Share

SMBAI ~ BAB 168

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Tiba-tiba suara musik menggema. Suara teriakan dan orang-orang yang tertawa keras memenuhi pendengaran milik Rafka.

Dari kejauhan tampaklah Rania berjalan berdampingan dengan Alvin mengenakan sebuah pakaian pengantin. Wanita itu sangat cantik dengan sebuah senyuman yang terlihat jelas di bibirnya.

“Rania?” ucap Rafka. Mulutnya ternganga. Ia hampir tidak percaya dengan semua yang dilihatnya.

Rania berjalan melangkah mendekati Rafka yang masih diam terpatung di tempatnya.

“Maafkan aku, Mas Rafka. Sekarang kamu sudah miskin. Aku tidak sudi lagi menjadi istrimu. Hahaha.” Rania tertawa cukup keras. Dan diikuti dengan Alvin yang ikut menertawakannya.

“Tidak. Tidak mungkin. Kamu tidak mungkin meniggalkan aku, Rania.”

Lelaki tampan itu menggelengkan kepalanya beberapa kali.

“Tidaaaakkkkkk....!!!”

Rafka berteriak kencang. Dahinya mengeluarkan banyak keringat. Nafasnya memburu. Lelaki itu memejamkan mata sejenak.

“Mas Rafka ... kenapa berteriak seperti itu?” tanya Rania khawatir. Wanita
Rich Mama

Mungkin Alvin sakit kali ya...

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   SMBAI ~ BAB 169

    Rania melihat nama atasannya tersebut di layar depan ponselnya. “Jangan-jangan dia mau marahin aku soal kemarin lagi. Bagaimana ini?” ungkap Rania tidak tenang. Ponsel itu berdering terus-menerus. Hingga akhirnya Rania mau tidak mau harus menjawabnya. “Iya, Pak. Ini Rania.” “Kenapa lama sekali. Kamu berangkat ke kantor tidak pagi ini?” tanya Alvin bernada tegas. “Berangkat kok, Pak. Memangnya ada apa?” jawab Rania balik bertanya. “Saya tidak bisa datang. Papa masuk rumah sakit karena penyakitnya kambuh. Lebih baik kamu batalkan semua pertemuan hari ini.” “Ba–baik, Pak. Memangnya Pak Altair sakit apa?” Rania merasa penasaran. Walau bagaimanapun lelaki paruh baya itu adalah saudara dari mama mertuanya. “Bukan urusan kamu. Ya sudah, terima kasih.” Sambungan telepon terputus. Rania memasukkan ponsel ke dalam tas sambil berbicara seorang diri. “Ternyata Pak Alvin juga bisa bilang terima kasih.” Rania pikir Alvin makhluk yang sangat angkuh. Ia tidak tahu jika lelaki itu hanya kura

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   SMBAI ~ BAB 170

    “Papa ini sudah tua, Alvin. Mungkin umur papa tidak akan lama lagi. Kapan kamu mau menikah? Papa ingin menimang cucu sebelum ajal menjemput.” Alvin terdiam seketika. Luka di masa lalu tidak pernah bisa membuatnya mampu membuka hati untuk cinta yang baru. “Jangan bicara seperti itu, Pa. Alvin yakin Papa akan segera sembuh. Umur Papa masih panjang.” Uhuk-uhuk! Tiba-tiba Altair terbatuk-batuk cukup lama. Dadanya menjadi sesak. Lelaki paruh baya itu kesulitan lagi untuk berbicara. Alvin yang panik segera memanggil dokter agar kembali memeriksa papanya.*** Di kantor, Rafka tampak termenung di kursi kebesarannya. Ia masih terbayang-bayang dengan mimpi buruk yang terlihat seperti nyata. Hingga tiba-tiba ia tersentak kaget saat merasakan seseorang menepuk pundaknya. Siapa lagi kalau bukan Fariz yang masuk ruangan sang CEO tanpa permisi? “Fariz, kamu mengagetkanku saja!” Hampir saja emosi Rafka meledak. “Kamu kenapa Rafka? Tidak biasanya pemilik perusahaan ini malah sibuk melamun.” “A

