Di Kerajaan Mahasura, Mahesa tampak sedang gelisah. Dia teringat dengan kata-kata Nyai Lakeswari tentang hubungannya dengan Kania. Walaupun mereka baru saja berhubungan, tetapi Mahesa lebih merasa cocok dengan Kania, sementara dengan Nyai Lakeswari sebenarnya Mahesa hanya menginginkan kekuasaan dan kekuatan semata.
Mahesa mondar mandir mencari cara agar Nyai Lakeswari tidak mencelakai Kania, karena Mahesa tahu Nyai Lakeswari bukan tipe manusia yang suka memberi ampunan bagi musuh-musuhnya siapapun dia.
Setelah beberapa lama Mahesa berpikir, akhirnya dia memutuskan untuk menuruti keinginan Nyai Lakeswari tetapi dia tetap membantu Kania membalaskan dendam seperti janjinya pada perempuan yang telah menjadi istri gaibnya itu.
"Sepertinya untuk saat ini, aku turuti saja dulu keinginan Nyai Lakeswari setidaknya supaya dia tidak mencelakakan Kania, dan soal bantuanku untuk Kania ... aku akan tetap melakukannya meskipun harus diam-diam," ucap Mahesa pada dirinya sendiri
"Selamat siang, Pak. Bapak ingin bertemu dengan siapa? Apa yang bisa saya bantu?" Rani bertanya pada laki-laki yang masih terus membelakangi dirinya itu.Beberapa kali Rani mengajukan pertanyaan yang sama pada laki-laki yang masih tetap membelakanginya dan bergeming tanpa suara.Merasa kesal karena diacuhkan, Rani kembali mengulang pertanyaannya dengan nada meninggi sambil memegang lengan lelaki itu, dan alangkah terkejutnya dia karena tanpa diduganya, lengan lelaki itu tiba-tiba terlepas dari bahu dan terjatuh ke lantai sementara dari pangkal bahunya darah menetes dengan derasnya diikuti dengan belatung hidup yang berjatuhan berserak di lantai. Tidak hanya itu, tiba-tiba lelaki itu memalingkan wajahnya ke arah Rani dan terlihatlah bahwa separuh lebih wajah lelaki itu telah hancur dan dipenuhi dengan belatung yang masih menggeliat-geliat memakan sisa-sisa daging yang ada di sana.Seketika Rani merasa pusing dan mual, dia tidak tahan melihat pemandangan yang menj
Sesaat kemudian, Kania turun ke tempat di mana terjadi kesurupan massal, di sana tampak beberapa paranormal sedang melakukan ritual untuk mengusir sosok-sosok tak kasat mata yang mengganggu karyawan-karyawannya.Kania mengitarkan pandangannya, mencari tahu siapa yang telah berani menyebabkan kekacauan seperti ini di pabrik miliknyaDan, alangkah terkejutnya Kania ketika melihat sosok Mahesa berdiri menatapnya, dengan bahasa telepati, Kania menyuruh Mahesa mengikutinya ke dalam ruang kerjanya.'Raden! Mau apa ke sini?! Apa Raden yang membuat semua kekacauan ini?! Kuminta Raden ikut aku ... sekarang juga!' perintah Kania dalam hatinya, sambil berjalan menuju ke ruang kerjanya diikuti Raden Mahesa.Sesampainya di dalam ruang kerjanya, Kania langsung meluapkan kemarahannya pada Raden Mahesa.'Raden! Apa maumu sebenarnya! Kenapa Raden membuat onar di sini?! Apa tidak cukup menemui diriku di rumah saja! Aku tidak suka kalau Raden mengganggu para karyawan
Sementara itu di dalam boneka jerami milik Kania, Kirana tampak sedang memikirkan bagaimana cara membujuk Kania supaya bersedia menjadi murid Nyai Lakeswari. Kuntilanak merah itu tampak sekali sedang berpikir dengan keras.Tiba-tiba wajah Kirana tersenyum atau lebih tepatnya menyeringai, dia senang karena sudah menemukan cara untuk membujuk Kania supaya bersedia menjadi murid Nyai Lakeswari."Hahaha. Akhirnya aku mendapatkan cara untuk membujuk Kania agar bersedia jadi murid Nyai Lakeswari, akan kumanfaatkan rasa dendamnya. Akan kurayu dia dengan alasan itu, pasti Kania mau menuruti aku." Kirana tertawa senang, sehingga membuat boneka jerami tempat tinggalnya bergerak-gerak dengan hebatnya.Sambil menunggu malam, Kirana memilih untuk memulihkan tenaganya setelah kalah dari Nyai Lakeswari kemarin. Namun, tiba-tiba Kirana mendengar ada sebuah suara memanggil namanya.'Kirana! Kirana!' Terdengar sebuah suara tanpa wujud memanggil Kirana.Kirana terdia
