Share

Part 9

Penulis: Maylafaisha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-07 19:21:34

Trash!

Kuku-kuku panjang itu berhasil merobek sesuatu di dalam sana dan senyum lebar, lebih tepatnya seringaian karena yang tampak di dalam mulut wanita itu adalah gigi-gigi runcing yang siap menyobek apa pun menjadi serpihan.

Dengan sekali tarikan keras, tangan itu keluar dengan membawa sesuatu yang memang sudah diincarnya sedari tadi. Sesuatu itu tampak berdarah-darah dan terdapat lubang sobekan memanjang dari atas hingga ke bawah, seakan hendak membelah sesuatu itu menjadi dua bagian sama besar.

"Hahaha! Akhirnya aku dapat memakan kembali makanan kesukaanku ini setelah sekian lama. Aku suka!" Tawa seram sosok itu terdengar keras dan melengking, seketika itu juga suasana di dalam ruang OK terasa semakin mencekam. 

Para tenaga medis yang tengah berjuang menolong Rasti serentak menghentikan pekerjaan mereka karena terkejut, beberapa di antara mereka terutama para tenaga co-assistent merasa ketakutan karena tidak pernah mengalami fenomena seperti

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Santet Pengantin   Part 10

    Jadi anak saya meninggal, dok. Innalillahi w* inna ilaihi rajiun, terima kasih untuk usaha yang sudah dokter dan tim berikan untuk anak dan istri saya. Saya sangat menghargainya, saya permisi mau ke bagian pemulasaraan jenazah dulu, dok" pamit Arga kepada dokter Indri. Dengan langkah gontai dan mata berkaca-kaca, Arga melangkahkan kakinya ke ruang pemulasaraan jenazah untuk melihat jenazah bayinya ketika tiba-tiba ponselnya berdering dan tertera tulisan PAPI, gegas di angkatnya telepon dari papinya. [Assalamualaikum, Pi.] salam Arga begitu mengangkat telepon papinya. [W*'alaikumsalam, Arga. Ga, maaf papi dan mami baru aja sampai di rumah sakit, tadi kami terjebak macet karena hujan angin ribut. Semoga istri dan anak kamu bisa tertolong, ya.] Indra, papi Arga menjelaskan alasan keterlambatan mereka kepada Arga. [Iya, nggak apa-apa, Pi. Rasti, alhamdulillah selamat, tapi anak Arga ....] Arga me

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-07
  • Santet Pengantin   Part 11

    "Arga, papa dan mama minta maaf karena datang terlambat. Sebenarnya kami tadi langsung berangkat setelah menerima telepon darimu, tapi nggak tahu kenapa mobil papa tiba-tiba saja mogok dan nggak mau dinyalakan lagi mesinnya. Jadi kami terpaksa harus menunggu tukang bengkel langganan kita untuk datang mengambil mobil papa dan menelepon taksi untuk melanjutkan perjalanan ke sini," papar Roy."Ya, nggak apa-apa, Pa, Ma. Papi dan mami juga baru datang kok, karena tadi mereka kejebak hujan angin ribut dan nggak berani nerusin perjalanan karena jarak pandang terlalu dekat," jelas Arga kepada Roy."Oh, oke. Sekarang beritahu pada kami, bagaimana keadaan istri dan calon anak kalian? Mereka selamat 'kan?" Risa bertanya kepada Arga mewakili suami dan kedua besannya.Wajah Arga semakin murung. Tanpa suara, Arga menggamit tangan mamanya dan meminta mereka semua untuk mengikuti dirinya menuju ke ruang pemulasaraan jenazah.Wajah ke empat orang tuanya terlihat tak meng