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   SMBAI ~ BAB 171

    Rania yang mencari Rafka sejak tadi merasa terkejut saat mendengar suara suaminya berteriak kencang. Wanita itu segera berlari untuk menemui Rafka. “Mas Rafka ada apa? Kenapa berteriak-teriak seperti itu?” tanya Rania khawatir. “Aku melihat Papa, Ran. Dia juga sedang di restoran yang sama dengan kita,” jawab Rafka menjelaskan. “Papa?” Rania tidak mengerti. “Iya, Ran. Papa Ferdi. Mungkinkah selama ini dia ada di kota yang sama dengan kita?” “Mas Rafka yakin?” “Aku sangat yakin, Rania.” Rafka pun terdiam untuk sesaat. Padahal tadi ia sempat memanggil nama papanya. Tetapi mengapa lelaki paruh baya itu tidak menghentikan mobilnya? Rafka yakin jika sang papa mendengar teriakkannya. “Ya sudah, tidak apa-apa. Lebih kita pulang, mandi, terus ke rumah Mama,” ajak Rafka kemudian. Rania mengusap lembut lengan suaminya beberapa kali. “Sabar ya, Mas.” “Terima kasih, Sayang.” Setelah tiba di rumah Rania dan Rafk segera mandi. Mereka mandi bersama agar tidak menghabiskan waktu. Juga agar l

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   SMBAI ~ BAB 172

    Hari yang dinanti-nanti telah tiba. Rafka mengantarkan Rania pergi ke rumah Delvin untuk mengunjungi tantenya sekaligus membicarakan tentang pernikahan Aluna. Adik Rania itu pun juga ikut. Bahkan mereka juga mengajak Bayu. Karena masalah waktu dan acara pernikahan termasuk mendadak, akhirnya mereka sepakat untuk menyewa jasa wedding organizer yang sudah terpercaya. Tentunya Resti sudah memiliki kenalan yang bisa merekomendasikan vendor yang tepat. “Lega rasanya,” ungkap Aluna sambil memamerkan senyumnya kepada Bayu meski lelaki itu justru terlihat tegang. “Rania, Aluna, sebaiknya kalian menginap di sini ya malam ini? Tante masih kangen sama kalian. Pengen ngobrol-ngobrol tentang banyak hal.” Rania tidak langsung menjawab. Ia melirik ke arah Rafka. “Kalau Aluna sih mau-mau aja, Tante. Nggak tau kalau Mbak Rania. Kan ada suaminya. Hehehe.” Aluna justru menyindir kakak iparnya. Rafka yang menyadarinya langsung angkat bicara. “Tentu saja boleh, dong. Siapa yang melarang?” sahut Rafk

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   SMBAI ~ BAB 173

    Tanpa terasa kehamilan Rania sudah menginjak usia empat bulan lebih. Setelah disibukkan dengan acara pernikahan Aluna satu bulan yang lalu, kini ia merasa lega karena tinggal berdua bersama Rafka kembali. Setidaknya tidak ada lagi yang dikhawatirkan olehnya. Tiga hari sesudah sah menjadi istri Bayu, Aluna tinggal bersama Bayu di sebuah rumah kontrakkan yang cukup besar. Awalnya Aluna memang tidak terima sebab rumahnya tidak sebesar milik Rafka. Tetapi lama-lama ia kasihan juga terhadap perjuangan suaminya dan luluh dengan perlakuan Bayu terhadapnya. Pagi itu Rania dan Rafka berduaan di dalam kamar setelah selesai mandi. “Sayang, bagaimana kalau hari ini kita periksa ke dokter?” tanya Rafka seraya mendekati sang istri yang sedang menyisir rambut panjangnya. “Memangnya Mas tidak berangkat ke kantor, ya?” jawab Rania balik bertanya. Sebenarnya Rania sangat senang. Namun ia takut menganggu waktu kerja suaminya dan tidak mau pekerjaan Rafka jadi terbengkalai. “Mas memiliki teman seor

