicap lagi sebagai laki-laki kurang ajar oleh Zoni. Dan jika Zia justru memilih Riko, Azka pun akan sangat mendukungnya. "Ayo, Zia, katakan saja siapa yang mau kamu pilih. Jangan ragu, Sayang," ucap tantenya Zia, seraya menggenggam tangan Zia. Zia lantas memandang Riko sejenak. Di mata laki-laki itu, Zia dapat melihat kesungguhan Riko yang mau memperjuangkannya. "Aduh, Zia sayang, kalau mamah jadi kamu, pasti mamah lebih memilih Azka daripada Riko, secara Azka adalah orang kaya. Sedangkan kamu tahu sendiri kan, Riko itu hanya orang biasa, yan

    Last Updated : 2023-01-22
  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 13

    "Mbak, mereka kan baru menikah, masa langsung pindah. Setidaknya Zia, dan Azka tetap di sini untuk beberapa hari ke depan," ucap tantenya Zia membalas perkataan Renata. Kemudian tantenya Zia itu beralih kepada Zoni. "Iya kan, Mas?" "Itu terserah mereka saja, senyamannya mereka. Kalau mau menginap di hotel pun boleh, nanti saya akan pesankan kamar hotel paling mewah, dan terbaik di kota ini," jawab Zoni, membuat Renata, dan Gea mencibir dalam hati. Sri datang untuk memberitahu semua orang bahwa hidangan walimah sudah siap. Zoni pun mempersilakan sang penghulu, ketua RT, dan ketua RW untuk menikmati suguhan tersebut. "Zia sayang, kamu ambilkan suamimu makanan ya. Status kamu sekarang sudah jadi istri, sudah sepantasnya kamu melayani suami kamu," ujar tantenya Zia. "I-iya, Tante." Tantenya Zia lantas meninggalkan tempat itu untuk bergabung dengan yang lainnya di meja makan. Tinggallah sekarang hanya Zia, dan Azka di ruangan itu. "T-tuan Azka, mari kita bergabung ke ruang makan," aj

    Last Updated : 2023-01-23
  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 14

    Azka bergeming mendapatkan pertanyaan seperti itu dari tantenya Zia. Jujur saja, ia tidak tahu akan ke mana arah pernikahannya dengan Zia ini. Mau diteruskan, Azka sendiri merasa tidak yakin. Namun, meskipun begitu, Azka juga tidak bermaksud untuk mempermainkan ikatan suci ini. Menyadari bahwa Azka bingung mau menjawab seperti apa, Zia pun segera menggandeng tangan tantenya, lalu sedikit bergeser menjauh dari Azka. Dua wanita beda usia itu pun lantas saling berbisik, membicarakan sesuatu yang Azka tidak tahu itu apa. Zia tersenyum pada tantenya, lalu menoleh ke arah sang ayah yang masih memperhatikannya. Sejujurnya, Zia masih kecewa pada ayahnya yang tidak mau mempercayainya, dan memilih percaya pada hasutan Renata, dan Gea. "Sekali lagi, aku pamit ya, Tante. Tante tenang aja, aku pasti akan hidup dengan baik. Tuan Azka sekarang sudah menjadi suamiku, sudah pasti ia akan menjaga, dan melindungiku, karena tuan Azka orang yang baik," ucap Zia, yang didengar oleh semua orang di sana.

    Last Updated : 2023-02-15

Latest chapter

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 41

    Beberapa hari kemudian, pesta pernikahan Azka, dan Zia digelar. Sang eyang benar-benar merealisasikan ucapannya waktu itu di rumah ayahnya Zia. Resepsi itu diadakan di salah satu hotel mewah di Yogyakarta milik eyangnya Azka. Zia sudah berhasil meyakinkan Zoni, bahwa ia bahagia menjadi istri Azka, bahagia dengan pernikahan mereka. Mendengar itu, Zoni pun tidak lagi menyuruh Zia, dan Azka untuk bercerai. Resepsi pernikahan itu digelar cukup megah dengan mengundang para rekan bisnis eyangnya Azka, juga relasi, dan teman-teman Azka. Zia juga mengundang beberapa temannya. Tak lupa juga semua karyawan di perusahaan tempat Azka memimpin sebagai CEO pun diundang. Hal itu membuat mereka tak percaya, bahwa Zia yang selama ini mereka kenal sebagai karyawan biasa, ternyata istri dari CEO mereka. "Kamu bener-bener ya, Zia. Tinggal bilang aja kalau kamu istrinya pak CEO, eh malah nyamar jadi karyawan biasa. Mana kerjanya satu divisi lagi sama aku," oceh Lisa. Ia kini tengah menemani Zia yang se

