Dengan tergesa, Kania menyapukan make-up tipis dan natural ke wajahnya yang memang sudah cantik itu. Tidak sampai sepuluh menit, Kania sudah siap berangkat ke kantor.
"Bu, Kania berangkat ke kantor dulu. Terima kasih untuk semuanya, Bu. I love you. Assalamualaikum," pamit Kania kepada ibunya sambil mencium tangan kemudian mencium kedua pipi wanita cantik itu.
"Fii amanillah. Jangan ngebut! Jaga salat dan jangan lupa untuk makan nanti siang! W*'alaikumsalam," ucap Citra setengah berteriak mengingatkan Kania yang berlari begitu saja setelah menciumnya tadi.
Tidak lama setelahnya terdengar suara mobil distarter, melaju membelah aspal meninggalkan rumah.
Citra tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku anak perempuannya, "ck, sudah mau nikah tapi kelakuan masih kaya anak kecil aja. Dasar, Kania."
"Siapa yang kaya anak kecil, Sayang?" tanya Irvan ti
Kring! Kring! Dering suara telepon kembali terdengar, Bik Muna yang mendengar deringan telepon itu bergegas menuju ke ruang keluarga untuk mengangkat gagang telepon agar berhenti berdering. [Halo. Assalamualaikum. Rumah keluarga Hendrawan di sini, ada yang bisa dibantu?] tanya Bik Muna kepada penelepon di seberang. [W*'alaikumsalam. Saya dengan Indira, asisten dokter Jiwo. Bisa saya bicara dengan orang tua Sasti Hendrawan?] kembali seseorang di seberang bertanya kepada Bik Muna. [Ditunggu sebentar, Bu Indira. Akan saya panggilkan tuan atau nyonya rumah saya dulu, ya.] Pamit Bik Muna, kemudian menuju ke arah kamar utama di rumah itu. Tok! Tok! Tok! "Siapa? Tunggu sebentar," terdengar suara perempuan menyahut dari dalam kamar. "Bik Muna, Nyonya. Ada telepon dari rumah sakit, dari asisten dokter Jiwo, Nya
"Sastiiiii ... apa yang terjadi, Nak? Kamu kenapa?" Rahayu histeris melihat keadaan Sasti yang tampak sangat kacau itu. "Mah, awas! Itu dokter mau menangani Sasti! Mama agak minggir ke sini!" Roy menarik bahu istrinya dan langsung ditepis dengan kasar oleh istrinya. "MAH!" hardik Roy kasar, membuat Rahayu tersentak dan menuruti suaminya untuk memberi jalan pada para tim medis. Para tim medis berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Sasti, tetapi Tuhan berkehendak lain. Di antara suara peralatan monitoring yang berada di sisi ranjangnya, terdengar lirih suara Sasti untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya suara itu menghilang bersama tarikan nafas terakhirnya, "Mah, Pah, Rasti ... ma ... af ... kan ... a ... ku. A ... llah ... u ... Ak ... bar." Tiiiiiiiitttt! Terdengar detikan panjang dari mesin monitoring, menandakan si empunya hidup telah mengambil kembali roh y
Hampir satu bulan setelah meninggalnya Sasti, Pak Dandi datang membawa berita bahwa kematian Sasti itu murni bunuh diri. Rupanya selama beberapa waktu, Sasti tidak benar-benar meminum obat-obatnya melainkan disimpannya ke dalam saku baju atau celananya, dan Sasti meminum obat-obatan tersebut untuk mengakhiri hidupnya setelah mengetahui Adi, lelaki yang dicintainya menikah dengan wanita lain karena mengira Sasti telah menikah lebih dulu dengan lelaki lain."Sasti, kenapa pendek sekali akalmu, Nak. Di mana imanmu, kenapa hanya karena seorang Adi kamu tega ninggalin mama seperti ini," ratap Rahayu."Sudah, Ma. Semua sudah terjadi, kita juga nggak bisa nyalahin siapa-siapa. Semua sudah kehendak Allah," Rasti mengingatkan mamanya agar bisa menerima keadaan.Namun, kesedihan Rahayu rupanya sudah tidak terbendung lagi. Setiap waktu, dia hanya melamun mengingat Sasti, hingga suatu hari Roy melihat suatu kejanggalan pada kejiwaan istrinya dan memutuskan untuk mengantarka