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   SMBAI ~ BAB 174

    Rania melakukan pemeriksaan USG. Meski rasanya sungkan dengan Dave, tetapi ada Rafka yang setia menemani di sampingnya. “Bagaimana Dave?” tanya Rafka penasaran. “Selamat, Rafka. Rania mengandung bayi kembar. Kemungkinan besar jenis kelaminnya perempuan. Dan kondisinya baik.” Rafka tersenyum bahagia mendengar hal itu. Meski sesungguhnya menginginkan anak laki-laki. “Jangan lupa untuk tetap meminum secara rutin vitaminnya.” Dave menjelaskan kepada Rania. “Terima kasih, Dokter Dave.” Rania ikut tersenyum bahagia. Seraya menyandarkan kepalanya pada tubuh Rafka. Lelaki tampan itu mengusap lembut kepalanya sambil menanti resep dari dokter. “Setelah ini mau ke mana?” tanya Dave seraya memberikan resep obat dan vitamin kepada Rafka. “Sebenarnya ingin menemani istriku berbelanja di mall,” jawab Rafka jujur. “Tidak apa-apa. Mungkin lain kali kita bertemu lagi. Ibu-ibu hamil yang mengantri di luar juga masih banyak,” ungkap sang dokter. “Siap, Dokter Dave. Kami pamit dulu.” Rafka dan

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   SMBAI ~ BAB 175

    Rania yang menyaksikan pertengkaran Rafka dengan Ferdi sungguh merasa bersalah. “Sudah, Mas. Cukup. Lebih baik Rania pergi saja.” Rania segera berlalu pergi. Tanpa terasa air matanya mengalir deras seiring langkahnya yang semakin cepat. Wanita itu merasakan sakit pada kepalanya. Seakan dunia berputar-putar memenuhi pandangannya. Hingga detik berikutnya wanita itu sudah tak sadarkan diri. Rafka segera berjalan cepat membopong tubuh Rania untuk dibawa ke rumah sakit. Tadi Dave mengatakan jika kondisi Rania baik-baik saja. Tetapi kenapa harus pingsan? Membuat Rafka mendadak gelisah dibuatnya. Tanpa diduga Ferdi juga ikut pergi ke rumah sakit. Ia mengikuti mobil Rafka dari belakang. Sepertinya lelaki paruh baya itu tidak merasa bersalah sama sekali. “Bagaimana keadaan Rania, Raf?” tanya Ferdi ingin tahu. “Dia masih diperiksa di dalam oleh dokter.” “Aku minta maaf. Apakah istrimu sedang hamil?” Ferdi bertanya lagi. “Iya, Pa. Rania sedang hamil anakku. Asal Papa tahu saja. Mas Amar y

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   SMBAI ~ BAB 176

    “Biar mas saja yang bukakan pintunya.” Tanpa menjawab pertanyaan dari Rania, Rafka segera pergi ke depan untuk membukakan pintu. “Kenapa tidak ada laporan dari Rio?” Rafka melupakan sesuatu. Rania pun segera menyusul kepergian Rafka. Padahal lelaki itu sudah melarangnya agar tidak banyak bergerak dulu setelah pingsan tadi siang. “Nadia, Fariz?” Rania tidak menyangka jika mereka berdua yang datang. Ia pikir mama mertuanya. “Bu Rania, sudah sehat?” sapa Nadia ramah. Rania tersenyum dan mengangguk. “Kami ke sini untuk mengantarkan pesanan Pak Rafka,” jelas Nadia.Rania langsung melihat ke arah Rafka. Lelaki tampan itu menepuk keningnya. “Maaf, Rania. Tadi aku minta tolong kepada Nadia untuk memilihkan pakaian yang sesuai dengan tubuh kamu. Kamu tidak apa-apa ‘kan?” Sebenarnya Rafka takut jika Rania marah. Tetapi dia tidak punya pilihan lain. Hanya Nadia dan Fariz yang bisa diandalkan untuk saat ini. “Sebetulnya Rania tidak masalah, Mas. Tetapi takut merepotkan Nadia dan Fariz. Ran