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 12

    Sementara itu di kediaman Indra, papa Arga, para tetangga mulai berdatangan untuk membantu proses pemakaman anak Arga. Beberapa ibu, membantu memasak dan menyiapkan air minum serta camilan untuk para pelayat dan keluarga beserta beberapa penggali makam. Sementara itu para bapak bersiap untuk menyalatkan jenazah dan menyiapkan keranda untuk membawa jenazah ke makam, di masjid wakaf keluarga Indra Hartawan.Sekilas tidak ada yang aneh dari kegiatan itu, semua tampak wajar dan normal. Arga yang masih ingin bersama buah hatinya menolak memasukkan jenazah bayinya ke dalam keranda, dia ingin menggendong jenazah anaknya selama perjalanan hingga ke liang lahat."Bisa nggak, Pak kalau saya gendong anak saya saja mulai dari sini hingga ke makam. Ya, itung-itung gendongan pertama dan terakhir saya untuk dia, Pak," pinta Arga kepada beberapa tetangganya yang ikut mengurusi jenazah."Silahkan, Nak Arga. Nanti kalau Nak Arga sudah siap, kita langsung berangkat ya. Kasian kala

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 13

    "Iya! Itu dia! Yang saya lihat mungkin sama persis dengan yang bapak lihat sekarang. Gedebog pisang!" tandas Pak Johan.Pak Candra mengangguk-angguk dengan wajah pucat pasi, dia masih tidak mengerti bagaimana mungkin jenazah bisa tiba-tiba saja berubah menjadi gedebog pisang atau memang dari awal mereka semua telah tertipu tanpa mereka sadari.Pak Candra dan Pak Johan saling menatap satu sama lain, mereka betul-betul tidak memahami kejadian yang menurut mereka sangat tidak masuk akal tersebut, perlahan tapi pasti bulu kuduk mereka meremang dan tubuh mereka bergidik perlahan.Suasana pun menjadi mencekam walau pun saat itu matahari masih bersinar, aroma amis pun samar-samar merasuk ke dalam rongga hidung mereka masing-masing.Pak RT yang kebetulan lewat, hendak mengambil air wudhu untuk mengerjakan salat fardhu kifayah dan kebetulan melihat ke dalam pun keheranan dengan tingkah Pak Johan dan Pak Candra yang di nilainya berbeda dengan biasanya."Assa

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 14

    Mereka bertiga berdiskusi bagaimana sebaiknya, karena sangat tidak mungkin menyampaikan hal ini kepada keluarga besar Arga yang sedang berkabung saat ini. Akhirnya mereka memutuskan untuk mendatangi Ustadz Hasyim, ustadz yang merangkap sebagai salah satu imam di masjid di itu. Setibanya di kediaman ustadz, mereka menceritakan kejadian yang menimpa anak Arga. Tidak lupa mereka menceritakan juga perihal aroma amis darah yang mereka cium sewaktu akan mendatangi almarhum bayi Arga. "Baik, saya sudah paham dan mengerti dengan cerita bapak-bapak. Jadi sekarang saya kembalikan lagi, saat ini terserah bapak bertiga ini mau pulang atau terus mengantar hingga pemakaman," tawar Ustadz Hasyim kepada ketiga tamunya. Ketiga bapak-bapak itu saling tatap satu sama lain, tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Ustadz Hasyim. Mereka tidak tahu harus bersikap bagaimana, sebab mereka adalah tetangga Indra paling dekat tetapi di lain

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 15

    Kania menyeringai puas, dia merasa begitu bahagia melihat penderitaan Arga dan Rasti sudah di mulai. Dia menimang boneka jerami berbalut kafan dengan foto Rasti masih menempel erat di badannya. Bibirnya tersenyum smirk, membayangkan kehancuran Rasti, sahabat yang telah tega menusuknya dari belakang.'Ini baru permulaan, Rasti sayang. Selanjutnya, penderitaanmu akan lebih berat dan menyakitkan, bahkan lebih dari rasa sakit yang pernah kau tebarkan untuk keluargaku dulu, dan di saat-saat itu aku akan tertawa melihatmu tak berdaya. Hahaha,' desis Kania geram, 'dan kau Mas Arga ... kau akan menyesali keputusanmu untuk meninggalkan aku demi memilih perempuan sundal berlidah ular itu! Akan kubuat kau mengejar-ngejarku lagi dan melupakan perempuan sialan itu!'Mata Kania beralih ke cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Dia melihat dirinya sekarang begitu kurus dan kusam tidak seperti saat dia masih bahagia bersama Arga. Rasa sakit itu telah merubah dirinya begitu jauh, ter