Rasti memandang jalan yang ditunjuk oleh nenek tua itu, dan kembali memalingkan wajahnya untuk mengucapkan terima kasih saat dilihatnya nenek tua itu sudah hilang dari pandangan matanya.Rasti mengusap-usap perlahan perutnya. Kempes! Perut itu sudah kosong sekarang! Tidak ada tanda-tanda bahwa dia sedang hamil! Sambil berjalan, Rasti memikirkan apa alasan yang akan dikatakan kepada Arga tentang calon anak mereka saat bertemu nanti.Rasti tidak sadar bahwa itu sebenarnya hanyalah tipu daya si iblis Kirana yang sesungguhnya telah mengambil anaknya tanpa dia sadari ketika proses operasi ceasar kemarin.'Apa yang nanti sebaiknya kukatakan pada Mas Arga tentang anak ini ya? Jelas nggak mungkin kalau aku bilang sudah menukar anak ini dengan jalan pulangku 'kan? Atau sebaiknya aku pura-pura keguguran saja? Ah ya, itu jauh lebih baik dan meyakinkan,' batin Rasti.Perlahan tetapi pasti, Rasti semakin lama semakin mendekati akhir jalan yang ditunjukkan oleh nenek t
Sementara itu di kediaman Kania, tampak seorang gadis tengah bersiap pergi bekerja kembali. Hari ini dia menjadwalkan untuk singgah ke restoran milik mamanya untuk melakukan kunjungan mendadak terkait laporan adanya penurunan kinerja pada beberapa kru restoran.Dengan memakai atasan tunik berwarna hijau daun, celana palazzo hitam, stiletto hijau lumut dan kelly bag selaras dengan warna stiletto, Kania berangkat ke pabrik baja yang sekarang berada di bawah pengawasannya sepenuhnya.'Urusan di pabrik sudah beres, dua puluh menit lagi waktu makan siang, sebaiknya sekarang saja aku pergi ke restoran ibu,' gumam Kania.Namun sebelum pergi, Kania menelepon sekretaris pribadinya, untuk memberitahu bahwa dia akan ke luar pabrik dan tidak akan kembali lagi.[Selamat siang, Bu Kania. Ada yang bisa saya bantu.] sapa Sita, sekretaris pribadi yang sudah bekerja dari sembilan tahun lalu, sejak ayahnya masih memimpin di perusahaan ini.[Selamat siang, Mbak
Andra yang mengamati gerak-gerik Kania dari tadi pun menyuruh Kania memilih dan mencoba sepatu-sepatu dan sandal yang diinginkannya. "Kamu pilih dan coba saja model-model sepatu dan sandal yang kamu suka, Kania," suruh Andra. "Serius, Mas? Nggak usahlah, sepatu dan sandal di sini mahal-mahal semua, mana sanggup aku membayarnya nanti," tolak Kania sopan. "Nggak usah mikirin itu, kamu ambil aja mana yang kamu suka, yang kamu mau. Nanti aku yang bayar, sebagai ganti sepatu yang rusak gara-gara kamu jatuh tadi." Setengah memaksa Andra menyuruh Kania untuk mengambil beberapa pasang sandal dan sepatu kesukaannya. Kania yang memang ingin membalas sakit hatinya kepada semua orang yang telah menyakitinya itu pun menuruti perintah Andra, segera dengan lincahnya tangannya memilih dan mencoba beberapa pasang sandal dan sepatu yang memang dia incar. "Ini, Mas aku pilih ini saja. Kasian Mas Andra kalau aku beli banyak-banyak, nanti uang Mas Andra habis," to
