Share

Part 19

Penulis: Maylafaisha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-08 02:33:52

Ayah dan ibu Kania saling pandang lalu bersama-sama menggelengkan kepala, tanda mereka berdua tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh Kania.

Kania menghela nafas sebelum kembali meneruskan ceritanya, "dulu ... almarhum kakek pernah bilang pada Kania bila kepala kita kejatuhan cicak, maka kita akan mengalami kesialan selama tujuh turunan, Yah, Bu. Kania takut itu terjadi, Kania nggak sanggup membayangkan bagaimana bila itu benar-benar terjadi," lirih Kania sambil menatap manik kedua orang tuanya dengan takut-takut.

Irvan dan Citra saling bertukar pandang sejenak sebelum akhirnya tawa mereka berdua meledak dengan kerasnya, "hahaha! Hahaha! Hahaha! Ya Allah, Kania. Jadi itu yang bikin kamu ketakutan sampai nggak tidur semalaman sehingga menciptakan mata panda ini. Hahaha! Hahaha!" canda ayah Kania sambil terus tertawa terbahak-bahak.

"Kania ... Kania, kamu itu lulusan terbaik dari universitas ternama, pendidikan agamamu juga lumayan tapi kenapa kamu masih percaya m

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Santet Pengantin   Part 20

    Dengan tergesa, Kania menyapukan make-up tipis dan natural ke wajahnya yang memang sudah cantik itu. Tidak sampai sepuluh menit, Kania sudah siap berangkat ke kantor. "Bu, Kania berangkat ke kantor dulu. Terima kasih untuk semuanya, Bu. I love you. Assalamualaikum," pamit Kania kepada ibunya sambil mencium tangan kemudian mencium kedua pipi wanita cantik itu. "Fii amanillah. Jangan ngebut! Jaga salat dan jangan lupa untuk makan nanti siang! W*'alaikumsalam," ucap Citra setengah berteriak mengingatkan Kania yang berlari begitu saja setelah menciumnya tadi. Tidak lama setelahnya terdengar suara mobil distarter, melaju membelah aspal meninggalkan rumah. Citra tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku anak perempuannya, "ck, sudah mau nikah tapi kelakuan masih kaya anak kecil aja. Dasar, Kania." "Siapa yang kaya anak kecil, Sayang?" tanya Irvan ti

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 21

    Kring! Kring! Dering suara telepon kembali terdengar, Bik Muna yang mendengar deringan telepon itu bergegas menuju ke ruang keluarga untuk mengangkat gagang telepon agar berhenti berdering. [Halo. Assalamualaikum. Rumah keluarga Hendrawan di sini, ada yang bisa dibantu?] tanya Bik Muna kepada penelepon di seberang. [W*'alaikumsalam. Saya dengan Indira, asisten dokter Jiwo. Bisa saya bicara dengan orang tua Sasti Hendrawan?] kembali seseorang di seberang bertanya kepada Bik Muna. [Ditunggu sebentar, Bu Indira. Akan saya panggilkan tuan atau nyonya rumah saya dulu, ya.] Pamit Bik Muna, kemudian menuju ke arah kamar utama di rumah itu. Tok! Tok! Tok! "Siapa? Tunggu sebentar," terdengar suara perempuan menyahut dari dalam kamar. "Bik Muna, Nyonya. Ada telepon dari rumah sakit, dari asisten dokter Jiwo, Nya

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 22

    "Sastiiiii ... apa yang terjadi, Nak? Kamu kenapa?" Rahayu histeris melihat keadaan Sasti yang tampak sangat kacau itu. "Mah, awas! Itu dokter mau menangani Sasti! Mama agak minggir ke sini!" Roy menarik bahu istrinya dan langsung ditepis dengan kasar oleh istrinya. "MAH!" hardik Roy kasar, membuat Rahayu tersentak dan menuruti suaminya untuk memberi jalan pada para tim medis. Para tim medis berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Sasti, tetapi Tuhan berkehendak lain. Di antara suara peralatan monitoring yang berada di sisi ranjangnya, terdengar lirih suara Sasti untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya suara itu menghilang bersama tarikan nafas terakhirnya, "Mah, Pah, Rasti ... ma ... af ... kan ... a ... ku. A ... llah ... u ... Ak ... bar." Tiiiiiiiitttt! Terdengar detikan panjang dari mesin monitoring, menandakan si empunya hidup telah mengambil kembali roh y

