“Hoi Rawai Tingkis! Apa yang kau lakukan? Ini tidak lucu, bangun! Hoi!!!” Dua senopati muda itu berusaha untuk membuat Rawai Tingkis terjaga, bahkan salah satu dari mereka menampar wajah remaja itu, memukulnya cukup keras, tapi tetap saja Rawai Tingkis tidak bergerak.“Aku membawa satu gentong air!!!” seorang prajurit level tinggi berlari ke arah Rawai Tingkis dengan gentong besar, lalu menumpahkan gentong tersebut ke wajah Rawai Tingkis, tapi tetap saja tidak berguna.Remaja itu masih mendengkur keras, tidak peduli dengan situasi yang terjadi saat ini.“Gawat, ini gawat!”“Gawat bagaimana?”“Ya Gawat, kalau begini tugas kita harus membawa dirinya, jangan sampai terbunuh oleh musuh.”“Apa?”“Tidak ada pilihan lain, sekarang aku akan menggendong Rawai Tingkis, dan kalian semua tolong buat jalan agar kami bisa bersembunyi!”Sungguh semua prajurit yang adai dekat Rawai Tingkis merasa begitu geram saat ini. Mereka tidak habis pikir, orang sehebat Rawai Tingkis bisa menjadi beban yang begi
“Paman Senopati, bantulah para prajurit yang lain! Ada beberapa belas satria suci yang masih tersisa!”Ucapan Rawai Tingkis seketika mengejutkan Ronggo, yang tidak tahu jika anak buahnya telah banyak terbantai saat ini.Sementara itu, Danur Jaya dengan senyum pahit akhirnya pergi ke arah prajurit untuk membantu mereka mengalahkan para satria.Sesempainya di sana, Danur Jaya juga terkejut melihat begitu banyak satria suci yang bergeletakan di permukaan tanah merah karena darah.Namun rata-rata dari mereka dipenuhi oleh banyak tombak dan pedang. Ya, ketika Rawai Tingkis terjaga dari tidurnya, hal pertama yang dia lakukan adalah melukai seluruh tubuh satria suci.Dia tidak sempat membunuh mereka, karena harus pergi menemui Ronggo yang rupanya hampir saja membunuh Danur Jaya serta Senopati Santa.“Apa dia yang melakukan semua ini?” gumam Danur Jaya, “Rawai Tingkis, dia membuat aku menjadi takut.”Sementara di sisi lain, Senopati Santa baru saja bangun setelah mendapat banyak serangan.“Ha
Rawai Tingkis masih bertarung begitu sengit melawan Ronggo, sementara di sisi lain, para prajurit harus bekerja sama menghadapi satria suci yang kini hanya tinggal selusin orang lagi.Namun ini tidak baik karena mengingat semua prajurit dalam keadaan terluka parah saat ini. Semua serangan yang dilakukan oleh prajurit bahkan terkesan sia-sia belaka saat menghadapi musuhnya.Bantuan yang dilakukan oleh senopati tampaknya juga tidak begitu berpengaruh kepada satria suci tersebut.“Sepertinya mereka adalah para satria paling kuat yang tersisa,” ucap beberapa senopatimuda saat ini. “Sial, bahkan mereka setelah terkena luka yang parah masih bisa memberikan dampak sangat besar bagi kita.”“Aku merasa tulang belulangku seakan remuk saat terkena pukulan mereka.”“Kau pikir hanya dirimu, aku bahkan tidak bisa bergerak saat ini setelah mencoba menahan kekuatannya.”“Apa yang harus kita lakukan saat ini?”“Jangan menyerah!!!” Senopati Danur Jaya berteriak seraya melepaskan beberapa erangan ke ara
Ronggo, pemuda itu menatap Rawai Tingkis dengan pandangan yang berbeda. Seolah dari sinar matanya ada dendam dan penyesalan yang bercampur menjadi satu. Ada amarah tapi juga ada simpati yang disembunyikan olehnya.Tatapan yang membuat Rawai Tingkis merasa bimbang untuk mengakhiri hidup pemuda tersebut.“Aghkkk!” Rawai Tingkis menusukan mata pedangnya, dan kini Ronggo terlihat menutup mata.Begitu aneh jika seorang mesin pembunuh seperti Ronggo menutup mata saat menemui ajalnya.Namun.“Rawai Tingkis …?” Ronggo berkata serak, saat mengetahui bahwa mata pedang Rawai Tingkis tidak menembus batang lehernya, hanya menikam tanah yang berada dua jari dari leher pemuda tersebut.“Pergilah!” ucap Rawai Tingkis.Remaja itu menarik lagi pedangnya, lalu melangkahkan kaki untuk pergi meninggalkan Ronggo.Sementara itu, Ronggo menatap punggung Rawai Tingkis yang perlahan hilang di balik puing-puing bangunan.“Bukan kami, bukan kami orang yang terpilih …tapi dirimu, Rawai Tingkis …” ucap Ronggo, lal