Kania mengeluarkan sebuah gelas bekas dipakai Andra minum direstoran tadi dan sebuah foto postcard dari dalam kotak, foto dirinya berdua dengan Andra yang tadi diambilnya waktu mereka makan siang di restoran milik Citra. Kania menerbitkan senyum smirk khasnya sambil membatin, 'nanti malam aku akan membuatmu tunduk padaku, dan setelah itu kita tunggu kehancuranmu.' Tengah malam, Kania memulai kembali ritualnya, kali ini sasarannya tidak hanya Andra. Kania juga menambahkan Arga sebagai sasaran tembaknya yang kedua. Dia akan membuat dua orang lelaki tampan itu tergila-tergila dan memperebutkan dirinya, bila perlu rela mati demi dirinya. 'Arga dan Andra ... hmm duet duo A yang menggairahkan, mulai malam ini akan aku buat kalian berdua menjadi budak cintaku, agar kalian tahu rasanya disakiti, hahaha,' desis Kania penuh angkara. Dupa dinyalakan dan wangi asap dupa mulai memenuhi ruangan berbaur dengan wangi bunga kantil yang baru dipetiknya. Harum wangi bun
Tok! Tok! Tok! Suara ketukan di pintu kamar mandi mengejutkan Arga yang tengah melamun, sehingga membuat dirinya terburu-buru menyelesaikan acara mandinya. Ketika keluar dari kamar mandi, dilihatnya Rasti sudah berdiri di depan pintu kamar mandi. "Lama amat mandinya, Mas. Aku sudah nunggu dari tadi mau mandi juga. Mas, nggak apa-apa 'kan? tanya Rasti mengkhawatirkan Arga yang menurutnya sudah terlalu lama di kamar mandi. "Iya, aku nggak apa-apa. Hanya saja tadi aku tiba-tiba agak sakit perut, jadi lama di kamar mandi. Ya udah, kamu cepetan sana mandi, lalu kita salat Subuh berjamaah, Yang," ajak Arga kepada istrinya, Rasti. "Iya, Mas," jawab Rasti lalu melangkah ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara menunggu Rasti mandi, Arga membuka Al-Qur'an dan berniat membaca salah satu surah, ketika angannya kembali kepada Kania. Ingatan saat dia memberi Kania mas kawin berupa seperangkat alat salat lengkap dan sebuah Al-Qur'an, yang lan
[Iya, Pak. Saya mau kali ini bapak awasi Rasti, menantu saya. Saya curiga dia melakukan hal yang tidak baik di belakang Arga, anak laki-laki saya yang juga adalah suaminya.]Perintah Risa kepada Dino, detektif swasta berusia tiga puluh lima tahun.[Baik, Bu. Saya akan kerjakan tugas dari Bu Hartawan, untuk bukti-buktinya akan saya kirim langsung ke pesan singkat di aplikasi hijau milik ibu.]Jawab Dino dengan nada tegas dan yakin.[Oke, saya tunggu hasilnya. Uang mukanya sebanyak lima puluh persen sudah saya kirim langsung ke nomor rekening Pak Dino, sisanya akan saya transfer setelah semua beres.]Tulis Risa dalam pesan singkatnya, dan mengakhiri pesannya kepada Dino.[Baik, Bu. Terima kasih.]Tutup Dino, kemudian membuka sebuah pesan singkat lainnya yang berisi sebuah pemberitahuan dari m-banking bahwa isi rekeningnya telah bertambah lima belas juta rupiah.Usai mengirim pesan singkat kepada Dino, Risa Hartawan membuka galeri
Laki-laki di seberang gagang telepon itu terus tertawa, masih dengan tawanya yang mengejek, dia menunjukkan bahwa dirinya telah berhasil melakukan transfer melalui m-banking ke nomor rekening Rasti yang dia peroleh dari salah satu temannya yang pernah memakai jasa Rasti.[Seratus juta, tidak kurang. Malam ini, aku tunggu kedatanganmu di Hotel Permana Buana, lantai empat, kamar lima kosong satu. Awas kalau kau tidak datang!]Tandas laki-laki berwajah tampan itu, lalu menyebutkan nama sebuah hotel dan kamar di mana Rasti harus mendatanginya malam ini.[Aku pasti akan datang, dan aku jamin kau tidak akan merasa kehilangan uang yang telah kau bayarkan, karena aku pasti akan memberikan kepuasan kepadamu.]Ucap Rasti memberikan sebuah janji pada laki-laki yang mengaku bernama Henry itu.[Oke, ku tunggu kau jam tujuh malam ini ya, Beb. Jangan kecewakan aku.]Ucap lelaki itu sebelum memutuskan untuk mengakhiri sambungan panggilan videonya dengan Ras