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 23

    Hampir satu bulan setelah meninggalnya Sasti, Pak Dandi datang membawa berita bahwa kematian Sasti itu murni bunuh diri. Rupanya selama beberapa waktu, Sasti tidak benar-benar meminum obat-obatnya melainkan disimpannya ke dalam saku baju atau celananya, dan Sasti meminum obat-obatan tersebut untuk mengakhiri hidupnya setelah mengetahui Adi, lelaki yang dicintainya menikah dengan wanita lain karena mengira Sasti telah menikah lebih dulu dengan lelaki lain."Sasti, kenapa pendek sekali akalmu, Nak. Di mana imanmu, kenapa hanya karena seorang Adi kamu tega ninggalin mama seperti ini," ratap Rahayu."Sudah, Ma. Semua sudah terjadi, kita juga nggak bisa nyalahin siapa-siapa. Semua sudah kehendak Allah," Rasti mengingatkan mamanya agar bisa menerima keadaan.Namun, kesedihan Rahayu rupanya sudah tidak terbendung lagi. Setiap waktu, dia hanya melamun mengingat Sasti, hingga suatu hari Roy melihat suatu kejanggalan pada kejiwaan istrinya dan memutuskan untuk mengantarka

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 24

    Rasti memandang jalan yang ditunjuk oleh nenek tua itu, dan kembali memalingkan wajahnya untuk mengucapkan terima kasih saat dilihatnya nenek tua itu sudah hilang dari pandangan matanya.Rasti mengusap-usap perlahan perutnya. Kempes! Perut itu sudah kosong sekarang! Tidak ada tanda-tanda bahwa dia sedang hamil! Sambil berjalan, Rasti memikirkan apa alasan yang akan dikatakan kepada Arga tentang calon anak mereka saat bertemu nanti.Rasti tidak sadar bahwa itu sebenarnya hanyalah tipu daya si iblis Kirana yang sesungguhnya telah mengambil anaknya tanpa dia sadari ketika proses operasi ceasar kemarin.'Apa yang nanti sebaiknya kukatakan pada Mas Arga tentang anak ini ya? Jelas nggak mungkin kalau aku bilang sudah menukar anak ini dengan jalan pulangku 'kan? Atau sebaiknya aku pura-pura keguguran saja? Ah ya, itu jauh lebih baik dan meyakinkan,' batin Rasti.Perlahan tetapi pasti, Rasti semakin lama semakin mendekati akhir jalan yang ditunjukkan oleh nenek t

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 25

    Sementara itu di kediaman Kania, tampak seorang gadis tengah bersiap pergi bekerja kembali. Hari ini dia menjadwalkan untuk singgah ke restoran milik mamanya untuk melakukan kunjungan mendadak terkait laporan adanya penurunan kinerja pada beberapa kru restoran.Dengan memakai atasan tunik berwarna hijau daun, celana palazzo hitam, stiletto hijau lumut dan kelly bag selaras dengan warna stiletto, Kania berangkat ke pabrik baja yang sekarang berada di bawah pengawasannya sepenuhnya.'Urusan di pabrik sudah beres, dua puluh menit lagi waktu makan siang, sebaiknya sekarang saja aku pergi ke restoran ibu,' gumam Kania.Namun sebelum pergi, Kania menelepon sekretaris pribadinya, untuk memberitahu bahwa dia akan ke luar pabrik dan tidak akan kembali lagi.[Selamat siang, Bu Kania. Ada yang bisa saya bantu.] sapa Sita, sekretaris pribadi yang sudah bekerja dari sembilan tahun lalu, sejak ayahnya masih memimpin di perusahaan ini.[Selamat siang, Mbak