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 40

    "Cerai? Memangnya papa sama mama ada masalah apa, Bi?" tanya Zia. "Panjang, Non, ceritanya. Lebih baik masuk dulu ke rumah," kata Sri, lalu beralih menoleh ke arah Azka, dan eyangnya yang sudah berdiri di belakang Zia. "Mari masuk, Den Azka sama Nyonya." Azka, dan eyangnya pun mengikuti Zia masuk ke rumah. Rumah yang kini hanya ditempati oleh ayahnya Zia, dan beberapa asisten rumah tangga serta para pengawal. Zia mempersilakan Azka, dan sang eyang untuk duduk di ruang tamu. Ia menyuruh Sri untuk membuatkan minuman, sementara ia sendiri pergi ke ruang kerja sang ayah. Tiba di depan pintu ruang kerja ayahnya, Zia mengetuk pintu. Tak lama kemudian terdengar perintah untuk masuk. Membuka pintu dengan pelan, Zia mencoba untuk menata hatinya. "Selamat siang, Pa," sapa Zia seraya tersenyum manis. Laki-laki paruh baya yang tengah mengenakan kacamata baca itu pun sontak terkejut dengan kedatangan Zia. Ia tak menyangka anak perempuannya ini akan pulang, setelah berbulan-bulan ikut suaminy

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 39

    Meski pernikahannya dengan Azka sudah diketahui, dan mendapat restu dari eyangnya Azka, tapi Zia belum mau hubungannya itu diketahui orang-orang kantor. Ia sudah sepakat dengan Azka agar tetap menyembunyikan status mereka di kantor. Biarlah orang-orang kantor tahu setelah resepsi pernikahan mereka. Menjadi karyawan di kantor Azka pun cukup membuat Zia bahagia. Hari demi hari ia sudah mampu beradaptasi dengan baik, dan ia pun bekerja dengan rajin hingga membuat rekan-rekannya menyukainya. Sebenarnya ada beberapa pria di kantornya yang secara terang-terangan menyukai Zia, dan Zia tahu itu. Namun, Zia berusaha untuk memberi jarak dan secara halus menolak. Statusnya sudah menjadi istri, dan ia sudah mencintai suaminya. Tidak ada alasan baginya untuk memberi ruang di hati untuk laki-laki lain. Siang hari di kantor Azka, tiba-tiba Sheila datang dengan berjalan tergesa-gesa ke ruangan Azka. Wajah Sheila juga menampilkan raut kejengkelan. Melihat wanita yang akhir-akhir ini digosipkan den

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 38

    "Eyang tadi ke sini, Mas," ucap Zia seraya membantu Azka melepaskan jasnya. "Oh ya? Pantas saja tadi sore eyang menelpon saya, dan menanyakan apakah kamu ada di rumah atau tidak," balas Azka. Zia mendengkus. "Kamu udah ngasih tau tentang pernikahan kita ke eyang, tapi kamu nggak cerita ke aku. Aku udah bertingkah bodoh tadi dengan pura-pura jadi pembantu kamu." Azka terkekeh. Lucu sekali mendengar nada suara merajuk dari istrinya itu. Ditambah lagi wajah Zia yang kesal ini terlihat semakin cantik saja. "Siapa suruh untuk terus berpura-pura? Saya bahkan tidak pernah menyuruh kamu untuk pura-pura jadi pembantu," kata Azka. "Iih, nyebelin!" Zia memukul-mukul lengan Azka. "Udah salah, bukannya minta maaf malah ngeledek." "Ya sudah, saya minta maaf. Selesai kan?" Azka mencubit gemas pipi Zia. "Sebenarnya aku pengen marah sama kamu, tapi kata pak ustadz yang aku denger ceramahnya di y**t***, nggak baik marah-marah sama suami. Jadi, terpaksa aku maafin kamu," ujar Zia yang entah menga

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 37

    "Se-selamat sore," sapa Zia dengan gugup, dan tersenyum canggung. Ia tidak pernah menyangka bahwa eyangnya Azka akan berkunjung ke penthouse ini. Eyangnya Azka memindai Zia dari atas sampai bawah. Memang cantik, dan berpenampilan cukup berkelas. Rasanya ia juga pernah melihat istri Azka ini, tapi tidak ingat di mana. "Saya eyangnya Azka. Boleh saya masuk?" "Bo-boleh, Nyonya. Silakan." Dengan gemetar, Zia membukakan pintu lebih lebar agar eyangnya Azka itu bisa masuk. "Tapi tuan Azka belum pulang dari kantor. Mmm ... perkenalkan, saya ART di sini, Nyonya." Wanita lanjut usia itu menatap tidak percaya pada Zia. Bisa-bisanya istrinya Azka ini masih berpura-pura. Apakah Azka belum bercerita bahwa sang eyang sudah mengetahui pernikahan mereka? "Panggil 'eyang' saja," ucap sang eyang. Ia memasuki ruang tamu seraya memindai seisi ruangan itu. "Ba-baik, Eyang," balas Zia. Jantungnya masih berdetak kencang, entah apa tujuan eyangnya Azka datang kemari. "Silakan duduk, Eyang. Mau saya bua