Bab terbaru

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Extra Part (Kejutan Untuk Rania)

    Malam itu langit di atas rumah megah Rania dan Rafka penuh dengan bintang-bintang. Udara segar musim semi membawa aroma bunga yang mekar di taman mereka. Di dalam rumah suasana begitu tenang. Setelah anak bungsu mereka—Rafael berangkat kuliah ke luar negeri, rumah terasa lebih sepi. Namun kebersamaan mereka tetap hangat. Rania duduk di ruang keluarga. Ia sedang membaca buku favoritnya di bawah cahaya lampu yang lembut. Rafka yang baru saja pulang dari kantor, berjalan masuk dengan senyum lelah namun penuh cinta di wajahnya. Melihat istrinya yang tenang ia merasa bahagia meski suasana rumah kini lebih sunyi. “Rania, aku sudah pulang,” ucap Rafka lembut sambil meletakkan tas kerjanya di meja. Rania mengangkat wajahnya dari buku dan tersenyum hangat. “Selamat datang, Sayang. Bagaimana hari ini?” tanya Rania sambil menutup bukunya dan berdiri untuk menyambut suaminya. Rafka merangkul Rania dengan lembut. Lalu mencium keningnya dengan penuh kasih. “Hari yang panjang, tapi semua

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Extra Part (Alsha Melahirkan)

    Di pagi yang cerah. Sinar matahari menyusup lembut melalui jendela rumah sakit, menciptakan nuansa hangat dan damai di ruangan bersalin. Di luar burung-burung berkicau riang menyambut datangnya hari baru. Namun di dalam ruangan itu, suasana penuh dengan ketegangan dan harapan. Alsha dengan wajah yang berpeluh tengah berjuang melahirkan buah hati yang dinantikan. Dito berdiri di samping Alsha. Ia menggenggam erat tangan sang istri. Lelaki tampan itu memberikan dukungan tanpa henti. Wajah Dito tampak cemas. Namun ia merasakan kebahagiaan yang tak bisa terlukiskan. “Kamu bisa, Alsha. Aku ada di sini bersamamu,” bisiknya dengan suara lembut dan penuh kasih. Dengan napas yang terengah-engah, Alsha menguatkan diri. Setiap kontraksi membawa rasa sakit yang luar biasa, namun juga mendekatkannya pada momen yang paling dinantikan dalam hidupnya. Wajahnya menegang, tetapi ada kilauan tekad di matanya. “Sedikit lagi, Bu Alsha. Sedikit lagi,” ucap dokter dengan nada tenang dan men

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Extra Part (Alma Hamil)

    Pagi itu matahari baru saja terbit dan sinarnya yang lembut menembus jendela kamar Alma dan Marco. Suara burung berkicau di luar rumah memberikan kesan damai dan menenangkan. Namun pagi itu terasa berbeda bagi Alma. Dia terbangun dengan perasaan yang aneh. Sesuatu yang tidak biasa. Alma mencoba mengabaikannya, tapi gejala-gejala yang dia rasakan semakin nyata. Alma duduk di tepi ranjang, memegang perutnya yang terasa aneh. Pusing, mual, dan perasaan lelah yang luar biasa menyelimuti dirinya. Ia mengingat kembali beberapa hari terakhir, mencoba mencari penjelasan. “Mungkinkah?” pikir Alma, hatinya berdebar-debar dengan harapan sekaligus kecemasan. Marco yang berada di dapur, sedang menyiapkan sarapan. Dia memperhatikan Alma yang keluar dari kamar dengan wajah pucat. “Kamu baik-baik saja, Alma?” tanya Marco dengan nada khawatir. Alma mencoba tersenyum. “Aku merasa sedikit tidak enak badan. Mungkin aku butuh istirahat lebih,” jawabnya sambil mencoba menyembunyikan kekhawati