"Untuk sementara ini, sepertinya nggak, Bu. Kania masih nggak berminat untuk dekat dengan lelaki, mereka hanya bisa menuduh tanpa berusaha membuktikan. Kania malas dengan laki-laki seperti itu, lebih percaya orang lain daripada pasangan sendiri," jelas Kania.Irvan dan Citra saling menatap, sekarang mereka tahu bahwa luka hati Kania belum sembuh, bahkan mungkin akan memakan waktu yang lama untuk hilang tanpa bekas.Citra memegang tangan Kania, dia merasa prihatin pada anak perempuannya yang selalu berusaha kuat dan tegar menjalani semuanya sendirian. Sementara Irvan menepuk-nepuk bahu kiri Kania, berusaha kembali menguatkan anak tercintanya. Kania tersenyum bahagia dengan perhatian kedua orang tuanya. Orang tua yang selalu berusaha mendukungnya, menguatkannya apa pun yang terjadi.Ting!Suara microwave menyadarkan mereka bertiga, Citra menarik tangannya dari atas tangan Kania, lalu beranjak mengambil makanan yang sudah matang dari dalam microwave.
Seminggu kemudian.Pagi ini, Kania sedang menunggu giliran masuk ke dalam pesawat, ketika tiba-tiba ada sebuah suara seorang perempuan tanpa sosok yang menyuruhnya pergi ke Banyuwangi, di hari ke lima belas dia di Bali nanti.'Kania ... datanglah ke Banyuwangi tepat di hari ke lima belas kunjunganmu ke Bali. Kita akan segera memulai perjanjian kita,' bisik suara tak kasat mata itu berulang kali.'Baiklah, aku akan datang untuk memenuhi perintahmu,' jawab Kania melalui telepati.Bertepatan dengan itu terdengar panggilan dari pengeras suara yang meminta seluruh penumpang pesawat Rajawali Air tujuan ke Bali supaya naik ke pesawat.Kania pun segera berdiri dan melangkah menuju ke pintu keberangkatan, kemudian melangkah masuk ke dalam bis yang akan membawanya ke tempat parkir pesawat yang akan ditumpanginya ke Bali.Kurang lebih satu jam setengah, Kania menempuh perjalanan dari Jakarta ke Bali, akhirnya sampai juga dia di Bandara I Gusti Ngurah R
Kirana terbang ke rumpun bambu di depan rumah Lakeswari, dia menari-nari bahagia di sana."Sebentar lagi ... sebentar lagi, hihihihi." Kikikannya pecah menggelegar, menggema memekakkan telinga, membuat merinding siapa pun yang mendengar tawa kuntilanak merah itu.Kirana begitu gembira membayangkan bahwa dirinya nanti akan mendapatkan banyak tumbal segar dari Kania."Biarlah kali ini aku mengalah, meminum darah binatang pun tak mengapa untuk sementara waktu, karena sebentar lagi aku akan kembali merasakan segarnya darah dan enaknya daging makhluk-makhluk kecil yang ditumbalkan oleh Kania maupun oleh orang-orang yang meminta tolong padanya. Bersabarlah Kirana, semua akan berakhir tidak lama lagi. Hihihihi." Kembali terdengar suara kuntilanak merah itu mengikik keras di keheningan malam, meningkahi suara gemerisik daun-daun pucuk bambu yang saling bergesekkan menambah kengerian suasana malam itu.Sedetik kemudian tampak sekelebat satu bayangan merah terbang