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 36

    Hari demi hari telah terlewati. Kini hubungan Azka, dan Zia menjadi semakin dekat. Mereka menjalani kehidupan pernikahan siri itu dengan diselimuti kebahagiaan. Zia kini juga sudah pandai memasak. Setiap pulang kerja, ia akan memasak, dan menyiapkan makanan untuk Azka. Ia juga rajin membersihkan penthouse, meski kadang masih memanggil jasa kebersihan, jika merasa sangat lelah, dan tidak sanggup untuk beberes. Azka sebenarnya sering menawarkan untuk menyewa asisten rumah tangga, tapi Zia selalu menolak. Zia beralasan bahwa ia tak ingin ada orang asing, yang mungkin saja akan mengganggu jika mereka tengah berduaan. Sebagai istri yang baik, Zia selalu memberi perhatian pada Azka. Hubungan mereka juga semakin panas seiring Azka yang sudah jatuh cinta pada Zia, meskipun belum menyatakannya. Setiap sehabis makan malam, Zia akan bermanja-manja pada Azka, menghabiskan waktu untuk saling bercerita, dan tertawa bersama ketika dirasa ada yang lucu. Kehangatan seperti inilah yang sangat Azka

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 35

    "Selamat pagi," sapa Zia. Orang itu membalikkan badan, dan dibuat terkejut melihat Zia. "Kamu siapa?" Zia terpaku di tempatnya, setelah tahu siapa yang datang. Orang itu adalah ... Sheila. Untuk apa wanita yang akan dijodohkan dengan suaminya itu datang ke sini? Zia bertanya-tanya dalam hati. "Halo, permisi," ucap Sheila, membuat Zia tersadar. "Eh iya. Cari siapa ya, Mbak?" "Saya cari kak Azka. Kamu siapa, kok bisa di penthouse kak Azka?" Sheila heran dengan adanya perempuan asing di kediaman laki-laki yang ia yakin akan menjadi calon suaminya. Selain itu, Sheila juga merasa pernah melihat perempuan ini, tapi lupa di mana. "Mmm ... saya ... saya ...." Zia tidak tahu harus menjawab apa. Tak mungkin juga memberitahu bahwa ia adalah istri Azka, di saat semua orang tidak ada yang tahu tentang pernikahan mereka. "Siapa yang datang, Zia?" Azka tiba-tiba menyusul. Laki-laki itu kemudian berdiri di sisi Zia, dan cukup terkejut melihat siapa yang berkunjung. Dari mana Sheila bisa tahu

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 34

    "Zia, bangun! Sudah subuh, ayo sholat." Azka mengguncang-guncang tubuh Zia. "Nanti," jawab Zia dengan suara serak, dan mata yang masih tertutup. Tubuhnya merasa lelah, dan sakit karena kejadian semalam. Sementara itu, Azka tersenyum dengan reaksi Zia yang menurutnya sangat menggemaskan. Terlebih saat Azka kembali mengingat apa yang sudah ia, dan Zia lakukan sebelum tidur. Ya, setelah menggoda Zia di depan televisi tadi malam, Azka lalu membopong istrinya itu ke kamar, lalu mereka menghabiskan malam-malam panjang di ranjang yang sama. Kamar ini adalah saksi percintaan pertama mereka yang cukup panas. "Baiklah, kalau begitu, saya akan mandi dulu. Setelah selesai, giliran kamu yang mandi," ucap Azka. "Hmm." Hanya itu balasan Zia, tapi mampu membuat Azka kembali tersenyum. Suami Zia itu kemudian menuju ke kamar mandi yang berada di dalam kamar mereka untuk melakukan mandi wajib sebelum melaksanakan sholat subuh. Sedangkan Zia, setelah ia mendengar derap langkah Azka yang semakin

  • Satu Malam Bersama Ceo Duda   Bab 33

    Zia tak pernah menyangka sebelumnya bahwa CEO di tempatnya bekerja adalah Azka, suaminya sendiri. Entah permainan takdir seperti apa lagi yang harus ia jalani. "Woi, bengong aja kamu ini semenjak pak CEO keluar dari divisi kita. Kenapa? Naksir ya sama pak CEO?" ledek Lisa seraya menepuk pundak Zia. Zia menoleh ke arah Lisa, lalu berkata. "Kamu tau di mana ruangan pak CEO, Lis?" "Weh, selow, Zia, selow! Naksir sama pak CEO sih boleh-boleh aja, tapi jangan langsung ugal-ugalan gini dong, pake nanyain ruangannya segala," balas Lisa. "Mau apa emang ke sana? Karyawan biasa kayak kita, jarang dapat akses bisa ke ruangan CEO." "Aku nggak naksir dia, Lis," elak Zia, sedikit berdusta, meski sebenarnya ia sudah naksir Azka bahkan setelah tahu dirinya dijebak di kamar hotel yang sama dengan laki-laki itu. "Ada yang mau aku sampein ke dia. Ini penting." "Nyampein soal apa? Kamu udah pernah kenal sebelumnya sama pak CEO?" Lisa menatap Zia penuh selidik. Zia buru-buru menaruh jari telunjuknya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status