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 26

    Andra yang mengamati gerak-gerik Kania dari tadi pun menyuruh Kania memilih dan mencoba sepatu-sepatu dan sandal yang diinginkannya. "Kamu pilih dan coba saja model-model sepatu dan sandal yang kamu suka, Kania," suruh Andra. "Serius, Mas? Nggak usahlah, sepatu dan sandal di sini mahal-mahal semua, mana sanggup aku membayarnya nanti," tolak Kania sopan. "Nggak usah mikirin itu, kamu ambil aja mana yang kamu suka, yang kamu mau. Nanti aku yang bayar, sebagai ganti sepatu yang rusak gara-gara kamu jatuh tadi." Setengah memaksa Andra menyuruh Kania untuk mengambil beberapa pasang sandal dan sepatu kesukaannya. Kania yang memang ingin membalas sakit hatinya kepada semua orang yang telah menyakitinya itu pun menuruti perintah Andra, segera dengan lincahnya tangannya memilih dan mencoba beberapa pasang sandal dan sepatu yang memang dia incar. "Ini, Mas aku pilih ini saja. Kasian Mas Andra kalau aku beli banyak-banyak, nanti uang Mas Andra habis," to

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08
  • Santet Pengantin   Part 27

    Kania mengeluarkan sebuah gelas bekas dipakai Andra minum direstoran tadi dan sebuah foto postcard dari dalam kotak, foto dirinya berdua dengan Andra yang tadi diambilnya waktu mereka makan siang di restoran milik Citra. Kania menerbitkan senyum smirk khasnya sambil membatin, 'nanti malam aku akan membuatmu tunduk padaku, dan setelah itu kita tunggu kehancuranmu.' Tengah malam, Kania memulai kembali ritualnya, kali ini sasarannya tidak hanya Andra. Kania juga menambahkan Arga sebagai sasaran tembaknya yang kedua. Dia akan membuat dua orang lelaki tampan itu tergila-tergila dan memperebutkan dirinya, bila perlu rela mati demi dirinya. 'Arga dan Andra ... hmm duet duo A yang menggairahkan, mulai malam ini akan aku buat kalian berdua menjadi budak cintaku, agar kalian tahu rasanya disakiti, hahaha,' desis Kania penuh angkara. Dupa dinyalakan dan wangi asap dupa mulai memenuhi ruangan berbaur dengan wangi bunga kantil yang baru dipetiknya. Harum wangi bun

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-08

Bab terbaru

  • Santet Pengantin   100

    Lorong itu bergetar, seolah merespons kehadiran mereka. Suara bisikan yang sebelumnya berlapis kini berubah menjadi jeritan melengking, memaksa mereka menutup telinga.Arga merapatkan genggamannya pada Rasti yang masih berdiri di ambang batas garam hitam. Kania bergerak ke samping, tubuhnya menegang, matanya tak lepas dari sosok yang kini menguasai tubuh Rasti.Darma menarik napas dalam, lalu menekan batu hitam di telapak tangannya. "Siapa sebenarnya kau?"Rasti, atau entitas di dalamnya, menundukkan kepala, lalu tertawa pelan. "Aku adalah penjaga. Aku adalah yang mereka panggil dengan berbagai nama. Tapi bagimu... aku adalah akhir."Tiba-tiba, tubuh Rasti mencelat ke depan, hampir menembus garis garam. Arga mundur dengan reflek, matanya melebar saat melihat bagaimana wajah Rasti berubah sesaat—matanya berputar putih, bibirnya merekah hingga menampilkan senyuman yang terlalu lebar untuk ukuran manusia.Lilian menjerit, tangannya mencengkeram erat lengan Darma. "Kita harus lakukan sesu

  • Santet Pengantin   99

    Keheningan di dalam ruangan kecil itu hanya bertahan sesaat sebelum suara napas mereka yang tersengal memenuhi udara. Lampu minyak di tengah ruangan berkedip pelan, menciptakan bayangan goyah di dinding yang seolah bergerak sendiri.Arga menatap Rasti yang masih terkulai di pelukannya. Dingin tubuhnya tak kunjung membaik. Ia menyentuh wajah Rasti, merasa ngeri melihat betapa pucatnya gadis itu.“Apa dia akan baik-baik saja?” tanya Lilian pelan.Darma mendekat, mengamati Rasti dengan sorot mata tajam. “Dia masih bernapas. Tapi… sesuatu telah mencengkeramnya.”Kania menegakkan tubuhnya, kedua tangannya mengepal. “Maksudmu makhluk itu?”Darma mengangguk, lalu menatap ke arah pintu yang baru saja ia tutup rapat. “Itu bukan roh biasa. Ia sesuatu yang lebih tua… dan lebih kuat.”Arga menghela napas berat, mencoba menenangkan dirinya. “Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa terus bersembunyi di sini.”Darma mengeluarkan sebuah kantong kain dari balik jasnya, membukanya, l