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 16

    Citra memahami perasaan suaminya, sejak Irvan mengetahui perihal kehancuran rumah tangga putri mereka yang akhirnya membuatnya terkena stroke, Irvan seakan tidak ada keinginan untuk hidup karena bagi Irvan putri semata wayangnya itu adalah sebuah permata rapuh yang tidak boleh dihancurkan siapa pun juga."Ayah, mau video call nggak sama Kania? Ibu sambungkan ya," tawar Citra menghibur Irvan, suaminya.Citra lalu mengambil ponselnya kemudian menekan nomor putrinya untuk melakukan panggilan video melalui aplikasi hiijau di ponselnya.Tuuut! Tuuut! Tuuut! Klik!Terdengar nada sambung panggilan yang disusul dengan nada tombol panggilan diterima.[Assalamualaikum, Kania.] sapa Citra, ibu Kania mengawali panggilan.[Eh, ibu. Ibu dan ayah, apa kabar? Kania kangen, Bu.] tanya Kania, begitu tahu ibunya yang meneleponnya.[Baik, alhamdulillah baik, Nak. Kamu juga apa kabarnya di Jakarta, Sayang?] Citra menyatakan kabar putrinya yang sudah lama

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 17

    Kania melirik pantulan wajahnya di layar ponsel yang masih digenggamnya, d noia melihat ada sesosok wanita tengah berdiri tepat di belakangnya, wanita itu tampak mengulurkan tangan kirinya yang pucat pasi dengan kuku-kuku runcingnya ingin memegang bahu kirinya.Deg!Detak jantung Kania terasa berhenti begitu saja, saat merasakan tangan dingin dan pucat itu menyentuh sedikit kulit lehernya. Bagaikan terhipnotis oleh sosok wanita itu, Kania menganggukkan kepalanya dan berkata bahwa dia akan melanjutkan permainan yang sudah dimulainya dan baru akan berhenti setelah dendamnya usai terbalaskan semua."Aku akan melanjutkan permainan kita, dan tidak akan berhenti hingga dendamku terbalaskan. Arga, Rasti tunggu pembalasanku berikutnya! Haha! Hahaha! Hahahaha!" Tawa Kania terdengar menggema keseluruh ruangan, tanpa dia sadari sosok wanita itu menampakkan senyum smirknya mendengar Kania begitu mudah masuk ke dalam perangkapnya.'Teruslah kau bermain, Kania! Terusla

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08

Bab terbaru

  • Santet Pengantin   112

    “Lalu dia apa?” Arga menatap curiga. “Dia adalah Wangsa Jagal,” jawab Barda. “Makhluk yang lahir dari rasa dendam, kemarahan, dan rasa kehilangan yang mendalam."Arga menelan ludah. “Jadi... makhluk itu muncul karena…?”“Karena jiwa Rasti yang belum tenang,” Barda menatap mereka penuh makna. “Dan jika kalian tidak cepat bertindak… arwah Rasti yang asli akan terseret… menjadi bagian dari kegelapan itu.”Di balik bayang-bayang malam, sosok menyerupai Rasti berjongkok di tanah, mencakar-cakar bumi dengan jari-jarinya yang kurus dan hitam. “Aku akan kembali…” suaranya bergetar, penuh kebencian. “Aku akan membuat mereka merasakan rasa sakit yang sama…” Sosok itu menengadah, matanya bersinar merah membara. “Aku akan membuat mereka membayar… dengan nyawa mereka."Malam kembali turun, menyelimuti desa dengan keheningan yang mencekam. Kania dan Arga duduk di beranda rumah Barda, menunggu sang paranormal menyelesaikan persiapannya. Cahaya lampu minyak berkelip samar, menambah kesan mura