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 222. TAMAT

    Beberapa hari telah berlalu. Alsha memilih menyendiri di sebuah hotel kecil yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota. Ia membutuhkan waktu untuk merenung dan menenangkan hatinya yang kacau. Kamar hotel itu sederhana, tapi cukup nyaman untuk menjadi tempat perlindungan sementara. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela memberikan sedikit kehangatan di dalam ruangan yang sunyi itu. Di tepi ranjang Alsha duduk dengan tatapan kosong. Ia merenungkan semua yang telah terjadi. Di dalam hatinya ada campuran antara rasa sakit, kebingungan, dan ketidakpastian. Gadis itu mengelus perutnya yang masih rata. Membayangkan bayi yang sedang tumbuh di dalamnya. Bayangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian membuatnya merasa sendirian. Ketukan lembut di pintu mengagetkannya dari lamunan. Dengan perlahan dan hati-hati Alsha bangkit lalu membuka pintu. Di sana berdiri seorang lelaki suruhan papanya yang akhirnya berhasil menemukan tempat persembunyian Alsha setelah berhari

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 221. Alsha Hamil?

    Hari pernikahan yang dinanti-nanti pun tiba. Karena sebuah kesepakatan akhirnya pernikahan dilaksanakan di rumah Rania dan Rafka. Taman rumah yang luas telah disulap menjadi tempat pernikahan yang megah, dipenuhi dengan hiasan bunga-bunga berwarna pastel dan lilin-lilin yang memberikan cahaya hangat. Sebuah tenda besar dihiasi kain putih dan pita emas menjulang di tengah-tengah taman. Menambah kesan elegan dan mewah. Marco, Alma, dan Dito sudah berkumpul bersama keluarga dan tamu undangan. Semuanya terlihat anggun dalam balutan busana pernikahan yang memukau. Pak penghulu telah datang dan bersiap untuk memulai prosesi ijab kabul. Namun di antara keramaian dan kegembiraan itu ada satu hal yang mengganjal. “Ke mana Alsha?” tanya Rania dengan cemas. Ia memandang sekeliling mencari putrinya. “Tadi katanya ke toilet sebentar,” jawab Alma dengan sedikit gugup. Gadis itu mencoba menenangkan ibunya. Marco mulai merasa cemas. “Aku akan mencarinya,” ucapnya seraya bergegas menuju

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 220. Menjadi Kenyataan

    Tanpa terasa hari pernikahan semakin dekat. Segala persiapan sudah selesai. Malam sebelum pernikahan, Alsha duduk sendirian di balkon apartemen. Ia merenung tentang semua yang telah terjadi. Angin malam yang sejuk mengusap wajahnya, membawa kedamaian yang sementara. Tiba-tiba pintu balkon terbuka dan Alma ke luar. “Hei!” Alma menyapa sambil mendekati Alsha. “Kenapa kamu di sini sendirian?” “Alsha hanya merenung, Kak. Besok adalah hari besar kita,” jawab Alsha dengan senyum tipis. “Iya, besok kita akan memulai babak baru dalam hidup kita. Kamu sudah siap?” tanya Alma dengan lembut. “Sejujurnya, Alsha sedikit gugup. Tapi Alsha yakin ini adalah langkah yang benar,” jawab Alsha kemudian. “Semua akan baik-baik saja, Alsha!” Alma berbicara dengan yakin sambil merangkul kembarannya itu. Mereka duduk bersama dalam keheningan sejenak. Menikmati kebersamaan yang tenang di malam yang penuh bintang. Suara kota yang jauh terdengar seperti bisikan lembut, memberikan latar belakang yang m