  • Santet Pengantin   98

    Hujan masih mengguyur deras ketika mereka berlari menembus lorong rumah sakit yang gelap. Arga menggendong Rasti erat dalam pelukannya, sementara Lilian dan Kania bergegas mengikuti di belakang. Darma melangkah cepat di depan mereka, seolah mengetahui setiap sudut tempat ini dengan baik."Ke mana kita pergi?" Arga bertanya, suaranya nyaris tenggelam oleh gemuruh petir di luar.Darma tidak menjawab. Dia hanya terus melangkah dengan tegas, membawa mereka melewati pintu darurat menuju tangga darurat yang remang-remang. Begitu mereka sampai di lantai bawah, Darma berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum menatap mereka satu per satu."Kita tidak bisa bertahan lama di sini," katanya pelan. "Makhluk itu belum menunjukkan wujud aslinya. Jika kita tidak segera pergi, kita tidak akan punya kesempatan kedua."Kania menggigit bibirnya. "Apa yang sebenarnya kau tahu tentang semua ini?"

  • Santet Pengantin   97

    Langkah-langkah berat menggema di lorong rumah sakit yang sunyi. Arga menatap lurus ke depan, napasnya masih tersengal setelah berlari menembus hujan deras.Di ujung koridor, Rasti terbaring lemah, wajahnya pucat, bibirnya membiru. Kilatan petir dari jendela membingkai tubuhnya yang nyaris tak bergerak, seakan membekukan waktu.Darah masih menodai ujung jari Arga. Bukan darahnya, tapi darah yang hampir merenggut nyawa Rasti. Ia menggenggam erat jemari istrinya, merasakan denyut nadi yang lemah namun tetap bertahan."Aku tidak akan membiarkanmu pergi," bisik Arga, suaranya serak.Lilian berdiri di sudut ruangan, matanya berkaca-kaca. Di dekat pintu, dalam diam sosok Kania menyaksikan pemandangan itu dengan tatapan kosong.Dendam yang ia pupuk bertahun-tahun kini berhadapan dengan sesuatu yang lebih kuat—sebuah pengorbanan.Di luar, hujan terus mengguyur, membawa bisikan dari dunia yang tak terlihat. Sesuatu telah berubah.Malam i

  • Santet Pengantin   96

    Rasti terjatuh ke lantai, tubuhnya bergetar hebat. Suara tawaan Kania yang menggema di dalam kamar membuat bulu kuduknya berdiri.Lampu kamar berkelap-kelip liar, bayangan di dinding bergerak sendiri, melesat dari satu sudut ke sudut lain seperti makhluk tak kasatmata yang mengepungnya."Berhenti! BERHENTI!!" teriak Rasti sambil menutup telinganya.Namun, suara itu semakin keras, menggetarkan udara di sekitarnya.Tiba-tiba, sesuatu yang dingin menyentuh lehernya. Rasti terperanjat, napasnya tersengal. Tangannya gemetar saat mencoba menyentuh area itu—dan matanya membelalak ketakutan.Ada bekas jari hitam yang mencekik kulitnya.Lalu, dari cermin yang retak, sesuatu mulai keluar.Sebuah tangan—pucat, kurus, dengan kuku panjang yang menghitam—merangkak keluar dari permukaan kaca yang kini tampak seperti genangan air berwarna pekat.Rasti berusaha bangkit, tetapi tubuhnya terasa lumpuh.Dari balik cermin, sesosok wanita muncul. Rambutnya panjang berantakan, gaun putihnya kotor dengan noda

  • Santet Pengantin   95

    Lampu di kamar hotel terus berkedip-kedip, menciptakan bayangan yang bergerak-gerak di dinding. Suhu ruangan mendadak turun drastis, seolah udara tersedot oleh kekuatan yang tak kasat mata.Arga berdiri membeku di ambang pintu, jantungnya berdetak kencang seperti genderang perang. Dino di sampingnya, menelan ludah, tangan meraba-raba pinggangnya, mencari pistol yang selalu dibawanya untuk jaga-jaga.Di tengah kamar, Rasti berdiri dengan tubuh kaku. Mata hitam pekatnya menatap Arga tanpa berkedip, bibirnya bergerak pelan, menggumam sesuatu yang tidak bisa dimengerti.Sementara itu, pria paruh baya di belakangnya menyeringai, wajahnya samar tertutup bayangan yang seolah bergerak sendiri."Siapa kau? Apa yang kau lakukan pada istriku?!" suara Arga bergetar, tetapi ada kemarahan yang tertahan di dalamnya.Pria itu melangkah mendekat. Setiap langkah yang diambilnya terasa berat, seperti ada kekuatan yang menarik lantai di bawahnya."Aku?" Pria itu tertawa pelan. "Aku hanyalah perantara...