  • Santet Pengantin   111

    Sosok yang menyerupai Rasti melesat ke arah mereka dengan kecepatan yang tidak wajar. Nafas Rahayu terhenti, tubuhnya menegang dalam pelukan Roy. “Minggir!” bentak Kania. Dengan cepat, Kania mendorong Roy dan Rahayu ke samping. Bayangan mengerikan itu melesat melewati mereka, nyaris mencengkeram bahu Rahayu. Namun Kania lebih sigap. Dengan sejumput garam yang selama ini ia simpan di sakunya, ia menebarkannya ke arah bayangan itu. SRAAKK!Sosok yang menyerupai Rasti berteriak nyaring. Tubuhnya mengerut, kulit pucatnya mengelupas, memperlihatkan lapisan hitam berlendir di bawahnya. Matanya, yang tadinya bersinar merah, kini mendidih seperti darah mendidih. “Kau akan membayar ini…” desisnya sebelum menghilang dalam kabut kelam yang menyesakkan. Suasana mendadak senyap. Hanya suara napas Rahayu yang terdengar, tersengal-sengal seperti orang yang baru keluar dari mimpi buruk. Roy membantu Rahayu duduk di sofa. Tubuh istrinya gemetar hebat. “Sayang… tenang… tenang…” Roy

  • Santet Pengantin   110

    Malam semakin larut, tetapi tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa tidur. Rahayu masih duduk di sofa, sesekali menggigil meskipun Roy sudah menyelimutinya. Tatapannya kosong, pikirannya penuh dengan suara yang tadi ia dengar—suara yang seharusnya tidak mungkin ada. Roy sendiri berusaha menenangkan dirinya. Sebagai seorang pria yang selalu berpikir logis, semua ini sulit ia terima. Tetapi ia tidak bisa menyangkal kenyataan. Mereka melihat sesuatu. Mereka mendengar sesuatu. Dan sekarang… mereka tidak tahu apakah itu akan kembali atau tidak. Di sudut ruangan, Kania berdiri sambil menatap langit malam di luar jendela. Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi ia bisa merasakan sesuatu di luar sana. Sesuatu yang belum pergi. Arga, yang sejak tadi diam, akhirnya bangkit dari duduknya. “Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Roy mengerutkan kening. “Maksudmu?” Arga menatap mereka semua. “Apa yang kita hadapi ini bukan sekadar arwah penasaran. Kalau memang Rasti masih

  • Santet Pengantin   109

    Keheningan yang mencekam menggantung di udara.Ruangan yang tadinya dipenuhi bisikan dan suara tawa menyeramkan kini terasa sunyi. Namun, hawa dingin yang menyelimuti mereka belum sepenuhnya pergi.Arga masih terduduk di lantai, merasakan sisa-sisa nyeri akibat hantaman keras tadi. Napasnya masih berat, pikirannya kacau. Ia mengalihkan pandangannya ke Kania, yang masih berdiri tegap dengan belati di tangannya.Kania tetap waspada, matanya mengitari ruangan, seakan mencari tanda-tanda keberadaan sosok tadi.Rahayu masih terisak di sudut ruangan, sementara Roy berdiri kaku di sampingnya. Wajahnya pucat, tangannya bergetar.Ia tidak pernah percaya pada hal-hal seperti ini sebelumnya. Tapi kini?**Ia baru saja melihat putrinya yang telah mati… atau sesuatu yang menyerupainya.**

  • Santet Pengantin   108

    Cahaya lilin kembali berkedip-kedip, menciptakan bayangan menari di dinding yang seakan hidup. Sosok itu masih berdiri di sana—diam, tetapi keberadaannya memenuhi ruangan dengan hawa dingin yang menyesakkan. Rahayu semakin erat mencengkeram lengan Roy, tubuhnya gemetar. “T-tidak… Ini tidak mungkin…” suaranya nyaris tak terdengar. Roy menelan ludah, otot-ototnya menegang. Ia ingin melindungi istrinya, tetapi tubuhnya terasa berat, seakan sesuatu menahannya. Arga masih terpaku di tempatnya. Matanya tidak bisa lepas dari sosok itu. Wujud itu memang terlihat seperti Rasti… tapi ada sesuatu yang sangat salah. Wajah itu. Saat masih hidup, Rasti memiliki tatapan tajam penuh emosi. Tapi yang berdiri di hadapan mereka sekarang hanya memiliki mata kosong, merah membara, seakan dipenuhi api neraka yang berpendar dalam kegelapan. "Kau pikir ini sudah berakhir, Arga?" Suara itu menggema, lebih berat, lebih dalam. Lalu… ia mulai melangkah. Bukan dengan cara manusia berjalan. Tetap