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 219. Malam Bersama

    “Ngapain di sini sendirian, Alsha?” Suara itu milik Marco yang tampak khawatir melihatnya. Alsha menghela napas lega meskipun masih ada sedikit rasa takut yang tertinggal. “Kok kamu tahu aku di sini, Marco?” tanyanya dengan suara yang masih bergetar. Marco tersenyum tipis. Ia mencoba menenangkan Alsha. “Aku khawatir padamu. Saat aku ke apartemen dan tidak menemukanmu, aku memutuskan untuk mencarimu. Aku ingat kamu pernah bercerita tentang tempat ini, jadi aku datang ke sini.” Alsha mengangguk, merasa sedikit tenang dengan kehadiran Marco. “Aku hanya butuh waktu sendirian untuk berpikir. Tapi aku takut Marco. Aku merasa tadi ada yang mengikutiku.” “Apakah kamu yakin?” Marco segera membawa tubuh Alsha ke dalam dekapannya. “Kamu tidak perlu takut. Ada aku di sini untukmu.” Alsha tak menolak meski ia tidak membalas pelukan Marco. Hatinya masih belum bisa sepenuhnya menerima Marco. “Terima kasih, Marco. Aku hanya merasa gugup menjelang pernikahan kita.” Marco mengangguk mengerti. “

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 218. Seseorang Yang Dikenal

    “Tidak. Aku tidak peduli.” Alsha berusaha untuk mengabaikan pesan tersebut. Ia juga memblokir nomor baru yang masuk. Berapapun banyaknya nomor itu Alsha tidak akan peduli. Setelah merasa cukup tenang, Alsha segera memejamkan kedua matanya. Pagi harinya Alsha menjalani kehidupan seperti biasanya. Ia mencoba menghilangkan segala kegelisahan hati dengan rajin memasak. Gadis itu juga memilih untuk bekerja online dari ponselnya. Sebenarnya Marco tidak melarang jika setelah menikah nanti Alsha akan bekerja, tetapi lelaki itu akan sangat bahagia jika Alsha lebih fokus melayani sang suami saja. Tanpa terasa hari-hari berlalu dengan cepat. Persiapan pernikahan berjalan lancar. Namun, sebuah pertemuan tak terduga terjadi beberapa hari sebelum pernikahan. Alsha sedang berada di kafe dekat apartemen, menunggu Alma yang sedang membeli beberapa keperluan. Ketika ia sedang menikmati kopi, seseorang mendekatinya. “Alsha?” Suara yang familiar itu membuatnya mendongak. Di hadapannya berdiri Dito

  • Satu Malam Bersama Adik Ipar   Bab 217. Berdebar Kencang

    Pagi itu Alsha bangun lebih awal dari biasanya. Ia merasa lega bisa berkumpul kembali bersama orang tuanya setelah sekian lama. Aroma harum dari dapur menyambutnya saat dia keluar dari kamar. Saat memasuki ruang makan, dia melihat Rania, Rafka, dan adik laki-lakinya—Rafael sudah duduk di meja. “Selamat pagi Sayang,” sapa Rania sambil tersenyum hangat. “Sarapan sudah siap. Duduklah, kita sarapan bersama.” Alsha duduk di kursinya dan merasa nostalgia yang mendalam. Sudah lama sejak terakhir kali mereka semua berkumpul untuk sarapan seperti ini. Meja penuh dengan makanan favoritnya. Nasi goreng, telur dadar, dan berbagai macam lauk pauk. “Selamat pagi, Kak Alsha,” sapa Rafael yang duduk di sebelahnya. “Akhirnya kita bisa sarapan bareng.” Alsha tersenyum dan merangkul adik laki-lakinya. “Selamat pagi, Rafa. Bagaimana sekolahmu?” “Baik, Kak. Sedikit sibuk dengan tugas-tugas, tapi semuanya lancar,” balas Rafael sambil mengambil sepotong roti. Rafka tersenyum bangga. “Rafa i

DMCA.com Protection Status