  • Santet Pengantin   94

    Malam semakin larut. Angin dingin berdesir di balik jendela kamar Arga. Dia duduk di tepi ranjang dengan ponsel di tangan, menatap layar yang menampilkan pesan dari Dino.[Pak Arga, saya sudah mulai mengikuti Bu Rasti sejak tadi sore. Ada sesuatu yang aneh. Dia tidak langsung pulang ke rumah setelah dari salon. Dia justru menuju sebuah kafe di daerah Menteng dan bertemu seorang pria. Saya akan coba mendekat dan mengambil gambar.]Arga menggertakkan giginya. Tangannya mengepal kuat. "Jadi benar, Rasti... Apa yang kamu lakukan di belakangku?"Dia menarik napas panjang. Belum sempat membalas pesan Dino, tiba-tiba listrik di rumahnya berkedip-kedip. Televisi yang menyala mendadak mati sendiri. Suasana berubah senyap. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar.Arga merasakan bulu kuduknya meremang. Dadanya mulai sesak oleh firasat buruk. Dia melirik sekeliling kamar, mencari sesuatu yang terasa ganjil.Tok! Tok! Tok!Tiga ketukan pelan terdengar dari jendela kamarnya. Padahal, kamar Arg

  • Santet Pengantin   Part 93

    [Iya, Pak. Saya mau kali ini bapak awasi Rasti, menantu saya. Saya curiga dia melakukan hal yang tidak baik di belakang Arga, anak laki-laki saya yang juga adalah suaminya.]Perintah Risa kepada Dino, detektif swasta berusia tiga puluh lima tahun.[Baik, Bu. Saya akan kerjakan tugas dari Bu Hartawan, untuk bukti-buktinya akan saya kirim langsung ke pesan singkat di aplikasi hijau milik ibu.]Jawab Dino dengan nada tegas dan yakin.[Oke, saya tunggu hasilnya. Uang mukanya sebanyak lima puluh persen sudah saya kirim langsung ke nomor rekening Pak Dino, sisanya akan saya transfer setelah semua beres.]Tulis Risa dalam pesan singkatnya, dan mengakhiri pesannya kepada Dino.[Baik, Bu. Terima kasih.]Tutup Dino, kemudian membuka sebuah pesan singkat lainnya yang berisi sebuah pemberitahuan dari m-banking bahwa isi rekeningnya telah bertambah lima belas juta rupiah.Usai mengirim pesan singkat kepada Dino, Risa Hartawan membuka galeri fotonya, di sana terpampang foto Rasti, menantunya yang se

  • Santet Pengantin   Part 92

    Laki-laki di seberang gagang telepon itu terus tertawa, masih dengan tawanya yang mengejek, dia menunjukkan bahwa dirinya telah berhasil melakukan transfer melalui m-banking ke nomor rekening Rasti yang dia peroleh dari salah satu temannya yang pernah memakai jasa Rasti.[Seratus juta, tidak kurang. Malam ini, aku tunggu kedatanganmu di Hotel Permana Buana, lantai empat, kamar lima kosong satu. Awas kalau kau tidak datang!]Tandas laki-laki berwajah tampan itu, lalu menyebutkan nama sebuah hotel dan kamar di mana Rasti harus mendatanginya malam ini.[Aku pasti akan datang, dan aku jamin kau tidak akan merasa kehilangan uang yang telah kau bayarkan, karena aku pasti akan memberikan kepuasan kepadamu.]Ucap Rasti memberikan sebuah janji pada laki-laki yang mengaku bernama Henry itu.[Oke, ku tunggu kau jam tujuh malam ini ya, Beb. Jangan kecewakan aku.]Ucap lelaki itu sebelum memutuskan untuk mengakhiri sambungan panggilan videonya dengan Ras

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status