  • Santet Pengantin   107

    Suasana di dalam rumah duka semakin terasa berat. Waktu seolah berhenti, meninggalkan hanya isak tangis yang menggema di antara dinding.Rahayu masih terisak, wajahnya basah oleh air mata, sementara Roy tetap duduk diam, menatap lantai dengan pandangan kosong.Arga tak mengatakan apa-apa lagi. Semua yang perlu ia sampaikan sudah keluar. Namun, di dalam dirinya, perasaan bersalah tetap menyelubungi.Kania masih berdiri di sudut ruangan, diam-diam memperhatikan ekspresi Arga. Ada sesuatu dalam tatapannya—sebuah kehampaan yang begitu dalam, seolah ia telah kehilangan lebih dari sekadar istri.Namun, ketegangan belum sepenuhnya reda.Sebuah suara lirih akhirnya keluar dari mulut Rahayu.“Jika Rasti memang sudah... pergi, kenapa aku masih bisa merasakannya?”Arga menoleh,

  • Santet Pengantin   106

    Langit kelabu seolah berduka, menurunkan gerimis yang tipis namun dingin. Angin membawa aroma tanah basah, menyelimuti pemakaman dengan kesunyian yang berat.Sejumlah orang berpakaian hitam berdiri di sekitar pusara yang masih merah, menundukkan kepala. Payung-payung terbuka, melindungi mereka dari hujan, tapi tidak bisa melindungi hati mereka dari luka yang menganga.Kania berdiri di antara mereka, tanpa payung, membiarkan hujan membasahi wajahnya yang sudah dipenuhi air mata.Di depannya, Arga berdiri kaku, tatapannya kosong. Ia tak berkedip saat tanah perlahan menutupi peti Lilian. Di sampingnya, Darma hanya terdiam, wajahnya mengeras seperti batu, tapi tangan yang mengepal menunjukkan emosi yang ia tahan mati-matian.Kania tidak bisa menatap mereka lama-lama. Terutama Darma.Ia tahu, di mata Darma, dirinya adalah penyebab semua ini.Ketika doa terakhir selesai dibacakan, satu per satu orang mulai beranjak pergi. Beberapa menyentuh bahu Arga dengan lembut, memberi dukungan dalam di

  • Santet Pengantin   105

    Darah membanjiri tanah.Tubuh Kania gemetar. Nafasnya tersengal. Luka di perutnya menganga, mengalirkan cairan merah yang tak henti-hentinya.Matanya kabur, kepalanya pening.Dia seharusnya mati.Seharusnya…Tapi, di depan matanya—Darma yang kini telah berubah menjadi makhluk kegelapan tengah menatapnya dengan senyum menyeramkan.Di sampingnya, Rasti berdiri penuh kemenangan.“Kau sudah selesai, Kania,” ujar Rasti dengan nada penuh kepuasan. “Terimalah takdirmu. Tak ada lagi yang bisa menolongmu.”Kania mengatupkan giginya.Tidak.Aku belum kalah.&nb

  • Santet Pengantin   104

    Lorong itu menjadi saksi keheningan yang mencekik.Sisa energi dari tubuh Lilian masih berpendar di udara, bercampur dengan bayangan yang kini berputar liar, seperti haus akan korban baru. Darma masih membeku, tangannya gemetar di atas lantai yang dingin."Lilian..." Namanya meluncur dari bibirnya seperti doa yang tertunda—sebuah panggilan yang tak akan pernah dijawab lagi. Arga mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Brengsek!"Matanya menatap Rasti—atau makhluk yang kini bersemayam dalam tubuh Rasti—dengan api amarah yang menyala-nyala.Tapi sebelum Arga bisa bergerak, Kania sudah lebih dulu maju.Wajahnya berubah. Bukan lagi ketakutan. Bukan lagi keraguan.Hanya dendam.Dan sesuatu yang lebih gelap dari itu. "Aku akan menghabisimu." Suara Kania lirih, tetapi menggetarkan udara di sekitar mereka. Makhluk dalam tubuh Rasti hanya menyeringai."Oh? Apa kau benar-benar yakin, Kania? Aku sudah mengambil satu. Kau mau jadi yang berikutnya?"DUARRR!!Kania tidak menjawab dengan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status