Sesampainya di kantor, Kania menyuruh Sita mengecek semua agenda pertemuan dengan klien maupun calon kliennya dalam beberapa waktu yang akan datang.Kania bermaksud meninggalkan semua keributan di Jakarta untuk menemui kedua orang tuanya di Bali.Setelah memastikan bahwa agendanya aman dan bisa dialih tugaskan kepada wakilnya, serta mengagenda ulang semua pertemuan yang tidak bisa ditinggalkannya dengan online meeting mulai minggu depan, Kania bergegas menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk di meja.[Sita, semua dokumen yang memerlukan persetujuan dariku sudah kutanda tangani.Ambil semuanya nanti di meja. Kalau ada lagi dokumen penting yang memerlukan persetujuanku, segera bawa ke sini.]Kania memerintahkan agar Sita membawa semua dokumen yang perlu persetujuan darinya untuk segera dibawa ke ruangan kerjanya supaya bisa diselesaikan sebelum dia cuti.[Baik, Bu.]Jawab Sita lalu mempersiapkan semua dokumen penting yang di minta ole
Sementara itu di sebuah kamar di rumah mewah Perumahan Permata Hijau, tampak Arga sedang gundah. Dia masih mengingat pertemuannya dengan Kania.Hati kecil Arga terus berbisik bahwa Kania, mantan istrinya itu tidak bersalah, Kania hanya berada di waktu dan tempat yang tak semestinya saat itu.'Benarkah seperti itu? Benarkah Kania tidak bersalah? Jika benar, lalu siapa yang telah merencanakan semua kejahatan ini?' Kata hati Arga terus bergejolak, merangkai tanya yang belum ada jawabnya.Wajah tampan Arga tampak begitu kacau setelah pertemuannya dengan Kania, hati kecilnya terus memberontak tetapi Arga tetap berusaha menyangkalnya.'Nggak ... nggak mungkin kalau semua itu hanya kebetulan saja, pasti Kania sudah merencanakan itu semua. Jangan-jangan Kania dan laki-laki itu sudah berhubungan dari sebelum peristiwa itu?' Arga terus saja berusaha menyangkal kata hatinya.Tok! Tok! Tok!Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar, dengan sedik
Sesampainya di kantor, Kania menyuruh Sita mengecek semua agenda pertemuan dengan klien maupun calon kliennya dalam beberapa waktu yang akan datang.Kania bermaksud meninggalkan semua keributan di Jakarta untuk menemui kedua orang tuanya di Bali.Setelah memastikan bahwa agendanya aman dan bisa dialih tugaskan kepada wakilnya, serta mengagenda ulang semua pertemuan yang tidak bisa ditinggalkannya dengan online meeting mulai minggu depan, Kania bergegas menyelesaikan semua pekerjaan yang menumpuk di meja.[Sita, semua dokumen yang memerlukan persetujuan dariku sudah kutanda tangani.Ambil semuanya nanti di meja. Kalau ada lagi dokumen penting yang memerlukan persetujuanku, segera bawa ke sini.]Kania memerintahkan agar Sita membawa semua dokumen yang perlu persetujuan darinya untuk segera dibawa ke ruangan kerjanya supaya bisa diselesaikan sebelum dia cuti.[Baik, Bu.]Jawab Sita lalu mempersiapkan semua dokumen penting yang di minta ole
Sambil memikirkan langkah-langkah yang akan dia ambil untuk menyelidiki Rasti nantinya, Risa bergegas menyelesaikan pekerjaannya menyiapkan makan siang lalu menelepon suaminya.Tut! Tut! Tut!Suara nada sambung dari ponsel Risa terdengar jelas di ruang makan yang hanya diisinya sendirian. Tidak lama terdengar suara sambungan teleponnya tersambung dengan suaminya.[Assalamualaikum, Mi. Ada apa? Kangen sama papi ya?"]Goda Indra Hartawan pada istri tercintanya Risa Hartawan itu.[Wa'alaikumsalam, Pi. Ish, papi nih, seneng bener ngusilin mami. Papi mau pulang jam berapa? Ini makan siang udah siap semua, dan kali ini juga ada tamu istimewa yang akan ikut kita makan siang, Pi.]Ucap Risa Hartawan sambil mengupas buah jeruk untuk dirinya sendiri.[Hahaha, tapi mami suka 'kan diusilin sama papi? Iya, sebentar lagi papi pulang, Mi. Papi masih harus nyelesaiin dokumen yang harus segera diperiksa dan ditandatangani hari ini juga soalnya. Ya uda