“Yang Mulia Prabu dan yang lain, bersembunyilah di balik semak!” salah satu prajurit menginstruksikan, lalu dia menarik pedang,Bersiap untuk menghadapi kemugkinan musuh yang akan menyerang.Sementara itu, Selasih Ayu langsung ditarik oleh bibinya, alias Sang Ratu, dan Pangeran Tamblang yang sombong, lebih dahulu bersembunyi.Semakin lama, suara langkah kaki semakin mendekati mereka. Para prajurit menenal ludah pahit, dengan wajah berkeringat dingin saat ini.Lau tiba-tiba.“Yang Mulia Prabu, ini aku…” muncul sesosok orang dari balik pohon yang ada di hadapan prajurit. “Empu Lanar.”“Empu Lanar?” tanya salah satu prajurit.“Benar, hamba Empu Lanar.”“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Prabu Dera.“Maaf Yang Mulia Prabu, aku akan menjelaskannya nanti, sekarang ikut aku ke tempat persembunyian.”Awalnya, Pangeran Tamblang sedikit ragu dengan ucapan Empu Lanar, tapi pada akhirnya dia tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti Empu Lanar, sebab Raja dan yang lainnya telah pergi membuntut
Satria suci dari Pulau Tengkorak tidak tahu siapa yang menyerang mereka, karena saat ini mereka berada di tengah selat.Namun yang jelas, benda yang menerjang mereka adalah puntung kayu yang berukuran cukup besar. Puntung itu tampaknya dilempar dari pulau di seberang, oleh seseorang yang memiliki kekuatan setara dengan satria suci itu sendiri, atau mungkin lebih kuat lagi.Dari Pulau Tengkorak butuh waktu sekitar beberapa puluh menit agar tiba di pulau seberang jika kondisi laut sedikit buruk.Namun jika angin dan laut yang berpihak, kapal bisa tiba ke seberang pulau hanya dalam 30 sampai 40 menit saja. Ya, tergantug dari cuaca.Dari Pulau Tengkorak menuju pulau selanjutnya mungkin tidak terlalu jauh, tapi itu bisa dirasa sangat jauh jika diukur dari lemparan benda yang menghantam kapal mereka.Ya, tentu saja tidak ada seorang manusia yang bisa melempar puntung kayu dari jarak seperti ini, kecuali mungkin satria suci.Namun, jelas itu bukan dari Pulau Tengkorak, karena bagaimanapun, s
Beberapa saat kemudian, pertempuran yang terjadi di tengah selat yang melibatkan dua aliran satria suci akhirnya selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama.Kapal besar yang mengangkut pasukan dari Pulau Tengkorak, kini hanya tersisa puing-puing papan dan kayu yang terombang-ambing di lautan.Semua satria suci yang dikirim oleh Pangeran Nundru telah ditenggelamkan ke dasar lautan.Sekarang terlihat, tubuh Senopati Kauman terombang-ambing diantara buih lautan. Ada banyak luka di sekujur tubuh pria tersebut, luka parah yang ada di perut dan tebasan yang ada di tengah dada.Salah satu matanya buta karena sebuah benda, sementara satu telingannya juga dirobek oleh lawannya.Lalu entah apa yang terjadi dengan Senopati Kauman, sebab tubuhnya kini mulai menghilang ditelan gulungan ombak yang dahsyat.Di sisi lain lagi, tiga satria suci yang dikirim bangsawan dunia telah tiba di Pulau Tengkorak.Ketiga orang itu kehilangan pakaiannya, tapi tubuh mereka tampaknya tidak mendapatkan luka yang be
Di Istana Indra Pura, para prajurit masih menuggu kedatangan Senopati Kauman dengan harap-harap cemas.Tidak ada satupun orang yang tidur di malah hari, kecuali mereka akan dihantui oleh ketakutan yang teramat sangat, kecuali Rawai Tingkis.Para Senopati dan Patih telah memberikan perintah untuk memperbaiki semua ranjau, meski harus memakan biaya yang sangat mahal.Namun dua hari setelah ranjau itu dibuat, tidak ada tanda-tanda musuh datang menyerang. Ini membuat mereka merasa sangat heran.“Apa musuh tidak jandi menyerang kita ya?” tanya salah satu prajurit, seraya mengasah pedangnya.Prajurit yang lain terlihat memperbaiki perban yang melilit di tubuhnya, lalu menjawab, “Jangan lengah! Bisa saja mereka memang sengaja melakukannya, agar pertahanan kita berkurang, dan pada saat itu mereka datang secara tiba-tiba dan menghancurkan semuanya!”Satu hari telah berlalu, kemudian satu hari lagi, dan satu hari lagi, tapi musuh tidak juga kunjung datang menyerang.Hal ini membuat banyak prasa