Rasti merasa sakit di seluruh tubuhnya, dia termenung mengingat pergumulannya dengan Ganendra yang begitu dahsyat. Belum pernah Rasti merasakan hal seperti itu selama pernikahannya dengan Arga.Perlahan Rasti menunduk ke bawah, bola matanya membulat seketika saat melihat kancing bajunya sudah terbuka lebar menampilkan dadanya yang penuh dengan tanda merah pemberian Ganendra tadi malam.Wajah Rasti memucat membayangkan ekspresi Arga saat melihat tanda merah di sekujur tubuhnya itu, dengan hati-hati Rasti mengintip Arga yang dia kira masih terlelap dalam tidurnya itu. Dengan mengendap-endap Rasti turun menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya dan mulai membersihkan dirinya kemudian menutupi tanda merah-merah itu dengan concealer miliknya.'Huft ... aman ... Mas Arga nggak akan tahu kalau aku sudah mengkhianati dirinya di belakangnya. Tanda merah itu sudah hilang semua, sekarang tinggal membangunkan Mas Arga dan menyiapkan sarapan untuk dirinya sebelum bera
"Oh, gitu ya? Ya udah, aku siap-siap dulu sekarang. Makasih ya, Sayang udah kasih tahu, dan -- maaf aku udah nuduh kamu yang macam-macam," ucap Arga sembari meminta maaf pada istrinya."Ya udah, nggak apa-apa, Mas. Yang paling penting kan buktinya aku setia sama kamu. Udah sana cepetan, nanti terlambat. Aku siapkan setelan baju kerja kamu ya, Yang, setelah itu kita sarapan. Aku udah siapkan menu sarapan istimewa untuk Mas Arga," terang Rasti merasa lega karena Arga tidak mengetahui kebohongannya.Di dalam kamar mandi, Arga masih terus memikirkan perihal hilangnya tanda merah yang hampir memenuhi dada istrinya.Dia sangat yakin, yang dilihatnya bukanlah mimpi atau halusinasi semata, tetapi untuk membuktikannya dia tidak tahu bagaimana caranya karena satu-satunya bukti telah hilang tanpa bekas.Sementara itu di ruang tidur, diam-diam tanpa suara Rasti sedang menertawakan kebodohan suaminya. Dia merasa senang karena kembali berhasil membodohi Arga.
Sementara itu di daerah Ancol, Kania sedang bersiap-siap menuju ke pabrik baja ketika terdengar ponselnya berdering dari dalam tas. Kring! Kring! Kring! Kring! Gegas Kania merogoh ponselnya dari dalam tas untuk mengetahui siapa yang meneleponnya pagi-pagi, IBU tulisan yang tertangkap netranya. [Halo, Bu. Ada apa pagi-pagi telepon Kania? Tumben?!] Kania mengawali pembicaraan di telepon dengan ibunya yang sudah beberapa waktu tidak berbincang dengan melalui telepon. [Ish, dasar kamu ini Kania, nggak sopan! Masa orang tua telepon dibilang tumben? Kamu itu yang tumben, sudah hampir dua minggu nggak telepon ibu dan ayah. Biasa paling lama tiga hari kamu nggak telepon, kamu baik-baik aja 'kan?] Terdengar suara Citra mengomel panjang lebar pada anak perempuan satu-satunya itu. Kania yang sedang merias wajahnya hanya meringis mendapat omelan dari ibunya sepagi ini. [Iya, maaf, Bu. Kania bercanda, jangan marah lagi y
Sesampainya di pabrik, Kania langsung mengumpulkan semua manajer divisi untuk review kinerja harian dan mingguan seluruh karyawan pabrik.Usai review dengan para manajer divisi, Kania segera beranjak keluar ruangan menuju ke meja tempat Sita sekretaris pribadi pengganti Sasti berada.Kania bermaksud mengajak Sita untuk pergi bersamanya menemui kliennya dari Korea yang ingin berinvestasi untuk cabang baru mereka di Toli-Toli nanti."Sita," panggil Kania kepada Sita yang sedang mengelompokkan beberapa file-file lama dari beberapa perusahaan yang sudah bekerja sama dengan perusahaan mereka."Ya, Bu. Ada yang bisa Sita bantu?" Sita memalingkan kepalanya begitu mendengar suara Kania memanggil dirinya."Ya, Sita. Kamu nanti ikut aku ke meeting point kita dengan klien dari Korea itu ya. Jadi untuk tugas sortir file yang sedang kamu kerjakan sekarang, bisa kamu tunda sampai besok," papar Kania dengan nada tegas.Sita mendengarkan dengan khidmat semu
Sesampainya di pabrik, Kania langsung mengumpulkan semua manajer divisi untuk review kinerja harian dan mingguan seluruh karyawan pabrik.Usai review dengan para manajer divisi, Kania segera beranjak keluar ruangan menuju ke meja tempat Sita sekretaris pribadi pengganti Sasti berada.Kania bermaksud mengajak Sita untuk pergi bersamanya menemui kliennya dari Korea yang ingin berinvestasi untuk cabang baru mereka di Toli-Toli nanti."Sita," panggil Kania kepada Sita yang sedang mengelompokkan beberapa file-file lama dari beberapa perusahaan yang sudah bekerja sama dengan perusahaan mereka."Ya, Bu. Ada yang bisa Sita bantu?" Sita memalingkan kepalanya begitu mendengar suara Kania memanggil dirinya."Ya, Sita. Kamu nanti ikut aku ke meeting point kita dengan klien dari Korea itu ya. Jadi untuk tugas sortir file yang sedang kamu kerjakan sekarang, bisa kamu tunda sampai besok," papar Kania dengan nada tegas.Sita mendengarkan dengan khidmat semu